KLASIFIKASI HELMIN
Dosen Pembimbing: Yustin Nur Khoiriyah, M.Sc.
Disusun Oleh:
Kelompok 3
2019/2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.Atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi besar
yakni Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dari dosen mata
kuliah Helmintologi, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “KLASIFIKASI
HELMIN”. Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya
belum sempurna. Oleh karena itu kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari
pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi Helmintologi
2.2 Toxocara
2.2.1Toxocara Cati
2.2.2 Toxocara Canis
2.3 Nematoda
2.4 Trematoda
2.4.1 Trematoda Hati ( Clonorchis sinensis )
2.4.2 Trematoda Paru ( paragonimus westermani )
2.4.3 Trematoda Usus
2.4.4 Trematoda Darah (Schistosoma japonicum)
2.5 Cestoda
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Helmintologi.
2. Untuk mengetahui macam macam Helmintologi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa, baik penyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang konsep pemeriksaan
tentang helmintologi.
Manfaat makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam menelaah suatu
fenomena kesehatan yang spesifik tentang konsep pemeriksaan tentang
helmintologi.
PEMBAHASAN
2.2 Toxocara
Toxocara adalah jenis cacing yang terdapat pada hewan. Yang paling banyak
angka kejadiannya adalah:
2.2.1 Toxocara Cati
a. Etiologi
Toxocaracati berpredeleksi di
dalam usus halus kucing. Cacing
jantan panjangnya 3-7 cm,
spikulumnya tidak sama besar dan
bersayap. Cacing betina
panjangnya 4-12 cm. Telur berukuran 65-75 mikron. Kucing jantan dan anak
kucing bertindak sebagai hospes definitive dari Toxocaracati (Hubneret al.,
2001).
Telurinfektif dikeluarkan bersama feses. Feses yang mengandung
Toxocaraspp. jatuh di tanah dengan temperatur 10-35ºC dan kelembaban 85%
serta kondisi yang optimal maka dalam waktu paling sedikit 5 hari akan
berkembang menjadi telurinfektif yang mengandung embrio (Levine, 1978;
Bowman, 1995; CDC, 2002).
a. Siklus Hidup
Siklus hidup Toxocaracati mengalami beberapa generasi, yakni stadium
telur, larva stadium pertama (L1), kedua (L2), ketiga (L3), keempat (L4) dan
stadium dewasa. Larva stadium kedua (L2) adalah larva infektif yang
merupakan sumber penularan toxocariasis pada hewan dan manusia. Hospes
definitive dari T. cati adalah kucing jantan dan anak kucing (Hubneret al.,
2001).
Menurut Levine (1978), larva stadium kedua (L2) tidak akan pernah
berkembang menjadi larva stadium ketiga (L3) apabila menginfeksi selain
hospes definitive dan hospestranspor (cacing tanah, kecoa, ayam, anak
kambing). Kondisi yang demikian disebut larva dorman, yaitu larva yang tidak
mengalami perkembangan dan hanya menetap di dalam jaringan. Toxocaracati
yang telah infektif jika tertelan anak kucing akan terjadi migrasi larva. Larva
yang keluar dari telur tersebut akan migrasi ke trakea, faring dan sistern
pembuluh darah. Kemudian berkembang menjadi dewasa di dalam perut dan
usus kecil. Cacing mulai bertelur dan dikeluarkan dalam feses 4-5 minggu
setelah infeksi (Dryden, 1996 ;Dubey, 1978, Glickman danSchantz, 1981 ;
Parsons, 1987).
Kucing yang telah dewasa bisa juga terinfeksi oleh cacing ini apabila
menelan telurinfektif. Larva akan menetas dalam usus dan akan menyebar
kelapisan mukosa, kemudian akan migrasi secara pasif melalui pembuluh limfe
dan pembuluh darah atau secara aktif menembus jaringan dan menyebar
keseluruh bagian tubuh. Larva yang menembus dinding usus akan menyebar
melalui pembuluh darah kesetiap jaringan tubuh terutama otak, mata, hati,
paru-paru, dan jantung. Larva bertahan hidup selama beberapa bulan,
menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara berpindah kedalam jaringan lain
dan menimbulkan peradangan di sekitarnya.
b. Gejala Klinis
Gejala klinis pada anak kucing tidak terlihat jelas, karena tidak terjadi
migrasi larva ketrakhea dan gejala batuk-batuk pun tidak tampak. Larva akan
tumbuh menjadi cacing dewasa sejalan dengan pertumbuhan anak kucing. Pada
kucing dewasa yang terinfeksi Toxocara, bulu akan terlihat kasar dan akan
terjadi diare sehingga akan terlihat dehidrasi (Hendrix, 1995).
c. Diagnosis
Konfirmasi diagnosis dikuatkan dengan sejarah penyakit, adanya
pneumonia, dan ditemukan telur cacing Toxocara dalam feses. Telur Toxocara
berbentuk bulat berwarna kecoklatan, permukaannya berbintik-bintik dan
dinding luarnya sangat tebal. Pemeriksaan feses dengan ujiapung adalah
merupakan metode untuk mendeteksi adanya infeksi cacing.(Hendrix, 1995).
Telur cacing akan mengapung dalam larutan garam jenuh dan dapat
dihitung di dalam kotak hitung. Infeksi prepaten bisa dilakukan dengan uji
serologi.Uji serologi dengan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
untuk deteksi antibody.(Sadjjadiet al., 2000).
d. Pengobatan dan Pencegahan
Benzimidazoles merupakan obat cacing yang efektif untuk membunuh
larva Toxocaracati pada kucing. Pengobatan cutaneous larva migrans
menggunakan Chlorethyl. Obat cacing lainnya adalah thiabendazole,
ivermectin, albendazole, mebendazole, thiabendazole, albendazole,
danmebendazole. Obat suportif seperti anti alergi dan antibiotika. Pencegahan
kontaminasi lingkungan bisa dilakukan dengan cara membersihkan kandang
anjing maupun kucing dari kotoran atau feses setiap hari, melarang kucing
bermain di tempat terbuka seperti lapangan atau taman yang biasanya dipakai
untuk bermain anak-anak dan bisa juga dilakukan pengobatan terhadap anak
kucing.(Labordeet al., 1980 ;Schantz, 1981).
a. Etiologi
b. Morfologi
T.canis dewasa memiliki tubuh bulat dengan bagian runcing tengkorak dan
ekor, ditutupi oleh kuning kutikula. Bagian tengkorak dari tubuh berisi dua Alae
lateral (panjang 2-2,5 mm, lebar 0,2 mm). T. canis jantan cacing ini memiliki
ukuran 9-13 cm × 0,2-0,25 dan cacing betina 10-18 × 0,25-0,3 cm. Telur canis
memiliki bentuk oval atau bulat dengan permukaan pasir, berdinding tebal, dan
langkah-langkah 72-85 µm.
c. Siklus Hidup
Toxocara canis menyelesaikan siklus hidupnya pada anjing, dengan manusia
memperoleh infeksi sebagai tuan rumah disengaja. Telur Unembryonated adalah
gudang dalam tinja tuan rumah definitif. Telur embryonate dan menjadi infektif
di lingkungan. Setelah konsumsi oleh anjing, infeksi telur menetas dan larva
menembus dinding usus. Pada anjing muda, larva bermigrasi melalui paru-paru,
pohon bronkial, dan esofagus, cacing dewasa mengembangkan dan menelur
dalam usus kecil. Pada anjing tua, infeksi paten juga dapat terjadi, namun
encystment larva dalam jaringan yang lebih umum. Tahap encysted yang
diaktifkan kembali pada anjing betina selama kehamilan akhir dan menginfeksi
dengan rute transplasenta dan transmammary anak-anak anjing, yang dalam usus
kecil cacing dewasa menjadi mapan. Puppies merupakan sumber utama
pencemaran telur lingkungan. Toxocara canis juga dapat ditularkan melalui
konsumsi host paratenic: telur tertelan oleh mamalia kecil (misalnya kelinci)
menetas dan larva menembus dinding usus dan bermigrasi ke berbagai jaringan
di mana mereka encyst. Siklus hidup selesai ketika anjing itu makan host ini dan
larva berkembang menjadi bertelur cacing dewasa di usus kecil. Manusia adalah
host disengaja yang terinfeksi dengan menelan telur infektif di tanah yang
terkontaminasi atau host paratenic terinfeksi. Setelah konsumsi, telur menetas
dan larva menembus dinding usus dan dibawa oleh sirkulasi ke berbagai jaringan
(hati, jantung, paru-paru, otak, otot, mata). Sementara larva tidak menjalani
segala perkembangan lebih lanjut di situs ini, mereka dapat menyebabkan reaksi
lokal yang parah yang merupakan dasar dari toxocariasis. Dua presentasi klinis
utama toxocariasis adalah larva migrans visceral dan migrans okular larva.
Diagnosis biasanya dibuat oleh serologi atau temuan dari larva di biopsi atau
spesimen otopsi. Jenis Penyakit Gejala Mekanisme Infeksi Toxocara canis
Toxocarosis Visceral larva migrans (VLM) Eosinophilia, leukocytosis, fever,
cough, asthmatic attacks, lymphadenopathie, hepatomegaly, gastrointestinal
disorders, cardial symptoms, urticarial skin changes Eosinofilia, leukositosis,
demam, batuk, serangan asma, lymphadenopathie, hepatomegali, gangguan
pencernaan, gejala cardial, perubahan kulit urtikaria Pada manusia, visceral larva
migrans secara umum menyebabkan demam, eosinofilia, dan hepatomegali.
d. Diagnosis
Cara diagnosis toksokariasis sulit karena cacing ini tidak menjadi dewasa,
maka dari itu harus dilakukan tes immunologis atau biopsi jaringan. Serologi
dengan penentuan antibodi spesifik berdasarkan teknik ELISA. Toxocara canis
IgG ELISA ditujukan untuk penentuan kualitatif IgG-kelas antibodi terhadap
Toxocara canis pada manusia serum atau plasma (sitrat).
e. Pengobatan
Toxocariasis visceral pada manusia (atau anjing) dapat diobati dengan obat
antiparasit seperti Albendazole atau mebendazole, dietil karbamasin dan
tiabendazol biasanya dalam kombinasi dengan obat anti inflamasi. Pengobatan
toxocariasis okular lebih sulit dan biasanya terdiri dari langkah-langkah untuk
mencegah kerusakan progresif pada mata.
2.3 Nematoda
Nematoda berasal dari bahasa Yunani,
Nema yang artinya benang. Nematoda adalah
cacing yang bentuknya panjang, silindrik
(gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral
simetrik. Panjang cacing ini mulai dari 2 mm
sampai 1 meter.
Nematoda yang ditemukan pada manusia
terdapat dalam organ usus, jaringan, dan sistem peredaran darah. Keberadaan cacing ini
menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-beda tergantung pada spesiesnya dan orga
yang dihinggapi.
a. Penggolongan Nematoda
Menurut tempat hidupnya, Nematoda pada manusia digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Nematoda intetinaslis (usus)
Spesies yang dipelajari meliputi :
a. Ascaris lumbricoides
b. Trichuris truchuira
f. Ancylostoma caninum
g. Necator americanus (new world worm hook)
c. Manzonella ozzardi
2.3 Trematoda
Trematoda berasal dari bahasa
yunani Trematodaes yang berarti
punya lobang, bentuk tubuh pipih
dorso ventral sperti daun. Umumnya
semua organ tubuh tak punya ronggat
tubuh dan mempunyai Sucker atau
kait untuk menempel pada parasit ini di luar atau di organ dalam induk semang.
Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus bercabang cabang tapi tak
punya anus.
Sistem eksretori bercabang- cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong
eksretori yang punya lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili
Schistosomatidae. Siklus hidup ada yang secara langsung (Monogenea) dan tak
langsung (Digenea).
Trematoda atau cacing daun yang berparasit pada hewan dapat dibagi menjadi
tiga sub klas yaitu Monogenea, Aspidogastrea, dan Digenea. Pada hewan jumlah
jenis dan macam cacing daun ini jauh lebih besar dari pada yang terdapat pada
manusia, karena pada hewan sub-klas ini dapat dijumpai.
Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat
penghisap. Alat penghisap terdapat pada mulut di bagian anterior. Alat hisap (Sucker)
ini untuk menempel pada tubuh inangnya makanya disebut pula cacing hisap.
Pada saat menempel cacing ini menghisap makanan berupa jaringan atau
cairan tubuh inangnya. Dengan demikian maka Trematoda merupakan hewan parasit
karena merugikan dengan hidup di tubuh organisme hidup dan mendapatkan
makanan tersedia di tubuh inangnya. Trematoda dewasa pada umumnya hidup di
dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata, ternak, ikan,
manusia Trematoda. Trematoda berlindung di dalam inangnya dengan melapisi
permukaan tubuhnya dengan kutikula permukaaan tubuhnya tidak memiliki sila.
Jenis-jenis Trematoda
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitife cacing
Trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi , babi, tikus, harimau, dan
manusia.
Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka Trematoda dapat
dibagi menjadi 4, yaitu:
2.5 Cestoda
a. Morfologi
Ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi dari yang panjangnya hanya 40
mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Cestoda adalah cacing hermafrodit. Cacing
ini terdiri atas scolex (kepala) yang berfungsi sebagai alat untuk mengaitkan diri pada
dinding intestinum. Di belakang scolex terdapat leher, merupakan bagian cacing yang
tidak bersegmen. Di belakang leher tumbuh proglotid yang semakin lama semakin
banyak yang menyebabkan cacing menjadi semakin panjang dan bersegmen-segmen.
Setiap proglotid (segmen) dilengkapi dengan alat reproduksi (jantan dan betina).
Semakin jauh dari scolex, proglotidnya semakin tua sehingga proglotid yang paling
ujung seolah-olah hanya sebagai kantung telur saja sehingga disebut proglotid gravida.
Proglotid muda selalu dibentuk dibelakang leher, sehingga proglotid tua akan didorong
semakin lama semakin jauh letaknya dari scolex. Seluruh cacing mulai scolex, leher,
sampai proglotid yang terakhir disebut strobila. Cestoda berbeda dengan nematoda dan
trematoda, tidak memiliki usus. Makanan masuk dalam tubuh cacing karena diserap
oleh permukaan tubuh cacing. Berikut ini bagian-bagian tubuh cacing:
Kepala (scolex)
b. Siklus Hidup
Siklus hidup cacing pita sederhana dalam arti bahwa tidak ada fase aseksual seperti
pada cacing pipih lainnya, tetapi rumit karena setidaknya satu hospes perantara
diperlukan serta tuan rumah definitif. Pola siklus hidup telah menjadi kriteria penting
untuk menilai evolusi antara Platyhelminthes. Banyak cacing pita memiliki siklus
hidup dua fase dengan dua jenis host, yaitu:
1. Taenia saginata dewasa tinggal di usus yang seperti parasit pada manusia.
2. Proglottids dari Taenia saginata meninggalkan tubuh melalui anus dan jatuh ke
tanah, di mana mereka mungkin jatuh pada rumput dan dimakan oleh hewan
pemakan rumput seperti sapi. Ini dikenal sebagai hospes perantara atau host
itermediate.
3. Bentuk remaja dari Teania saginata bermigrasi dan menetap sebagai kista dalam
jaringan tubuh host intermediate seperti otot, dan bukan pada usus. Taenia
saginata remaja ini menyebabkan kerusakan lebih banyak pada host yang menjadi
tuan rumah definitif.
4. Parasit melengkapi siklus hidupnya ketika melewati hospes perantara parasit ke
host definitif, ini biasanya terjadi karena host definitif makan suatu bagian dari
host perantara yang telah terinfeksi oleh Taenia saginata remaja. Seperti
kemungkinan manusia memakan daging sapi yang telah terinfeksi oleh Taenia
saginata, sehingga cacing tersebut dapat masuk dalam tubuh manusia dan
menetap di usus.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran