Kasus 3
CACINGAN
Serang anak perempuan berusia 7 tahun , di antar ibunya ke puskesmas
dengan keluhan anak tampak lesu. Si anak malas makan dan BB kurang dari normal
tetapi perut tampak agak buncit. Pada pemeriksaan fisis kuku terlihat panjang dan
hitam. Bising usus sangat ramai dan nyaring, pemeriksaan laboratorium feses di
dapatkan telur yang dibuahi. Menurut ibunya suka main tanah dan mempunyai
kebiasaan menggigit kukunya. Menurut tetangganya anaknya terkena cacingan.
STEP I
1. Lesu
2. Buncit
3. Bising usus
4. Feses
5. Cacingan
makanan.
: kumpulan gejala gangguan tubuh akibat cacingan parasit
STEP II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
STEP III
1. Nematoda usus:
a) Cacingan yang ada di tanah
b) Sanitasi yang buruk
c) Lingkungan kotor
d) Kebiasaan tubuh yang kurang di jaga
e) Defekasi tidak pada tempatnya, contoh : jamban
f) Keadaan imun yang menurun
g) Tidak mencuci tangan sebelum makan
h) Makanan tidak matang
2. Klasifikasi
Nematoda usus:
i.
Ascaris lumbricoides
ii. Necator americanus
iii.
Necator duodenale
iv. Toxco caracanis
v. Toxco carcati
vi. Oxyuris vermicularis
vii.
Trichinella spiralis
viii.
Ancylostoma duodenale
ix. Trichuris trichiura
x. Strongyoloides stercoralis
Ascaris lumbricoides
i.
Jantan : panjang 15 sampai 30 cm, lebar 0,2 sampai 0,4 , terdapat
ii.
specula.
Betina : panjang 20 sampai 35 cm, lebar 0,3 sampai 0,6 bertelur 100.000
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
dewasa).
Gejala klinis :
Gangguan larva : pendarahan, penggumpalan leukosit, eksudat, batuk,
demam, eosinofilia.
Cacing dewasa : mual, nafsu makan menurun, diare, konstipasi, obstruksi
ix.
usus (ileus).
Necator americanus
i.
Jantan : panjang 0,7 cm sampai 0,9 cm
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
Sel
T
IL-4
IL
-5
SEL
B
Perkembang
an eosinofil
IGE
Aktivasi sel
Histamine
tritase
Meningkat
gerakan usus di
induksi sel mast
Sekresi granul
enzim
hancurkan
parasit
Menyelubungi cacing
Pencegahan
Absorpsi Na oleh histamine &
prostaglandin
DIARE
6. Pemeriksaan
Anamnesis : berat badan turun, lesu, nafsu makan menurun, pola hidup
Pemeriksaan fisik : perut buncit, kuku hitam panjang, bising usus meningkat
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan feses (mikroslkopis), pemeriksaan
darah (eosinofil, hemoglobin LED)
STEP IV
-
Morfologi
Daur Hidup
Gejala Umum
Gejala Klinis
Epidemiologi
Klasifikasi Cacing
Hubungan
Sistem
Imun
CACINGAN
Pendekatan Diagnosa
Faktor
Resiko
Anamnesis
Pemeriksaan
Helmintologi
Fisik
- Pemeriksaan
Penunjang
- Pencegahan dan
Platyhelminthes (Cacing Pipih)
Nemathelminthes
(Ilmu yang mempelajari
Terapi parasit berupa cacing)
STEP V
Nematoda
1. Klasifikasi
2. Pendekatan diagnosa
Nematoda ususNematoda jaringan
3. Syarat cacing masuk dalam tubuh
4. Patofisiologi cacingan
5. Pemeriksaan penunjang Usus
STEP VI
1. Ascaris Lumbricoides
1. Wuchereria Bancrofti
2. Toxocara Canis dan2.Toxocara
Brugia Malayi
Cati & Brugia timori
3. Cacing Tambang
3. Filariasis (Occult Fillariasis
ator americanus dan ancylostoma
4. Loa-loa
duodenale
(Cacing Mata)
stoma branziliense dan ancylostoma
5. Onchocerca
Caninum
volvulus
4. Trichuris Trichiura
5. Strongyloides Stercalaris
terobius Vermicularis (Oxyuris Vermicularis)
7. Trichinella Spiralis
Cestoda
Trematoda
Hati
Paru
Darah
Larva
1. Paragonimus westermani
1. Schistosoma Japonicum
1. Fasciolopsis buski
2. Schistosoma mansoni
2. Echinostomatidae
3. Heterophyidae 3. Schistosoma Haematobium
1. Opisthorchis Viverrini
2. Clonorchis Sinensis
3. Opisthorchis Filineus
4. Fasciola
1. Diphyllobothrium sp
2. T. Solium
3. H. Nana
4. E. Granulosus
5. Multiceps
1. D. Latum
2. T. Saginata
3. T. Solium
4. H. Nana
Dewasa
6. Dipylidium Caninum
1. KlasifikasiCacing
a. Ascaris lumbricoides
Distribusi Geografik
Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan di beberapa tempat
di Indonesia menunjukan bahwa prevalensi A.lumbricoides masih cukup tinggi
sekitar 60-90%.
tersebut dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju ke usus halus.
Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan
sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi akkariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya
60-90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran
tanah dengan tinja disekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci
dan ditempat pembuangan sampah. Di Negara-negara tertentu terdapat kebiasan
memakai tinja sebagai pupuk.
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu 25-30 C merupakan kondisi yang
sangat baik untuk berkembangnya telur A.lumbricoides menjadi bentuk infektif.
tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup
selama 7-8 minggu di tanah.
Telur cacing tambang yang besarnya 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan
mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform
panjangnya 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya 600 mikron.
1. Stadium larva:
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
Infeksi larva filariform A.duodenale secara oral menyebabkan penyakit wakana
dengan gejala mual, muntah, iritasi, faring, batuk, sakit leher dan serak.
2. Stadium dewasa :
Gejala tergantung pada: spesies dan jumlah cacing dan keadaan gizi penderita
(fed an protein). Tiap cacing N.americanus menyebabkan kehilangan darah
sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. pada infeksi
kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Di samping itu juga
terdapat eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian,
tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.
10
Epidemiologi
Insidens tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah
pedesaan, khususnya di perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah
mendapat infeksi lebih dari 70%.
Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun
(diberbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik
untuk pertumbahan larva ialah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu
optimum untuk N.americanus 28-32 C sedangkan A.duodenale lebih rendah 2325 C. pada umumnya A.duodenale lebih kuat. Untuk menghindari infeksi, antara
lain dengan memakai sandal atau sepatu.
11
Distribusi Geografik
Cacing teisebar secara kosmopolit; juga ditemukan di Indonesia. Di Jakarta
prevalensi pada anjing 38S3% dan pada kucing 26%.
Morfologi
Toxocara canis jantan mempunyai panjang 3,6- 8,5 cm sedangkan yang betina
5,7 - 10,0 cm, Toxocara cati jantan 2,5-7,8 cm yang betina 2,5-14, cm bentuknya
menyerupai Ascaris lutnbri-coides muda. Pada Toxocara conis terdapat sayap
servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati bentuk
sayap leblh lebar, sehingga kepalanya me-nyenipai kepala ular kobra. Bentuk
ekor ke-. dua spesies hampir sarha; yang jantan ekomya berfcentuk seperti.
tangan dengan jari yang sedang menunjuk (digitiform), sedangkan yang betina
ekomya bulat meruncing.
Siklus Hidup
Telur yang keluar bersama tinja anjing atau kucing akan berkembang menjadi
telur infektif di tanah yang cocok. Hospes definitif dapat tertular baik dengan
12
meneian telur infektif atau dengan memakan hospes paratenik yang tinggal di
tanah seperti cacing tanah, semut.1 Penularan larva pada anak anjing atau kucing
dapat terjadi secara transplasental dari induk anjing yang ter-infeksi12 atau
melalui air susu dari induk kucing terinfeksi.2 Telur tertelan manusia (hospes
paratenik) kemudian larva me-nembus dinding usus dan ikut dalam per-edaran
darah menuju organ tubuh (hati, jantung, paru, otak dan mata). Di dalam orang
larva tersebut tidak mengalami perkembangan lebih lanjut.
13
Diagnosis
Diagnosis pasti VLM dengan menemukan larva atau potongan larva dalam
jaringan sukar ditegakkan. Diagnosis serologi melalui deteksi antibodi IgG
terhadap antigen ekskretori sekretori larva T. canis disertai eosinofilia (>2000
seL/ mm3), atau peningkatan total IgE (>500 IU/ml) dapat membantu
menegakkan diagnosis. Pada penderita OLM, imuno diagnosis kurang sensitif
walaupun titer IgG yang lebih tinggi ditemukan pada cairan akueus atau vitreus.
Teknik pencitraan seperti USG, CT Scan dan MRI dapat digunakan untuk
men-deteksi lesi granulomatosa yang berisi larva Toxocara.
Pengobatan
Albendazol 400 mg dengan dosis dua kali perhari selama 5 hari dapat
menyembuhkan penderita VLM. Reaksi aJergi dapat diatasi dengan pemberian
korti-kosteroid. Pada penderita OLM dilakukan operasi vitrektomi, pengobatan
dengan anthelmintik, dan kortikosteroid.2
Pengendalian
14
Sejarah
Enterobius vermicularis (cacing kremi, pinworm, seatworm) telah diketahui
sejak dahulu dan telah banyak dilakukan jenelitian mengenai biologi,
epidemiologi dan gejala klinisnya.
Distribusi Geografik
Parasit ini kosmopit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin dari-pada
di daerah panas. Hal itu mungkin disebabkan pada umumnya orang di daerah
dingin jarang mandi dan mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini juga
ditunjang oleh eratnya hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya serta
lingkungan yang sesuai.
15
Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anterior ada pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut aloe. Bulbus esofagus jelas sekah,
ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh
telur. Cacing jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan ekomyamelingkar sehingga beotuknya seperti tanda Tanya (?) spikulum pada ekor jarang.
ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus besar dan di
usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum. Makanannya adalah isi usus.
Cacing betina yang gravid mengandung 11.000 - 15.000 butir telur, bermigrasi
ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya.
Telur jarang dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan di dalam tinja. Telur
berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimelrik). Dinding telur bening
dan agak lebih tebal dan dinding telur cacing tambang. Telur menjadi matang
dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan. telur resisten terhadap desinfektan dan
udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sanipai 13 hari.
Kopulasi cacing jantan dan berina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan
mati setelah kopulasi dari cacing betina mati setelah bertelur.
Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang atau bila larva dari telur
yang menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur
matang yang tertelan, telur menetas di duodenum dan larva rabditiform berubah
dua kali sebelum menjadi dewasa di yeyunum dan bagian atas ileum.
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur
matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah
perianal, berlangsung 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daumya hanya
berlangsung 1 bulan karena telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus
paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan.
Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited). Bila tidak ada
reinfeksi, tanpa pengobatanpun infeksi dapat berakhir.
16
Diagnosis
Infeksi cacing dapat diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar
anus pada waktu malam hari. Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan
cacing dewasa. Telur cacing dapat diambil dengan mudah dengan alat anal swab
yang ditempelkan di sekitar anus pada waktu pagi hari sebelum anak buang air
besar dan mencuci pantat (cebok).
Anal swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatellidah yang pada
ujungnya dilekatkan scotch adhesive tape. Bila adhesive tape ditempelkan di
daerah sekitar anus, telur cacing akan menempel pada perekatnya. Kemudian
adhesive tape diratakan pada kaca benda dan di-bubuhi sedikit toluol untuk
17
18
diberikan waktu pagi kemudian minum segelas air sehingga obat sampai ke
sekum dan kolon. Pirantel pamoat juga efektif. Efek samping mual dan muntah.
Mebendazol efektif terhadap semua stadium perkembangan cacing kremi,
sedangkan pirantel dan piperazin yang diberikan dalam dosis tunggal tidak
efektif terhadap telur.
Pengobatan secara periodik memberikan prognosis yang baik.
Epidemiologi
Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat
terjadi pada keluarga atau kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang
sama (asrama, rumah piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan
sekolah atau kafetaria sekolah dan menjadi sumber infeksi bagi anak-anak
sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang
mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%) di lantai, meja,
kursi bufet, tempat duduk kakus {toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian dan
tilam. Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi pada berbagai golongan
manusia 3%-8O%. Penelitian di daerah Jakarta Timur melaporkan bahwa
kelompok usia terbanyak yang menderita enterobiasis adalah kelompok usia 5-9
tahun yaitu pada 46 anak (54,1 %) dari 85 anak yang diperiksa. Penularan dapat
dipengaruhi oleh: Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah
perianal (autoinfeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain
maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-benda maupun pakaian
yang terkontaminasi. Debu merupakan sumber infeksi karena mudah
diterbangkan oleh angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan. Retrofeksi
melalui anus: larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali masuk
keusus.
Anjing dan kucing tidak mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi
sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.
19
Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi
daripada orang Negro.
Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Kuku hendaknya selalu
dipotong pendek, tangan dicuci bersih sebelum makan. Anak yang mengandung
cacing kremi sebaiknya memakai celana panjang jika hendak tidur supaya alas
kasur tidak terkontaminasi dan tangan tidak dapat menggaruk daerah perianal.
Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung
telur. Pakaian dan alas kasur hendaknya dicuci bersih dan diganti setiap hari.
e. Trichinella spiralis
Sejarah
Trichinella spiralis, pertama kali ditemukan dalam bentuk larva yang terdapat
dalam kista di otot pasien yang diotopsi. Richard Owen (1835) adalah yang
pertama kali mendeskripsikan parasit ini dan dinamakannya encysted larvae.
Distribusi Geografik
Cacing ini kosmopolit, tetapi di negeri beragama Islam parasit ini jarang
ditemukan pada manusia. Di Eropa dan Amerika Serikat parasit ini banyak di
temukan karena penduduknya mempunyai kebiasaan makan daging babi yang
dimasak kurang matang (sosis).
20
21
Diagnosis
Di samping diagnosis klinis yang tidak dapat diabaikan,. diagnosis pasti
sering tergantung pada pemeriksaan laboratorium.
Tes kulit dengan memakai antigen yang terbuat dari larva Trichinella dapat
memberikan reaksi positif pada minggu ke-3 atau ke-4. Reaksi berupa benjolan
memutih pada kulit dengan diameter 5 mm atau lebih yang dikelilingi daerah
eritema. Reaksi imunologi lainnya seperti tes : ikat komplemen dan tes presipitin
dapat juga dilakukan. Mencari larva di dalam darah dan cairan otak dapat
dilakukan pada ban ke 8-14 sesudah infeksi. Dengan biopsi otot, larva Trichinella
dapat ditemukan pada 1 minggu ke-3 atau ke-4 sesudah infeksi.
f. Ancylostoma duodenale
larva
rabditiform
larva
filariformmenembus
kulitkapiler
22
Diagnosis
Dianois ditegakan dengan menemukan telur dala tinja segar. Dalam tinja yang
lama mungkin ditemukan larva.
Pengobatan
Pirantel pamoat 10mg/kg berat badan memberikan hasil cukup baik, bilamana
digunakan beberapa hari berturut-turut.
Epidemiologi
Insidens tinggi ditemukan di Indonesia, terutama daerah pedesaan, khususnya
perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan langsung berhubungan dengan tanah
yang mendapat infeksi lebih dari 70%.
Kebiasaan defekasi di tanah atau pemakaian tinja sebagai pupuk penting
dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah
gembur dengan suhu 23C-25C.
23
g.
Trichuris trichiura
24
Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja.
Pengobatan
Albendazol 400mg
Mebendazol 100mg selama tiga hari berturut-turut
Epidemiologi
Faktor penting penyakit kontaminasi tanah adalah telur yang tumbu ditanah
liat dan teduh dengan sushu optimum. Frekuensi tinggi di Indonesia sekitar 3090%.
25
h.
Strongyloides stercoralis
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes utama cacing ini . parasit ini menyebabkan
strongyloidiasis.
Morfologi dan Daur Hidup
Hanya cacing dewasa betina hidup sebagai parasit div illus duodenum dan
jejunum. Cacing betina berbentuk filiform yang halus tidak berwarna dan
panjangnya 2 mm. cara berkembangbiak dengan partenogeneisi.
Siklus
langsung:
2-3hari
filariforminfektif
di
menembus
tanahlarva
kulit
rabditiformlarva
manusiaperedatran
Diagnosis
26
Ditemukan larva rabditiform di dalam tinja segar dalam bikan atau dealam
aspirasi duodenum. Biakan selama-lamnya 2x24 jam menghasilkan larva
filariform.
Pengobatan
Albendazol 400mg dua kali sehari. Mebendazo 100mg iga kali sehari selama
4 minggu. Mengobati orang yang mengandung parasit adalah penting mengingat
autoinfeksi.
Epidemiologi
Daerah yang panas, kelembapan tinggi dan sanitasi yang kurang sangat
menguntungkan untuk cacing ini. Tanah yang baik adalah tanah yang gembur.
Frekuensi di Jakarta sekitar 15% sekarang jarang di temukan.
Pengobatan
Pengobatan trikinosis terutama dilakukan secara simtomatis. Sakit kepala dan
nyeri otot dapat dihilangkan dengan obat analgetik. Obat sedatif kadang-kadang
perlu juga terutama bila ada kelainan susunan saraf pusat.
Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama bcberapa hari mempunyai efek
me-matikan terhadap fase invasif dan fase. pembentukan kapsul Trichinella. Obat
diberikan 2x] tablet 100 mg selama beberapa hari.
Epidemiologi.
Dilihat dari daur hidupnya, babi dan tikus memelihara infeksi di alam. Infeksi
pada babi terjadi karena babi makan tikus yang mengandung larva infektif dalam
ototnya, atau karena babi makan sampan dapur dan sampah pejagalan yang berisi
sisa-sisa daging babi yang mengandung larva infektif.
Sebaliknya, tikus mendapat infeksi karena rnafran sisa daging babi di
pejagalan atau di rumah dan juga karena makan bangkai tikus: Frekuensi
27
trikinosis pada manusia tinggi di daerah yang banyak makan babi yang diberi
makahan dari sisa pejagalan, misalnya di Amerika Serikat daerah Timur Laut.
Frekuensi di daerah . Selatan dan Baxat-Tengah rendah, karena babi diberi
makan gandum.
2.
kulit sedang tidak utuh, atau dia mengalami beberapa degradasi lapisan.
Permukaankulitintak(physiological degloving)
adalah
jaringan
subkutan
28
Resistensi host tergantung dari beberapa faktor yaitu kulit yang intak, fungsi
membran mukosa sebagai barier terhadap invasi bakteri, dan respon imun host untuk
melawan toksin. Infeksi berawal dari trauma minor pada kulit, luka bakar, luka
operasi, gigitan serangga atau garukan pada kulit sehingga barier kulit terganggu.
Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh
larva dimana larvamenggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel,
fisura atau kulit intak. Setelahpenetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya.
Biasanya migrasi dimulai dalam waktubeberapa hari.Larva stadium tiga menembus
kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per hari, biasanyaantara stratum
germinativum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalantanpa
tujuan
sepanjang
dermoepidermal.
Hal
ini
menginduksi
reaksi
inflamasi
eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.Larva
bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang menembus
kedermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak mempunyai enzim
kolagenaseyang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai ke dermis. Sehingga
penyakit inimenetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang disekresi larva
menyababkan inflamasisehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi. Meskipun larva
tidak bisa mencapai intestinumuntuk melengkapi siklus hidup.
Stratum korneum merupakan lapisan kulit tertular yang salah satu fungsinya
adalah mempertahankan keseimbangan air dalam kulit agar kulit tidak menjadi
kering. Kulit kering
29
menahan air. Ceramide dapat dibagi dalam beberapa fraksi, semua fraksi menurun
dan penurunan Caramide mempunyai peranan penting dalam fungsinya sebagai barier
pada stratum korneum. Abnormalitas metabolisme asam lemak esensial mungkin juga
berhubungan dengan kulit kering. Berkurangnya aktivitas delta 6 desaturase diduga
sebagai sumber penurunan metabolit linoleat dan linolenat. Asam linoleat dan
linolenat adalah asam lemak esensial yang berperan pada struktur normal dan fungsi
barier
epidermis
dan
membentuk
bahan
tipeeicosanoid
dari
mediator
kerusakan pembentukan
pelembab
alami (natural
Pendarahan, penggumpalan
sel leukositfaktor
dan eksudat
di alveolus
Dinding
alveolus
Kekeringan
kulit
menunjukkan
bahwa
stratum
korneum
tidak
larva
mampu
Konsolidasi paru
Diare,dll
mengakibatkan struktur kulit menjadi lebih rapuh dan cenderung membentuk
retak
atau fisura. Di samping itu kulit menjadi lebih rapuh dan cenderung membentuk retak
ataufisura.
DiBatuk
samping
itu
kulit nafas
kering
cenderung
mengalai penurunan ambang rasa
Panas
darah
Sesak
Pneumonitis
ascaris
Trakhea
Bronkus
gatal, sehingga kulit menjadi lebih mudah gatal dan menimbulkan
siklus gatal-garuk-
peningkatan iribilitas
kulit, sehingga
memudahkan
Diare
Gangguan
usus terjadinya dermatitis kontak iritan.
Faring
Cacing dewasa di usus halus
3. Patofisiologi cacingan
Konstipasi
Malabsorpsi
malnutrisi
kurus
Reproduksi cacing dewasa
Menghasilkan telur
Muntah
30
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang
yang rentan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada
paru yang disertai batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiitrat
yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan tersebut disebutsindrom Loeffler.
Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang
penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang,
diare ataukonstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi dan pe-nurunan status kognitif pada anak sekolah
dasar. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi
obstruksi usus (ileus). Pada keadaan ter-tentu cacing dewasa mengembara ke saluran
empedu, apendiks, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga
kadang-kadang perlu tindakan operatif.
31
dalam. KeSainan yang timbul karena migrasi larva dapat berupa perdarahan, nekrosis,
dan peradangan yang didominasi oleh eosinofil. Larva dapat terbungkus dalam
granuloma kemudian dihancurkan atau tetap hidup selama bertahun-tahun.
Kematian larva menstimulasi respons imun immediate-type hypersensitivity yang
menimbulkan penyakit visceral larva migrans (VLM), dengan gejala demam.
pembesaran hati dan limpa, gejala saluran napas bawah seperti bronkhospasme (mirip,
hipergammaglobulinemia IgM, TgG dan IgE). Kelainan pada otak menyebabkan
kejang, gejala neuropsikiatrik atau ense-falopati. Berat ringannya gejala klinis
dipengaruhi oleh jumlah larva dan umur penderita. Umumnya- penderita VLM adalah
anak usia di bawah 5 tahun karena mereka banyak bermain di tanah atau kebiasaan
memakan tanah (geofagia atau pica) yang terkontaminasi tinja anjing atau kucing.
VLM dapat juga disebabkan oleh larva Nematoda lain.
Kelainan karena migrasi larva pada retina mata disebut occular larva migrans
(OLM) biasanya unilateral dapat berupa penurunan penglihatan yang dapat disertai
strabismus pada anak, invasi retina disertai pembentukan granuloma yang dapat menyebabkan terlepasnya retina, endofthal-mitis dan glaukoma hingga kebutaan.
32
Diare, dll
Iritasi faring
Faring
Trakhea
Saluran
pencernaan
Cacing dewasa bertelur di dlm 1/3 atas
usus halus
Menimbulkan anemia dan penurunan gizi serta terdapat sedikit darah dalam tinja
Bakteri mengeluarkan gas
33
Gejala
Stadium larva:
Gejala
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, makaterjadi perubahan kulit
yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan. Infeksi larva
filariform. duodenale secara oral menyebabkan penyakit wakana dengan gejala
mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit leher, dan serak.5
2. Stadium dewasa
Gejala tergantung pada (a) spesies dan jumlah cacing dan (b) keadaan gizi
penderita (Fe dan protein). Tiap cacing N.americanus menyebabkan ke-hilangan
darah sebanyak 0,005 - 0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. Pada
infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Di samping itu
juga terdapat eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian,
tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.
34
Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing tersebar di seluruh kolon dan rektum.
Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat raengejannya penderita pada waktu defekasi.
Cacing ini tnemasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi
trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Di tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu cacing ini juga mengisap darah
hospesnya, sehingga dapat menye-babkan anemia.
Penderita terutama anak-anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun,
menunjukkan gejala diare yang sering diselingi sindrom disentri, anemia, berat
badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.
Pada tahun 1976, bagian Parasitologi FKUI telah melaporkan 10 anak dengan
trikuriasis berat, semuanya menderita diare selama 2 - 3 tahun.
Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau
protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau
sama sekali tanpa gejala. Parasit ini sering ditemukan pada pemeriksaan tinja secara
rutin.
yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang hebat.
35
Cacing dewasa menyebabkan. kelainan pada mukosa usus halus. Infeksi ringan
Strongyloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak
menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti ter-tusuktusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada mual dan
muntah; diare dan konstipasi saling bergantian. Pada strongiloidiasis dapat terjadi
autoinfeksi dan hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup se-bagai
parasit dapat ditemukan di seluruh traktus digestivus dan Iarvanya dapat ditemukan
di berbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu).
Pada pemeriksaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau hipereosinofilia
meskipun pada banyak kasus jumlah sei eosinofil normal.
dewasa akan mermigrasi pada malam hari ke daerah sekitar anus, untuk bertelur
Mengakibatkan
Pruritus ani
Terdeposit di sekitar
area anus
Sukar untuk tidur
Dapat juga tertular di pakaian/ peralatan tidur & debu rumah Digaruk
Nyeri perut
Iritasi pada lapisan mukosa sekum
Rasa mual
Muntah
Diare
36
37
38
4. Penegakan Klinis/Diagnosa
Anamnesis:
Apakah cepat lelah, bb turun, batuk tak sembuh-sembuh, nyeri perut, sering
sakit, diare, prestasi di sekolah menurun.
Kesan umum :
Perut buncit, rambut seperti rambut jagung, wajah pucat, mata belekan,
pertumbuhan terganggu, biasanya anak lebih pendek, kulit turgor.
PEMERIKSAAN FISIK
I. INSPEKSI
Dalam melakukan inspeksi posisi pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Dilihat apakah terdapat kelainan pada kulit dinding perut ( striae, kolateral, dll ). Bila
memperhatikan
kontur
abdomen
dan
memperhatikan
peristaltik,
sebaiknya
pemeriksaan dalam posisi jongkok sehingga abdomen terlihat dari samping. Dilihat
apakah terdapat pembengkakan pada kuadran kanan atas akibat pembesaran hati.
Apa yang diinspeksi :
1. Menentukan pembagian kuadran-kuadran dan regio-regio abdomen dengan garisgaris khayal pada permukaan dinding abdomen.
39
40
dengan bunyi bising jantung (murmur). Adanya bruits sistolik dan diastolik pada
pasien hypertensi akibat dari stenosis arteri renalis. Bruit sistolik di epigastrium dapat
terdengar pada orang normal. Jika kita mencurigai adanya insufisiensi arteri pada
kaki maka dengarkanlah bruits sistolik diatas aorta, arteri iliaca, dan arteri femoralis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ascariasis
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah eosinofilia, ditemukan telur
cacing pada tinja atau cacing dewasa keluar tubuh dan ditemukan dalam tinja.
Cacing kremi
Pemeriksaan laboratorium : pada pemeriksaan darah ditemukan sedikit
eosinofilia, di daerah perianal dengan swab atau di dalam tinja ditemukan telur
atau cacing dewasa. Anal swab ditempelkan disekitar anus pada waktu pagi hari
Thricuriasis
Pemeriksaan laboratorium : terjadi anemia hipokronik yang disebabkan
pendarahan kronis. Pada tiap-tiap infeksi didapatkan eosinofilia sebesar 5-10 %.
Di dalam tinja pasien terdapat telur dan cacing dewasa.
a. Pemeriksaan Makroskopik Feses
Persiapan Sampel:
Feses untuk pemeriksaan sebaiknya berasal dari defekasi spontan yang
dikumpulkan pagi hari sebelum sarapan atau dapat juga feses sewaktu dan
harus segera diperiksa dalam 2-3 jam setelah defekasi (feses segar); kalau
dibiarkan mungkin sekali unsur-unsur dalam tinja menjadi rusak. Pasien
diberitahu agar sampel tidak tercampur urine atau sekresi tubuh lainnya.
Pengumpulan atau Pengambilan Sampel:
41
Warna :
Tinja normal berwarna kuning coklat/coklat muda/coklat tua. Warna
tinja yang dibiarkan pada udara menjadi lebih tua karena terbentuknya
lebih banyak urobilin dari urobilinogen yang dieksresikan lewat usus.
Selain urobilin yang normal ada, warna tinja dipengaruhi oleh jenis
makanan, kelainan dalam saluran cerna, dan oleh obat-obat yang
diberikan.
Bau :
Bau normal disebabkan oleh indol, skatol, dan asam butirat. Bau
busuk disebabkan proses pembusukan protein yang tidak dicerna oleh
bakteri, bau asam menunjukkan pembentukan gas dan fermentasi
karbohidrat yang tidak dicerna atau diabsorbsi sempurna/lemak yang
tidak diabsorbsi. Bau anyir dapat disebabkan adanya
perdarahan pada saluran cerna.
menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan pada konstipasi didapat tinja
dengan konsistensi keras.
Lendir :
Pada feses normal tidak ada lendir. Bila terdapat lendir berarti ada
iritasi atau radang dinding usus. Jika lendir hanya ditemukan dibagian
luar feses, lokasi iritasi mungkin usus besar, jika bercampur dengan feses
mungkin iritasi berasal dari usus halus.
Darah :
Feses normal tidak mengandung darah. Jika terdapat darah, perhatikan
apakah darah itu segar (merah muda), coklat atau hitam dan apakah
42
bercampur atau hanya dibagian luar feses saja. Perdarahan yang terjadi di
bagian proksimal saluran cerna menyebabkan feses berwarna hitam.
Jumlah darah yang banyak mungkin disebabkan oleh ulkus, varises
esofagus, karsinoma atau hemoroid.
Cacing :
Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies cacing
lainnya yang mungkin didapatkan dalam feses.
b. Pemeriksaan Mikroskopis Feses
Sediaan hendaknya tipis, agar unsur-unsur jelas terlihat dan dapat
dikenal.Bahan dan alatyang dibutuhkan dalam pemeriksaan mikroskopis yaitu
kaca objek, kaca penutup, larutan/reagen: Larutan NaCl 0,9% atau larutan
eosin 1-2%, larutan asam asetat 10% (untuk memperjelas leukosit), lidi atau
aplikator lainnya, mikroskop.
Prosedur Kerja
1. Tetesi kaca objek di sebelah kiri dengan 1 tetes NaCl 0,9% dan sebelah
kanan dengan 1 tetes larutan eosin 1-2%
2. Dengan lidi ambil sedikit tinja di bagian tengahnya atau pada bagian yang
mengandung lendir/darah/nanah.
3. Campurkan dengan tetesan larutan sampai homogen, buang bagian-bagian
kasar
4. Tutup dengan kaca penutup sedemikian rupa sehingga tidak terbentuk
gelembung gelembung udara
5. Periksa secara sistematik dengan menggunakan pembesaran rendah
(objektif 10x atau lapangan pandang kecil=LPK), kemudian dengan
objektif 40X atau lapangan pandang besar = LPB.
6. Jumlah unsur-unsur yang nampak dilaporkan secara semikuantitatif, yaitu
jumlah rata-rata per LPK atau per LPB (untuk eritrosit dan leukosit).
Unsur-unsur yang kurang bermakna seperti epitel dan kristal dilaporkan
dengan + (ada), ++ (banyak), +++ (banyak sekali). Untuk memperlambat
43
kekeringan pada sediaan maka tepi sediaan dapat direkatkan dengan lilin
cair/entelan/pewarna kuku (kuteks). Pada pewarnaan dengan eosin, sediaan
harus tipis sehingga warnanya merah jambu muda. Bila warnanya merah
jambu tua atau jingga maka berarti sediaan terlampau tebal.
Hasil dan Interpretasi
Sel epitel: Beberapa sel epitel yang berasal dari dinding usus bagian distal
dapat ditemukan dalam keadaan normal. Jika sel epitel berasal dari bagian
yang lebih proksimal, sel-sel itu sebagian atau seluruhnya rusak. Jumlah
lain.
Leukosit: Lebih jelas terlihat kalau feses dicampur dengan beberapa tetes
larutan
44
DAFTAR PUSTAKA
Rakyat
Susanto, I. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Balai Penerbit