Disusun oleh:
Dibimbing oleh:
Dr. drh. Yusuf Ridwan, M.Si.
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
Latar Belakang..............................................................................................................................1
Tujuan...........................................................................................................................................2
BAB II METODE................................................................................................................................3
Waktu dan Tempat........................................................................................................................3
Bahan dan Alat..............................................................................................................................3
Prosedur.........................................................................................................................................3
Koleksi Sampel Feses....................................................................................................................3
Koleksi Sampel Darah...................................................................................................................3
Pemeriksaan Sampel Feses............................................................................................................3
Pemerikasaan Sampel Darah.........................................................................................................5
Identifikasi Telur Cacing...............................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................12
ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Parasit merupakan organisme yang hidup di luar atau di dalam tubuh organisme
lain. Daur hidup parasit yang seperti ini akan mengganggu kehidupan inang.
Keberadaan parasit akan mempengaruhi kualitas dan kesehatan inang yang terinfeksi.
Parasit dapat dikelompokan menjadi dua bagian apabila dilihat dari tempat hidupnya,
yaitu endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah parasit yang hidup dalam tubuh
inang, contohnya adalah cacing dan protozoa. Sedangkan ektoparasit adalah parasit
yang hidup di luar tubuh inang contohnya hewan kelas insekta seperti pinjal dan kutu
dan arachnida seperti caplak dan tungau (Natadisastra dan Ridad 2009). Penyakit
parasit pada hewan merupakan salah satu masalah penting yang sering ditemukan.
Adanya infestasi parasit dapat menyebabkan gangguan kesehatan hewan, kerugian
ekonomi bahkan dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis). Parasit adalah
organisme yang bersifat merugikan inangnya dimana seluruh atau sebagian dari siklus
hidupnya bergantung pada organisme lain dalam memperoleh makanan atau nutrisi
untuk perkembangbiakannya.
Penyakit parasitik terjadi pada manusia maupun hewan. Dalam dunia veteriner,
terdapat beberapa hewan yang menjadi fokus utama dalam hal identifikasi, pencegahan,
pengendalian, dan pengobatan terjadinya infestasi parasit. Kuda, ruminansia, hewan
kesayangan, dan unggaspun tidak luput dari penyakit parasitik, baik yang disebabkan
oleh endoparasit maupun ektoparasit. Endoparasit yang umum menyerang kuda antara
lain adalah cacing dan protozoa. Cacing yang umum menginfeksi kuda berasal dari
kelas nematoda khususnya dari ordo Strongylida, Ascaridida, Rhabditida, Oxyurida,
dan Spirurida. Sedangkan protozoa yang umum berada di kuda adalah Eimeria
leuckarti, Giardia intestinalis, Cryptosporodium spp, dan Cycloposthium edentatum.
Kutu dan tungau merupakan ektoparasit yang dapat ditemukan pada kuda. Terdapat dua
jenis kutu yang dapat ditemukan yaitu kutu penggigit (Damalinia equi) dan kutu
penghisap darah (Hematopinus asini) (Schaefer 2011).
Hewan kesayangan yang umumnya didominasi oleh anjing dan kucing di
Indonesia, memiliki resiko mengalami penyakit parasitik yang juga bersifat zoonosis
bagi manusia. Cacing Ancylostoma atau hookworm, memiliki stase hidup larva yang
dapat berpenetrasi ke permukaan kulit sehingga menyebabkan cutaneus larva migran
pada manusia (Shepherd et al. 2018). Selain itu, anjing dapat berperan dalam
penyebaran penyakit ektoparasit ke manusia (Budiana 2009). Beberapa jenis ektoparasit
yang sering ditemukan pada anjing yaitu kelas Insekta (pinjal dan kutu) dan Arachnida
(caplak dan tungau). Endoparasit yang sering ditemukan pada anjing adalah cacing
seperti Toxocara, Toxascaris, Dypillidium, Taenia, Trichuris, Ancylostoma. Sedangkan
jenis protozoa yang ditemukan pada anjing seperti Giardia, Isospora, dan parasit darah
(Babesia, Anaplasma, dan Ehrlichia).
Endoparasit secara alami juga dapat ditemukan pada jenis unggas liar dan
peliharaan. Beberapa spesies parasit cacing sering ditemukan secara kebetulan pada
waktu melakukan bedah bangkai pada unggas. Parasit cacing yang penting pada ayam,
meliputi Nematoda, Cestoda dan Trematoda (Tabbu 2012). Umumnya infeksi cacing
pada gastrointestinal ayam sering disebabkan oleh Nematoda (cacing gilig) dan Cestoda
(cacing pita), sedangkan infeksi oleh Trematoda jarang terjadi. Pengendalian infeksi
cacing tersebut membutuhkan identifikasi spesies yang tepat dan pengetahuan tentang
siklus hidup parasit. Kasus infeksi oleh Nematoda sering terjadi karena siklus hidupnya
1
langsung atau tidak memerlukan inang perantara, sedangkan Cestoda dan Trematoda
mempunyai siklus hidup tidak langsung dan memerlukan inang perantara untuk
melengkapi siklus hidupnya. Nematoda yang sering menginfeksi ayam petelur antara
lain Ascaridia galli, Heterakis sp. dan Capillaria sp., sedangkan Cestoda adalah
Raillietina sp. (Retnani dan Satria 2009). Selain parasit dari kelas Nematoda, Cestoda
dan Trematoda, protozoa juga menyerang unggas. Protozoa di dalam tubuh unggas
merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan kelayakan
ayam untuk dikonsumsi. Beberapa jenis protozoa yang bersifat parasitik pada ayam
adalah spesies dari genus Eimeria sp. (Tabbu 2012).
Ternak ruminansia merupakan hewan yang banyak dipelihara sebagai
komoditas pangan dan sebagai ternak simpanan di Indonesia. Masalah parasitik umum
yang terjadi dalam pemeliharaan ternak ruminansia baik ruminansia kecil maupun
ruminansia besar ialah penyakit akibat parasit cacing saluran pencernaan. Beberapa
jenis cacing nematoda yang banyak terdapat pada domba dan kambing di Indonesia, di
antaranya adalah Haemonchus spp., Trichostrongylus spp., Cooperia spp.,
Oesophagostomum spp. dan Bunostomum spp. (Hanafiah et al 2002). Gangguan yang
ditimbulkan akibat terserang cacing nematoda saluran pencernaan berupa penurunan
bobot badan dan timbulnya kematian, terutama pada hewan muda (Hanafiah et al 2002;
Nurhidayah et al. 2019). Pemeriksaan feses biasanya dilakukan untuk mengetahui
infeksi telur nematode, cestoda dan ookista pada domba.
Tujuan
Tujuan dari praktikum untuk mengisolasi dan mengidentifikasi endoparasit pada
10 sampel yang diambil dari hewan domba berbeda.
2
BAB II METODE
Prosedur
Koleksi Sampel Feses
Sampel feses diperoleh dengan mengambil langsung feses segar. Sampel feses
kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik transparan dan diberi label. Kantong-
kantong plastik tersebut disimpan sementara di dalam coolbox yang berisi ice packs
untuk selanjutnya dipindahkan ke dalam refrigerator. Sampel feses terus disimpan
hingga seluruh proses pengamatan selesai dilakukan.
Metode McMaster
Metode ini bertujuan untuk menghitung jumlah telur cacing serta menduga
derajat infeksinya. Feses ditimbang sebanyak 2 g kemudian dicampurkan dengan 58
mL larutan pengapung. Campuran tersebut dihomogenkan dan disaring menggunakan
penyaring. Kemudian, campuran tersebut dihomogenkan kembali sebelum dimasukkan
ke dalam kamar hitung menggunakan pipet. Cairan dimasukkan ke dalam kamar hitung
McMaster dengan menggunakan pipet dan didiamkan selama 3-5 menit.
Jumlah telur cacing dan ookista dalam tiap gram tinja (TTGT atau OTGT) dapat
dihitung dengan rumus berikut:
n V total
TTGT atau OTGT = X
bt V hitung
Keterangan:
n = jumlah telur yang ditemukan pada kamar hitung McMaster slide
bt = berat tinja/feses dalam satuan gram
Vtotal = Volume suspense tinja dan larutan pengapung
Vhitung = Volume cairan yang dimasukkan kedalam kamar
Sedimentasi
Sampel feses ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan ke dalam
gelas. Kemudian akuades ditambahkan sebanyak 58 ml ke dalam gelas dan
dihomogenkan. Kemudian disaring menggunakan saringan biasa diulang sebanyak 3
kali. selanjutnya dilakukan penyaringan bertingkat dengan ukuran lubang saringan
mulai dari 500 µm, 100 µm, dan 45 µm. Filtrat atau hasil saringan yang paling akhir
diambil dan diamati dengan menggunakan kaca objek khusus untuk sedimentasi.
Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 X. Metode
sedimentasi tidak hanya digunakan untuk pemeriksaan feses secara kualitatif, namun
dapat juga digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif telur trematoda yang berada di
dalam feses.
Pemupukan dan Sporulasi
4
Pemupukan larva dilakukan pada feses yang positif mengandung telur
nematode, cestoda ataupun ookista. Pertama cawan petri disiapkan terlebih dahulu,
masukan sejumlah feses dan campurkan dengan vermiculeite dengan perbandingan 1 :
4, setelah keduanya tercampur rata, sejumlah NaCl fisiologis diteteskan pada campuran
tersebut hingga campuran cukup lembab. Kemudian pupukan didiamkan selama 7-10
hari dalam suhu ruang. Setelah didiamkan, ambil sejumlah pupukan dalam kasa
kemudian diikat. Kain kasa diikat pada penumpu sehingga dapat tergantung diatas
baermann glass, dan biarkan pupukan terendam pada permukaan gelas yang berisi air.
Larva hidup dari pupukan akan bermigrasi ke bawah, larva akan berenang menuju dasar
gelas. Kemudian larva dapat diambil menggunakan pipet dan diidentifikasi jenis
cacingnya.
5
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Diduga telur strongyle yang ditemukan pada feses domba nomor 2
7
Gambar 2. Diduga telur trichuris yang ditemukan pada feses domba nomor 4
Gambar 3. Diduga protozoa Eimeria spp. ditemukan pada feses domba nomor 2
Gambar 4. Ookista terduga Eimeria spp. yang ditemukan pada uji sporulasi
Hasil pemeriksaan ulas darah dengan pewarnaan Giemsa pada sampel darah
domba tidak ditemukan adanya parasit yang menginfeksi darah domba. Hal ini berarti
10
domba yang terdapat di URR SKHB IPB negatif terhadap parasit yang menginfeksi
darah. Dapat diketahui bahwa manajemen sanitasi, dan pengendalian penyakit terutama
penyakit parasit darah pada domba di daerah ini tergolong ke dalam pengendalian yang
baik.
11
BAB III PENUTUP
Simpulan
Endoparasit terutama cacing nematoda dapat menginfeksi ruminansia kecil.
Pada domba yang diperiksa positif ditemukan telur jenis Strogyloid dan Trichuris, serta
ditemukan pula protozoa diduga Eimeria spp. Diagnosis dari penyakit ini dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan memeriksa gejala klinis, identifikasi
feses dan pemeriksaan post-mortem. Pengendalian infeksi dapat dilakukan dengan
menjaga kebersihan kandang dan mencegah kontaminasi pakan dan sumber minum dari
feses. Pengobatan dapat menggunakan antihelmintik dari kelas Fenbendazole,
Moxidectin, dan Ivermectin.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
Retnani EB, Satria F, Hadi UK, Sigit SH. 2009. Analisis faktor-faktor resiko infeksi
cacing pita pada ayam ras petelur komersial di Bogor. Jurnal Veteriner, 10(3):
165 – 172.
Roepstorff A, dan Nansen P. 1998. Epidemiology, Diagnosis and Control of Helminth
Parasites of Swine. Rome(IT): UN Food and Agricultural Organization
Schaefer M. 2011. Skin Conditions Third Series: Equine Ectoparasite [internet].
[diunduh 2016 Oktober 19]. Tersedia pada:
http://www.dairylandvet.net/Newsletters/Skin%20Conditions3%201221.pdf
Shepherd C, Wangchuk P, Loukas A. 2018. Review of dogs and hookworms: man’s
best friend and his parasites as a model for translational biomedical research.
Parasite & Vectors. 11(3): 59 – 74.
Subekti S, Mumpuni SM, Kusnoto. 2007. Ilmu Penyakit Nematoda Veteriner. Surabaya
(ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga Surabaya.
Tabbu CR. 2012. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya: Penyakit Asal Parasit,
Noninfeksius dan Etiologi Kompleks. Jakarta(ID): Penerbit Kanisius.
Taylor S, Kappe SHI, Kaiser K, Matuschewski K. 2007. The Plasmodium sporozoite
journey: a rite of passage. Trends in Parassitology. 19(3): 135-143.
Veterinary Parasitology. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Zajac AM dan Conboy GA. 2012. Veterinary Clinical Parasitology: 8th Edition. Oxford
(UK): John Willey & Sons Inc.
14