Oleh :
OKKYTA ANDANI INIKO PUTRI
25010113120170
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Tujuan............................................................................................................... 3
C. Manfaat............................................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Feses............................................................................................................... 4
B. Cacing............................................................................................................ 4
C. Jenis Pemeriksaan Telur Cacing pada Feses.................................................. 7
BAB III. METODE PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu............................................................................................ 10
B. Sampling............................................................................................................10
C. Alat dan Bahan..................................................................................................10
D. Cara Kerja..........................................................................................................11
BAB IV. HASIL..........................................................................................................12
BAB V. PEMBAHASAN...........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu tentang parasit telah lama menunjukan peran pentingnya dalam
bidang kedokteran hewan dan manusia namun masih banyak penyakit baik
pada hewan dan manusia yang merupakan masalah kesehatan di Indonesia.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan terjadinya urbanisasi yang tidak
diimbangi sarana dan prasarana, telah menambah banyaknya dearah kumuh di
perkotaan. Makin berkurangnya air bersih, pencemaran air dan tanah
menciptakan kondisi lingkungan fisik yang memungkinkan perkembangan
vektor dan sumber infeksi termasuk oleh penyakit parasitik.
Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau
menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat
dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejalaklinik
kurang dapat dipastikan. Misalnya, infeksi yang disebabkan oleh cacing
gelang (Ascaris lumbricoides). Infeksi ini lebih bamyak ditemukan pada anakanak yangsering bermain di tanah yang telah terkontaminasi, sehingga mereka
lebih mudahterinfeksi oleh cacain-cacing tersebut. Biasanya hal ini terjadi
pada daerah di mana penduduknya sering membuang tinja sembarangan
sehingga lebih mudah terjadi penularan.
Dalam identifikasi infeksinya perlu adanya pemeriksaan, baik dalam
keadaan cacing yang masih hidup ataupun yang telah dipulas. Cacing yang
akan diperiksa tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing atau protozoa
usus akan dilakukan pemeriksaan melalui feses atau tinja (Kadarsan,2005).
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang
kita makan yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal
produksi 100 200 gram / hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel
epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta gerak
peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya dengan
frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu.
Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium
yang telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu
penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan
laboratorium yang modern , dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih
diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan
mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses ,
cara pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang
benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi.
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur
cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan
untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di
periksa fesesnya. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat
yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang
penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat
ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang
ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa
gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan
laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan
pada gejala klinik kurang dapat dipastikan (Gandahusada, Pribadi dan Herry,
2000).
Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
maka
praktikum
untuk
C. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengidentifikasi adanya parasit dalam feses yang diperiksa
2. Dapat mengidentifikasi adanya telur cacing pada feses yang diperiksa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FESES
Kandungan (%)
66-80
88-97
5,7-7,0
3,5-5,4
1,0-2,5
40-55
4-5
5-10
B. CACING
Parasit merupakan kelompok biota yang pertumbuhan dan hidupnya
bergantung pada makhluk lain yang dinamakan inang. Inang dapat berupa
binatang atau manusia. Menurut cara hidupnya, parasit dapat dibedakan
menjadi ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah jenis parasit yang
hidup di permukaan luar tubuh, sedangkan endoparasit adalah parasit yang
hidup di dalam organ tubuh inangnya. Parasit yang hidup pada inangnya
dalam satu masa/tahapan pertumbuhannya seluruh masa hidupnya sesuai
masing-masing jenisnya (Setyorini dan Purwaningsih, 1999).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
mata
kuliah
Laboratorium
Epidemiologi
No
Kegiatan
1.
Praktikum
2.
parasit
Praktikum identifikasi telur
Jumat
Senin
Selasa
identifikasi
cacing
3.
Pembacaan hasil
4.
Penyusunan laporan
B. SAMPEL
Sampel dalam praktikum parasitologi ini adalah feses dari seorang pasien.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Pengaduk
2. Tabung Reaksi
3. Rak tabung
4. Objek Glass
5. Deck Glass
6. Pipet tetes
7. Mikroskop
8. NaCl jenuh
9. Eosin 2%
10. Sampel feses pasien
D. CARA KERJA
Praktikum kali ini menggunakan metode kualitatif yaitu metode apung,
adapun cara kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Tuangkan NaCl jenuh kedalam beaker glass sebanyak 100 ml.
3. Campurkan 100 ml NaCl jenuh dengan 10 gram tinja kemudian diaduk
sehingga larut.
4. Selanjutnya disaring
5. Masukkan campuran tinja dan larutan NaCl yang telah disaring tersebut
ke dalam tabung reaksi hingga penuh dan terlihat cembung.
10
6. Didiamkan selama 5-10 menit kemudian ditutup dengan cover glass, lalu
7.
menggunakan mikroskop.
Sedangkan untuk melihat adanya parasit pada feses, cara kerja adalah sebagai
berikut :
1. Siapkan alat dan bahan praktikum
2. Ambil sampel feses secukupnya dan letakkan pada objek glass
3. Teteskan larutan eosin 2% pada sampel
4. Tutup menggunakan deck glass
5. Selanjutnya letakkan preparat pada meja spesimen kemudian amati
menggunakan mikroskop.
BAB IV
HASIL
A. HASIL
Pada praktikum identifikasi parasit pada feses ditemukan telur cacing
Ascaris lumbricoides infertil. Pengamatan telur cacing menggunakan
mikroskop dapat dilihat pada gambar berikut
11
berbentuk oval, memiliki dinding ysng terdiri dari tiga lapis. Lapisan terluar
telur memiliki permukaan yang tidak rata, bergerigi, warnanya kecoklatcoklatan karena pigmen empedu, lapisan ini dinamakan lapisan albuminoid.
Lapisan tengah berupa lapisan kitin sedangkan lapisan dalam berupa membran
vitelin. Ciri-ciri yang telah disebutkan sesuai dengan ciri-ciri telur Ascaris
lumbricoides.
Sedangkan untuk pemeriksaan larva cacing dengan pewarnaan eosin 2% tidak
ditemukan larva cacing. Hasil pengamatan dibawah mikroskop dapat dilihat
pada gambar berikut.
12
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan pemeriksaan feses dengan metode apung yang telah dilakukan,
ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides pada feses pasien. Ascaris lumbricoides
adalah cacing parasit usus yang ukurannya paling besar. Biasa disebut dengan cacing
gelang yang hidup di vili duodenum dan jejunum. Jika terdapat telur cacing dalam
feses, berarti ada cacing dewasa yang hidup di usus.
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Nematoda Ascaris
lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh
makhluk parasit. Gejala klinis Askariasis akan ditunjukkan pada stadium larva
maupun dewasa. Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati
dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan
kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen
thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu. Pada stadium dewasa, di
usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan,
muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu
makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk
menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.
Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien
atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut. Infeksi cacing Ascaris
lumbricoides dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi kebersihan rumah,
lantai yang masih terbuat dari tanah, kurangnya frekuensi cuci tangan sebelum dan
sesudah makan atau buang air besar. Infeksi oleh parasit berlangsung tanpa gejala
13
atau menimbulkan gejala ringan. Diagnosis yang berdasarkan gejala klinik saja
kurang dapat dipastikkan, sehingga harus dengan bantuan pemeriksaan laboratorium.
Bahan yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasit, untuk cacing atau protozoa
usus maka bahan yang diperiksa adalah tinja. Identifikasi terhadap kebanyakkan telur
cacing dapat dilakukan dalam bebrapa hari setelah tinja dikeluarkan.
Tata laksana dari askariasis ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu terapi obat dan
tindakan operasi. Terapi obat yang dapat digunakan antara lain adalah albendazole
(400 mg) dan mebendazole (500 mg) dosis tunggal. Bisa juga digunakan levamisole
(2,5 mg/kgBB) ataupun pirantel pamoat (10 mg/kgBB), selain itu bisa diberikan
nitazoxanide (500 mg per hari selama tiga hari).
Untuk dapat mengatasi infeksi cacing secara tuntas, maka upaya pencegahan
dan terapi merupakan usaha yang sangat bijaksana dalam memutus siklus penyebaran
infeksinya. Pemberian obat anti cacing secara berkala setiap 6 bulan dapat pula
dilakukan. Menjaga kebersihan diri, lingkungan serta sumber bahan pangan adalah
merupakan sebagian dari usaha pencegahan untuk menghindari dari infeksi cacing.
Pencegahan dan upaya penanggulangan didasarkan kepada siklus hidup dan
sifat telur cacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Penyuluhan kesehatan tentang higiene dan sanitasi.
b. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
c. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih
dahulu dengan menggunakan sabun.
14
d.
DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Heryy. 2000. Parasitologi Kedokteran. Fakultas
kedokteran UI, Jakarta.
Hardidjaja, Pinardi & TM. 1994. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran. FKUI,
Jakarta.
Kadarsan, S.2005. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.
Levine,ND. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh Prof. Dr.
Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Jakarta.
Setyorini, A. C. dan Purwaningsih, E. 1999. Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi.
Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor.
15