TOXOPLASMOSIS OCULAR
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh
Disusun Oleh :
Ikhlasul Amal
21174046
Pembimbing :
dr. Muti Lestari, M.Ked (Oph), Sp.M
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Rabb semesta alam atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat ini. Shalawat berserta
salam kepada junjungan islam Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan contoh
teladan dan membuka wawasan cakrawala umat manusia. Referat ‘’Toxoplasmosis
Ocular’’ ini diajukan sebagai rangkaian untuk memenuhi tugas akhir kegiatan
Kepaniteraan Klinik dibagian / Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh diperuntukkan
guna menambah wawasan pengetahuan. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan
terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama penyusunan
Referat ini kepada dr. Muti Lestari, M.Ked (Oph), Sp.M selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh dan
teman seperjuangan yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga Referat
ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa penulisan Referat ini jauh dari
sempurna, oleh karena itu, saran dan masukkan yang bersifat konstruktif dari semua
pihak senantiasa penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang sehingga
dapat menghasilkan karya yang lebih bermutu dan bermanfaat bagi dunia penelitian
kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar isi.....................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan.....................................................................................................1
2.1 Definisi.....................................................................................................................2
2.2 Etiologi.....................................................................................................................2
2.3 Patofisiologi.............................................................................................................4
2.4 Epidemiologi............................................................................................................4
2.5 Diagnosis..................................................................................................................5
2.7 Penatalaksanaan........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
Kongenital toksoplasmosis
Ketika wanita dengan pertahanan tubuh yang lemah terinfeksi saat
kehamilan, terjadi tranmisi transplacenta dari T.gondii kepada fetus dan
menyebabkan terjadinya congenital toksoplasmosis.1
Toksoplamosis didapat
Memakan kista jaringan yang berasal dari daging sapi, daging kambing, atau
daging babi yang mentah atau setengah matang.
Memakan ookista yang berasal dari susu, air, atau sayuran.
Menghirup ookista
Transfuse darah yang terkontaminasi, transplantasi organ, dan inokulasi yang
tidak disengaja saat berada di laboratorium.
2
2.3 Patofiisiologi
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista, dan
Ookista. Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi
semua sel mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan
selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis trofozoit dalam jaringan
akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit. Bentuk kedua adalah kista
yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan berukuran 10- 1 0 0 um. Kista
penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat dalam otot rangka, otot
jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ketiga adalah bentuk Ookista
yang berukuran 10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan
dikeluarkan bersamaan dengan feces kucing.3
Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan siklus
atau gametogeni dan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan dikeluarkan bersama
feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam sekali exkresi akan
mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleha hospes perantara seperti
manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan hospes perantara
akan dibentuk kelompok-kelompok trofozoit yang membelah secara aktif. Pada
hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat
yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang mengandung kista maka terbentuk kembali
stadium seksual di dalam usus halus kucing tersebut.3
Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang matang yang
mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor lalat, kecoa, tikus,
dan melalui tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke janin terjadi utero
melalui placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi juga terjadi
dilaboratorium, pada peneliti yang bekerja dengan menggunakan hewan percobaan
yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau melalui jarum suntik dan alat laboratorium
lainnya yang terkontaminasi dengan toxoplasma gondii.4
3
Infeksi akut ditandai oleh tachyzoit yang menginvasi dan berproliferasi pada
hampir semua tipe sel mamalia kecuali eritrosit yang tidak mempunyai inti. Saat
organism mencapai mata melalui aliran darah, tergantung pada status imun host, akan
dimulai fase klinis atau subklinis yang terjadi di retina. Jika imun host memberi respon
maka takizoit akan merubah dirinya menjadi bradizoit dan terbentuklah kista. Kista
sangat resisten terhadap pertahanan tubuh host, dan akan terjadi infeksi laten yang
menjadikannya kronis.4
2.4 Epidemiologi
Di Brazil selatan, hampir 18% penduduk dinyatakan memiliki lesi retina yang
diduga akibat okular toxoplasmosis. Didaerah Quindio Colombia, insidensi yang
dilaporkan berkisar 3 kasus tiap 100.000 penduduk pertahun. Mortalitas/morbiditas
Toxoplasmosis merupakan penyebakan yang umum dari imflamasi intraocular dan
uveitis posterior pada pasien imunokompeten diseluruh dunia.5 Toxoplasmosis
bertanggung jawab terhadap 30-50% dari semua kasus uveitis posterior di Amerika
serikat tidak ada predileksi rasial dari toxoplasmosis. Begitu pula dilihat dari segi
4
jenis kelamin. Prevalensi reaksi seropositif bertambah sesuai umur. Di Amerika
serikat, 5-30% individu usia dua puluh tahunan dan 10-67% individu berumur lebih
dari lima puluh tahun memiliki antibodi antitoxoplasma. Okula toxoplasmosis telah
dilaporkan paling banyak bermanifestasi pada individu berusia 20-40 tahun.6
2 . 5 Diagnosis
Anamnesis pasien dimana mempunyai riwayat pernah mengalami atau
terinfeksi toxoplasma. Dan riwayat lain seperti :
Imunodefisiensi (misalnya AIDS)
Pandangan kabur
Floaters
Nyeri
Mata merah
Metamorphopsia
Fotofobia
Pemeriksaan Fisik
Toxoplasmosis kongenital
Trias klasik yang menggambarkan toxoplasmosis kongenital adalah
retinochoroiditis, kalsifikasi serebral, dan kejang. Penemuan lainnya meliputi
hidosefalus, mikrosefalus, organomegali, ikterus, ruam, demam, dan retardasi
psikomotor. Penemuan tersebut didapatkan pada sedikit kasus, akan tetapi
menunjukkan infeksi akut dan fatal. Saat seorang ibu hamil diduga terinfeksi selama
kehamilannya dapat terjadi transmisi transplasental toxoplasma gondii ke dalam tubuh
janin, yang pada akhirnya dapat menyebabkan toxoplasmosis kongenital.9
5
Jika seorang ibu terinfeksi selama trimester pertama kehamilannya, 17% bayi
mengalami toxoplasmosis kongenital, akan tetapi tingkat keparahan penyakitnya lebih
tinggi, tetapi kebanyakan dari mereka asimptomatis. Antibodi antitoxoplasma
immunoglobulin M (IgM) muncul pada 75% bayi dengan toxoplasmosis kongenital.
Penemuan paling umum pada toxoplasmosis kongenital adalad retinochoroiditis yang
mempunyai tempat predileksi di kutub posterior. Penemuan ini didapat pada 75-80%
kasus dan bilateral pada 85% kasus.8 Makular scar sekunder akibat toxoplasmosis
kongenital:
Toxoplasmosis didapat :
Mengkonsumsi daging sapi, daging kambing atau daging babi yang mengandung
kista jaringan, ookista dari sayuran, atau transfusi darah yang terkontaminasi,
transplantasi organ, atau inokulasi yang tidak disengaja saat berada dilaboratorium
dapat mengakibatkan terjadinya toxoplasmosis didapat. Infeksi yang didapat biasanya
subklinis dan asimptomatis. Pada 10-20% kasus yang menjadi simptomatis, pasien
mengalami gejala mirip flu, misalnya demam, limfadenopati, malaise, mialgia, dan
ruam kulit makulopapular yang tersebar di telapak tangan dan kaki. Pada pasien yang
imunokompeten, penyakit ini tidak membahayakan dan self-limited.9
6
Baru-baru ini diperkirakan hanya 1-3% pasien dengan infeksi yang didapat
mengalami okular toxoplasmosi, Retinitis makular akut yang dihubungkan dengan
toxoplasmosis ditunjukkan dalam gambar berikut:
7
Okular toxoplasmosis
Serology
Imaging Studie
9
Pemeriksaan Histopatologi
Pada bentuk kista pada dindingnya ditemukan eosinofil, argyrophilic dan PAS
positif. Bentuk kista terdiri dari 50-3000 bradyzoit. Peradangan tampak nyata pada
retina, vitreous dan koroid. Koroid yang berdekatan dengan retina menunjukkan
inflamasi granulomatosa. Retina mengalami parsial nekrosis dengan batas yang jelas.
Setelah menyembuh, area retina yang terinfeksi hancur dan terdapat adhesi
corioretina.9
Staging
Penderita mempunyai resiko tinggi kehilangan penglihatan secara
permanen. Lesi berlokasi 2 diameter diskus dekat fovea centralis atau 1500µ
dari tepi optik disk.
2.7 Penatalaksanaan
Terapi Medikamentosa
Karena kondisi ini merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri, sehingga
tatalaksana sistemik dari toksoplasmosis didapat tidak direkomendasikan. Terjadinya
retinokoroiditis tidak selalu merupakan indikasi pengobatan. Pada umumnya, lesi
yang kecil di perifer dapat menyembuh dengan spontan. Tetapi lesi pada arcade
pembuluh darah, lesi dekat optic disk, lesi dekat papil optic harus diberikan
pengobatan.
Lama pengobatan tergantung pada respon dari tiap individu, tetapi pada
umumnya 4-6 minggu. Pemberian trimetoprim 60 mg dan sulfametoksazole 160mg
selama 3 hari digunakan sebagai profilaksis toksoplamosis retinokoroiditis. Setelah
10
observasi selama 20 bulan 6,6 % dari pasien mengalami infeksi rekuren. Selama
kehamilan, spiramycin dan sulfadiazine dapat dikonsumsi selama trimester pertama.
Sedangkan untuk trimester kedua spiramycin, sulfadiazine, pyrimethamine dan
asam folat direkomendasikan. Spiramycin, pyrimethamine dan asam folat dapat
digunakan hingga trimester ketiga. Penggunaan kostikosteroid adalah sebagai
berikut:
Steroid dosis tinggi yang diberikan pada jaringan mata akan menekan system
imun dari host, sehingga akan menimbulkan nekrosis jaringan yang tak
terkendali dan potensial menimbulkan kebutaan.
Sulfadiazine
Klindamycin
Terapi intraviteal klindamycin (0,1 mg/0,1 ml) dilaporkan
menguntungkan pada individu yang tidak berespon pada pengobatan oral
Pemberian intraviteal klindamycin (1mg) dan intraviteal dexamethasone
(400µg) dibandingkan dengan terapi triple drug dari sulfadiazine (dosis
inisial 4g/hari untuk dua hari diikuti dengan 500mgq id), pyrimethamine
(dosis inisial 75mg untuk 2 hari dan diikuti 25 mg/hari), asam folat
(5mg qd) dan prednisolon (1mg/kg dimulai pada saat hari ketiga) selama
6 minggu pengobatan retinokoroiditis toksoplasma.
11
Pyrimethamine Atovaquone (750 mg qid) obat ini digunakan untuk terapi
lini kedua Azithromycin (250 mg/hari atau 500mg pada hari pertama
dengan pyrimethamine 100mg pada hari pertama diikuti dengan
50mg/hari pada hari selanjutnya) dapat juga digunakan sebagai alternatif.
Kombinasi dari trimethropim (60mg) dan sulfamethoxsazole (160mg)
dapat mengurangi ukuran lesi.
12
BAB III
KESIMPULAN
minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu –20oC. Menjaga makanan agar
tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga.Wanita hamil trimester
pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi dengan
toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati ataupun
cacat bawaan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
jacksonmemorial lecture american journal of ophtalmology Vol. 136, No. 6.
[Accesed On Mei 2023]
9. Holland, Gary N. 2003. Ocular Toxoplasmosis: A Global
Reassessment Part II: Disease Manifestations and Management. Lx
edward jacksonmemorial lecture american journal of ophtalmology Vol. 137,
No. 1. 2018. Montoya JG, et al. 2018. Toxoplasmosis. Lanet, 363 :
[Accesed On Mei 2023]
10. Labalette P, Delhaes L, Margaron F, et al. Ocular Toxoplasmosis After
The Fifth Decade. Am J Ophthalmol 2017;133: 506–515 [Accesed On
Mei 2023]
15
18