Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TENTANG "TOXOPLASMA"

OLEH :

Nama : AHMAD BASIR

Nim : 22081019

Kelas : 1D FARMASI

PROGRAM STUDI D3 FARMASI

POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA KOTA TEGAL

2022

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis
tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat
serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang syafa’atnya kita
nantikan kelak.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah “TOXOPLASMA” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi & Parasitologi. Penulis berharap
makalah tentang pencegahan Toxoplasma dapat menjadi referensi bagi
masyarakat agar tetap waspada terhadap jenis penyakit ini.

Penulis menyadari makalah bertema Toxoplasma ini masih perlu banyak


penyempurnaan karena kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap
kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten,
penulis memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tegal, 21 Desember 2022

Mengetahui Dosen Pengampu Mahasiswa

Ayu Wulandari S.Pd, M.Si. Ahmad Basir

DAFTAR ISI
 KATA PENGANTAR. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
 BAB 1 PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
A. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
 BAB 2 PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
A. Definisi Toxoplasma . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Taksonomi & Morfologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C. Siklus Hidup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
D. Jalur Penularan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
E. Gejala Klinis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
F. Diagnosis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
G. Contoh Kasus Toxoplasma . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
H. Pencegahan & Pengobatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
 BAB 3 PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
 DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii.


Toxoplasma gondii adalah protozoa intraseluler dan bersifat parasit obligat yang
mempunyai hospes definitif kucing dan family felidae lain, sedangkan hospes
perantara adalah semua hewan berdarah panas seperti ayam, sapi, kambing, babi
dan domba. Toxoplasma gondii juga dapat menginfeksi burung, rodensia, ikan
paus dan manusia (Manahan dkk, 2013). Toxoplasmosis telah menyebar ke
seluruh kepulauan di Indonesia dan menunjukkan prevalensi yang tinggi yaitu
sekitar 43-88% pada manusia sedangkan pada hewan berkisar 6-70% (Van Der
Veen et al., 1974 ; Subekti dan Nurfida, 2006).

Toxoplasmosis juga menyebabkan dampak merugikan hewan dan manusia


(Dubey et al., 2004).Pada manusia, toxoplasmosis menyebabkan gejala
abortus,kelahiran prematur, ensefalitis pada janin dan mumifikasi fetus
(Gandahusada,1995).Infeksi toksoplasmosis selalu mengancam para kaum wanita
terutama mereka yang sedang hamil. Apabila infeksi toksoplasmosis terjadi secara
kongenital dapat menyebabkan berupa perkapuran, korioretinitis,hidrosefalus,
mikrosefalus, gangguan psikologis, gangguan perkembangan mental pada
anaksetelah lahir dan kejang-kejang (Sasmita, 2006). Pada hewan toksoplasmosis
dapat menyebabkan abortus, kematian dini dankelainan kongenital, sehingga
dapat menimbulkan kerugian ekonomis yaitukehilangan janin, biaya perawatan
dan penurunan produktifitas (Suwanti, 2005;Sasmita, 2006).

Toxoplasma gondii dapat menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes
yang berinti. Dominasi sel dan jaringan yang diinfeksi oleh takizoit sangat
ditentukan oleh rute infeksi dan jenis inangnya (Subekti dan Arrasyid,
2006).Toxoplasma gondii dapat menular melalui beberapa rute yaitu peroral dari
makanan atau minuman yang kurang matang, transmisi kongenital atau melalui
plasenta, susu yang tidak dipasteurisasi, transfusi darah, kecelakaan saat di
laboraturium dan transplantasi organ yang terinfeksi (Premani, 2014).Kerusakan
yang terjadi pada jaringan tergantung pada umur,virulensi,strainToxoplasma
gondii, jumlah parasit yang menginfeksi dan organ yang diserang (Lisawati dan
Srisasi, 2008).Infeksi akut Toxoplasma gondii dapat menyerang jaringan dan pada
infeksi buatan secara intraperitoneal takizoit dapat menyebabkan nekrosis hepar,
lien dan pankreas. Hal ini disebabkan oleh multiplikasi interseluler dari takizoit
Toxoplasma gondii(Riganti et al., 2003).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam studi
kasus ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit toxoplasmosis?

2. Bagaimana pengobatan dan penanganan yang tepat pada penyakit


toxoplasmosis

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui tentang penyakit toxoplasmosis

2. Mengetahui pengobatan dan penanganan yang tepat pada penyakit


toxoplasmosis

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Definisi Toxoplasmosis

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat menular dari hewan


ke manusia dan sebaliknya yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii.
Protozoa ini merupakan parasit obligat intraseluler yang hidup di alam
bebas.Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan pada tahun 1908 di hewan
pengerat Ctenodactylus gondii di Sahara, Afrika Utara. Parasit ini dapat
menginfeksi semua bangsa burung dan mamalia termasuk manusia, tetapi hanya
kucing dan sebangsanya saja yang merupakan inang sejati (M Hanafiah et al.,
2017).Infeksi toxoplasmosis sangat berbahaya bila terjadi pada manusia,
terutama pada ibu hamil atau orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
terganggu (misalnya penderita AIDS). Infeksi parasit ini pada ibu hamil berdampak
serius terhadap janin yang dikandungnya. Resiko keguguran (abortus) dan cacat
fisik maupun mental sangat mungkin terjadi (Wahyuni, 2013). Prevalensi
toxoplasmosis pada manusia di Indonesia berdasarkan uji serologi antibodi
Toxoplasma gondii berkisar 2–51% dan bersifat kosmopolit (Gandahusada, 2006).
Hartono (2006) melakukan penelitian pada tahun 1993–1994 pada wanita yang
mengalami keguguran di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit
Hasan Sadikin dan diperoleh hasil 51,48% positif terinfeksi Toxoplama gondii.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Andriyani dan Megasari (2015)
menemukan bahwa pada rentang tahun 2010-2013 ditemukan 30 orang wanita
hamil yang terinfeksi toxoplasmosis.

Pada hewan, toxoplasmosis banyak menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak


kalah pentingnya, karena dapat menyebabkan abortus, kematian dini dan
kelainan kongenital. Kerugian ekonomi ini belum termasuk biaya pemeliharaan
yang sangat besar pada suatu usaha peternakan rakyat dan skala industri.

Dalam hal ini, hewan memegang peranan yang sangat penting sebagai salah satu
bentuk penularan. Seperti diketahui, manusia dapat tertular tooplasma dengan
cara menelan oosista toksoplasma bersama makanan, makan daging yang kurang
matang secara langsung yang mengandung bradizoit atau salah satu bentuk
dalam daur hidup toksoplasma, melalui luka terbuka yang kemasukan oosista
atau bermain-main dengan hewan kesayangan, seperti kucing, anjing dan burung.
Selain itu, masih banyak lagi modus penularan yang lain yang berpotensi sebagai
gerbang masuknya infeksi toksoplasmosis pada manusia dan hewan (Nurcahyo
dan Priyowidodo, 2019).

B. Taksonomi dam Morfologi

Kingdom : Protista
Subkingdom : Protozoa

Filum : Apicomplexa

Kelas : Sporozoasida

Ordo : Euccidiorida

Famili : Sarcolystidae

Genus : Toxoplasma

Spesies: Toxoplasma gondii

Toxoplasma gondii merupakan salah satu parasit golongan protozoa yang dapat
menginfeksi manusia dan semua hewan berdarah panas lainnya. Parasit ini hidup
tumbuh dan berkembang biak secara seksual (hospes definitif) hanya di tubuh
kucing (Tenter, et al., 2000). Kucing yang terinfeksi Toxoplasma gondiigondii
dapat mempunyai manifestasi infeksi sistemik dan infeksi usus. Sementara di
tubuh manusia dan hewan lain, parasit ini hidup tumbuh dan berkembang biak
secara aseksual (hospes perantara) dan dapat menimbulkan infeksi sistemik
(Soedarto a, 2012). Kucing sehat dapat terinfeksi melalui tiga bentuk parasit ini
yaitu ookista, takizoit dan bradizoit (Saadatnia dan Golkar, 2012).

Ookista adalah stadium parasit yang berada di tubuh kucing dan berfungsi sebagai
stadium reproduksi seksual. Ookista berdiameter 10μ. Ookista ini terbentuk dari
proses gametogoni dan mengandung zigot atau sporon yang dikelilingi oleh
dinding sel. Apabila ookista ini keluar bersama feses kucing, ookista yang tidak
matang (immature oocysts) maka ookista ini akan menghasilkan dua sporokista
yang masing-masing mengandung empat sporozoit (Furtado, et al., 2013).

Pada saat berada di di luar tubuh kucing ini, ookista dapat mengkontaminasi
tanah dan air. Takizoit merupakan salah satu bentuk replikasi tercepat dari
Toxoplasma gondii yang berperan dalam penyebaran sistemik. Takizoit
mempunyai bentuk seperti bulan sabit (cresentic form) dan berukuran sekitar 2-
6μ. Toxoplasma gondii pada stadium ini mempunyai bentuk yang menonjol pada
salah satu sisinya. Penonjolan ini mengandung kompleks apikal yang berfungsi
sebagai media perlekatan ke sel membran hospes. Hal inilah yang menjadikan
Toxoplasma gondii berada dalam filum apikompleksa bersama dengan spesies
Cryptosporidium dan Plasmodium.

Ketika memasuki sel hospes, takizoit akan memiliki selubung dalam vakuola
parasitoporus yang berasal dari membran sel hospes. Dalam bentuk ini, takizoit
mampu bertahan dan berkembang biak dalam tubuh hospes. Takizoit
mengandung sitoskeleton yang digunakan untuk bergerak bebas. Selain itu,
takizoit mengandung organel termasuk ribosom, retikulum endoplasma, badan
golgi, mitokondria, dan apikoplas. Apikoplas merupakan organel yang menyimpan
genom dan digunakan sebagai salah satu target obat dalam eradikasi infeksi
Toxoplasma gondii (Furtado, et al., 2013).Bradizoit merupakan bentuk dorman
parasit Toxoplasma gondii. Keberadaan bradizoit ini dalam jaringan dan berbagai
organ menandakan adanya infeksi kronis dalam tubuh hospes. Stadium ini
merupakan bentuk aseksual dari Toxoplasma gondii yang tumbuh lambat dan bisa
berkembang hingga mencapai ratusan parasit dan berukuran panjang sekitar
100μ. Bradizoit ini mempunyai kemampuan untuk berpindah dari sel yang
terinfeksi ke sel yang tidak terinfeksi dan meninggalkan bentuk yang utuh
(Furtado, et al, 2013).

C. Siklus Hidup
Gambar 1.1 Fase Seksual dan Aseksual

Toxoplasma gondii mempunyai dua siklus hidup, siklus hidup seksual dan siklus
hidup aseksual. Siklus hidup seksual terjadi di usus halus hospes definitifnya yaitu
kucing. Setelah kucing menelan jaringan yang mengandung kista, dalam tubuh
kucing kista ini akan berubah menjadi bentuk bradizoit dengan melepaskan
dinding luar kista. Proses ini dibantu oleh enzim pencernaan. Bradizoit ini
menyerang sel epitel intestinal kucing. Bradizoit kemudian mengalami replikasi
dan bertransformasi menghasilkan mikrogamet dan makrogamet. Mikrogamet
sebagai sel kelamin betina dan makrogamet sebagai sel kelamin jantan kemudian
bersatu dan membentuk zigot. Tiap zigot atau sporon diselubungi oleh dinding sel
dan keluar dari intestinal sebagai ookista tak bersporulasi (unsporulated oocyst).
Apabila ookista ini keluar bersama feses kucing, maka ookista ini dapat
mengkontaminasi tanah dan air. Ookista ini menjadi infektif pada suhu ruangan
selama 3-4 hari.

Selama waktu ini, sporoblast primer terbelah menjadi dua sporoblast dan tiap
sporoblast akan pecah menjadi empat sporozoit. Ookista yang mengalami proses
sporozoit dalam tubuhnya disebut sporokista yang infektif sampai satu tahun di
tanah (Natadisastra, 2009). Selanjutnya, sporokista ini masuk ke dalam tubuh
manusia atau hewan yang berdarah panas melalui ingesti daging yang kurang
matang atau tanaman dan air yang terkontaminasi dan akan berlangsung siklus
hidup aseksual di tubuh hospes intermediet (Tenter, et al., 2000). Setelah hospes
menelan ookista infektif, ookista ini akhirnya pecah di traktus gastrointestinal
yang akhirnya mengeluarkan bradizoit atau sporozoit yang menginvasi dan
berdiferensiasi menjadi takizoit yang berada di epitel gastrointestinal. Takizoit ini
kemudian berjalan ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Takizoit ini akhirnya
bersirkulasi melalui darah dan sistem limfatik dan berpotensi menginfeksi semua
jenis sel dan jaringan.

Takizoit di jaringan selanjutnya menginisiasi pembentukan kista jaringan yaitu


bradizoit yang berkembang lambat. Dalam kista jaringan, bradizoit bermultiplikasi
dengan endogoni dan bertahan di jaringan sampai seumur hidup hospes. Kista
jaringan inilah yang infeksius dan kadang pecah dan kembali berubah bentuk
menjadi takizoit. Takizoit ini selanjutnya melakukan reinvasi pada hospes. Takizoit
kembali membentuk bradizoit. Jika tertelan oleh hospes definitif, bradizoit akan
menginisiasi siklus hidup seksual dan dan siklus hidup Toxoplasma gondii akan
berulang.

D. Jalur Penularan

Bermula dari feses kucing yang mengandung Toxoplasma gondii, protozoa ini
selanjutnya dapat mengkontaminasi air, tanah, sayuran, maupun manusia secara
langsung. Transmisi Toxoplasma gondii ke hewan berdarah panas ataupun ke
manusia umumnya melalui 3 cara baik secara horizontal maupun vertikal.

Secara horizontal, transmisi ini dapat terjadi melalui ingesti ookista ketika makan
daging yang kurang matang dari hasil peternakan yang telah terinfeksi
Toxoplasma gondii. Selain daging, ingesti ookista juga dapat terjadi dari air, tanah,
ataupun sayuran yang telah terkontaminasi Toxoplasma gondii. Manusia juga
dapat terkena toksoplasmosis melalui transplantasi dari organ yang
terinfeksi(Tenter, et al., 2000). Secara vertikal, transmisi ini dapat terjadi dari ibu
ke janin selama proses kehamilan. Manurut Harker, et al., 2015, pada beberapa
hospes, takizoit bisa juga ditransmisikan dari ibu ke anak melalui Air Susu Ibu
(ASI), tetapi langka sekali terjadi kasus transmisi takizoit melalui susu yang tidak
terpasteurisasi dan menyebar langsung ke aliran darah (Tenter, et al., 2000).

Gambar 1.2 Penyebaran Toxoplasma

E. Gejala Klinis

Pada orang yang sehat, sekalipun ditemukan serum antibodi toksoplasma,


infeksi toksoplasma masih asimtomatik. Manifestasi yang muncul tergantung
pada umur, virulensi strain Toxoplasma, jumlah parasit dan lokasi organ yang
diserang. Semakin muda usia terkena infeksi Toksoplasma, misal pada bayi, maka
kerusakan akan lebih berat. Infeksi pada otak, organ yang tidak mempunyai
kemampuan regenerasi, lesi yang ditimbulkan akan lebih berat dan permanen.
Pada bayi, manifestasi yang ditimbulkan bisa berupa hidrosefalus yang
disebabkan karena penyumbatan pada akuaduktus Sylvii (Sutanto, et al.,
2011).Manifestasi klinis yang sering muncul pada orang dewasa biasanya berupa
limfadenopati lokal atau umum, baik superfisial ataupun dalam yang biasa
ditemui di sekitar kelenjar leher (Natadisastra, 2009) disertai dengan rasa lelah,
demam, nyeri otot, dan rasa sakit kepala, kadang-kadang ada eksantema dan
retinokoroiditis. Retinokoroiditis pada dewasa dan pubertas sebagai merupakan
manifestasi reaktivasi kelanjutan infeksi kongenital (Sutanto, et al., 2011).
Retinokoroiditis yang berat bisa sampai membutuhkan enukleasi (Natadisastra,
2009).

Sementara itu, pada toksoplasmosis kongenital bisa dijumpai prematuritas,


retardasi pertumbuhan intrauterin, post-maturitas, retinokoroiditis, strabismus,
kebutaan, retardasi psikomotor, mikrosefalus atau hidrosefalus, kejang,
hipotonus, ikterus, anemia, dan hepatosplenomegali (Sutanto, et al., 2011).

F. Diagnosis

Diagnosis infeksi Toxoplasma gondii ditegakkan melalui diagnosis klinis maupun


diagnosis laboratorium. Diagnosis klinis sulit ditegakkan kecuali didukung dengan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis laboratorium dapat dibuat dengan tujuan
melihat adanya parasit dalam jaringan atau cairan badan, mendeteksi antibodi
spesifik dan mengisolasi parasit. Isolasi parasit merupakan diagnosis pasti infeksi
toksoplasmosis (Natadisastra, 2009). Isolasi ini dapat berasal dari cairan badan
untuk menunjukkan infeksi akut, isolasi jaringan dapat menunjukkan kista dan
tidak memastikan infeksi akut. Infeksi akut dapat dipastikan jika ditemukan
takizoit dalam biopsi otak, sumsum tulang, cairan serebrospinal dan ventrikel
(Sutanto, et al., 2011).

Menurut Soedarto a (2012) selain isolasi parasit, tes serologis dapat digunakan
untuk menunjang diagnosis. Ada tiga jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan
yaitu Sabin-Fieldman dye test, antibodi Immunoglobulin-M (IgM) dan Direct
Agglutination Test (DAT). Sementara tes yang sering digunakan adalah Enzyme-
linked Immunoabsorbent Assay (ELISA) untuk deteksi ImmunoglobulinM (IgM)
dan Immunoglobulin-G (IgG). Dalam kondisi normal, IgG dan IgM dapat dideteksi
bersamaan, kecuali pada penderita immunocompromise. Penderita
imunokompromais tidak akan memberikan gambaran peningkatan titer IgM
karena infeksinya telah mengalami penyebaran (disseminated infection). Apabila
IgM dan IgG keduanya positif artinya menunjukkan infeksi toksoplasma akut.
Apabila IgG positif dan IgM negatif berarti infeksi telah berlangsung lebih dari satu
tahun. Immunoglobulin-G dalam tubuh manusia muncul pada 1-2 minggu setelah
paparan Toxoplasma. Pada neonatus, anti IgM positif berarti sudah bisa
menegakkan diagnosis toksoplamosis kongenital. Hal ini berarti bahwa antibodi
dibuat oleh janin yang terinfeksi dalam uterus. Sementara pada toksoplasmosis
didapat, diagnosis dapat ditegakkan jika ada titer IgG yang meninggi secara
bermakna pada pemeriksaan kedua kali dengan jangka waktu tiga minggu atau
lebih atau bila ada konversi negatif ke positif (Sutanto, et al., 2011).

Di antara semua pemeriksaan serologis, pemeriksaan dengan teknik ELISA


merupakan pemeriksaan yang akan dijadikan standar baku di masa depan karena
pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang spesifik (Soedarto a, 2012).
Pemeriksan yang paling baru adalah PCR untuk deteksi DNA parasit pada cairan
tubuh dan jaringan. Pemeriksaan ini berdasar pendeteksian Toxoplasma gondii
dari takizoit tunggal menggunakan gen B1 (Seodarto a, 2012). Dengan teknik ini
dapat dibuat diagnosis yang cepat dan tepat baik pada toksoplasma kongenital
maupun toksoplasma akut pada ibu hamil dan penderita imunokompromais
(Sutanto, et al., 2011).

G. Contoh Kasus Toxoplasma Pada Manusia dan Hewan


H. Pencegahan dan Pengobatan

Menurut Natadisastra (2009) pada dasarnya, belum ada cara yang cukup praktis
untuk mencegah toksoplasmosis. Menghindari binatang yang kemungkinan
terinfeksi tidak mempunyai arti yang signifikan. Pencegahan ini dapat berupa
memasak daging sampai matang untuk daging kambing, sapi, dan babi.
Penyimpanan daging di freezer pada suhu rendah dapat juga mencegah penyakit
toksoplasmosis meskipun tidak sebaik pemanasan yang sempurna. Sampai saat ini
pencegahan yang dapat dilakukan adalah perbaikan higiene dan sanitasi.
Penggunaan vaksin belum memungkinkan diproduksi dan diterapkan pada
manusia karena banyak menimbulkan efek samping dan pendeknya waktu
efektivitas vaksin (Sudarto a, 2012).
Pada ternak pengobatan yang dilakukan adalah dengan pemberian preparat
Clindamycin dengan dosis 25-50 mg/kg bb perhari dibagi menjadi 2 dosis yaitu
pagi dan sore yang diberikan secara oral. Pengobatan ini diberikan sampai 2
minggu setelah gejala klinis hilang. Preparat yang lain adalah Sulfidazine dengan
dosis 30 mg/kg bb diberikan peroral setiap 12 jam. Bersama sama dengan
pemberian pyrimethamin 0,5 mg/kg bb dan untuk mengurangi gejala samping
yang timbul, maka pada waktu memberi makan perlu ditambahkan folinic acid 5
mg/hari.

Obat toxoplasmosis yang dilaporkan cukup efektif adalah kombinasi


pyrimethamine dengan trisulfapyrimidine yang mampu menghambat siklus p-
amino asam benzoat dan siklus asam foist. Dosis yang dianjurkan untuk
pyrimethamine ialah 25-50 mg per hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine
dengan dosis 2.000-6.000 mg sehari selama sebulan. Namun demikian, obat ini
mempunyai efek samping leukopenia dan trombositopenia, maka dianjurkan
untuk menambahkan asam folat dan yeast selama pengobatan.

Trimetoprimn juga ternyata efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi bila


dibandingkan dengan kombinasi antara pyrimethamine dan
trisulfapyrimidine,ternyata trimetoprim masih kalah efektifitasnya.

Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek
sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis
spiramycin yang dianjurkan ialah 2-4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali
pemberian. Beberapa peneliti menganjurkan pengobatan wanita hamil trimester
pertama dengan spiramycin 2-3 gram sehari selama seminggu atau 3 minggu
kemudian disusul 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling sampai
sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan
terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.

Vaksinasi Toxoplasmosis yang saat ini tersedia adalah vaksin hidup untuk domba,
misalnya di Belanda terdapa Toxovax, Intervet BV, di New Zealand (Toxovax,
Agvax, Ag Research). Saat ini vaksin-vaskin tersebut telah mendapatkan lisensi
untuk digunakan di UK, Irlandia, Perancis, Portugal dan Spanyol. Vaksin ini akan
menstimulasi immun protektif selama sekurang-kurangnya 18 bulan pasca
pemberian dosis tunggal dan mempunyai waktu efektif yang pendek serta
berpotensi mempunyai dampak immunosupresi.

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan

Pada intinya Penyakit Toxoplasma sangat merugikan baik manusia maupun


hewan dikarenakan untuk mendiagnosisnya perlu uji laboratorium yang lumayan
sulit prosesnya. Kita sebaiknya melakukan pencegahan sedari dini seperti
memakan makanan yang matang, mencuci buah buahan sebelum dimakan dan
sebagainya yang berkaitan dengan kebersihan makanan yang kita makan. Pada
hewan dilakukan vaksin rutin tiap beberapa bulan supaya tubuh bisa terhindar
dari beragam penyakit dan tidak lupa selalu menjaga kebersihan kandang.

B. Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati, alangkah baiknya perlu dilakukan
deteksi dini pada manusia khususnya ibu ibu hamil dan hewan hewan dengan
cara melaporkan setiap ada aktivitas gejala gejala yang berkaitan dengan
toxoplasma ke instansi kesehatan sebelum menjadi endemi bahkan pandemi.

DAFTAR PUSTAKA

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/11148/05.2%20bab
%202.pdf?sequence=6&isAllowed=y

https://wiki.isikhnas.com/images/2/23/Penyakit_TOXOPLASMOSIS.pdf

https://bbpkhcinagara.com/site/detail-blog-parasit-toxoplasma-bukan-hanya-
dari-kucing

https://www.researchgate.net/figure/Transmission-dynamics-of-Toxoplasma-
gondii-2_fig2_342771683

https://www.kompasiana.com/amp/garantang/556f0e632523bd364f65e1e9/
toxoplasmosis-apakah-itu

https://docplayer.info/amp/135887764-Toksoplasmosis-pada-hewan.html
http://www.breakthrough-generation.com/info/berita/Penyakit/168

Anda mungkin juga menyukai