Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PARASITOLOGI VETERINER

”CESTODA PADA KARNIVORA“

DISUSUN OLEH :

NAMA : ROLIAMY SAPUTRI


NIM : 2102101010174
MATA KULIAH : PARASITOLOGI VETERINER
DOSEN PENGAMPU : DRH. ELIAWARDANI, M.SI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYAH KUALA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Parasitologi Veteriner yang berjudul “Cestoda Pada Karnivora” .
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Parasitologi Veteriner. selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “Cestoda Pada Karnivora” bagi para pembaca dan
juga penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibuk drh. Eliawardani, M.Si. selaku
dosen mata kuliah Parasitologi Veteriner yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang saya
tekuni.
Saya menyadari makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan dalam dunia pendidikan.

Banda Aceh,
08 Mei 2023

Roliamy Saputri
2102101010174

i
DAFAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 tujuan ........................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 4


2.1 Nomenklatur ............................................................................... 4
2.2 Morfologi .................................................................................... 4
2.3 Siklus Hidup ............................................................................... 6
2.4 Patogenesa .................................................................................. 7
2.5 Gejala Klinis ............................................................................... 8
2.6 Diagnosa ..................................................................................... 11
2.7 Prognosa ..................................................................................... 16
2.8 Terapi ......................................................................................... 16
2.9 Preventive ................................................................................... 17
2.10 Kerugian ..................................................................................... 17

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 18


3.1 Kesimpulan ................................................................................. 18
3.2 Saran ........................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Beberapa parasit cestoda pada hewan ada yang bersifat zoonosis dan
salah satu diantaranya adalah genus Echinococcus. Echinococcus sp.
Adalah cacing kecil dengan panjang <1 cm yang siklus hidupnya
melibatkan dua jenis mamalia. Cacing dewasanya hidup dalam usus halus
hewan karnivora terutama pada anjing, sebagai induk semang
definitive/ISD, sedangkan pada stadium larvanya (hidratid) hidup dalam
tubuh hewan ungulate seperti domba, sapi, kuda, babi, dsb. sebagai host
intermediate. Echinococcus sp. Menghasilkan telur di usus dan akan
dikeluarkan bersama feses anjing sehing dapat mencemari tanah dan
rumput. Bila telur tersebut termakan oleh ISA, maka akan berkembang dan
membentuk kista yang menyerupai tumor dalam tubuh inangnya terutama
pada organ hati dan paru-paru.

Echinococcosis atau hidatidosis adalah penyakit akibat cacing pita


Echinococcus. Echinococcosis mempunyai empat spesies dari genus
Echinococcosis yang paling umum yaitu Echinococcus granulosus,
Echinococcus multicularis,, Echinococcus vogeli, dan Echinococcus
oligarthrus. Penyakit dari cestoda Echinococcosis mempunyai siklus hidup
yang melibatkan dua mamalia yaitu rubah sebagai pemangsa dan tikus
yang berperan sebagai prey. Penyakit Echinococcosis banyak menyerang
hewan liar dan merupakan penyakit zoonosis (Sandy, 2014).

Habitat cacing dewasa di usus halus hewan karnivora seperti anjing


dan kucing (hospes definitif). Larva hidatid hidup pada inang antara
(hospes perantara) hewan ungulata (domba, babi, kuda, sapi, dan kerbau).
Cacing dewasa menghasilkan telur di dalam usus dan akan dikeluarkan
bersama fases sehingga mencemari tanah. Hospes perantara dapat
terinfeksi cacing ini karena termakan telur Echinoccocus spp. yang

1
mencemari rumput atau tanah. Manusia tertular secara insidental melalui
makanan yang tercemar telur Echinococcus spp infektif atau melalui
tangan yang tidak bersih pada saat makan.

Secara epidemiologi, Echinococcus granulosus ditemukan hampir


di seluruh daerah di dunia, dengan daerah endemik di Amerika bagian
selatan (Argentina, Brazil, Chili, Peru, Uruguay), Pantai Mediterania
(Bulgaria, Siprus, Prancis, Yunani, Italia, Portugal, Spanyol, Yugoslavia,
Rusia selatan) Asia barat daya (Irak, Turki, Iran), Afrika Utara (Aljazair,
Maroko, Tunisia), Australia, New Zealand, Kenya dan Uganda. Distribusi
geografis E. multilocularis ditemukan hanya di bumi bagian Utara yaitu
Eropa Timur, Turki, Irak, India Utara, Cina Tengah dan Jepang, Kanada,
Alaska, Amerika Utara (Montana sampai Ohio Tengah), Eropa bagian
kutub utara, Asia, daratan Amerika. Echinococcus oligarthrus dan E.
vogeli hanya terdapat di Amerika Selatan dan Amerika Tengah.

Pada akalah ini penulis akan menjelaskan tentang morfolgi Cestoda


Echinococcus serta bagaimana siklus shidupnya dan akan membahas
penyakit yang disebabkan oleh Echinococcus yaitu Echinococcocis serta
tindakan atau pengobatan yang akan dilakukan agar dapat mencegah
penularan dan mengobati penyakit tersebut.

1. 2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Echinococcus?

2. Bagaimana siklus hidup Echinococcus?

3. Bagaimana patogenesa penyakit Echinococcocis?

4. Bagaimana gejala klinis hewan yang terserang Echinococcocis?

5. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit Echinococcocis?

6. Bagaimana cara penobatan penyakit Echinococcocis?

2
7. Bagaimana cara pencegahan penyakit Echinococcocis?

1. 3 Tujuan

1. Menjelaskan apa itu Echinococcus?

2. Menjelaskan siklus hidup Echinococcus?

3. Menjelaskan patogenesa penyakit Echinococcocis?

4. Menjelaskan gejala klinis hewan yang terserang Echinococcocis?

5. Menjelaskan cara mendiagnosa penyakit Echinococcocis?

6. Menjelaskan cara penobatan penyakit Echinococcocis?

7. Menjelaskan cara pencegahan penyakit Echinococcocis?

3
BAB II
PEBAHASAN

2. 1 Nomenklatur

Kingdom : Animalia

Filum : Plathyelminthes

Kelas : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidae

Famili : Taeidae

Genus : Echinococcus

Spesies : Echinococcus granulosus, Echinococcus multicularis,


Echinococcus vogeli, dan Echinococcus oligarthrus

2. 2 Morfologi

a. Telur

4
 Telur berbentuk bulat dan mirip dengan telur Taenia

 Terdiri dari lapisan oncospere dengan enam kaitan yang dikelilingi


oleh embrio

 Ukuran 30-37 mikro meter

 Dingdinya terdiri dari dua lapis dan bersilia

1) E. granulosus eggs

The eggs are spherical in shape and have a diameter of about


40–30 μm and are similar in appearance to the eggs of other
tapeworms, containing a hexacanth or oncosphere embryo
because the embryo has sixth-hooks lets. The eggs are surrounded
by clear coatings [8] and the eggs contain a sticky layer that
adheres to the fur of animals and other things, which helps them
to spread, as well as insects such as flies, beetles, and birds that
play the role of mechanical carrier of eggs, in case of optimal
conditions, the eggs remain viable for weeks or months in pastures
and gardens as well as they remain viable with the right humidity
and moderate temperatures, and the eggs are found in water and
wet sand for 3 weeks at 30°C and 225 days at 6°C and 32 days at
10–21°C, also the eggs remain for a short time when exposed to
sunlight and dry conditions and kill eggs when exposed to 3.75%
of sodium hypochlorite for 10 minutes as well as killed when
frozen at −70°C for 4 days or −80°C for 2 days or by heat larger
from 60°C for 3 minutes (Al-Khalidi et al.,2014).

5
b. Cacing dewasa

 Berukuran 2.5-9 mm

 Memiliki scolex berbentuk bulat dengan rostellum yang


menonjol dengan dua baris pengait yang terdiri dari 30 hingga
60 kait dan mempunyai empat batil hisap

 Neck mempunyai strobili pnek dan tebal

 Proglotid terdiri dari tiga buah, progltid immature yaitu


proglotid yang belum matang, proglotid mature yaitu proglotid
yangsudah matang dan lengkap serta ukurannya lebih panjang
daripada proglotid immature, dan proglotid gravid dengan
uterus yang berada di tengah dengan 12 – 15 cabang yang
melebar yang terdiri dari sekitar 500 telur

2. 3 Siklus hidup

6
Cacing Echinococcus dewasa yang hidup dalam lumen usus halus
anjing menghasilkan telur inektif yang kemudian akan keluar bersama
feses anjing mengenai tanah ataupun rumput disekitarannya. Rumput yang
sudah tercemar oleh feses yang mengandung telur tadi termakan oleh
hospes atau inang perantaranya yaitu kambing atau omba (bisa juga babi,
sapi, kuda, ataupun unta). Telur yang sudah termkan akan masuk ke dalam
organ pencernaan menuju usus halus, di usus halus telu kana menetas dan
aka melepaskan onkosfer yang kemudian akan beruaha menembus dinding
usus halus dan bermigrasi melalui sistem peredaram darah ke berbagai
organ dalam tubuh hewan tersebut terutama menuju hati dan paru-paru.
Onkosfer berkembang menjdi kista hidratid, kemudian membesara secara
bertahap dan menghasilkan protoscolices. Hospes defenitis kemudian akan
terinfeksi dengan menelan organ yang mengandung kista hidratid,
kemudian masuk ke organ pencernaan menuju usus halus dan akn
menempel pada mukosa usus, lalu akan berkembang dan tumbuh
menjdicacing dewasa dalam kurun waktu 32 hingga 80 hari. Cacing
dewasa akan berkembang biak kembali dan akan menghasilkan telur yang
akan keluar bersama feses yang kemudian akan melakukan siklus hidup
kembali.

2. 4 Patogenesa

Echinococcus dewasa yang hidup dalam usus kecil host definitive


(hewan karnivora) dan menghasilkan telur atau larva yang mengandung
oncisfer infektif. Segmen cestoda (proglotid) yag mengandung telur atau
telur dilepaskan secara bebas dari saluran usus halus menuju lingkungan
yang keluar bersama feses. Setelah telur termakan dan masuk melalui oral
oleh hewan yang berperan sebagai host intermediet kemudian menuju
saluran pencernaan berikutnya. Pada tahap larva, metacestoda akan
berkembang pada organ dalam tubuh. Metacestoda dewasa biasanya
banyak menghasilkan protoscolecess, san memiliku potensi masing-
masing untuk berkembang menjadi cestoda dewasa setelah dicerna oleh

7
host definitive yang tepat. Telur juga bisa tertelan oleh manusia secara
tidak sengaja sehingga host lain tidak ikut berperan dalan siklus alami ini.
Beberapa spectrum inang yang menyimpang dapat berupa host definitive
seperti anjing. Sedangkan infeksi pada hewan karnivora pada tahap usus E.
granulosus yang belum matang tidak menyebabkan morbiditas, invasi pada
berbagai organ teutma pada hati dan paru-paru dari host intermediate atau
menyimpang oleh metacestoda dapat menimbulkan penyakit yang fatal
(Echinococcocis).

2. 5 Gejala klinis

a. Definitive hosts

Echinococcus spp. tapeworms are usually carried


asymptomatically in their definitive hosts. Large numbers of parasites
may be able to cause enteritis and diarrhea, but this seems to be rare;
dogs and foxes can have thousands of tapeworms with no clinical
signs.

b. Intermediate hosts –cystic echinococcosis (Echinococcus granulosus


s. l.)

Clinical cases caused by E. granulosus s.l. have been reported


sporadically in diverse species including sheep, reindeer, nonhuman
primates, macropod marsupials (kangaroos, wallabies) and a cat, but
livestock are often slaughtered before the cysts become symptomatic.
If clinical signs are seen, they are those of a mass lesion and vary with
the organ affected. Most cysts occur in the liver or lungs. Cysts in the
liver can cause hepatic signs including abdominal distention and
discomfort/pain, ascites and jaundice, as well as nonspecific signs such
as poor growth, malaise or weakness. Cysts in the lungs sometimes
lead to respiratory signs including bronchopneumonia and respiratory
compromise. Cysts may be found occasionally at many other sites such

8
as the CNS, bone, heart or abdominal cavity, with diverse signs
including heart failure, abdominal distention or lameness. Sudden
death has been reported in some zoo animals (Moro and schantz,
2009).

c. Intermediate hosts –cystic echinococcosis (Echinococcus granulosus


s. l.)

Clinical cases caused by E. granulosus s.l. have been reported


sporadically in diverse species including sheep, reindeer, nonhuman
primates, macropod marsupials (kangaroos, wallabies) and a cat, but
livestock are often slaughtered before the cysts become symptomatic.
If clinical signs are seen, they are those of a mass lesion and vary with
the organ affected. Most cysts occur in the liver or lungs. Cysts in the
liver can cause hepatic signs including abdominal distention and
discomfort/pain, ascites and jaundice, as well as nonspecific signs such
as poor growth, malaise or weakness. Cysts in the lungs sometimes
lead to respiratory signs including bronchopneumonia and respiratory
compromise. Cysts may be found occasionally at many other sites such
as the CNS, bone, heart or abdominal cavity, with diverse signs
including heart failure, abdominal distention or lameness. Sudden
death has been reported in some zoo animals.

d. Intermediate hosts – polycystic echinococcosis (Echinococcus vogeli


and E. oligarthrus

At least two outbreaks caused by E. vogeli, one affecting nutrias


and the other in nonhuman primates, have been reported in zoos.
Orangutans (Pongo abelii) and gorillas (Gorilla gorilla) developed
severe clinical signs including abdominal distension, and a number of
animals died or had to be euthanized. E. vogeli does not seem to be
symptomatic in pacas, the natural host, unless the cysts become very
large. E. oligarthrus localizes in the internal organs, subcutaneous

9
tissues and muscles of its normal intermediate hosts. It has not been
documented in domestic animals.

e. Post Mortem Lesions

Tapeworms are found in the small intestine of the definitive host


but they are not usually accompanied by significant lesions. Adult E.
multilocularis are typically around 1-4 mm, E. oligarthrus
approximately 2-3 mm, E. granulosus 2-11 mm and E. vogeli 4-6 mm.
Most species have five or fewer segments, but some individual
specimens may have up to seven. E. granulosus s.l. larvae usually form
individual fluidfilled cysts, surrounded by a fibrous wall, in their
intermediate hosts. Multilocular cysts have been reported
occasionally. The cysts are generally most common in the liver,
followed by the lungs and, less often, other organs or tissues including
the bones. They are usually around 1-7 cm in diameter, but some can
become much bigger. Some cysts may be calcified, necrotic or
infected. Early lesions appear as small white nodules and are easily
missed. Cysts that are not visible can sometimes be detected by
palpation or found when the target organs are incised.

E. multilocularis usually develops initially in the liver, though there


are rare reports of single lesions at other sites (e.g., the omentum,
subcutaneous tissues). Disseminated disease can affect many organs

10
and tissues, particularly the lung and CNS. E. multilocularis forms
multilocular cysts with a semisolid matrix that often infiltrates the
tissues and can resemble a malignant tumor. The mass may be firm
and lobulated or contain viscous yellowish fluid, and can have many
scattered transparent or whitish cysts a few millimeters to centimeters
in diameter.. Large necrotic cavities are sometimes present in its
interior. Fibrosis is prominent in the lesions of some (but not all)
aberrant intermediate hosts such as dogs or gorillas, but not the usual
small mammal hosts. Damage to the liver can result in various lesions
including granulomatous inflammation, icterus or signs of peritonitis.
In pigs, which are relatively resistant to this organism, E.
multilocularis lesions may appear as sharply demarcated, dense white
foci, approximately 1-20 mm in diameter. In their natural hosts, the
cysts of E. vogeli and E. oligarthrus can occur singly or as aggregates.
E. vogeli lesions in aberrant intermediate hosts can resemble E.
multilocularis (Aiello et al., 2016).

2. 6 Diagnosa

a. Pemeriksaan hematologi darah

Dilakukan pemeriksaan hematolgi darah hewan dengan melihat


jumlah eosinofil dan dilihat presentase sel darah putih (eosinfil) pada
pemeriksaan ini. Eosinofilia sering berkisar antara 20-25% dari jumlah
leuosit pada kasus infeksi Echinococcus granulosus namun tidak
terlalu memiliki arti serius.

b. Serologi test

1) Tes serologi merupakan test yang sensitif untuk mendeteksi


antibodi di dalam serum pasien infeksi kista hidatid, sensitifitas
bervarisiantara 60% hingga 90%, tergantung karakteristik dari
kista hydatidnya. Sensitifitas ini dipengaruhi oleh beberapa hal

11
yaitu:

 Jenis organ tubuh yang terinfeksi Kista di dalam jaringan hati


lebih memberikan respon imunitas dibanding kista di paru-
paru. Kista memproduksi antigeni stimulasi dengan titer
rendah, namun jika hampir 5 sampai 10% kista di hati sudah
menimbulkan tes serologi positif, tetapi kista di paru-paru jika
hampir 50% masih menghasilkan tes serologi negative.

 Permukaan kista hidatid

 Permukaan yang kasar dari kista umumnya menentukan


titer antigen. Bentuk permukaan dan kerusakan pada
jaringan yang terinfeksi dapat meningkatkan antibodi.
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan serologi yang lebih
akurat digunakan kombinasi teknik pemeriksaan, yaitu
teknik EIA dan IHA yang biasanya digunakan sebagai tes
skrining untuk semua spesimen, kemudian reaksi positif
dikonfirmasikan dengan tes immunoblot assay atau gel
difusion assay yang menunjukkan hasil echinococcal “Arc
5". Kekurangan dari tes ini yaitu menghasilkan reaksi
positif palsu sekitar 5% - 25% pada penderita
neurocysticercosis, sehingga secara klinis dan presentase
epidemiologi kasus pasien neurocysticercosis sering
terjadi kerancuan dengan kasus kista hidatid. Namun untuk
konfirmasi yang lebih spesifik atau reaktif terhadap serum
dapat dilakukan dengan teknik imunoelektroforesis untuk
mendeteksi diagnosa dan membedakan di dalam serum
secara elektroforesis.

 Respon antibodi dapat juga dimonitor untuk mengevaluasi

12
hasil dari terapi, tapi dengan hasil yang bervarisi.
Tergantung keberhasilan dari terapi misalnya keberhasilan
suatu pembedahan, maka titer antibodi juga menurun dan
bahkan hilang, namun titer akan naik lagi jika kista
sekunder berkembang. Tes untuk Arc 5 atau antibodi IgE
tampak mencerminkan kemerosotan antibodi selama yang
pertama 24 bulan setelah pembedahan, sedangkan IHA
dan test lain masih positif paling tidak selama 4 tahun.
Keberhasilan pembedahan untuk mengeluarkan kista
hidatid akan diikuti penurunan titer antibodi sampai
beberapa tahun setelah pembedahan tapi hal ini
memerlukan tes spesimen secara berkala. Kemoterapi
tidak mengikuti kemerosotan titer yang konsisten di dalam
serum. Sehingga manfaat dari pemeriksaan serologi untuk
memonitor perjalanan penyakit terbatas yang juga
tergantung dari kondisi pasien.

2) Antibodi pasien terhadap Echinococcus granulosus yang terdapat


dalam serum dapat dideteksi dengan pemeriksaan serologi yang
meliputi IHA (Indirect hemagglutination), IFA (indirect fluorescent
antibody), ELISA, CF, LA (latex aglutinasi), IE
(immunoelektoforesis) ID, dan Indirek hemaaglutination.

c. Tes Kulit (tes intradermal)

 Tes kulit atau tes intradermal berhubungan erat dengan tes serologi,
yaitu menggunakan antigen tes kulit Casoni yang merupakan antigen
yang bersal dari cairan kista hydatid, tes ini mempunyai banyak
keuntungan karena kesederhanaannya dan sebanding dengan tes
serologi, namun kelemahan tes kulit adalah kurang spesifik. Ini
dikarenakan tes kulit belum terstandarisasi secara baik sehingga sering
terlihat adanya kekurangan dari spesifitas dan sensitifitasnya.

13
TesCasoni merupakan salah satu cara untuk mengetahui pemaparan
dari penyakit hidatid namun kendala utamanya yaitu kurangnya
spesifitas. Pada pasien yang mengandung kista hyalin maupun kista
yang utuh, sentifitas diagnostiknya terbatas. Respon imun lebih sering
dideteksi pada pasien dengan kista hati dibanding kista paru-paru.

 Tes kulit telah digunakan untuk penunjang pembuktian infeksi


secara tidak langsung, apabila tidak ada tes serologi diagnostik yang
tidak dapat dipercaya. Banyak dari tes kulit terutama digunakan
untuk kepentingan penelitian dan epidemiologi. Namun banyak
kasus, antigen yang digunakan sulit didapat dan tidak terdapat di
pasaran.

 Reaksi positif palsu juga pernah dilaporkan pada pasien nonparasit


dan penyakit parasit lainnya. Antigen casoni juga dapat
mensinsitisasi pasien sehingga memproduksi antibodi dan juga
pernah dilaporkan terjadinya reaksi anafilaktik.

d. Radiologi test

 Kista-kista asimptomatik ditemukan pada pemeriksaan radiologis.


Kista biasanya memiliki batas yang jelas dan terkadang terlihat
tanda batas cairan (fluid level). Pemeriksaan ini juga dapat
membantu diagnosis kelainan pada tulang. Scan juga juga dapat
menunjukkan lesi desak ruang (space occupying lesion) terutama di
dalam hati. Apabila kistanya besar dan lokasinya di abdomen,
kadang-kadang dapat dideteksi gelombangnya.

 X-ray dapat menunjukkan kista hidatid di dalam paru-paru dan


jantung. Kista yang tidak terkalsifikasi di tempat lain mungkin
terdeteksi pemindahan atau pembesaran organ dengan Ultrasound
dan CT scan, sehingga hasil dapat ditunjukkan kista pada hati, otak,
ginjal, atau jaringan lainnya. Kista yang terkalsifikasi dapat

14
ditemukan dimana saja. Namun kista di paru-paru jarang terjadi
kalsifikasi.

e. Pemerikssan Urin

Pemeriksaan urin dilakukan untuk memastikan adanya infeksi


hydatid yang menginfeksi ginjal, sehingga cairan kista akan
dikeluarkan juga melalui urin. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menemukan hydatid sand pada urin.

f. Mikroskopik Jaringan

Pemeriksaan kista hidatid secara mikroskopik pada jaringan


diperiksa ketika pasien dengan adanya masa pada abdomen dan tidak
diketahui diagnosisnya secara pasti. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
mengambil sampel dari pembedahan untuk mengambil jaringan hati,
tulang, paru-paru dan jaringan lainnya lalu dibuat penampang
melintang misalnya jaringan tulang lalu dibuat preparat histologi
jaringan dan diwarnai dengan hematoxilyn dan eosin.

g. Pemeriksaan sputum

 Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan adanyan infeksi


hydatid yang menginfeksi organ paru-paru. Sehingga
pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan hydatid sand pada
sputum.

 Apabila skoleks masih tetap utuh pada pemeriksaan mikroskopik,


maka dari cairan sentrifuge dijadikan sediaan basah untuk
memastikan diagnosis ditemukannya skoleks. Apabila tidak
ditemukan hydatid sand dan skoleks, diagnosis dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan histologi dari dinding kista pada jaringan.

15
2. 7 Prognosa

Penyembuha dapat dilakukan dengan melakukan pengobatan


jangka panjang serta mengurangi gejala-gejalanya peluang hidup bisa 10-
20 tahun dengan keberhasilan pengobatan 80%. Jika tidak dilakukan
pengobatan bisa berdampak fatal. Penyakit ini termasuk pada kategori
Dubius (50)%.

2. 8 Terapi

a. Bedah penghapusan kista hidatidosa

1) Efetif namun beresiko, tergantung pada lokasi organ yang


terserang, ukuran dan fase kista

2) Perlu dilakukan kemoterapi untuk mencegah terjadinya


recurrence

b. Kemoterapi Albendazole

1) Dengan dosis 10mg/kg BB setiap hari atau 2x400 mg/ selama 4


minggu dan pengobatan dilakukan selama 12x.

2) Sengn dosis tubuh sehari-hari berat 40mg/kg sebanyak 3xsehari


selama 3-6 bulan

c. PAIR pengobatan

1) Penusukan, injeksi, aspirasi, dan respirasi.

2) Menginjeksikan zat protoscolicidal nebjadi kista.

d. Pemberian obat-obatan

1) Arecoline hydrobromide peroral dengan dosis 1-2 mg/kg BB

2) Adecoline acetarsol peroral dengan dosis 1 mg/kg BB

16
3) Dichlorophen peroral dengan dosis 200 mg/kg BB

4) Yomesen peoral dengan dosis 50 mg/kg BB

2. 9 Preventive

Pecegahan penyakit akibat larva (metasestoda) dapat dilakukan


dengan cara memutus siklus hidup Echinococcus spp melalui kontrol
hewan peliharaan, seperti mencegah anjing memakan bagian visera hewan
ungulate (Abusari et al., 2021). Pajanan telur Echinococcus spp dari hewan
liar ke bahan makanan sulit dicegah, diperlukan perilaku higienis dan
keamanan bahan makanan. Sayuran dan buah-buahan terlebih dahulu
dicuci untuk menghilangkan telur Echinococcus spp. Area perkebunan
sayur atau buah dipagari untuk mencegah akses anjing atau kucing buang
feses. Biasakan mencuci tangan setelah memegang hewan peliharaan, dari
kebun, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum makan.

2. 10 Kerugian

Banyak kerugian yag disebabkan oleh penyakit Echinococcocis,


baik itu kerugian ekonomi maupun kesehatan, kerugian ekonomi terjadi
pada ternak akibat terjadinya penurunan produksi, penurunan kondisi
badan ternak, kematian ternak dan pemusnahan bagian tubuh yang
mengandung kista di Rumah Potong Hewan. Di daerah endemik 50 %
anjing terinfeksi oleh cacing dewasa, dan dapat mencapai 90 % pada
domba dan sapi,100 % pada unta, serta sekitar 20% pada manusia.
(Pudjiatmoko, 2014). Echinococcosis merupakan zoonosis masih menjadi
problem kesehatan di beberapa negara endemik di dunia. Kasus cystic
echinococcosis (CS), alveolar echinococcosis (AV) dan polycystic
echinococcosis (PE) sering ditemukan pada manusia dan hewan ternak
sehingga dapat memiliki dampak social dan ekonomi (Abusari et al.,
2021).

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpula

Cestoda adalah cacing yang berbentuk pipih seperti pita yang merupakan
endoparasit dan dikenal sebagai cacing pita. Cacing dalam kelas cestoda disebut
sebagai cacing pita, hal ini karena bentuk tubuh cacing tersebut yang panjang dan
pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun
pembuluh darah. Tubuhnya memanjang dan terbagi atas segmen-segmen yang
disebut proglotida dan segmen ini bila sudah dewasa akan berisi alat reproduksi
jantan dan betina. Infeksi cacing pita bisa disebut juga dengan Taeniasis. Ciri
Semua anggota cestoda memiliki struktur yang pipih dan tertutup oleh kutikula,
Cestoda juga disebut sebagai cacing pita karena bentuknya pipih panjang seperti
pita. Morfologi Umum Cestoda ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi dari
yang panjangnya hanya 40 mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Siklus Hidup
Umumcacing pita merupakan hermafrodit, mereka memiliki sistem reproduksi
baik jantan maupun betina dalam tubuh mereka. Sistem reproduksinya terdiri dari
satu testis atau banyak, cirrus, vas deferens dan vesikula seminalis sebagai organ
reproduksi jantan, dan ovarium lobed atau unlobed tunggal yang menghubungkan
saluran telur dan rahim sebagai organ reproduksi betina

3.2 Saran

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penyusun


mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abusari, M., Nugroho, T. A. E. dan Datau, F. (2021). Prevalensi cestodiasis


saluran pencernaan pada kambing. Jambur Journal Of Animal Science,
4(1): 60-65.

Aiello, S. E., Moses, M. A. and Editors. (2016). Schinococcocis. Journal Collage


Of Veterinary Medicine, 6(1): 1-14.

Al-Khalidi, K. A. H., Al-Abodi, H. R., Jabbar, H. K. and Hmood, B. A. (2014).


Echinococcus granulosus. Journal Of Veterinery Medicine, 10(1): 1-13.

Moro, P. and Schantz, M. (2009). Echinococcocis: a review. International Journal


Of Infectious Disease, 13(1): 125-133.

Sandy, S. (2014). Kajian aspek epidemiologi Echinococcocis. Journal Of CDK,


264-267.

19

Anda mungkin juga menyukai