Anda di halaman 1dari 44

1

Kasus 3
CACINGAN
Serang anak perempuan berusia 7 tahun , di antar ibunya ke puskesmas
dengan keluhan anak tampak lesu. Si anak malas makan dan BB kurang dari normal
tetapi perut tampak agak buncit. Pada pemeriksaan fisis kuku terlihat panjang dan
hitam. Bising usus sangat ramai dan nyaring, pemeriksaan laboratorium feses di
dapatkan telur yang dibuahi. Menurut ibunya suka main tanah dan mempunyai
kebiasaan menggigit kukunya. Menurut tetangganya anaknya terkena cacingan.
STEP I
1. Lesu
2. Buncit
3. Bising usus

: lemah, lelah, kekurangan energy


: perut tampak membesar, Dshape
: kontraksi tonik yang bersifat kontinu akibat potensial aksi
berlangsung bermenit-menit dan berjam-jam, kadang naik

4. Feses

atau turun intensitasnya.


: hasil dan sisa metabolic yang tidak terpakai atau kotoran yang
dikeluarkan dari usus, terdiri dari bakteri, eksfoliasi sel dari
usus, sekresi, terutama dari hati dan sejumblah kecil residu

5. Cacingan

makanan.
: kumpulan gejala gangguan tubuh akibat cacingan parasit

STEP II
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Faktor resiko cacingan?


Klasifikasi cacingan tanah yang dapat menginfeksi manusia?
Apa adan bagaimana mekanisme terjadi gejala cacingan?
Bagaimana terjadinya cacingan ?
Bagaimana hubungan cacingan dengan imun?
Penatalaksanaan pada kasus cacingan?

STEP III
1. Nematoda usus:
a) Cacingan yang ada di tanah
b) Sanitasi yang buruk

c) Lingkungan kotor
d) Kebiasaan tubuh yang kurang di jaga
e) Defekasi tidak pada tempatnya, contoh : jamban
f) Keadaan imun yang menurun
g) Tidak mencuci tangan sebelum makan
h) Makanan tidak matang
2. Klasifikasi
Nematoda usus:
i.
Ascaris lumbricoides
ii. Necator americanus
iii.
Necator duodenale
iv. Toxco caracanis
v. Toxco carcati
vi. Oxyuris vermicularis
vii.
Trichinella spiralis
viii.
Ancylostoma duodenale
ix. Trichuris trichiura
x. Strongyoloides stercoralis
Ascaris lumbricoides
i.
Jantan : panjang 15 sampai 30 cm, lebar 0,2 sampai 0,4 , terdapat
ii.

specula.
Betina : panjang 20 sampai 35 cm, lebar 0,3 sampai 0,6 bertelur 100.000

iii.
iv.
v.
vi.
vii.
viii.

sampai 200.000 per hari.


Bentuk gelang
Umur : 1 sampai 2 bulan
Penyakit di timbulkan : ascariasis
Hidup di usus halus
Telur tidak mudah mati oleh zat kimia
Siklus hidup : telur keluar bersama feses telur infektif (tanah dalam 3
minggu) tertelan manusia menetas di usus halus larva tembus
pembuluh darah jantung paru-paru dinding alveolus rongga
alveolus naik ke trachea faring esophagus usus halus (cacing

dewasa).
Gejala klinis :
Gangguan larva : pendarahan, penggumpalan leukosit, eksudat, batuk,

demam, eosinofilia.
Cacing dewasa : mual, nafsu makan menurun, diare, konstipasi, obstruksi

ix.

usus (ileus).
Necator americanus
i.
Jantan : panjang 0,7 cm sampai 0,9 cm

ii.
iii.
iv.
v.
vi.

Betina : panjang 0,9 cm sampai 1,1 cm


Umur : 3 sampai 5 tahun
Tempat : usus halus
Masa pripaten : 49 sampai 56 hari
Jumlah telur : 5.000 sampai 10.000

5. Bagaimana hubungan cacing dengan imun


Parasit di
lumen
Aktivasi sel Th2 melepas IL4 & IL-5

Sel
T

IL-4

IL
-5

Sitokin di pacu antigen


spesifik

SEL
B

Perkembang
an eosinofil

Merangsang proliferasi sel


goblet dan secret mukus

IGE
Aktivasi sel

Histamine
tritase
Meningkat
gerakan usus di
induksi sel mast

Sekresi granul
enzim
hancurkan
parasit

Menyelubungi cacing

Pencegahan
Absorpsi Na oleh histamine &
prostaglandin
DIARE

6. Pemeriksaan
Anamnesis : berat badan turun, lesu, nafsu makan menurun, pola hidup
Pemeriksaan fisik : perut buncit, kuku hitam panjang, bising usus meningkat
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan feses (mikroslkopis), pemeriksaan
darah (eosinofil, hemoglobin LED)

STEP IV
-

Morfologi
Daur Hidup
Gejala Umum
Gejala Klinis
Epidemiologi

Klasifikasi Cacing

Hubungan
Sistem
Imun

CACINGAN

Pendekatan Diagnosa

Faktor
Resiko

Anamnesis
Pemeriksaan
Helmintologi
Fisik
- Pemeriksaan
Penunjang
- Pencegahan dan
Platyhelminthes (Cacing Pipih)
Nemathelminthes
(Ilmu yang mempelajari
Terapi parasit berupa cacing)

(cacing gilik, nema= benang)

STEP V
Nematoda

1. Klasifikasi
2. Pendekatan diagnosa
Nematoda ususNematoda jaringan
3. Syarat cacing masuk dalam tubuh
4. Patofisiologi cacingan
5. Pemeriksaan penunjang Usus
STEP VI

1. Ascaris Lumbricoides
1. Wuchereria Bancrofti
2. Toxocara Canis dan2.Toxocara
Brugia Malayi
Cati & Brugia timori
3. Cacing Tambang
3. Filariasis (Occult Fillariasis
ator americanus dan ancylostoma
4. Loa-loa
duodenale
(Cacing Mata)
stoma branziliense dan ancylostoma
5. Onchocerca
Caninum
volvulus
4. Trichuris Trichiura
5. Strongyloides Stercalaris
terobius Vermicularis (Oxyuris Vermicularis)
7. Trichinella Spiralis

Cestoda

Trematoda

Hati

Paru

Darah

Larva

1. Paragonimus westermani

1. Schistosoma Japonicum
1. Fasciolopsis buski
2. Schistosoma mansoni
2. Echinostomatidae
3. Heterophyidae 3. Schistosoma Haematobium
1. Opisthorchis Viverrini
2. Clonorchis Sinensis
3. Opisthorchis Filineus
4. Fasciola

1. Diphyllobothrium sp
2. T. Solium
3. H. Nana
4. E. Granulosus
5. Multiceps
1. D. Latum
2. T. Saginata
3. T. Solium
4. H. Nana

Dewasa

6. Dipylidium Caninum

1. KlasifikasiCacing
a. Ascaris lumbricoides

Hospes dan Nama Penyakit


Manusia merupakan satu-satunya hospes ascaris lumbricodes. Penyakit yang
disebabkannya disebut askariasis.

Distribusi Geografik
Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan di beberapa tempat
di Indonesia menunjukan bahwa prevalensi A.lumbricoides masih cukup tinggi
sekitar 60-90%.

Morfologi dan Daur Hidup


Cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa hidup
di rongga usus kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000200.000 butir sehari, terdiri atas telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi
bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif tersebut bila
tertelan manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus
menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian
mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh
darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea
melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju faring, sehingga
menimbulkan ransangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan pada

tersebut dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju ke usus halus.
Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan
sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

Patologi dan Gejala Klinis


Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan
larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada
orang yang rentan terjadi pendarahan kecil di dinding alveolus dan timbul
gangguan pada paru yang disertai batuk, demam, dan eosinofilia. Pada foto
toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan
tersebut disebut syndrome Loeffer. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa
biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan
seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak
sekolah dasar. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus
sehingga terjadi ostruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa
mengembara ke saluran empedu, appendiks, atau ke bronkus dan menimbulkan
keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perl=u tindakan operatif.

Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi akkariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya
60-90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran
tanah dengan tinja disekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci
dan ditempat pembuangan sampah. Di Negara-negara tertentu terdapat kebiasan
memakai tinja sebagai pupuk.
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu 25-30 C merupakan kondisi yang
sangat baik untuk berkembangnya telur A.lumbricoides menjadi bentuk infektif.

b. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Hospes dan Nama Penyakit


Hospes parasit ini adalah manusia; cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan
ankilostomiasis.

Morfologi dan Daur Hidup


Cacing dewasa hidup dirongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat
pada mukosa dinding usus. Cacing betina N.americanus tiap hari mengeluarkan
telur 5000-10000 butir, sedangkan A. duodenale kira-kira 10.000-25.000 butir.
Cacing betina berukuran 1 cm, cacing jantan 0,8 cm. bentuk badan N.americanus
biasanya menyerupai huruf S. sedangkan A.duodenale menyerupai bentuk huruf
C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. N.americanus mempunyai benda
kitin, sedangkan A.duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai
bursa kopulatriks.
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalm waktu 1-1,5 hari
keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kurang lebih 3 hari larva rabditiform

tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup
selama 7-8 minggu di tanah.
Telur cacing tambang yang besarnya 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan
mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform
panjangnya 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya 600 mikron.

Daur hidupnya sebagai berikut:


Telur, larva rabditiform, larva filariform, menembus kulit, kapiler darag,
jantung kanan, paru, bronkus, trakea, laring, usus halus.

Patologi dan Gejala Klinis


Gejala nekratoriasis dan ankilostomiasis

1. Stadium larva:
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
Infeksi larva filariform A.duodenale secara oral menyebabkan penyakit wakana
dengan gejala mual, muntah, iritasi, faring, batuk, sakit leher dan serak.
2. Stadium dewasa :
Gejala tergantung pada: spesies dan jumlah cacing dan keadaan gizi penderita
(fed an protein). Tiap cacing N.americanus menyebabkan kehilangan darah
sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. pada infeksi
kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Di samping itu juga
terdapat eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian,
tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.

10

Epidemiologi
Insidens tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah
pedesaan, khususnya di perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah
mendapat infeksi lebih dari 70%.
Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun
(diberbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik
untuk pertumbahan larva ialah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu
optimum untuk N.americanus 28-32 C sedangkan A.duodenale lebih rendah 2325 C. pada umumnya A.duodenale lebih kuat. Untuk menghindari infeksi, antara
lain dengan memakai sandal atau sepatu.

11

c. Toxocara canis dan Toxocara cati

Hospes dan Nama Penyakit


Toxocara canis ditemukan pada anjing. Toxocara cati ditemukan pada kucing.
Belumpemah ditemukan infeksi campuran pada satu macam hospes. Kadangkadaiig cacing ini dapat hidup pada manusia sebagai parasit yang mengembara
(erratic parasite) dan menyebabkan penyakit yang disebut visceral larva migrans.

Distribusi Geografik
Cacing teisebar secara kosmopolit; juga ditemukan di Indonesia. Di Jakarta
prevalensi pada anjing 38S3% dan pada kucing 26%.

Morfologi
Toxocara canis jantan mempunyai panjang 3,6- 8,5 cm sedangkan yang betina
5,7 - 10,0 cm, Toxocara cati jantan 2,5-7,8 cm yang betina 2,5-14, cm bentuknya
menyerupai Ascaris lutnbri-coides muda. Pada Toxocara conis terdapat sayap
servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati bentuk
sayap leblh lebar, sehingga kepalanya me-nyenipai kepala ular kobra. Bentuk
ekor ke-. dua spesies hampir sarha; yang jantan ekomya berfcentuk seperti.
tangan dengan jari yang sedang menunjuk (digitiform), sedangkan yang betina
ekomya bulat meruncing.

Siklus Hidup
Telur yang keluar bersama tinja anjing atau kucing akan berkembang menjadi
telur infektif di tanah yang cocok. Hospes definitif dapat tertular baik dengan

12

meneian telur infektif atau dengan memakan hospes paratenik yang tinggal di
tanah seperti cacing tanah, semut.1 Penularan larva pada anak anjing atau kucing
dapat terjadi secara transplasental dari induk anjing yang ter-infeksi12 atau
melalui air susu dari induk kucing terinfeksi.2 Telur tertelan manusia (hospes
paratenik) kemudian larva me-nembus dinding usus dan ikut dalam per-edaran
darah menuju organ tubuh (hati, jantung, paru, otak dan mata). Di dalam orang
larva tersebut tidak mengalami perkembangan lebih lanjut.

(Gambar Siklus hidup Toxocara)

Patologi dan Gejala Kinis


Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat
dalam. Kelainari yang timbul karena migrasi larva dapat berupa perdarahan,
nekrosis, dan peradangan yang didominasi oleh eosinofil. Larva dapat terbungkus
dalam granuloma kemudian dihancurkan atau tetap hidup selama bertahun-tahun.
Kematian larva menstimulasi respons imun immediate type hypersensitivity
yang menimbulkan penyakit visceral larva migrans (VLltf), dengan gejala
demam, pembesaran hati dan limpa, gejala saturan napas bawah seperti
bronkhospasme (mirip, hipergammaglobulinemia IgM, IgG dan IgE). Kelainan

13

pada otak mehyebabkan kejang, gejala neuropsikiatrik atau ensefalopati. Berat


ringannya gejala klinis dipengaruhi oleh jumlah larva dan umur penderita.
Umumnya penderita VLM adalah anak usia di bawah 5 tahun karena mereka
banyak bermain di tanah atau kebiasaan memakan tanah (geofagia atau pica)
yang terkontaminasi tinja anjing atau kucing. VLM dapat juga disebabkan oleh
larva Nematoda lain.
Kelainan karena migrasi larva pada retina mata disebut occular larva migrans
(OLM) biasanya unilateral dapat berupa penurunan penglihatan yang dapat
disertai strabismus pada anak, invasi retina disertai pembentukan granuloma
yang dapat me-nyebabkan terlepasnya retina, endofthal-mitis dan glaukoma
hingga kebutaan.

Diagnosis
Diagnosis pasti VLM dengan menemukan larva atau potongan larva dalam
jaringan sukar ditegakkan. Diagnosis serologi melalui deteksi antibodi IgG
terhadap antigen ekskretori sekretori larva T. canis disertai eosinofilia (>2000
seL/ mm3), atau peningkatan total IgE (>500 IU/ml) dapat membantu
menegakkan diagnosis. Pada penderita OLM, imuno diagnosis kurang sensitif
walaupun titer IgG yang lebih tinggi ditemukan pada cairan akueus atau vitreus.
Teknik pencitraan seperti USG, CT Scan dan MRI dapat digunakan untuk
men-deteksi lesi granulomatosa yang berisi larva Toxocara.

Pengobatan
Albendazol 400 mg dengan dosis dua kali perhari selama 5 hari dapat
menyembuhkan penderita VLM. Reaksi aJergi dapat diatasi dengan pemberian
korti-kosteroid. Pada penderita OLM dilakukan operasi vitrektomi, pengobatan
dengan anthelmintik, dan kortikosteroid.2

Pengendalian

14

Pengendalian infeksi dilakukan dengan mencegah pembuangan tinja anjing


atau
kucing peliharaan secara sembarangan ter-utama di tempat bemiain anakanak, dan kebun sayuran. Hewan yang terinfeksi diobati dengan mebendazol atau
ivermectin. Anak anjing atau kucing secara rutin diobati mulai usia 2-3 minggu,
setiap dua minggu hingga berusia I tahun. Anjing atau kucing dewasa diobati
setiap 6 bulan. Pada manusia, pencegahan dilakukan dengan pengawasan
terhadap anak yang mempunyai kebiasaan makan tanah, pe-ningkatan kebersihan
pribadi seperti mencuci tangan sebelum makan, tidak makan daging yang kurang
matang dan membersihkan dengan seksama sayur lalapan.
d.Enterobius vermieularis (Oxyuris vermieularis)

Sejarah
Enterobius vermicularis (cacing kremi, pinworm, seatworm) telah diketahui
sejak dahulu dan telah banyak dilakukan jenelitian mengenai biologi,
epidemiologi dan gejala klinisnya.

Hospes dan Nama Penyakit


Manusia adalah satu-satunya hospes dan penyakitnya disebut enterobiasis atau
oksiuriasis.

Distribusi Geografik
Parasit ini kosmopit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin dari-pada
di daerah panas. Hal itu mungkin disebabkan pada umumnya orang di daerah
dingin jarang mandi dan mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini juga
ditunjang oleh eratnya hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya serta
lingkungan yang sesuai.

Morfologi dan Daur Hidup

15

Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anterior ada pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut aloe. Bulbus esofagus jelas sekah,
ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh
telur. Cacing jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan ekomyamelingkar sehingga beotuknya seperti tanda Tanya (?) spikulum pada ekor jarang.
ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus besar dan di
usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum. Makanannya adalah isi usus.
Cacing betina yang gravid mengandung 11.000 - 15.000 butir telur, bermigrasi
ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya.
Telur jarang dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan di dalam tinja. Telur
berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimelrik). Dinding telur bening
dan agak lebih tebal dan dinding telur cacing tambang. Telur menjadi matang
dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan. telur resisten terhadap desinfektan dan
udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sanipai 13 hari.
Kopulasi cacing jantan dan berina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan
mati setelah kopulasi dari cacing betina mati setelah bertelur.
Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang atau bila larva dari telur
yang menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur
matang yang tertelan, telur menetas di duodenum dan larva rabditiform berubah
dua kali sebelum menjadi dewasa di yeyunum dan bagian atas ileum.
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur
matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah
perianal, berlangsung 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daumya hanya
berlangsung 1 bulan karena telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus
paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan.
Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited). Bila tidak ada
reinfeksi, tanpa pengobatanpun infeksi dapat berakhir.

16

Patologi dan Gejala Klinis


Enterobiasis reiatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti.
Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekilar anus, perineum dan
vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina
sehingga menyebabkan pruritus lokal. Karena cacing bennigrasi ke daerah anus
dan menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk daeiah sekitar anus
sehingga timbul luka garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu
malam hari hingga penderita terganggu tidunya dan menjadi lemah. Kadangkadang cacingdewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal
sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebab-kan gangguan di
daerah tersebut. Cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di vagina
dan di tuba fallopii sehingga menyebabkan radang di saluran telur. Cacing sering
ditemukan di apendiks tetapi jarang menyebabkan apendisitis.
Beberapa gejala infeksi Enterobius vermiculahs yajtu kurang nafsu makan,
berat badan turun, aktivitas meninggi, enuresis, cepat marah, gigi menggeretak,
insomnia dan masturbasi, tetapi kadang-kadang sukar untuk membuktikan
hubungan sebab dengan cacing kremi.

Diagnosis
Infeksi cacing dapat diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar
anus pada waktu malam hari. Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan
cacing dewasa. Telur cacing dapat diambil dengan mudah dengan alat anal swab
yang ditempelkan di sekitar anus pada waktu pagi hari sebelum anak buang air
besar dan mencuci pantat (cebok).
Anal swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatellidah yang pada
ujungnya dilekatkan scotch adhesive tape. Bila adhesive tape ditempelkan di
daerah sekitar anus, telur cacing akan menempel pada perekatnya. Kemudian
adhesive tape diratakan pada kaca benda dan di-bubuhi sedikit toluol untuk

17

pemeriksaan mikroskopik. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tiga hari berturutturut.

(Gambar 2. Daur hidup Enterobius vermicutaris)

Pengobatan dan Prognosis


Seluruh anggota keluarga sebaiknya diberi pengobatan bila ditemukan satah
seorang anggota mengandung cacing kremi. Obat piperazin sangat efektif bila

18

diberikan waktu pagi kemudian minum segelas air sehingga obat sampai ke
sekum dan kolon. Pirantel pamoat juga efektif. Efek samping mual dan muntah.
Mebendazol efektif terhadap semua stadium perkembangan cacing kremi,
sedangkan pirantel dan piperazin yang diberikan dalam dosis tunggal tidak
efektif terhadap telur.
Pengobatan secara periodik memberikan prognosis yang baik.

Epidemiologi
Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat
terjadi pada keluarga atau kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang
sama (asrama, rumah piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan
sekolah atau kafetaria sekolah dan menjadi sumber infeksi bagi anak-anak
sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang
mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%) di lantai, meja,
kursi bufet, tempat duduk kakus {toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian dan
tilam. Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi pada berbagai golongan
manusia 3%-8O%. Penelitian di daerah Jakarta Timur melaporkan bahwa
kelompok usia terbanyak yang menderita enterobiasis adalah kelompok usia 5-9
tahun yaitu pada 46 anak (54,1 %) dari 85 anak yang diperiksa. Penularan dapat
dipengaruhi oleh: Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah
perianal (autoinfeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain
maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-benda maupun pakaian
yang terkontaminasi. Debu merupakan sumber infeksi karena mudah
diterbangkan oleh angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan. Retrofeksi
melalui anus: larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali masuk
keusus.
Anjing dan kucing tidak mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi
sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.

19

Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi
daripada orang Negro.
Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Kuku hendaknya selalu
dipotong pendek, tangan dicuci bersih sebelum makan. Anak yang mengandung
cacing kremi sebaiknya memakai celana panjang jika hendak tidur supaya alas
kasur tidak terkontaminasi dan tangan tidak dapat menggaruk daerah perianal.
Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung
telur. Pakaian dan alas kasur hendaknya dicuci bersih dan diganti setiap hari.

e. Trichinella spiralis

Sejarah
Trichinella spiralis, pertama kali ditemukan dalam bentuk larva yang terdapat
dalam kista di otot pasien yang diotopsi. Richard Owen (1835) adalah yang
pertama kali mendeskripsikan parasit ini dan dinamakannya encysted larvae.

Hospes dan Nama Penyakit


Selain manusia, berbagai binatang seperti babi, tikus, beruang, kucing, anjing,
1 babi hutan dan Iain-lain dapat merupakan : hospes. Penyakit yang disebabkan
parasit ini disebut trikinosis, trikinelosis atau trikiniasis.

Distribusi Geografik
Cacing ini kosmopolit, tetapi di negeri beragama Islam parasit ini jarang
ditemukan pada manusia. Di Eropa dan Amerika Serikat parasit ini banyak di
temukan karena penduduknya mempunyai kebiasaan makan daging babi yang
dimasak kurang matang (sosis).

20

Morfologi dan Daur Hidup


Cacing dewasa bentuknya halus seperti rambut. Cacing betina berukuran 3-4
mm dan cacing jantan kira-kira 1,5 mm. Ujung anterior langsing dengan mulut
kecil, bulat tanpa papel. Ujung posterior, pada cacing betina membulat dan
tumpul pada cacing jantan melengkung ke ventral dengan dua buah papel.
Cacing betina bersifat vivipar dan biasanya masuk ke mukosa vilus usus,
mulai dari duodenum sampai ke sekum. Seekor cacing betina dapat
mengeluarkan 1500 larva. Larva tersebut dilepaskan di jaringan mukosa, masuk
ke dalam limfe dan peredaran darah, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh,
terutama otot diafragma, iga, lidah, laring, mata, perut, biseps dan Iain-lain. Pada
awal minggu ke-4 larva telah tumbuh menjadi kisla dalam otot bergaris lintang.
Kista dapat hidup di otot selama 18 bulan, kemudian terjadi perkapuran
dalam waktu 6 bulan sampai 2 tahun, Infeksi terjadi bila daging babi yang mengandung larva infektif yang terdapat di dalam kista dimakan.
Di usus halus bagian proksimal dinding kista dicemakan dan dalam waktu
beberapa jam larva dilepaskan, segera masuk mukosa, lahimenjadi cacing dewasa

dalam waktu 1,5-2 hari.


Patologi dan Gejala Kliois
Gejala trikinosis tergantung pada berarnya infeksi yang disebabkan oleh
cacing dewasa dan stadium larva.
Pada saat cacing dewasa mengadakan inyasi ke mukosa usus, timbiil gejala
usus seperti sakit perut, diare, mual dan muntah. Masa tunas 1-2
harisesudahinfeksi.
Larva tersebar di otot 7-28 hari se-sudah infeksi. Pada saat itu timbul nyeri
otot (mialgia) dan radang otot (miositis) yang disertai demam, eosinofilia.
Gejala yang disebabkan larva tergantung juga pada alat yang dihinggapi
misalnya dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian, gejala pernapasan dan kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan kelainan jantung dan
susunan saraf pusat bila larva T.spiralis tersebar di alat-alat tersebut. Bila masa

21

akut telah lalu, biasanya penderila sembuh secara perlahan-lahan bersamaan


dengan dibentuknya kista dalam otot. Pada infeksi berat ( 5000 ekor larva/ kg
berat badan) penderita mungkin meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi
biasanya kematian terjadi dalam waktu 4-8 minggu sebagai akibat kelainan pada
otak atau kelainan jantung.

Diagnosis
Di samping diagnosis klinis yang tidak dapat diabaikan,. diagnosis pasti
sering tergantung pada pemeriksaan laboratorium.
Tes kulit dengan memakai antigen yang terbuat dari larva Trichinella dapat
memberikan reaksi positif pada minggu ke-3 atau ke-4. Reaksi berupa benjolan
memutih pada kulit dengan diameter 5 mm atau lebih yang dikelilingi daerah
eritema. Reaksi imunologi lainnya seperti tes : ikat komplemen dan tes presipitin
dapat juga dilakukan. Mencari larva di dalam darah dan cairan otak dapat
dilakukan pada ban ke 8-14 sesudah infeksi. Dengan biopsi otot, larva Trichinella
dapat ditemukan pada 1 minggu ke-3 atau ke-4 sesudah infeksi.

f. Ancylostoma duodenale

Hospes dan Nama Penyakit


Hospes parasit ini adalah manusia, cacing ini menyebabkan ankilostomiasis.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang melekat pada
dinding usus. A.duodenale mengeluarkan kira-kira 5000-10000 butir telur sehari.
Betuk tubuh A.duodenaale seperti huruf C, rongga mulut terdapat dua pasang
gigi. Cacing jantan punya bursa copulatriks. Daur hidupnya sebagai berikut:
Telur

larva

rabditiform

larva

filariformmenembus

kulitkapiler

darahjantung kananparubronkustrakealaringusus halus.

22

Patologi dan Gejala Klinis


Stadium Larva: infeksi larva filariform A.duodenale secara oral menyebabkan
penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit leher,
dan serak.
Stadium dewasa: gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing, dan
keadaan gizi penderita. A.duodenale menyebabkan kehilangan darah sebanyak
0.08cc-0,34cc. pada infeksi kronik terjadi anemia hipokrom mikrositer. Cacing
tambang basanya tidak menyebabkan kematian hanya daya tahan yang
berkurang.

Diagnosis
Dianois ditegakan dengan menemukan telur dala tinja segar. Dalam tinja yang
lama mungkin ditemukan larva.

Pengobatan
Pirantel pamoat 10mg/kg berat badan memberikan hasil cukup baik, bilamana
digunakan beberapa hari berturut-turut.

Epidemiologi
Insidens tinggi ditemukan di Indonesia, terutama daerah pedesaan, khususnya
perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan langsung berhubungan dengan tanah
yang mendapat infeksi lebih dari 70%.
Kebiasaan defekasi di tanah atau pemakaian tinja sebagai pupuk penting
dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah
gembur dengan suhu 23C-25C.

23

g.

Trichuris trichiura

Hospes dan Penyakit


Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit ini disebut trikuriasis.

Morfologi dan Daur Hidup


Panjang cacing betina 5cm dan jantan 4cm. bagian anterior langsing seperti
cambuk. Bagian posterior bentuknyalebih gemuk pada cacing betina bentunya
membulat tumpul. Cacing dewasa hidup di colon ascenden dan sekum dengan
bagian anteriornya seperti cambuk masukkedalam mukosa usus. Cacing beina
menghasilkan sekitar 3000-20000 butir.
Daur hidup: infektif 6 minggu di lingkungan yang sesuaitelur tertelan
hospesusus halussetelah dewasa turun ke colon, terutama sekum

Patologi dan Gejala Klinis


Cacing Trichuris pada manusia hidup di sekum akan tetapi dapat juga
ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat terutam apada anak cacing
tersebar di seluruh kolon dan rectum,. Cacing ini memasukan kepalanya ke
dalam mukosa usus. Ditempat perlekatannya dapat terjadin perdarahan.

24

Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja.
Pengobatan
Albendazol 400mg
Mebendazol 100mg selama tiga hari berturut-turut

Epidemiologi
Faktor penting penyakit kontaminasi tanah adalah telur yang tumbu ditanah
liat dan teduh dengan sushu optimum. Frekuensi tinggi di Indonesia sekitar 3090%.

25

h.

Strongyloides stercoralis
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes utama cacing ini . parasit ini menyebabkan

strongyloidiasis.
Morfologi dan Daur Hidup
Hanya cacing dewasa betina hidup sebagai parasit div illus duodenum dan
jejunum. Cacing betina berbentuk filiform yang halus tidak berwarna dan
panjangnya 2 mm. cara berkembangbiak dengan partenogeneisi.
Siklus

langsung:

2-3hari

filariforminfektif

di

menembus

tanahlarva
kulit

rabditiformlarva
manusiaperedatran

darahjantungparualveolus trakea dan laringusus haluscacing


dewasa.
Siklus tidak langsung: terjadi bila keadaaan lingkungan sekitarnya tidak
optimum dan tidak sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan larva rabditiform.
Autoinfeksi: larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus
atau anus. Larva menembus mukosa maka akan terjadi daur perkembangan
dalam hospes.

Patologi dan Gejala Klinik


Larva filariform yang banyak menyebabkan kelainan kulit yaitu creeping
eruption yang disertai dengan gatal hebat. Cacing deasa menyebabkan keainan
pada mukosa usus. Mungkin ada mual dan muntah diare dan konstipasi saling
bergantian.

Diagnosis

26

Ditemukan larva rabditiform di dalam tinja segar dalam bikan atau dealam
aspirasi duodenum. Biakan selama-lamnya 2x24 jam menghasilkan larva
filariform.

Pengobatan
Albendazol 400mg dua kali sehari. Mebendazo 100mg iga kali sehari selama
4 minggu. Mengobati orang yang mengandung parasit adalah penting mengingat
autoinfeksi.

Epidemiologi
Daerah yang panas, kelembapan tinggi dan sanitasi yang kurang sangat
menguntungkan untuk cacing ini. Tanah yang baik adalah tanah yang gembur.
Frekuensi di Jakarta sekitar 15% sekarang jarang di temukan.

Pengobatan
Pengobatan trikinosis terutama dilakukan secara simtomatis. Sakit kepala dan
nyeri otot dapat dihilangkan dengan obat analgetik. Obat sedatif kadang-kadang
perlu juga terutama bila ada kelainan susunan saraf pusat.
Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama bcberapa hari mempunyai efek
me-matikan terhadap fase invasif dan fase. pembentukan kapsul Trichinella. Obat
diberikan 2x] tablet 100 mg selama beberapa hari.

Epidemiologi.
Dilihat dari daur hidupnya, babi dan tikus memelihara infeksi di alam. Infeksi
pada babi terjadi karena babi makan tikus yang mengandung larva infektif dalam
ototnya, atau karena babi makan sampan dapur dan sampah pejagalan yang berisi
sisa-sisa daging babi yang mengandung larva infektif.
Sebaliknya, tikus mendapat infeksi karena rnafran sisa daging babi di
pejagalan atau di rumah dan juga karena makan bangkai tikus: Frekuensi

27

trikinosis pada manusia tinggi di daerah yang banyak makan babi yang diberi
makahan dari sisa pejagalan, misalnya di Amerika Serikat daerah Timur Laut.
Frekuensi di daerah . Selatan dan Baxat-Tengah rendah, karena babi diberi
makan gandum.

2.

Syarat Cacing Masuk ke Dalam Tubuh


Cacing parasit yang dapat menginfeksi manusia dapat menembus kulit disaat

kulit sedang tidak utuh, atau dia mengalami beberapa degradasi lapisan.
Permukaankulitintak(physiological degloving)

adalah

jaringan

subkutan

terlepasdarijaringandibawahnya,sedangpermukaanluartanpaluka. Salah satu fungsi


fisiologi utama kulit adalah barier terhadap infeksi. Yang terletak pada stratum
korneum. Stratum corneum merupakan lapisan yang terdapat di permukaan kulit.
Lapisan ini dikenal sebagai lapisan tanduk yang tersusun dari sel-sel mati yang siap
mengelupas. Sel-sel ini bersifat keras dan tahan terhadap air. Di tempat tertentu
lapisan ini mengalami penebalan seperti penebalan di telapak tangan dan tapak kaki.

28

Resistensi host tergantung dari beberapa faktor yaitu kulit yang intak, fungsi
membran mukosa sebagai barier terhadap invasi bakteri, dan respon imun host untuk
melawan toksin. Infeksi berawal dari trauma minor pada kulit, luka bakar, luka
operasi, gigitan serangga atau garukan pada kulit sehingga barier kulit terganggu.
Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh
larva dimana larvamenggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel,
fisura atau kulit intak. Setelahpenetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya.
Biasanya migrasi dimulai dalam waktubeberapa hari.Larva stadium tiga menembus
kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per hari, biasanyaantara stratum
germinativum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalantanpa
tujuan

sepanjang

dermoepidermal.

Hal

ini

menginduksi

reaksi

inflamasi

eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.Larva
bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang menembus
kedermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak mempunyai enzim
kolagenaseyang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai ke dermis. Sehingga
penyakit inimenetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang disekresi larva
menyababkan inflamasisehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi. Meskipun larva
tidak bisa mencapai intestinumuntuk melengkapi siklus hidup.
Stratum korneum merupakan lapisan kulit tertular yang salah satu fungsinya
adalah mempertahankan keseimbangan air dalam kulit agar kulit tidak menjadi
kering. Kulit kering

mungkin disebabkan oleh eksema ringan yang persisten.

Peradangan kulit ringan ini menyebabkan hiperplasia epidermis dan gangguan


keratinisasi. Sel stratum korneum pada kulit normal mendatar menyebabkan
penurunan permeabilitas terhadap air. Sel dari stratum korneum lebih kecil dan
kurang mengandung ceramide dibandingkan sel kulit normal. Sel yang berukuran
kecil menunjukkan sel ini tidak mendatar sehingga permeabilitasnya terhadap air
meningkat. Dengan kata lain stratum korneum lebih rentan terhadap invasi bahanbahan yang larut dalam air dibandingkan kulit normal. Ceramide merupakan
komponen lemak insterseluler pada stratum korneum yang berperan penting dalam

29

menahan air. Ceramide dapat dibagi dalam beberapa fraksi, semua fraksi menurun
dan penurunan Caramide mempunyai peranan penting dalam fungsinya sebagai barier
pada stratum korneum. Abnormalitas metabolisme asam lemak esensial mungkin juga
berhubungan dengan kulit kering. Berkurangnya aktivitas delta 6 desaturase diduga
sebagai sumber penurunan metabolit linoleat dan linolenat. Asam linoleat dan
linolenat adalah asam lemak esensial yang berperan pada struktur normal dan fungsi
barier

epidermis

dan

membentuk

bahan

tipeeicosanoid

dari

mediator

Telur yang terbuahi


Telur menjadi
keluarinfektif
bersama
(matang)
tinja
Telur
setelah
infektif3 (matang)
minggu ditertelan
tanah
Telur menetas
oleh manusia
di usus menjadi larva

peradangan(prostaglandin danleukotrien). Penemuan lain menunjukkan bahwa di


lapisan granuler epidermis terdapat profilagrin yaitu suatu protein dengan berat
molekul tinggi didesfosforilasi menjadi filagrin, yang selanjutnya menyebabkan
Masuk pembuluh
darah faktor).
moisturizing

kerusakan pembentukan
pelembab
alami (natural
Pendarahan, penggumpalan
sel leukositfaktor
dan eksudat
di alveolus
Dinding
alveolus
Kekeringan

kulit

menunjukkan

bahwa

stratum

korneum

tidak

larva
mampu

mempertahankan hidrasi secara adekuat diaman terjadi penurunan kemampuan


mengikat air dan peningkatan pengeluaran air transepidermal. Hal ini dapat
Respon Imun ke antigen

Konsolidasi paru

Diare,dll
mengakibatkan struktur kulit menjadi lebih rapuh dan cenderung membentuk
retak

atau fisura. Di samping itu kulit menjadi lebih rapuh dan cenderung membentuk retak
ataufisura.
DiBatuk
samping
itu
kulit nafas
kering
cenderung
mengalai penurunan ambang rasa
Panas
darah
Sesak
Pneumonitis
ascaris
Trakhea

Bronkus
gatal, sehingga kulit menjadi lebih mudah gatal dan menimbulkan
siklus gatal-garuk-

gatal, proses ini menyebabkan kerusakan stratum korneum. Keadaan tersebut


Mual

Batuk Selanjutnya terjadi


menimbulkan gangguan fungsi sawar stratum korneum.

peningkatan iribilitas
kulit, sehingga
memudahkan
Diare
Gangguan
usus terjadinya dermatitis kontak iritan.
Faring
Cacing dewasa di usus halus

3. Patofisiologi cacingan

Nafsu makan berkurang

Obstruksi usus (ileus obstruktif)

Konstipasi

Malabsorpsi

malnutrisi

kurus
Reproduksi cacing dewasa
Menghasilkan telur

Pusat kenyang di otak Usus mengeluarkan


Dianggap
PYY3-36
makanan dalam usus
Peregangan lumen usus
Neuron Afferen

Muntah

Distensi usus belebihan


MualAntiperistaltik mulai terjadi

30

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang
yang rentan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada
paru yang disertai batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiitrat
yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan tersebut disebutsindrom Loeffler.
Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang
penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang,
diare ataukonstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi dan pe-nurunan status kognitif pada anak sekolah
dasar. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi
obstruksi usus (ileus). Pada keadaan ter-tentu cacing dewasa mengembara ke saluran
empedu, apendiks, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga
kadang-kadang perlu tindakan operatif.

31

Patofiologi Toxocara canis dan Toxocara cati


Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat

dalam. KeSainan yang timbul karena migrasi larva dapat berupa perdarahan, nekrosis,
dan peradangan yang didominasi oleh eosinofil. Larva dapat terbungkus dalam
granuloma kemudian dihancurkan atau tetap hidup selama bertahun-tahun.
Kematian larva menstimulasi respons imun immediate-type hypersensitivity yang
menimbulkan penyakit visceral larva migrans (VLM), dengan gejala demam.
pembesaran hati dan limpa, gejala saluran napas bawah seperti bronkhospasme (mirip,
hipergammaglobulinemia IgM, TgG dan IgE). Kelainan pada otak menyebabkan
kejang, gejala neuropsikiatrik atau ense-falopati. Berat ringannya gejala klinis
dipengaruhi oleh jumlah larva dan umur penderita. Umumnya- penderita VLM adalah
anak usia di bawah 5 tahun karena mereka banyak bermain di tanah atau kebiasaan
memakan tanah (geofagia atau pica) yang terkontaminasi tinja anjing atau kucing.
VLM dapat juga disebabkan oleh larva Nematoda lain.
Kelainan karena migrasi larva pada retina mata disebut occular larva migrans
(OLM) biasanya unilateral dapat berupa penurunan penglihatan yang dapat disertai
strabismus pada anak, invasi retina disertai pembentukan granuloma yang dapat menyebabkan terlepasnya retina, endofthal-mitis dan glaukoma hingga kebutaan.

32

Telur akan menjadi larva


Telurdiakan
tanah
menjadi
yang sesuai
larva larva
dengan
rhabditiform
suhu dan kelembabannya
& larva rhabditiform menjadi larva fil
Telur keluar dari tinja

Pruritus kulit ( Rasa gatalMasuk


di kaki)
ke kulit (telapak kaki)

Diare, dll

Masuk ke pembuluh darah


Respon Imun ke antigen

Patofisiologi Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale,


ancylostoma branziliense dan ancylostoma caninum).
Batuk

Batuk berdarahDinding alveolus

Iritasi faring

Faring

Trakhea

Saluran
pencernaan
Cacing dewasa bertelur di dlm 1/3 atas
usus halus

Bakteri normal berusaha untuk mencerna , karena dianggap ma


Larva hidup sampai 8 tahun & menghisap darah

Menimbulkan anemia dan penurunan gizi serta terdapat sedikit darah dalam tinja
Bakteri mengeluarkan gas

Sering flatus dan kembung

33

Gejala

Stadium larva:
Gejala

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, makaterjadi perubahan kulit
yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan. Infeksi larva
filariform. duodenale secara oral menyebabkan penyakit wakana dengan gejala
mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit leher, dan serak.5
2. Stadium dewasa
Gejala tergantung pada (a) spesies dan jumlah cacing dan (b) keadaan gizi
penderita (Fe dan protein). Tiap cacing N.americanus menyebabkan ke-hilangan
darah sebanyak 0,005 - 0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. Pada
infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Di samping itu
juga terdapat eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian,
tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.

Patofisiologi Trichuriasis ( cacing


trichuris trichiura)
Cacing Trichuris pada manusia ter-utama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga

ditemukan di kolon asendens

34

Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing tersebar di seluruh kolon dan rektum.
Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat raengejannya penderita pada waktu defekasi.
Cacing ini tnemasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi
trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Di tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu cacing ini juga mengisap darah
hospesnya, sehingga dapat menye-babkan anemia.
Penderita terutama anak-anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun,
menunjukkan gejala diare yang sering diselingi sindrom disentri, anemia, berat
badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.
Pada tahun 1976, bagian Parasitologi FKUI telah melaporkan 10 anak dengan
trikuriasis berat, semuanya menderita diare selama 2 - 3 tahun.
Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau
protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau
sama sekali tanpa gejala. Parasit ini sering ditemukan pada pemeriksaan tinja secara
rutin.

Patofisiologi Strongyloides stercoralis


Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit, tknbul kelainan kulit

yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang hebat.

35

Cacing dewasa menyebabkan. kelainan pada mukosa usus halus. Infeksi ringan
Strongyloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak
menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti ter-tusuktusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada mual dan
muntah; diare dan konstipasi saling bergantian. Pada strongiloidiasis dapat terjadi
autoinfeksi dan hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup se-bagai
parasit dapat ditemukan di seluruh traktus digestivus dan Iarvanya dapat ditemukan
di berbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu).
Pada pemeriksaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau hipereosinofilia
meskipun pada banyak kasus jumlah sei eosinofil normal.

dewasa akan mermigrasi pada malam hari ke daerah sekitar anus, untuk bertelur
Mengakibatkan
Pruritus ani
Terdeposit di sekitar
area anus
Sukar untuk tidur

Dapat juga tertular di pakaian/ peralatan tidur & debu rumah Digaruk

Patofisiologi cacing Oxyuris vermicularis (cacing kremi)


Telur tertempel di kuku jari tangan (self-infe

Larva bermigrasi ke sekum / appendiks


Tinggal sampai dewasa
Usus (telur menetes) Ke Mulut

Nyeri perut
Iritasi pada lapisan mukosa sekum
Rasa mual
Muntah
Diare

36

Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti.


Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum dan vagina
oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus lokal. Karena cacing bermigrasi ke daerah anus dan menyebab-kan
pruritus ani, maka penderita meng-garuk daerah sekitar anus sehingga timbul luka
garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari hingga
penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Kadang-kadang cacing dewasa
muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung, esofagus dan
hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah tersebut. Cacing betina gravid
mengembara dan dapat ber-sarang di vagina dan di tuba Fallopii sehingga
menyebabkan radang di saluran telur. Cacing sering ditemukan di apendiks tetapi
jarang menyebabkan apendisitis.
Beberapa gejala infeksi Enterobius vermicularis yaitu kurang nafsu makan, berat
badan turun, aktivitas meninggi, enuresis, cepat marah, gigi menggeretak, insomnia
dan masturbasi, tetapi kadang-kadang sukar untuk membuktikan hubungan sebab dengan
cacing kremi.

37

Patofisiologi Trichinella spiralis


Gejala trikinosis tergantung pada beratnya infeksi yang disebabkan oleh cacing

dewasa dan stadium larva.


Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi ke mukosa usus, timbul gejala usus
seperti sakit perut, diare, mual dan muntah. Masa tunas 1-2 hari sesudah infeksi.
Larva tersebar di otot 7-28 hari sesudah infeksi. Pada saat itu timbul nyeri otot
(mialgia) dan radang otot (miositis) yang disertai deinam, eosinofilia dan
hipereosinofilia.
Gejala yang disebabkan iarva tergantung juga pada alat yang dihinggapi misalnya
dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian, gejala per-napasan dan
kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan kelainan jantung dan susunan saraf
pusat bila larva T.spiralis tersebar di alat-alat tersebut. Bila masa akut telah lalu,
biasanya penderita serabuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan dibentuknya kista
dalam otot.
Pada infeksi berat ( 5000 ekor larva/ kg berat badan) penderita mungkin meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4-8
minggu sebagai akibat kelainan paru, otak atau kelainan jantung.

38

4. Penegakan Klinis/Diagnosa
Anamnesis:
Apakah cepat lelah, bb turun, batuk tak sembuh-sembuh, nyeri perut, sering
sakit, diare, prestasi di sekolah menurun.
Kesan umum :
Perut buncit, rambut seperti rambut jagung, wajah pucat, mata belekan,
pertumbuhan terganggu, biasanya anak lebih pendek, kulit turgor.
PEMERIKSAAN FISIK
I. INSPEKSI
Dalam melakukan inspeksi posisi pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Dilihat apakah terdapat kelainan pada kulit dinding perut ( striae, kolateral, dll ). Bila
memperhatikan

kontur

abdomen

dan

memperhatikan

peristaltik,

sebaiknya

pemeriksaan dalam posisi jongkok sehingga abdomen terlihat dari samping. Dilihat
apakah terdapat pembengkakan pada kuadran kanan atas akibat pembesaran hati.
Apa yang diinspeksi :
1. Menentukan pembagian kuadran-kuadran dan regio-regio abdomen dengan garisgaris khayal pada permukaan dinding abdomen.

39

2. Menyebutkan organ-organ yang terdapat pada masing-masing kuadran dan regio.


3. Kontour dari abdomen. Apakah datar ( flat ), kembung/membuncit ( protuberant),
seperti perut kodok (pada asites),rounded Scaphoid ( concave atau hollowed).
4. Apakah terdapat pembengkakan yang terlokalisasi di regio tertentu.
5. Kulit : Lihat apakah ada jaringan parut, striae, dilatasi vena, vena kolateral dan
terangkan lokasinya.
6. Umbilikus : Lihat contour dan lokasinya, tanda tanda peradangan, caput medusae
dan hernia umbilikalis.
7. Simetrisitas dari abdomen.
8. Adanya organ yang membesar. Pada saat pasien bernafas perhatikan apakah hepar
membesar atau limpa membesar turun dibawah arcus costarum.
9. Apakah ada massa /tumor.
10.Lihat peristaltik usus. Peristaltik usus akan terlihat dalam keadaan normal pada
orang sangat kurus. Bila ada obstruksi usus perhatikan beberapa menit.
11. Pulsasi. Dalam keadaan normal pulsasi aorta sering terlihat di regio epigastrica.
II. AUSKULTASI
Letakkan stetoskop anda pada area abdomen. Lakukanlah auskultasi disetiap
kuadran/regio dinding abdomen secara simetris. Catatlah kalau ditemui bruits dan
identifikasi bunyi usus normal.
Auskultasi berguna dalam menilai pergerakan usus dan adanya stenosis arteri
atau adanya obstruksi vascular lainnya. Auskultasi paling baik dilakukan sebelum
palpasi dan perkusi karena palpasi dan perkusi akan mempengaruhi frekwensi dari
bising usus. Letakan stetoskop di abdomen secara baik. Dengarlah bunyi usus dan
catatlah frekwensi dan karakternya. Normal bunyi usus terdiri dari Clicks dan
gurgles dengan frekwensi 5 15 kali permenit. kadang-kadang bisa didengar bunyi
Borborygmi yaitu bunyi usus gurgles yang memanjang dan lebih keras karena
hyperperistaltik. Bunyi usus dapat berubah dalam keadaan seperti diare, obstruksi
intestinal, ileus paralitik, dan peritonitis. Pada pasien dengan hypertensi dengarkan di
epigastrium dan pada masing kwadran atas bunyi bruits vascular yang hampir sama

40

dengan bunyi bising jantung (murmur). Adanya bruits sistolik dan diastolik pada
pasien hypertensi akibat dari stenosis arteri renalis. Bruit sistolik di epigastrium dapat
terdengar pada orang normal. Jika kita mencurigai adanya insufisiensi arteri pada
kaki maka dengarkanlah bruits sistolik diatas aorta, arteri iliaca, dan arteri femoralis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ascariasis
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah eosinofilia, ditemukan telur
cacing pada tinja atau cacing dewasa keluar tubuh dan ditemukan dalam tinja.
Cacing kremi
Pemeriksaan laboratorium : pada pemeriksaan darah ditemukan sedikit
eosinofilia, di daerah perianal dengan swab atau di dalam tinja ditemukan telur
atau cacing dewasa. Anal swab ditempelkan disekitar anus pada waktu pagi hari

sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat (cebok).


Cacing tambang
Pemeriksaan laboratorium : ditemukan telur cacing tambang di tinja pasien dan
dapat ditemukan larva cacing tambang dalam sputum. Kadang-kadang terdapat
sedikit darah dalam tinja. Eosinofilia akan terlihat jelas pada bulan pertama
infeksi cacing ini.

Thricuriasis
Pemeriksaan laboratorium : terjadi anemia hipokronik yang disebabkan
pendarahan kronis. Pada tiap-tiap infeksi didapatkan eosinofilia sebesar 5-10 %.
Di dalam tinja pasien terdapat telur dan cacing dewasa.
a. Pemeriksaan Makroskopik Feses
Persiapan Sampel:
Feses untuk pemeriksaan sebaiknya berasal dari defekasi spontan yang
dikumpulkan pagi hari sebelum sarapan atau dapat juga feses sewaktu dan
harus segera diperiksa dalam 2-3 jam setelah defekasi (feses segar); kalau
dibiarkan mungkin sekali unsur-unsur dalam tinja menjadi rusak. Pasien
diberitahu agar sampel tidak tercampur urine atau sekresi tubuh lainnya.
Pengumpulan atau Pengambilan Sampel:

41

Wadah pengumpulan atau pengambilan feses sebaiknya ialah pot


kaca/plastik yang bermulut lebar, tertutup rapat, dan bersih. Wadah diberi
label/identitas pasien, dan keterangan klinis pasien. Pilihlah selalu sebagian
dari tinja yang memberi kemungkinan sebesar-besarnya untuk menemui
kelainan seperti bagian yang bercampur darah atau lendir.
Hasil dan Interpretasi

Warna :
Tinja normal berwarna kuning coklat/coklat muda/coklat tua. Warna
tinja yang dibiarkan pada udara menjadi lebih tua karena terbentuknya
lebih banyak urobilin dari urobilinogen yang dieksresikan lewat usus.
Selain urobilin yang normal ada, warna tinja dipengaruhi oleh jenis
makanan, kelainan dalam saluran cerna, dan oleh obat-obat yang
diberikan.
Bau :
Bau normal disebabkan oleh indol, skatol, dan asam butirat. Bau
busuk disebabkan proses pembusukan protein yang tidak dicerna oleh
bakteri, bau asam menunjukkan pembentukan gas dan fermentasi
karbohidrat yang tidak dicerna atau diabsorbsi sempurna/lemak yang
tidak diabsorbsi. Bau anyir dapat disebabkan adanya
perdarahan pada saluran cerna.

Bentuk dan Konsistensi :


Feses normal berbentuk sosis dan agak lunak. Pada diare konsistensi

menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan pada konstipasi didapat tinja
dengan konsistensi keras.
Lendir :
Pada feses normal tidak ada lendir. Bila terdapat lendir berarti ada
iritasi atau radang dinding usus. Jika lendir hanya ditemukan dibagian
luar feses, lokasi iritasi mungkin usus besar, jika bercampur dengan feses
mungkin iritasi berasal dari usus halus.
Darah :
Feses normal tidak mengandung darah. Jika terdapat darah, perhatikan
apakah darah itu segar (merah muda), coklat atau hitam dan apakah

42

bercampur atau hanya dibagian luar feses saja. Perdarahan yang terjadi di
bagian proksimal saluran cerna menyebabkan feses berwarna hitam.
Jumlah darah yang banyak mungkin disebabkan oleh ulkus, varises
esofagus, karsinoma atau hemoroid.
Cacing :
Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies cacing
lainnya yang mungkin didapatkan dalam feses.
b. Pemeriksaan Mikroskopis Feses
Sediaan hendaknya tipis, agar unsur-unsur jelas terlihat dan dapat
dikenal.Bahan dan alatyang dibutuhkan dalam pemeriksaan mikroskopis yaitu
kaca objek, kaca penutup, larutan/reagen: Larutan NaCl 0,9% atau larutan
eosin 1-2%, larutan asam asetat 10% (untuk memperjelas leukosit), lidi atau
aplikator lainnya, mikroskop.
Prosedur Kerja
1. Tetesi kaca objek di sebelah kiri dengan 1 tetes NaCl 0,9% dan sebelah
kanan dengan 1 tetes larutan eosin 1-2%
2. Dengan lidi ambil sedikit tinja di bagian tengahnya atau pada bagian yang
mengandung lendir/darah/nanah.
3. Campurkan dengan tetesan larutan sampai homogen, buang bagian-bagian
kasar
4. Tutup dengan kaca penutup sedemikian rupa sehingga tidak terbentuk
gelembung gelembung udara
5. Periksa secara sistematik dengan menggunakan pembesaran rendah
(objektif 10x atau lapangan pandang kecil=LPK), kemudian dengan
objektif 40X atau lapangan pandang besar = LPB.
6. Jumlah unsur-unsur yang nampak dilaporkan secara semikuantitatif, yaitu
jumlah rata-rata per LPK atau per LPB (untuk eritrosit dan leukosit).
Unsur-unsur yang kurang bermakna seperti epitel dan kristal dilaporkan
dengan + (ada), ++ (banyak), +++ (banyak sekali). Untuk memperlambat

43

kekeringan pada sediaan maka tepi sediaan dapat direkatkan dengan lilin
cair/entelan/pewarna kuku (kuteks). Pada pewarnaan dengan eosin, sediaan
harus tipis sehingga warnanya merah jambu muda. Bila warnanya merah
jambu tua atau jingga maka berarti sediaan terlampau tebal.
Hasil dan Interpretasi

Sel epitel: Beberapa sel epitel yang berasal dari dinding usus bagian distal
dapat ditemukan dalam keadaan normal. Jika sel epitel berasal dari bagian
yang lebih proksimal, sel-sel itu sebagian atau seluruhnya rusak. Jumlah

sel epitel bertambah banyak kalau ada peradangan dinding usus.


Makrofag: Sel- sel berinti satu memiliki daya fagositosis, dalam
plasmanya sering dilihat sel-sel lain (leukosit, eritrosit) atau benda-benda

lain.
Leukosit: Lebih jelas terlihat kalau feses dicampur dengan beberapa tetes
larutan

asam acetat 10%. Kalau hanya dilihat beberapa dalam seluruh

sediaan, tidak ada artinya. Jumlah leukosit meningkat pada disentri

basiler, kolitis ulserosa, dan peradangan lain.


Eritrosit: Hanya dilihat kalau lesi mempunyai lokalisasi dalam kolon,

rektum atau anus. Keadaan ini selalu bersifat patologis.


Kristal-kristal: Pada umumnya tidak banyak artinya. Dalam feses normal
mungkin terlihat kristal tripelfosfat dan kalsium oksalat. Kristal
Charcot-Leyden biasanya ditemukan pada kelainan ulseratif usus, kristal

hematoidin dapat ditemukan pada perdarahan usus.


Telur cacing : Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris
trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya.

44

DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata,R.1999.Penuntun Laboratorium Klinik.Jakarta: PT Dian

Rakyat
Susanto, I. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta. 6-32 hal.


Sudoyo, AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 Jilid 3. Interna

Publishing. Jakarta. 2938-2941 hal.


Widoyono. 2005. Penyakit Tropis. Erlangga. Jakarta. 128-136 hal.
http://id.scribd.com/doc/52716905/CREEPING-ERUPTION
http://kedokteranunib.net/forum/printthread.php?tid=4&page=2
http://www.sentra-edukasi.com/2011/08/struktur-fungsi-kulitmanusia.html#.UHQU1y4xrig

Anda mungkin juga menyukai