Anda di halaman 1dari 19

Referat

TOXOPLASMOSIS OCULAR
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh

Disusun Oleh :
Ikhlasul Amal
21174046

Pembimbing :
dr. Muti Lestari, M.Ked (Oph), Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ABULYATAMA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MEURAXA KOTA BANDA ACEH

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Rabb semesta alam atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat ini. Shalawat berserta
salam kepada junjungan islam Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan contoh
teladan dan membuka wawasan cakrawala umat manusia. Referat ‘’Toxoplasmosis
Ocular’’ ini diajukan sebagai rangkaian untuk memenuhi tugas akhir kegiatan
Kepaniteraan Klinik dibagian / Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh diperuntukkan
guna menambah wawasan pengetahuan. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan
terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama penyusunan
Referat ini kepada dr. Muti Lestari, M.Ked (Oph), Sp.M selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh dan
teman seperjuangan yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga Referat
ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa penulisan Referat ini jauh dari
sempurna, oleh karena itu, saran dan masukkan yang bersifat konstruktif dari semua
pihak senantiasa penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang sehingga
dapat menghasilkan karya yang lebih bermutu dan bermanfaat bagi dunia penelitian
kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Banda Aceh, 2 Mei 2023


Ikhlasul Amal, S.Ked
21174046

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................i

Daftar isi.....................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan.....................................................................................................1

1.1 latar belakang .......................................................................................................1

BAB II Tinjauan Pustaka............................................................................................2

2.1 Definisi.....................................................................................................................2

2.2 Etiologi.....................................................................................................................2

2.3 Patofisiologi.............................................................................................................4

2.4 Epidemiologi............................................................................................................4

2.5 Diagnosis..................................................................................................................5

2.6 Pemeriksaan Penunjang............................................................................................9

2.7 Penatalaksanaan........................................................................................................10

2.8 Komplikasi dan Prognosis.........................................................................................12

BAB III Kesimpulan......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat
ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama
Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak terinfeksi pada manusia
dan hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu gejala
klinis yang jelas sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis sering
terabaikan dalam praktek dokter sehari-hari. Apabila penyakit toxoplasmosis mengenai
wanita hamil trismester ketiga dapat mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli
atau epilepsi. Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi
penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan hewan
peliharaan lainnya.1

Walaupun sering terjadi pada hewan-hewan yang disebutkan di atas penyakit


toxoplasmosis ini paling sering dijumpai pada kucing dan anjing. Untuk tertular
penyakit toxoplasmosis tidak hanya terjadi pada orang yang memelihara kucing
atau anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang lainnya yang suka memakan makanan
dari daging setengah matang atau sayuran lalapan yang terkontaminasi dengan agent
penyebab penyakit toxoplasmosis. Setelah siklus hidup toxoplasma ditemukan
maka usaha pencegahannya diharapkan lebih mudah dilakukan. Pada saat ini
diagnosis toxoplasmosis menjadi lebih mudah ditemukan karena adanya antibodi
IgM atau IgG dalam darah penderita. Dengan jalan tersebut diharapkan insidensi
keguguran, cacat kongenital, dan lahir mati yang disebabkan oleh penyakit ini
dapat dicegah sedini mungkin.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Toxopasmosis adalah penyakit zoonosis yang secara alami dapat


menyerang manusia, ternak, hewan peliharaan yang lain seperti hewan liar, unggas
dan lain-lain. Protozoa toxoplasma gondii merupakan salah satu parasit coccidian,
obligate, intracellular, yang berperan terhadap infeksi yang terjadi pada manusia
dan mamalia lain. Toxoplasma gondii merupakan penyebab yang umum terhadap
terjadinya inflamasi intraocular di dunia. Kucing merupakan host definitive yang
terinfekasi akibat memakan ikan mentah, burung liar, atau tikus. Tiga bentuk
protozoa yang hanya terjadi pada tubuh kucing adalah tachyzoit, bradyzoit, dan
sporozoit.1.2

2.2 Etiologi
 Kongenital toksoplasmosis
Ketika wanita dengan pertahanan tubuh yang lemah terinfeksi saat
kehamilan, terjadi tranmisi transplacenta dari T.gondii kepada fetus dan
menyebabkan terjadinya congenital toksoplasmosis.1
 Toksoplamosis didapat
 Memakan kista jaringan yang berasal dari daging sapi, daging kambing, atau
daging babi yang mentah atau setengah matang.
 Memakan ookista yang berasal dari susu, air, atau sayuran.
 Menghirup ookista
 Transfuse darah yang terkontaminasi, transplantasi organ, dan inokulasi yang
tidak disengaja saat berada di laboratorium.

2
2.3 Patofiisiologi

Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista, dan
Ookista. Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi
semua sel mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan
selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis trofozoit dalam jaringan
akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit. Bentuk kedua adalah kista
yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan berukuran 10- 1 0 0 um. Kista
penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat dalam otot rangka, otot
jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ketiga adalah bentuk Ookista
yang berukuran 10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan
dikeluarkan bersamaan dengan feces kucing.3

Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan siklus
atau gametogeni dan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan dikeluarkan bersama
feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam sekali exkresi akan
mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleha hospes perantara seperti
manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan hospes perantara
akan dibentuk kelompok-kelompok trofozoit yang membelah secara aktif. Pada
hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat
yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang mengandung kista maka terbentuk kembali
stadium seksual di dalam usus halus kucing tersebut.3

Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang matang yang
mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor lalat, kecoa, tikus,
dan melalui tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke janin terjadi utero
melalui placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi juga terjadi
dilaboratorium, pada peneliti yang bekerja dengan menggunakan hewan percobaan
yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau melalui jarum suntik dan alat laboratorium
lainnya yang terkontaminasi dengan toxoplasma gondii.4

3
Infeksi akut ditandai oleh tachyzoit yang menginvasi dan berproliferasi pada
hampir semua tipe sel mamalia kecuali eritrosit yang tidak mempunyai inti. Saat
organism mencapai mata melalui aliran darah, tergantung pada status imun host, akan
dimulai fase klinis atau subklinis yang terjadi di retina. Jika imun host memberi respon
maka takizoit akan merubah dirinya menjadi bradizoit dan terbentuklah kista. Kista
sangat resisten terhadap pertahanan tubuh host, dan akan terjadi infeksi laten yang
menjadikannya kronis.4

2.4 Epidemiologi

Berdasarkan studi serologis, diperkirakan seperempat hingga setengah populasi


Amerika serikat telah terinfeksi oleh toxoplasma. Di Amerika serikat, 2-6 dari 1000
ibu hamil menderita toxoplasmosis Prevalensi toxoplasmosis kongenital berkisar 1
tiap 10.000 kelahiran hidup. Manifestasi intraocular toxoplasmosis akibat necrotizing
retinochoroiditis telah dilaporkan pada 1-21% pasien dengan Infeksi sistemik yang
didapat. Pada studi populasi 0,6% penduduk maryland mempunyai scar yang diduga
diakibatkan oleh okular toxoplasmosis.5

Prevalensi serum antibodi melawan toxoplasmosis bervariasi di seluruh dunia dan


tergantung pada kebiasaan makan, hygiene, dan iklim. Toxoplasmosis nampaknya
lebih banyak terjadi pada iklim yang lembab. Prevalensi toxoplasmosis kongenital
berkisar 1 dalam 1000 kelahiran hidup di Perancis. Dalam empat dekade pertama
hidup, 90% populasi Perancis, 12,5% populasi Jepang, dan 60% Populasi Belanda
dinyatakan seropositif untuk toxoplasmosis. Rata-rata insiden di Inggris adalah 0,4
kasus tiap 100.000 orang per tahun.5

Di Brazil selatan, hampir 18% penduduk dinyatakan memiliki lesi retina yang
diduga akibat okular toxoplasmosis. Didaerah Quindio Colombia, insidensi yang
dilaporkan berkisar 3 kasus tiap 100.000 penduduk pertahun. Mortalitas/morbiditas
Toxoplasmosis merupakan penyebakan yang umum dari imflamasi intraocular dan
uveitis posterior pada pasien imunokompeten diseluruh dunia.5 Toxoplasmosis
bertanggung jawab terhadap 30-50% dari semua kasus uveitis posterior di Amerika
serikat tidak ada predileksi rasial dari toxoplasmosis. Begitu pula dilihat dari segi
4
jenis kelamin. Prevalensi reaksi seropositif bertambah sesuai umur. Di Amerika
serikat, 5-30% individu usia dua puluh tahunan dan 10-67% individu berumur lebih
dari lima puluh tahun memiliki antibodi antitoxoplasma. Okula toxoplasmosis telah
dilaporkan paling banyak bermanifestasi pada individu berusia 20-40 tahun.6

2 . 5 Diagnosis
 Anamnesis pasien dimana mempunyai riwayat pernah mengalami atau
terinfeksi toxoplasma. Dan riwayat lain seperti :
 Imunodefisiensi (misalnya AIDS)

 kontak dengan kucing.


 Riwayat memakan daging mentah atau setengah matang sehingga
menimbulkan gejala seperti:

 Pandangan kabur

 Floaters

 Nyeri

 Mata merah

 Metamorphopsia

 Fotofobia
 Pemeriksaan Fisik
 Toxoplasmosis kongenital
Trias klasik yang menggambarkan toxoplasmosis kongenital adalah
retinochoroiditis, kalsifikasi serebral, dan kejang. Penemuan lainnya meliputi
hidosefalus, mikrosefalus, organomegali, ikterus, ruam, demam, dan retardasi
psikomotor. Penemuan tersebut didapatkan pada sedikit kasus, akan tetapi
menunjukkan infeksi akut dan fatal. Saat seorang ibu hamil diduga terinfeksi selama
kehamilannya dapat terjadi transmisi transplasental toxoplasma gondii ke dalam tubuh
janin, yang pada akhirnya dapat menyebabkan toxoplasmosis kongenital.9

5
Jika seorang ibu terinfeksi selama trimester pertama kehamilannya, 17% bayi
mengalami toxoplasmosis kongenital, akan tetapi tingkat keparahan penyakitnya lebih
tinggi, tetapi kebanyakan dari mereka asimptomatis. Antibodi antitoxoplasma
immunoglobulin M (IgM) muncul pada 75% bayi dengan toxoplasmosis kongenital.
Penemuan paling umum pada toxoplasmosis kongenital adalad retinochoroiditis yang
mempunyai tempat predileksi di kutub posterior. Penemuan ini didapat pada 75-80%
kasus dan bilateral pada 85% kasus.8 Makular scar sekunder akibat toxoplasmosis
kongenital:

Gambar 1. Macular scar sekunder akibat toxoplasmosis congenital.

 Toxoplasmosis didapat :
Mengkonsumsi daging sapi, daging kambing atau daging babi yang mengandung
kista jaringan, ookista dari sayuran, atau transfusi darah yang terkontaminasi,
transplantasi organ, atau inokulasi yang tidak disengaja saat berada dilaboratorium
dapat mengakibatkan terjadinya toxoplasmosis didapat. Infeksi yang didapat biasanya
subklinis dan asimptomatis. Pada 10-20% kasus yang menjadi simptomatis, pasien
mengalami gejala mirip flu, misalnya demam, limfadenopati, malaise, mialgia, dan
ruam kulit makulopapular yang tersebar di telapak tangan dan kaki. Pada pasien yang
imunokompeten, penyakit ini tidak membahayakan dan self-limited.9

6
Baru-baru ini diperkirakan hanya 1-3% pasien dengan infeksi yang didapat
mengalami okular toxoplasmosi, Retinitis makular akut yang dihubungkan dengan
toxoplasmosis ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 2. Akut macular retinitis.

 Toxoplasmosis pada pasien immunocompromise

Fungsi imun pasien sangat berperan penting pada patogenitas toxoplasma.


Pasien dengan immunocompromise seringkali menderita pneumonitis, myocarditis,
dan encephalitis yang mengancam nyawa, selain itu juga necrotizing retinochoroiditis
berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. Lesi multifokal, bilateral, dan terus
menerus berkembang secara progresif menunjukkan bahwa infeksi telah melibatkan
mata.8

Karena immunosupresinya, pasien ini seringkali memliki masalah dengan


reaksi inflamasi yang berlebih, sehingga mengakibatka sulitnya pebentukan
chorioretinal scar. Pada pasien immunocompromised diagnosis serologis sangat sulit
ditegakkan. Hanya 1-2% pasien dengan HIV menderita okular toxoplasmosis. Pasien-
pasien berusia tua yang terinfeksi toxoplasma memiliki resiko terjadinya
retinochoroiditis berat, mungkin disebabkan oleh status immune yang mulai menurun
sesuai dengan bertambahnya usia.8

7
 Okular toxoplasmosis

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hingga 75% pasien dengan


toxoplasmosis kongenital memiliki chorioretinal scar saat lahir. Sebaliknya, lesi
okular pada pasien yang terinfeksi toxoplasma setelah akhir jarang ditemukan.
Oleh karena itu pasien dengan chorioretinitis aktif yang memiliki chorioretinal
scar dipercaya merupakan reaktifasi dari infeksi sebelumnya. Chorioretinal scar
inaktif ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 3. Chorioretinal scar inaktif.

Penelitian baru-baru ini bahwa hampir semua kasus okular toxoplasmosis


merupakan sekunder dari infeksi kongenital yang cenderung terjadi selama fase
kronis infeksi. Tetapi penelitian berikutnya menunjukkan peranan infeksi yang
didapat terhadap kejadian okular toxoplasmosis. Penelitian di brazil
menunjukkan hanya1% dari anak-anak dengan toxoplasmosis memiliki lesi
okular, sedangkan 21% individu beusia lebih dari 13 tahun memiliki lesi okular.7

Penanda yang menjadi ciri khas penyakit ini adalah necrotizing


retinochoroiditis, yang mungkin primer atau rekuren. Pada ocular toxoplasmosis
primer, terdapat focus necrotizing retinochoroiditis uniateral di kutub posterior
pada lebih dari 50% kasus. Area nekrotik biasanya meliputi lapisan dalam retina
dan disebut lesi Whitish fluffy yang dikelilingi oleh edema retina. Retins
8
merupakan lokasi utama bagi parasit untuk bermultiplikasi, sementaraa choroid
dan sklera merupakan lokasi dimana inflaasi seringkali menyebar. Jika infeksi
telah melibatkan nervus optikus, manifestasi khas adalah neuritis optik atau
papillitis ditandai dengan edema.9

2.6 Pemeriksaan Penunjang

 Serology

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pada pemeriksaan


fundus. Pemeriksaan serology hanya sebagai pemeriksaan tambahan. Serum titer
antibody antitoksoplasma dapat ditemukan dengan beberapa tehnik: 9

 Enzyme-Linked immunosorbent assay (ELISA)


 Indirect fluorescent antibody test
 Indirect hemagglutination test
 Complement fixation
 Sabin-feldman dye test

Temuan serology penting untuk menentukan apakah infeksi ini termasuk


akut atau kronik. Infeksi akut didiagnosis dengan seroconversion. Titer IgG
menunjukkan 4-fold dan akan memuncak pada 6-8 minggu setelah terjadinya
infeksi, dan dapat bertahan selama lebih dari 2 tahun selanjutnya. Antitoxoplasma
IgM akan muncul pada minggu pertama infeksi. Selain IgM yang akan muncul, pada
infeksi yang akut juga akan ditemukan peningkatan IgA dan IgA dapat bertahan
hingga 1 tahun.9

 Imaging Studie

Flourescein angiography (FA) dari lesi yang aktif akan menunjukkan


hypoflourescent selama infeksi, dan diikuti dengan kebocoran yang progresif. USG
diiindikasikan untuk memeriksa media penglihatan terutama badan vitreous. Temuan
yang paling banyak ditemukan adalah intravitreal punctiform echoes, penebalan dari
hyaloids posterior, parsial atau total vitreous detachment, dan penebalan fokal
retinokoroid.

9
 Pemeriksaan Histopatologi

Pada bentuk kista pada dindingnya ditemukan eosinofil, argyrophilic dan PAS
positif. Bentuk kista terdiri dari 50-3000 bradyzoit. Peradangan tampak nyata pada
retina, vitreous dan koroid. Koroid yang berdekatan dengan retina menunjukkan
inflamasi granulomatosa. Retina mengalami parsial nekrosis dengan batas yang jelas.
Setelah menyembuh, area retina yang terinfeksi hancur dan terdapat adhesi
corioretina.9

 Staging
Penderita mempunyai resiko tinggi kehilangan penglihatan secara
permanen. Lesi berlokasi 2 diameter diskus dekat fovea centralis atau 1500µ
dari tepi optik disk.

2.7 Penatalaksanaan

 Terapi Medikamentosa
Karena kondisi ini merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri, sehingga
tatalaksana sistemik dari toksoplasmosis didapat tidak direkomendasikan. Terjadinya
retinokoroiditis tidak selalu merupakan indikasi pengobatan. Pada umumnya, lesi
yang kecil di perifer dapat menyembuh dengan spontan. Tetapi lesi pada arcade
pembuluh darah, lesi dekat optic disk, lesi dekat papil optic harus diberikan
pengobatan.

 Terapi Triple drug antara lain pyrimethamine (dosis inisiasi 75-100mg


pada hari pertama dan diikuti 25-50mg pada hari selanjutnya), sulfadiazine
(dosis inisial 2-4g selama 24 jam dilanjutkan dengan 1 g q.i.d) dan
prednison.
 Terapi Quadruple adalah pyrimethamine, sulfadiazin, klindamycin dan
prednison. Pemakaian pyrimethamine seharusnya dikombinasikan dengan
asam folad untuk menghindari komplikasi hematologi.

Lama pengobatan tergantung pada respon dari tiap individu, tetapi pada
umumnya 4-6 minggu. Pemberian trimetoprim 60 mg dan sulfametoksazole 160mg
selama 3 hari digunakan sebagai profilaksis toksoplamosis retinokoroiditis. Setelah

10
observasi selama 20 bulan 6,6 % dari pasien mengalami infeksi rekuren. Selama
kehamilan, spiramycin dan sulfadiazine dapat dikonsumsi selama trimester pertama.
Sedangkan untuk trimester kedua spiramycin, sulfadiazine, pyrimethamine dan
asam folat direkomendasikan. Spiramycin, pyrimethamine dan asam folat dapat
digunakan hingga trimester ketiga. Penggunaan kostikosteroid adalah sebagai
berikut:

 Kortikosteroid topikal digunakan apabila terdapat reaksi pada bilik mata


depan Terapi depot steroid dikontaraindikasikan untuk terapi Ocular
toxoplasmosis.

 Steroid dosis tinggi yang diberikan pada jaringan mata akan menekan system
imun dari host, sehingga akan menimbulkan nekrosis jaringan yang tak
terkendali dan potensial menimbulkan kebutaan.

 Kostikosteroid sistemik digunakan sebagai terapi tambahan untuk


meminimalkan reaksi peradangan.

 Pemberian terapi sikloplegik juga dapat diberikan apabila terjadi peradangan


pada bilik mata depan dan mengurangi nyeri serta mencegah terjadinya
sinekia posterior. Agen antitoksoplasma adalah sebagai berikut:

 Sulfadiazine
 Klindamycin
 Terapi intraviteal klindamycin (0,1 mg/0,1 ml) dilaporkan
menguntungkan pada individu yang tidak berespon pada pengobatan oral
 Pemberian intraviteal klindamycin (1mg) dan intraviteal dexamethasone
(400µg) dibandingkan dengan terapi triple drug dari sulfadiazine (dosis
inisial 4g/hari untuk dua hari diikuti dengan 500mgq id), pyrimethamine
(dosis inisial 75mg untuk 2 hari dan diikuti 25 mg/hari), asam folat
(5mg qd) dan prednisolon (1mg/kg dimulai pada saat hari ketiga) selama
6 minggu pengobatan retinokoroiditis toksoplasma.

11
 Pyrimethamine Atovaquone (750 mg qid) obat ini digunakan untuk terapi
lini kedua Azithromycin (250 mg/hari atau 500mg pada hari pertama
dengan pyrimethamine 100mg pada hari pertama diikuti dengan
50mg/hari pada hari selanjutnya) dapat juga digunakan sebagai alternatif.
Kombinasi dari trimethropim (60mg) dan sulfamethoxsazole (160mg)
dapat mengurangi ukuran lesi.

2.8 Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi yang mungkin terjadi akibat okular toxoplasmosis antara lain:
 Katarak
 Glaukoma
 Oklusi vena retina
 Oklusi arteri retina
 Tractional retinal detachment
Prognosis diperkirakan 40% dari pasien memiliki visus 20/100 atau
mungkin lebih buruk, dan 16% pasien memiliki visus antara 20/40 dan
20/80. Retinitis toxoplasma seringkali kambuh, dan berulang dengan rata-
rata mencapai 80% dalam 5 tahun. Pasien dengan penyakit yang rekuren
nampaknya lebih beresiko memiliki cacat visual permanen.

12
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit toxoplasmosis merupakan penyakit dengan frekuensi tinggi di


berbagai negara dan karena gejala klinisnya ringan maka sering kali luput dari
pengamatan dokter. Padahal akibat yang ditimbulkannya memberikan beban berat
bagi masyarakat seperti abortus, lahir mati, kebutaan maupun cacat kongenital lain.
Dianjurkan untuk memeriksakan diri secara berkala pada wanita hamil
trimester pertama akan kemungkinan terinfeksi dengan toxoplasmosis.

Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga


kebersihan, mencuci tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces
kucing pada waktu membersihkan halaman atau berkebun. Memasak daging

minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu –20oC. Menjaga makanan agar
tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga.Wanita hamil trimester
pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi dengan
toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati ataupun
cacat bawaan.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Asyari, Fatma dan Lembah Redati. 2018. Management of Ocula


Toxoplasmosis. Jakarta, Vol 32 (suppl) 20 1 8 . [Accesed On Mei 2023]
2. Bellfort, Rubens N, et al,. 2018. Ocular Toxoplasmosis. Sao Paolo
Brazil. [Accesed On Mei 2023]
3. Bosch-Driessen LH, Plaisier MB, Stilma JS, et al. Reactivations of
ocular toxoplasmosis after cataract extraction. Ophthalmology
2019;109:41–45. [Accesed On Mei 2023]
4. Brezin AP, Thulliez P, Couvreur J, et al. Ophthalmic Outcomes After
Prenatal And Postnatal Treatment Of Congenital Toxoplasmosis. Am J
Ophthalmol 2019;135:779–784. [Accesed On Mei 2023]
5. Crosier, Yan Guex. 2017. Update on the Treatment of Ocular
Toxoplasmosis. International Journal of Medical Science
2017; 6(3):140-142. http://www.medsci.org [Accesed On Mei 2023]
6. Dyer, Neil W. 2017 Toxoplasmosis. North Dakota University
Vol 1221 2017. [Accesed On Mei 2023]
7. Holland GN, Muccioli C, Silveira C, et al. Intraocular Inflammatory
Reactions Without Focal Necrotizing Retinochoroiditis In Patients
With Acquired Systemic Toxoplasmosis. Am J Ophthalmol
2018;128:413–420. [Accesed On Mei 2023]
8. Holland, Gary N. 2017. ocular Toxoplasmosis: A Global
Reassessment. PartI: Epidemiology and Course of Disease. Lx edward

14
jacksonmemorial lecture american journal of ophtalmology Vol. 136, No. 6.
[Accesed On Mei 2023]
9. Holland, Gary N. 2003. Ocular Toxoplasmosis: A Global
Reassessment Part II: Disease Manifestations and Management. Lx
edward jacksonmemorial lecture american journal of ophtalmology Vol. 137,
No. 1. 2018. Montoya JG, et al. 2018. Toxoplasmosis. Lanet, 363 :
[Accesed On Mei 2023]
10. Labalette P, Delhaes L, Margaron F, et al. Ocular Toxoplasmosis After
The Fifth Decade. Am J Ophthalmol 2017;133: 506–515 [Accesed On
Mei 2023]

15
18

Anda mungkin juga menyukai