Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KLASIFIKASI HELMIN
Dosen Pembimbing: Yustin Nur Khoiriyah, M.Sc.

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Kania Fhara Ramanandita 1913353026

Muhammad Ilham Tisan 1913353030

Mutiara Eka Prastiwi 1913353042

Siti Nuraini 1913353047

Azzahra Arbelia Reius 1913353050

D4 – TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.Atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi besar
yakni Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dari dosen mata
kuliah Helmintologi, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “KLASIFIKASI
HELMIN”. Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya
belum sempurna. Oleh karena itu kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari
pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Bandarlampung, 9 Januari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi Helmintologi
2.2 Toxocara
2.2.1Toxocara Cati
2.2.2 Toxocara Canis

2.3 Nematoda
2.4 Trematoda
2.4.1 Trematoda Hati ( Clonorchis sinensis )
2.4.2 Trematoda Paru ( paragonimus westermani )
2.4.3 Trematoda Usus
2.4.4 Trematoda Darah (Schistosoma japonicum)

2.5 Cestoda

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing.
Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua macam, yaitu nemathelminthes
(cacing gilik) dan platyhelminthes (cacing pipih). Stadium dewasa cacing-cacing yang
termasuk nemathelminthes (kelas nematoda) berbentuk bulat memanjang dan pada
potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini mempunyai alat
kelamin terpisah. Cacing dewasa yang termasuk platyhelmintes mempunyai badan pipih,
tidak mempunyai rongga badan dan biasanya bersifat hemafrodit.
Penyakit karena cacing (helminthiasis), banyak tersebar di seluruh dunia,
terutama di daerah tropis. Hal ini berkaitan dengan faktor cuaca dan tingkat sosio-
ekonomi masyarakat.
Kebanyakan cacing memerlukan suhu dan kelembaban udara tertentu untuk
hidup dan berkembang biak. Sebagian cacing memerlukan vertebrata atau invertebrata
tertentu sebagai host, misalnya ikan, siput, crustacea atau serangga, dalam siklus
(lingkaran) hidupnya. Di daerah tropis, host-host ini juga banyak berhubungan dengan
manusia, karena tidak adanya pegendalian dari masyarakat setempat.
Serangga, seperti nyamuk dan lalat pengisap darah, di samping sebagai
intermediate host, juga merupakan bagian dari lingkaran hidup cacing. Penyebaran telur
cacing yang ke luar bersama feses penderita, tidak hanya berkaitan dengan cuaca, seperti
hujan, suhu dan kelembaban udara, tetapi juga berkaitan dengan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang sanitasi. Kebiasaan penggunaan feses manusia sebagai
pupuk tanaman menyebabkan semakin luasnya pengotoran tanah, persediaan air rumah
tangga dan makanan tertentu, misalnya sayuran, akan meningkatkan jumlah penderita
helminthiasis.
Demikian juga kebiasaan makan masyarakat, menyebabkan terjadinya penularan
penyakit cacing tertentu. Misalnya, kebiasaan makan ikan, kerang, daging atau sayuran
secara mentah atau setengah matang. Bila di dalam makanan tersebut terdapat kista atau
larva cacing, maka siklus hidup cacingnya menjadi lengkap, sehingga terjadi infeksi pada
manusia. Berbeda dengan infeksi oleh organisme lain (bakteri, rikettsia, virus, jamur,
protozoa), pada infeksi karena cacing, cacing dewasanya tidak pernah bertambah banyak
di dalam tubuh manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana macam-macam helmintologi dan akibatnya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Helmintologi.
2. Untuk mengetahui macam macam Helmintologi.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi mahasiswa

Manfaat makalah ini bagi mahasiswa, baik penyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang konsep pemeriksaan
tentang helmintologi.

1.4.2 Bagi institusi

Manfaat makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam menelaah suatu
fenomena kesehatan yang spesifik tentang konsep pemeriksaan tentang
helmintologi.

1.4.3 Bagi masyarakat

Manfaat makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan


terhadap fenomena kesehatan yang saat ini menjadi momok tersendiri di kalangan
masyarakat ini.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Helmintologi


Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing.
Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi :
1. NEMATHELMINTHES (cacing gilik)

2. PLATYHELMINTHES (cacing pipih)

Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk NEMATHELMINTHES (kelas


NEMATODA) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga
badan dan alat-alat. Cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah. Dalam parasitologi
Kedokteran diadakan pembagian nematoda menjadi nematoda usus yang hidup di rongga
usus dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh.
Macam-macam Helmintologi yaitu sebagai berikut:

2.2 Toxocara
Toxocara adalah jenis cacing yang terdapat pada hewan. Yang paling banyak
angka kejadiannya adalah:
2.2.1 Toxocara Cati
a. Etiologi
Toxocaracati berpredeleksi di
dalam usus halus kucing. Cacing
jantan panjangnya 3-7 cm,
spikulumnya tidak sama besar dan
bersayap. Cacing betina
panjangnya 4-12 cm. Telur berukuran 65-75 mikron. Kucing jantan dan anak
kucing bertindak sebagai hospes definitive dari Toxocaracati (Hubneret al.,
2001).
Telurinfektif dikeluarkan bersama feses. Feses yang mengandung
Toxocaraspp. jatuh di tanah dengan temperatur 10-35ºC dan kelembaban 85%
serta kondisi yang optimal maka dalam waktu paling sedikit 5 hari akan
berkembang menjadi telurinfektif yang mengandung embrio (Levine, 1978;
Bowman, 1995; CDC, 2002).
a. Siklus Hidup
Siklus hidup Toxocaracati mengalami beberapa generasi, yakni stadium
telur, larva stadium pertama (L1), kedua (L2), ketiga (L3), keempat (L4) dan
stadium dewasa. Larva stadium kedua (L2) adalah larva infektif yang
merupakan sumber penularan toxocariasis pada hewan dan manusia. Hospes
definitive dari T. cati adalah kucing jantan dan anak kucing (Hubneret al.,
2001).
Menurut Levine (1978), larva stadium kedua (L2) tidak akan pernah
berkembang menjadi larva stadium ketiga (L3) apabila menginfeksi selain
hospes definitive dan hospestranspor (cacing tanah, kecoa, ayam, anak
kambing). Kondisi yang demikian disebut larva dorman, yaitu larva yang tidak
mengalami perkembangan dan hanya menetap di dalam jaringan. Toxocaracati
yang telah infektif jika tertelan anak kucing akan terjadi migrasi larva. Larva
yang keluar dari telur tersebut akan migrasi ke trakea, faring dan sistern
pembuluh darah. Kemudian berkembang menjadi dewasa di dalam perut dan
usus kecil. Cacing mulai bertelur dan dikeluarkan dalam feses 4-5 minggu
setelah infeksi (Dryden, 1996 ;Dubey, 1978, Glickman danSchantz, 1981 ;
Parsons, 1987).
Kucing yang telah dewasa bisa juga terinfeksi oleh cacing ini apabila
menelan telurinfektif. Larva akan menetas dalam usus dan akan menyebar
kelapisan mukosa, kemudian akan migrasi secara pasif melalui pembuluh limfe
dan pembuluh darah atau secara aktif menembus jaringan dan menyebar
keseluruh bagian tubuh. Larva yang menembus dinding usus akan menyebar
melalui pembuluh darah kesetiap jaringan tubuh terutama otak, mata, hati,
paru-paru, dan jantung. Larva bertahan hidup selama beberapa bulan,
menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara berpindah kedalam jaringan lain
dan menimbulkan peradangan di sekitarnya.
b. Gejala Klinis
Gejala klinis pada anak kucing tidak terlihat jelas, karena tidak terjadi
migrasi larva ketrakhea dan gejala batuk-batuk pun tidak tampak. Larva akan
tumbuh menjadi cacing dewasa sejalan dengan pertumbuhan anak kucing. Pada
kucing dewasa yang terinfeksi Toxocara, bulu akan terlihat kasar dan akan
terjadi diare sehingga akan terlihat dehidrasi (Hendrix, 1995).
c. Diagnosis
Konfirmasi diagnosis dikuatkan dengan sejarah penyakit, adanya
pneumonia, dan ditemukan telur cacing Toxocara dalam feses. Telur Toxocara
berbentuk bulat berwarna kecoklatan, permukaannya berbintik-bintik dan
dinding luarnya sangat tebal. Pemeriksaan feses dengan ujiapung adalah
merupakan metode untuk mendeteksi adanya infeksi cacing.(Hendrix, 1995).
Telur cacing akan mengapung dalam larutan garam jenuh dan dapat
dihitung di dalam kotak hitung. Infeksi prepaten bisa dilakukan dengan uji
serologi.Uji serologi dengan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
untuk deteksi antibody.(Sadjjadiet al., 2000).
d. Pengobatan dan Pencegahan
Benzimidazoles merupakan obat cacing yang efektif untuk membunuh
larva Toxocaracati pada kucing. Pengobatan cutaneous larva migrans
menggunakan Chlorethyl. Obat cacing lainnya adalah thiabendazole,
ivermectin, albendazole, mebendazole, thiabendazole, albendazole,
danmebendazole. Obat suportif seperti anti alergi dan antibiotika. Pencegahan
kontaminasi lingkungan bisa dilakukan dengan cara membersihkan kandang
anjing maupun kucing dari kotoran atau feses setiap hari, melarang kucing
bermain di tempat terbuka seperti lapangan atau taman yang biasanya dipakai
untuk bermain anak-anak dan bisa juga dilakukan pengobatan terhadap anak
kucing.(Labordeet al., 1980 ;Schantz, 1981).

2.2.2 Toxocara Canis

a. Etiologi

Toxocara canis (juga dikenal sebagai


cacing gelang pada anjing ) yang
didistribusikan di seluruh dunia cacing
parasit anjing dan lainnya Canidae . T.
canis adalah gonochorists, dewasa cacing ukuran 9-18 cm, berwarna kuning-
putih dalam satu warna, dan predileksi terjadi dalam usus dari tuan rumah
definitif. Pada anjing dewasa, infeksi biasanya tanpa gejala. Sebaliknya, infeksi
besar dengan T. canis dapat berakibat fatal pada anak anjing. Sebagai paratenic
host, sejumlah berbagai vertebrata, termasuk manusia, dan beberapa invertebrata
dapat terinfeksi. Manusia dapat terinfeksi, seperti host paratenic lainnya, dengan
menelan T. berembrio canis eggs. Penyakit yang dapat disebabkan oleh T. canis
larva (toxocariasis) memiliki bentuk dalam dua sindrom yaitu migrans larva
visceralis dan migrans larva Ocularis. Klasifikasi ilmiah Kingdom: Animalia
Filum, Nematoda Kelas, Secernentea Ordo, Ascaridida Family, Toxocaridae
Genus, Toxocara Spesies, T. Canis.

b. Morfologi
T.canis dewasa memiliki tubuh bulat dengan bagian runcing tengkorak dan
ekor, ditutupi oleh kuning kutikula. Bagian tengkorak dari tubuh berisi dua Alae
lateral (panjang 2-2,5 mm, lebar 0,2 mm). T. canis jantan cacing ini memiliki
ukuran 9-13 cm × 0,2-0,25 dan cacing betina 10-18 × 0,25-0,3 cm. Telur canis
memiliki bentuk oval atau bulat dengan permukaan pasir, berdinding tebal, dan
langkah-langkah 72-85 µm.
c. Siklus Hidup
Toxocara canis menyelesaikan siklus hidupnya pada anjing, dengan manusia
memperoleh infeksi sebagai tuan rumah disengaja. Telur Unembryonated adalah
gudang dalam tinja tuan rumah definitif. Telur embryonate dan menjadi infektif
di lingkungan. Setelah konsumsi oleh anjing, infeksi telur menetas dan larva
menembus dinding usus. Pada anjing muda, larva bermigrasi melalui paru-paru,
pohon bronkial, dan esofagus, cacing dewasa mengembangkan dan menelur
dalam usus kecil. Pada anjing tua, infeksi paten juga dapat terjadi, namun
encystment larva dalam jaringan yang lebih umum. Tahap encysted yang
diaktifkan kembali pada anjing betina selama kehamilan akhir dan menginfeksi
dengan rute transplasenta dan transmammary anak-anak anjing, yang dalam usus
kecil cacing dewasa menjadi mapan. Puppies merupakan sumber utama
pencemaran telur lingkungan. Toxocara canis juga dapat ditularkan melalui
konsumsi host paratenic: telur tertelan oleh mamalia kecil (misalnya kelinci)
menetas dan larva menembus dinding usus dan bermigrasi ke berbagai jaringan
di mana mereka encyst. Siklus hidup selesai ketika anjing itu makan host ini dan
larva berkembang menjadi bertelur cacing dewasa di usus kecil. Manusia adalah
host disengaja yang terinfeksi dengan menelan telur infektif di tanah yang
terkontaminasi atau host paratenic terinfeksi. Setelah konsumsi, telur menetas
dan larva menembus dinding usus dan dibawa oleh sirkulasi ke berbagai jaringan
(hati, jantung, paru-paru, otak, otot, mata). Sementara larva tidak menjalani
segala perkembangan lebih lanjut di situs ini, mereka dapat menyebabkan reaksi
lokal yang parah yang merupakan dasar dari toxocariasis. Dua presentasi klinis
utama toxocariasis adalah larva migrans visceral dan migrans okular larva.
Diagnosis biasanya dibuat oleh serologi atau temuan dari larva di biopsi atau
spesimen otopsi. Jenis Penyakit Gejala Mekanisme Infeksi Toxocara canis
Toxocarosis Visceral larva migrans (VLM) Eosinophilia, leukocytosis, fever,
cough, asthmatic attacks, lymphadenopathie, hepatomegaly, gastrointestinal
disorders, cardial symptoms, urticarial skin changes Eosinofilia, leukositosis,
demam, batuk, serangan asma, lymphadenopathie, hepatomegali, gangguan
pencernaan, gejala cardial, perubahan kulit urtikaria Pada manusia, visceral larva
migrans secara umum menyebabkan demam, eosinofilia, dan hepatomegali.
d. Diagnosis
Cara diagnosis toksokariasis sulit karena cacing ini tidak menjadi dewasa,
maka dari itu harus dilakukan tes immunologis atau biopsi jaringan. Serologi
dengan penentuan antibodi spesifik berdasarkan teknik ELISA. Toxocara canis
IgG ELISA ditujukan untuk penentuan kualitatif IgG-kelas antibodi terhadap
Toxocara canis pada manusia serum atau plasma (sitrat).
e. Pengobatan
Toxocariasis visceral pada manusia (atau anjing) dapat diobati dengan obat
antiparasit seperti Albendazole atau mebendazole, dietil karbamasin dan
tiabendazol biasanya dalam kombinasi dengan obat anti inflamasi. Pengobatan
toxocariasis okular lebih sulit dan biasanya terdiri dari langkah-langkah untuk
mencegah kerusakan progresif pada mata.

2.3 Nematoda
Nematoda berasal dari bahasa Yunani,
Nema yang artinya benang. Nematoda adalah
cacing yang bentuknya panjang, silindrik
(gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral
simetrik. Panjang cacing ini mulai dari 2 mm
sampai 1 meter.
Nematoda yang ditemukan pada manusia
terdapat dalam organ usus, jaringan, dan sistem peredaran darah. Keberadaan cacing ini
menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-beda tergantung pada spesiesnya dan orga
yang dihinggapi.
a. Penggolongan Nematoda
Menurut tempat hidupnya, Nematoda pada manusia digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Nematoda intetinaslis (usus)
Spesies yang dipelajari meliputi :
a. Ascaris lumbricoides

b. Trichuris truchuira

c. Oxyuris vermicularis (pin worm)


d. Strongyloides stercoralis (small roundworm of man)

e. Ancylostoma duodenale (old world worm hook)

f. Ancylostoma caninum
g. Necator americanus (new world worm hook)

h. Trichinella spiralis (trichina worm)

i. Toxocara canis (dog worm)

j. Toxocara catii (cat worm)


2. Nematoda jaringan/darah

Spesies yang dipelajari meliputi :


a. Wuchereria bancrofti (filarial worm)

b. Brugia malayi (Malaya filarial worm)

c. Manzonella ozzardi

d. Onchocerca volvulus (agent of river blindness)


e. Loa loa (eye worm)

f. Dracunculus medinensis (guinea worm)

b. Morfologi dan Sifat Umum


Tubuh Nematoda tidak bersegmen,
silindrik, panjang, dan simetris bilateral.
Tubuh Nematoda sudah mempunyai sistem
pencernaan (sistem digestiva), sudah
mempunyai mulut (oral), kerongkongan
(esofagus), usus (intestinum), dan anus
(anal). Usus terdiri atas usus depan, usus tengah, dan usus belakang. Permukaan usus
dilapisi oleh kutikula yang sewaktu-waktu dilepaskan yaitu pada saat terjadi
pergantian kulit. Lapisan kutikula mempunyai bermacam-macam ciri, beberapa
dianataranya berupa tonjolan-tonjolan.

Ciri ini dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi spesies, terutama


dalam potongan jaringan. Cacing jantan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan
cacing betina, ujung posterior cacing jantan berukuran lebih kecil dari pada cacing
betina dan ujung posteriornya melingkar ke arah ventral, sedangkan yang betina
bagian ujung posteriornya lurus.
Sistem ekskresi terdiri dari dua pipa, terletak di kordalateral. Pada ujung anterior
pipa-pipa ini berhubungan dan terbuka dibagian tengah ventral sebagai sinus
eksrestorius.
Kulit juga diselubungi lapisan kutikula dan terdiri dari bagian-bagian sel yang
mati. Pada waktu terjadi pertukaran kulit (eksufikasi), kutikula ini dilepaskan. Warna
kulit putih, kuning sampai kecoklatan. Jaringan saraf terdapat di dalam ektoderm.
Sistem reproduksi (alat kelamin) cacing betina berpasangan, masing-masing
terdiri dari ovarium, oviduk, dan uterus. Kedua uterus bersatu membentuk organ
vagina. Alat kelamin yang jantan tidak berpasangan, terdiri dari testes dan vas
diferens. Di bagian kloaka terdapat dua buah spikula.
Sel telur yang dibuahi membentuk lapisan pertama berupa membran kuning,
yaitu bagian yang membentuk kulit pertama. Kulit kedua dibentuk oleh dinding
uterus. Bentuk telur pada umumnya seperti elips dan mudah dibedakan antara spesies
satu dengan lainnya. Reproduksi Nematoda umumnya dengan cara bertelur (ovipar)
dan beberapa spesies ada yang mengeluarkan larva (larvipar).

2.3 Trematoda
Trematoda berasal dari bahasa
yunani Trematodaes yang berarti
punya lobang, bentuk tubuh pipih
dorso ventral sperti daun. Umumnya
semua organ tubuh tak punya ronggat
tubuh dan mempunyai Sucker atau
kait untuk menempel pada parasit ini di luar atau di organ dalam induk semang.
Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus bercabang cabang tapi tak
punya anus.
Sistem eksretori bercabang- cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong
eksretori yang punya lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili
Schistosomatidae. Siklus hidup ada yang secara langsung (Monogenea) dan tak
langsung (Digenea).
Trematoda atau cacing daun yang berparasit pada hewan dapat dibagi menjadi
tiga sub klas yaitu Monogenea, Aspidogastrea, dan Digenea. Pada hewan jumlah
jenis dan macam cacing daun ini jauh lebih besar dari pada yang terdapat pada
manusia, karena pada hewan sub-klas ini dapat dijumpai.
Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat
penghisap. Alat penghisap terdapat pada mulut di bagian anterior. Alat hisap (Sucker)
ini untuk menempel pada tubuh inangnya makanya disebut pula cacing hisap.
Pada saat menempel cacing ini menghisap makanan berupa jaringan atau
cairan tubuh inangnya. Dengan demikian maka Trematoda merupakan hewan parasit
karena merugikan dengan hidup di tubuh organisme hidup dan mendapatkan
makanan tersedia di tubuh inangnya. Trematoda dewasa pada umumnya hidup di
dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata, ternak, ikan,
manusia Trematoda. Trematoda berlindung di dalam inangnya dengan melapisi
permukaan tubuhnya dengan kutikula permukaaan tubuhnya tidak memiliki sila.
Jenis-jenis Trematoda
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitife cacing
Trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi , babi, tikus, harimau, dan
manusia.
Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka Trematoda dapat
dibagi menjadi 4, yaitu:

2.4.1 Trematoda Hati ( Clonorchis sinensis )


a. Hospes dan Nama Penyakit
Manusia, Kucing, Anjing,
Beruang Kutub, dan Babi
merupakan Hospes parasit
Trematoda Hati, penyakit yang
disebabkannya disebut
Klonorkiasis.
b. Morfologi dan daur hidup
Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang disaluran prankeas.
ukuran cacing dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuknya pipih, lonjong,
menyerupai daun. Telur berukuran kira-kira 30 x 16 mikron, bentuknya seperti
bola lampu pijar dan berisi mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu. Telur
dikeluarkan dengan tinja, telur menetas bila dimakan keong air (Bulinus,
Semisulcopira). Dalam keong air, mirasidium berkembang menjadi sporakista,
redia induk, redia anak, lalu serkaria. Serkaria keluar dari keong air dan mencari
hospes perantara II, yaitu ikan (family cyprinidae). setelah menembus masuk
tubuh ikan serkaria melepaskan ekornya dan membentuk kista didalam kulit
dibawah sisik, kista ini disebut metaserkaria.
Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang
dimasak kurang matang. Ekskistasi terjadi di duodenum, kemudian larva masuk
di duktus koledokus, lalu menuju ke saluran empedu yang lebih kecil dan
menjadi dewasa dalam waktu sebulan, seluruh daur hidup berlangsung selama 3
bulan.
c. Patologi dan Gejala Klinis
Sejak larva masuk di saluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit ini
dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran.
Selain itu dapat terjadi perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati, pada
keadaaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati di sertai asites dan edema.
Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang
terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi.
Gejala dapat dibagi menjadi 3 stadium, pada stadium ringan tidak di
temukan gejala. Stadium progresif di tandai dengan menurunnya nafsu makan,
perut rasa penuh, diare, edema, dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut di
dapatkan sindrom hipertensi fortal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus,
asites, edema, sirosis hepatis. Terkadang dapat menimbulkan keganasan dalam
hati.
d. Diagnosis
Diagnosis di tegakkan dengan menemukan telur yang berbentuk khas
dalam tinja atau dalam cairan duodenum.
e. Pengobatan
Penyakit ini dapat diobati dengan prazikuantel.

2.4.2 Trematoda Paru ( paragonimus westermani )


a. Hospes Dan Nama Penyakit
Manusia dan binatang yang
memakan ketan atau udang
batu, seperti kucing, luak,
anjing, harimau, serigala dan
lain-lain merupakan hospes
cacing ini. Pada manusia
parasit ini menyebabkan paragonomiasis.

b. Morfologi Dan Daur Hidup


Cacing dewasa hidup dalam kista di paru. Bentuknya bundar lonjong
menyerupai biji kopi, dengan ukuran 8 – 12 x 4 – 6 mm dan berwarna coklat tua.
Batil isap mulut hampir sama besar dengan batil isap perut. Testis berlobus
terletak berdampingan antara batil isap perut dan ekor. Ovarium terletak di
belakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong berukuran 80-118 mikron x
40-60 miron dengan operculum agak tertekan ke dalam. Waktu keluar bersama
tinja atau sputum, telurnya belum berisi mirasidium.
Serkaria keluar dari keong air, berenang mencari hospes perantara II , yaitu
ketam atau udang batu, lalu membentuk metaserkaria didalam tubuhnya. Infeksi
terjadi dengan makan ketan atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang.
Dalam Hospes definitif, meta serkaria menjadi cacing dewasa muda di
duodenum. Cacing dewasa muda berimigrasi menembus dinding usus, masuk ke
rongga perut, menembus diafragma dan menuju keparu. Jaringan hospes
mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista,
biasanya ditemukan 2 ekor didalamnya.
c. Patologi dan Gejala Klinis
Karena cacing dewasa berada dalam kista di paru, maka gejala dimulai dengan
adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk darah. Keadaan ini
disebut endemic hemoptysis. Cacing dewasa dapat pula berimigrasi kealat-alat
lain dan menimbulkan abses pada alat tersebut (antara lain hati, limfa, otak, otot,
dinding usus).
d. Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura.
Terkadang telur juga ditemukan dalam tinja, reaksi serologi sangat membantu
untuk menegakkan diagnosis.
e. Pengobatan
Prazikuantel dan bitionel merupakan obat pilhan.
2.4.3 Trematoda Usus
Dalam daur hidup trematoda usus
tersebut, seperti pada trematoda lain,
diperlukan keong sebagai hospes perantara
I, tempat mirasidium tumbuh menjadi
sporokista, berlanjut menjadi redia dan
serkaria. Serkaria yang dibentuk dari redia, kemudian melepaskan diri untuk keluar
dari tubuh keong dan berenang bebas dalam air. Tujuan akhir serkaria tersebut adalah
hospes perantara II, yang dapat berupa keong jenis ikan air tawar, atau tumbuh-
tumbuhan air.
Manusia mendapatkan penyakit cacing daun karena memakan hospes perantara
II yang tidak dimasak sampai matang.
a. Hospes dan Nama Penyakit
Hospes cacing keluarga Echinostomatidae sangat beraneka ragam yaitu manusia,
tikus, anjing, burung, ikan dan lain-lain (poliksen). Nama penyakitnya disebut
ekinostomiasis.
b. Morfologi dan Daur Hidup
Cacing trematoda dari keluarga Echinostomatidae, dapat dibedakan dari
cacing trematoda lain, dengan adanya cirri-ciri khas berupa duri-duri leher
dengan jumlah antara 37 buah sampai kira-kira 51 buah, letaknya dalam dua
baris berupa tapal kuda, melingkari bagian belakang serta samping batil isap
kepala. Cacing tersebut berbentuk lonjong, berukuran panjang dari 2,5 mm
hingga 13-15 mm dan lebar 0,4 – 0,7 mm hingga 2,5 – 3,5 mm.
Testis berbentuk agak bulat, berlekuk-lekuk, letaknya bersusun tandem pada
bagian posterior cacing. Vitelaria letaknya sebelah lateral, meliputi 2/3 badan
cacing dan melanjut hingga bagian posterior. Cacing dewasa hidup diusus halus,
mempunyai warna agak merah ke abu-abuan. Telur mempunyai operculum,
besarnya berkisar antara 103-137 x 59 – 75 mikron. Telur setelah 3 minggu
dalam air, berisi tempayak yang disebut mirasidium. Bila telur menetas,
mirasidium keluar dan berenang bebas untuk hinggap pada hospes perantara I
yang berupa keong jenis kecil seperti genus anisus, gyraulus, lymnae, dan
sebagainya.
Dalam hospes perantara I, mirasidium tumbuh menjadi sporokista,
kemudian melanjut menjadi redia induk, redia anak yang kemudian membentuk
serkaria yang pada suatu saat berjumlah banyak dilepaskan kedalam air oleh
redia yang berada dalam keong. Serkaria ini kemudian hinggap pada hospes
perantara II untuk menjadi metaserkaria yang efektif. Hospes perantara II adalah
jenis keong yang besar, seperti genus vivivar/bellamya, pila atau corbicula.
Ukuran cacing besar, jumlah duri-duri sirkumoral berbentuk testis.
Ukuran telur dan jenis hospes perantara digunakan untuk mengidentifikasi
spesies cacing.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkandengan menemukan telur dalam tinja.
d. Pengobatan
Tetraklorotilen adalah obat yang dianjurkan akan tetapi penggunaan obat-obat
baru yang lebih aman, seperti prazikuantel dapat dipertimbangkan.

2.4.4 Trematoda Darah (Schistosoma japonicum)

Cacing yang berbentuk


pipih dan tinggal di berbagai
aliran darah. Biasanya cacing ini
masuk ke tubuh manusia melalui
makanan atau minuman yang
mengandung parasite cacing ini
dan mandi pada air yang kotor.

a. Hospes dan Nama Penyakit


Hospes definitive adalah manusia, berbagai macam binatang dapat
berperan sebagai h ospes reservoar. Pada manusia, cacing ini menyebabkan
penyakit skistomiasis atau b ilharziasis.
b. Morfologi dan Daur Hidup
Cacing darah ini sebagai parasit pada manusia, babi, biri-biri, kucing dan
binatang pengerat lainnya.
Cacing dewasa dapat hidup dalam pembuluh balik (vena) perut. Tubuh
cacing jantan lebih lebar dan dapat menggulung sehingga menutupi tubuh
betina yang lebih ramping. Cacing jantan panjangnya 9-22 mm, sedangkan
panjang cacing betina adalah 14-26 cm.
Cacing darah ini bertelur pada pembuluh balik (vena) manusia kemudian
menuju keporos usus (rectum) dan kantong air seni (vesica urinaria), lalu telur
keluar bersama tinja dan urine.
Telur akan berkembang menjadi mirasidium dan masuk kedaalam tubuh
siput. Kemudian dalam tubuh siput akan berkembang menjadi serkaria yang
berekor bercabang. Serkaria dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan dan minuman atau menembus kulit dan dapat menimbulkan penyakit
schistomiasis (banyak terdapat di Afrika dan Asia). Penyakit ini menyebabkan
kerusakan dan kelainan fungsi pada hati, jantung, limfa , kantong urine dan
ginjal.
c. Diagnosis
Minum air yang sudah terdapat parasit cacing, mandi atau berenang pada air
yang kotor.

2.5 Cestoda

Cacing dalam kelas cestoidea disebut juga cacing pita karena


bentuk tubuhnya yang panjang dan pipih menyerupai pita.
Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun
pembuluh darah. Tubuhnya memanjang terbagi atas segmen-
segmen yang disebut proglotida dan segmen ini bila sudah
dewasa berisi alat reproduksi jantan dan betina.

a. Morfologi

Ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi dari yang panjangnya hanya 40
mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Cestoda adalah cacing hermafrodit. Cacing
ini terdiri atas scolex (kepala) yang berfungsi sebagai alat untuk mengaitkan diri pada
dinding intestinum. Di belakang scolex terdapat leher, merupakan bagian cacing yang
tidak bersegmen. Di belakang leher tumbuh proglotid yang semakin lama semakin
banyak yang menyebabkan cacing menjadi semakin panjang dan bersegmen-segmen.

Setiap proglotid (segmen) dilengkapi dengan alat reproduksi (jantan dan betina).
Semakin jauh dari scolex, proglotidnya semakin tua sehingga proglotid yang paling
ujung seolah-olah hanya sebagai kantung telur saja sehingga disebut proglotid gravida.
Proglotid muda selalu dibentuk dibelakang leher, sehingga proglotid tua akan didorong
semakin lama semakin jauh letaknya dari scolex. Seluruh cacing mulai scolex, leher,
sampai proglotid yang terakhir disebut strobila. Cestoda berbeda dengan nematoda dan
trematoda, tidak memiliki usus. Makanan masuk dalam tubuh cacing karena diserap
oleh permukaan tubuh cacing. Berikut ini bagian-bagian tubuh cacing:

Kepala (scolex)

Berfungsi untuk melekat (biasanya membulat). Pada eucestoda biasanya mempunyai 4


sucker (acetabulum) yang dapat dilengkapi dengan kait. Pada bagian skoleks dapat
juga dijumpai adanya rostellum (penonjolan/moncong) yang sering dilengkapi dengan
kait.Pada cotyloda tidak mempunyai organ melekat seperti eucestoda (acetabulum)
tetapi mempunyai bothria (celah panjang dan sempit serta berotot lemah).
Leher
Tidak bersegmen, sesudah scoleks melanjut ke leher.
Tubuh atau badan
Terdiri dari segmen-segmen (Proglottid) yang dipisahkan oleh garis-garis transversal,
tiap-tiap proglotid biasanya mengandung 1 atau 2 set organ reproduksi.

b. Siklus Hidup

Cacing pita merupakan hermafrodit, mereka memiliki sistem reproduksi baik


jantan maupun betina dalam tubuh mereka. Sistem reproduksinya terdiri dari satu
testis atau banyak, cirrus, vas deferens dan vesikula seminalis sebagai organ
reproduksi jantan, dan ovarium lobed atau unlobed tunggal yang menghubungkan
saluran telur dan rahim sebagai organ reproduksi betina. Ada pembukaan eksternal
umum untuk sistem reproduksi baik jantan maupun betina, yang dikenal sebagai pori
genital, yang terletak pada pembukaan permukaan atrium berbentuk seperti cangkir.
Meskipun mereka secara seksual hermafrodit, fenomena pembuahannya termasuk
langka. Dalam rangka untuk memungkinkan hibridisasi, fertilisasi silang antara dua
individu sering dipraktekkan dalam reproduksi. Selama kopulasi, cirrus berfungsi
menghubungkan satu cacing dengan yang lain melalui pori kelamin, kemudian
dilakukan pertukaran spermatozoa.

Siklus hidup cacing pita sederhana dalam arti bahwa tidak ada fase aseksual seperti
pada cacing pipih lainnya, tetapi rumit karena setidaknya satu hospes perantara
diperlukan serta tuan rumah definitif. Pola siklus hidup telah menjadi kriteria penting
untuk menilai evolusi antara Platyhelminthes. Banyak cacing pita memiliki siklus
hidup dua fase dengan dua jenis host, yaitu:

1. Taenia saginata dewasa tinggal di usus yang seperti parasit pada manusia.
2. Proglottids dari Taenia saginata meninggalkan tubuh melalui anus dan jatuh ke
tanah, di mana mereka mungkin jatuh pada rumput dan dimakan oleh hewan
pemakan rumput seperti sapi. Ini dikenal sebagai hospes perantara atau host
itermediate.

3. Bentuk remaja dari Teania saginata bermigrasi dan menetap sebagai kista dalam
jaringan tubuh host intermediate seperti otot, dan bukan pada usus. Taenia
saginata remaja ini menyebabkan kerusakan lebih banyak pada host yang menjadi
tuan rumah definitif.
4. Parasit melengkapi siklus hidupnya ketika melewati hospes perantara parasit ke
host definitif, ini biasanya terjadi karena host definitif makan suatu bagian dari
host perantara yang telah terinfeksi oleh Taenia saginata remaja. Seperti
kemungkinan manusia memakan daging sapi yang telah terinfeksi oleh Taenia
saginata, sehingga cacing tersebut dapat masuk dalam tubuh manusia dan
menetap di usus.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing.


Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua macam yaitu nemathelminthes
(cacing gilik) dan platyhelminthes (cacing pipih). Stadium dewasa cacing-cacing yang
termasuk NEMATHELMINTHES (kelas NEMATODA) berbentuk bulat memanjang dan
pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini mempunyai alat
kelamin terpisah. Dalam parasitologi Kedokteran diadakan pembagian nematoda menjadi
nematoda usus yang hidup di rongga usus dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan
berbagai alat tubuh. Macam-macam Helmintologi dibagi menjadi 4, yaitu Toxcara ( Jenis
Cacing yang terdapat pada hewan ), Nematoda ( cacing yang bentuknya panjang, silindrik
(gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai dari 2
mm sampai 1 meter. ), Trematoda (cacing daun yang berparasit pada hewan ), dan
Cestoda ( Cacing pita ).

3.2 Saran

3.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan untuk lebih mendalami tentang helmintologi agar tercipta


peserta didik yang paham mengenai helmintologi.

3.2.2 Bagi Layanan Kesehatan

Layanan kesehatan diharapkan untuk dapat mengidentifikasi secara klinis


mengenai helmintologi dan melakukan penyuluhan mengenai helmintologi kepada
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Tambayong, Jan.2000. Mikrobiologi Untuk Keperawatan Jan Tambayong, Monica Ester.


Jakarta:Widya Medika.

Entjang, Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. Bandung:PT.Citra Aditya Bakti.

Anda mungkin juga menyukai