Anda di halaman 1dari 53

1

Skenario 2
Diare dan Perut Membuncit

Seorang anak laki laki berusia 5 tahu datang dibawa ibunya berobat ke
puskesmas karena diare sejak 1 minngu yang lalu. Keluhan disertai sakit perut, mual,
muntah, perut buncit namun badannya semakin kurus.tidak nafsu makan, sering
demam hilang timbul dan batuk kering sejak 1 bulan terakhir. Keluarga pasien
tinggal didaerah yang padat penduduk, kumuh dan tidak mempunyai jamban
keluarga. Anak sering main di halaman tanpa memakai alas kaki dan tidak mencuci
tangan sebelum makan. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk
mendiagnosis pasien tersebut.
STEP 1
1. Diare: BAB konsistensi cair lebih dari 3 kali sehari
STEP 2
1. Apa saja faktor resiko pada kasus tersebut?
2. Mengapa anak tersebut mengalami keluhar seperti dikasus?
3. Pemeriksaan fisik dan penunjang apa untuk mendiagnosis kasus tersebut?
4. Bagaimana interpretasi pada hasil tersebut?
5. Penatalaksanaan apa yang sesuai pada kasus?
STEP 3
1. Faktor resiko : Tanah, Iklim/suhu, kelembababan, angin, kemiskinan, perilaku,
menurunnya imunitas, kurang higienitasnya.
2. –Telur tertelan -> masuk ke usus->sirkulasi darah-> jantung->paru->naik ke
esofagus-> ke tanah-> tertelan
- Cacing didalam tubuh -> mengambil nutrisi didalam tubuh-> meningkatkan
lemak-> menurunkan cadangan lemak-> kurus
3. Penegakan diagnosis
Anamnesis:
- adakah cacing yang keluar dari anus
-Menanyakan diare, demam, mual muntah
2

- Riwayat kebersihan dan pola hidup


- Berat badan menurun
Pemeriksaan Fisik
- Auskultasi= gastrik wheezing
- inspeksi= buncit
- ada nyeri tekan / tidak
- Perkusi= ada hypertimpani / tidak
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan feses = ditemukan telur atau cacing penyebab
4. Interpretasi: Ascaris lumbricoides : telur fertil berbentuk bulat berdinding 3 lapis
(lapisan luar tebal berkelok-kelok/albumin, lapisan hialin, dan venitelin)
5. Tatalaksana
Farmako
- Albendazol 400mg single dose
- Mebendazol 500mg single dose
- Pyrantel pamoat 10mg/KgBB
STEP 4
1. Faktor Resiko:
a. Tanah = Tanah yang lembab baik untuk perkembangan hidup Ascaris
b. Iklim/ Suhu= Ascaris lumbricoides & Trichuris trichiura
c. Kelembapan= Trichuris trichiura -> baik untuk stadium larva, Ascaris
lumbricoides-> Kelembaban 80%
d. Angin = Dapat menyebabkan mudahnya penularan
e. Perilaku = Pekerja petani, penggunaan air bersih, higienitas kurang
f. Kemiskinan = Sanitasi dan urbanisasini
g. Penurunan imunitas
h. Kurangnya hygiene = pola hidup dan perilaku
2. Siklus hidup cacing A. Lumbricoides
- Terkontaminasi => larva => mukosa => limfa=> sirkulasi darah => Jantung=>
paru=> naik ke trakea=>esofagus=>tertelan
3

- Telur =>gastrointestinal=>duodenum=>menembus=> sistem porta=> hepar dan


vena sirkulasi=> migrasi ke alveoli=> paru=>trakea
- meningkatnya eosinofil diparu => eksudat => dispneu (eosinofilia)
-cacing migrasi ke lambung => mual, muntah, nyeri
- cacing migrasi ke kolon => diare , gangguan cairan, gangguan elektrolit, dan bisa
syok
3. Anamnesis :
- Pekerjaan orang tua
- Obat cacing tiap 6 bulan
- Dehidrasi
Pemeriksaan Fisik :
- TTV
- Tanda dehidrasi
- Wheezing dan ronki
Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan darah rutin : eosinofil meningkat
- Pemeriksaan Feses
Diagnosis banding
Trichuris trichiura
Ascaris lumbricoides
Necator americanus
Ancylostima duodenale
Trichinella spiralis
Strongyloides stercoralis
Oxyuris vermicularis/Enterobius vermicularis
Taenia saginata
Taenia solium
Fasciolopsis buski
4

4. Ascaris lumbricoides
- Telur fertil = ukuran 60X45 mikron
- Telur infertil = bentuk lonjong/ oval, dinding 2 lapis, P 88-94 mikron L 40-45
mikron
- Cacing betina : ukuran 22-35 cm, ekor lurus, 1/3 bagian anterior memiliki cincin
kopulasi
- Cacing jantan uk 10-31 cm, ekor melingkar, memiliki 2 spikula
5. Non Farmako
- Jaga kebersihan
- Jamban bersih
- Memakai alas kaki
- Memakai APD saat bekerja
- membersihkan sampah
- Cuci tangan sebelum makan
Komplikasi: Syndrome Loeffler’s, Syok hipovolemik, Gizi buruk
MIND MAP

Komplikasi
Manifestasi

Etiologi
Helminth
Patofisiologi Diseases

Penatalaksanaan

Penegakan
Diagnostik

Nonfarmako
Farmako

STEP 5
1. Jelaskan patomekanisme sampai manifestasi klinik
5

2. Penegakan diagnosis
3. Tatalaksana farmako dan non farmako
4. Apa masalah kesehatan yang berhubungan dengan penyakit cacing dan bagaimana
penanggulangan dan pencegahan
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
1. Ascaris lumbricoides
A. lumbricoides merupakan salah satu infeksi yang paling umum dan paling luas
penyebarannya pada manusia. Diperkirakan 1,2 miliar penduduk dunia terinfeksi
cacing ini dengan kematian sekitar 10.000 per tahun.u415 Di Ethiopia, 37%
penduduk diperkirakan terinfeksi A. lumbricoides. Suatu penelitian di Jakarta Utara
pada tahun 2003 pada anak sekolah dasar di daerah kumuh menunjukkan 49,02%
dari 102 spesimen feses, mengandung telur cacing dan 80% merupakan telur A.
Lumbricoides. 1
Siklus hidup

Gambar 1. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides. 2


6

Morfologi
Askaris berukuran panjang 20-25 cm (betina) dan (15-40 cm jantan). Telur
didapatkan pada usus halus dan dikeluarkan dapat bentuk ovum imatur Pada tanah
yang lembab, embrio berkembang dalam waktu 2 4 bulan. Bila telur tertelan, larva
rhabditiform akan menetas dalam usus halus, menembus mukosa dan mencapai
aliran darah, mencapai paru melalui jantung kanan, menembus dinding alveoli dan
masuk ke saluran napas. Selanjutnya larva menuju trakea dan laring. melewati
epiglotis dan masuk ke esofagus, tertelan untuk kedua kalinya dan mencapai usus
halus. Seluruh proses ini memerlukan waktu 10-14 hari. Penularan umumnya
teriadi melalui tertelannya telur cacing dari tanah yang terkontaminasi. Masa
inkubasi 60-75 hari. Cacing dewasa dapat hidup sampai l-2 tahun dan menghasilkan
240.000 telur perhari. 1
Patogenesis
Banyak individu terinfeksi menunjukkan sensitivitas terhadap antigen ascaris
dengan gejala konurtikaria, asma Perjalanan cacing dewasa jungtivitis, dalam tubuh
individu yang sensitif dapat menyebabkan gatal hebat pada anus, dimuntahkannya
cacing, edema glotis, Imunitas terhadap infeksi A. lumbricoides hanya bers parsia.
Manifestasi klinis askariasis beragam sesuai dengan siklus hidupnya dalam tubuh
manusia. Migrasi larva pada paru dapat menyebabkan kerusakan pada paru
(Loffler's syndrome), terjadi 4 6 hari setelah infeksi dan dapat berlangsung sampai 3
minggu, ditandai dengan demam, batuk berdahak, asma, skin rash, eosinofilia
infiltrat paru. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian. Larva yang mencapai otak,
mata atau retina dapat menimbulkan granuloma. Gejala neurologi antara lain
kejang, meningismus, epilepsi, insomnia, tooth grinding Pada saluran cerna dapat
terjadi ileus obstruksi, perforasi usus, apendisitis akut, divertikulitis, nekrosis
pankreas, ikterus obstruktif kolangitis supuratif kolesistis akut, abses hati, perforasi
esofagus. Selain manifestasi klinis di atas, pada anak-anak sering disertai defisiensi
nutrisi, defisiensi vitamin A, hambatan pertumbuhan karena malabsorbsi di usus
halus. Sejumlah penelitian juga menunjukkan pengaruh ascariasis dalam gangguan
kognitif. 1
7

Penegakan diagnosis
Diagnosis berdasarkan ditemukannya cacing atau telur cacing pada feses. Beratnya
infeksi dapat dinilai berdasarkan jumlah telur dalam feses dengan metode
mendefinisikan infeksi berat bila ditemukan 2 50.000 telur/gram feses. Pada
stadium larva, didapatkan kadar eosinofil yang tinggi. 1
Tatalaksana
Obat pilihan adalah albendazol mg atau mebendazol 500 mg dosis tunggal. obat
alternatif adalah levamisol 2,5 mg/kg atau pirantel pamoat 10 mg/kg dosis tunggal.
Penanganan komplikasi meliputi pemberian prednisolon pada Lofferssymdrome,
pada obstruksi intestina dilakukan pemasangan nasogastric tube, cairan intrave
analgesik, dan bila gagal diperlukan intervensi bedah. 1
Komplikasi
Komplikasi askariasis yang paling sering adalah obstruksi usus halus. Pada
pemeriksaan foto polos usus dan ultrasonografi biasanya terlihat gambaran khas
yaitu railway track sign dan bull's eye appearance. 1
Trichuris trichiura
Trichuris trichiura adalah nematoda usus atau cacing usus yang ditularkan melalui
tanah (soil transmitted helminth) yang dapat meyebabkan penyakit trichuriasis,
cacing ini disebut juga Trichocephalus dispar, Whip worm, Trichocephalus
hominis, dan cacing cambuk karena bentuknya yang menyerupai cambuk.3
Morfologi Trichuris trichiura
Ciri-ciri telur :
8

Gambar 2. Telur Trichuris trichiura. 3


1. Berbentuk oval ukuran
2. Panjang ± 50 μm dan lebar ± 23 μm dinding 2 lapis
3. Lapisan luar berwarna kekuningan dan lapisan dalam transparan
4. Pada kedua ujung telur terdapat tonjolan yang disebut mucoid plug / polar
plug / clear knop telur berisi embrio. 3
Ciri-ciri cacing dewasa :

Gambar 3. Trichuris trichiura Dewasa.3


1. Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk dimana 3/5 dari panjang tubuhnya
(sebelah anterior) tipis seperti benang sedangkan 2/5 bagian (sebelah posterior)
terlihat lebih tebal
2. Cacing jantan panjangnya ± 4 cm
3. Cacing betina panjangnya ± 5 cm
4. Ujung posterior cacing jantan melingkar / melengkung ke arah ventral dengan
sebuah spicula di ujungnya ujung posterior cacing betina lurus dan tumpul
membulat. 3
9

Siklus Hidup

Gambar 4. Siklus hidup Trichuris trichiura.3


Cacing dewasa hidup di sekum (caecum) tapi pada infeksi yang berat dapat
dijumpai dibagian bawah ileum sampai rectum. Telur keluar bersama tinja, telur
mengandung larva / menjadi infektif dalam waktu 2 – 4 minggu. Apabila telur
tertelan manusia, telur akan menetas menjadi larva di istestinum tenue kemudian
larva menembus villi-villi usus dan tinggal didalamnya selama 3 – 10 hari. Setelah
larva tumbuh , kemudian larva turun sampai sekum kemudian menjadi cacing
dewasa. Waktu yang diperlukan sejak tertelannya telur sampai menjadi cacing
dewasa yang siap bertelur kira-kira 90 hari. 3
Patofisiologi
Trichuris, seperti Ascaris lumbricoides, menyebar melalui transmisi fecal-oral.
Telur disimpan di tanah melalui kotoran manusia. Setelah 10-14 hari di tanah, telur
menjadi infektif. Berbeda dengan parasit lain, seperti A lumbricoides, tidak ada fase
migrasi jaringan yang terjadi pada organisme Trichuris, yang membatasi infeksi
pada saluran pencernaan. Larva menetas di usus kecil, di mana mereka tumbuh dan
meranggas, akhirnya mengambil tempat tinggal di usus besar. Waktu dari konsumsi
telur ke perkembangan cacing dewasa adalah sekitar 3 bulan. Selama waktu ini,
mungkin tidak ada penumpahan telur dan hanya ada sedikit bukti infeksi pada
10

sampel tinja. Cacing dapat hidup 1-5 tahun, dan cacing betina dewasa bertelur
sampai 5 tahun, menumpahkan hingga 20.000 telur per hari. 3
Secara imunologis, sitokin seperti interleukin 25 (IL-25) memediasi kekebalan tipe
2 dan diperlukan untuk pengaturan peradangan di saluran pencernaan.4
Manifestasi klinis
Penyakit karena infeksi cacing ini disebut dengan trichuriasis atau trichocephaliasis
atau penyakit cacing cambuk. Pada infeksi ringan pada tempat-tempat perlekatan
tidak ada kerusakan mukosa, hanya kadang-kadang sedikit perdarahan kecil. Pada
infeksi berat dapat terjadi gejala :
1. sakit perut diare yang kadang-kadang disertai bercak darah
2. demam ringan
3. sakit kepala
4. berat badan menurun

Pada anak-anak sering terjadi prolapsus recti (keluarnya mukosa rectum dari anus),
hal ini terjadi karena :
1. Cacing mengeluarkan racun yang bersifat melemaskan otot rectum
2. Cacing yang merupakan benda asing pada rectum sehingga menyebabkan
otot-otot rectum berusaha mengeluarkan cacing dengan cara meningkatkan gerakan
peristaltik. 4
Penegakan diagnosis
1. Studi Laboratorium
a) Studi sering mengungkapkan eosinofilia dari invasi jaringan yang sedang
berlangsung (berbeda dengan semua cacing usus kecuali Strongyloides stercorali).
b) Karakteristik telur pada pemeriksaan feses terlihat. 4
2. Endoskopi
Endoskopi sering menunjukkan cacing dewasa menempel pada mukosa usus. 4
Tatalaksana
Farmako :
1. Mebendazole
11

Menyebabkan kematian cacing dengan selektif dan menghalangi pengambilan


glukosa dan nutrisi lain di usus orang dewasa yang rentan dimana cacing berada.
Tersedia sebagai tablet kunyah 100 mg yang dapat ditelan utuh, dikunyah, atau
dihancurkan dan dicampur dengan makanan. 4
Dosis : 100 mg PO setiap 12 jam selama 3 hari berturut-turut; jika penyembuhan
tidak tercapai 3 minggu setelah pengobatan, pengobatan kedua disarankan. 4
2. Albendazole
Dosis : 400 mg PO per hai selama 3 hari. 4

Non Farmako :
1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan
2. Cuci, kupas atau masak sayuran dan buah-buahan sebelum dimakan
3. Mengajarkan pada anak-anak jangan bermain ditanah terutama tanah yang
kemungkinan terdapat kotoran manusia. 4

Enterobius vermicularis
Enterobiasis / penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang
disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis. Enterobiasis merupakan infeksi
cacing yang terbesar dan sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya.
Hal ini disebabkan karena adanya hubungan yang erat antara parasit ini dengan
manusia dan lingkungan sekitarnya. Parasit ini lebih banyak didapatkan diantara
kelompok dengan tingkat sosial yang rendah, tetapi tidak jarang ditemukan pada
orang-orang dengan tingkat sosial yang tinggi. Enterobiasis relatif tidak berbahaya,
jarang menimbulkan lesi yang berarti dan dapat sembuh dengan sendirinya. 5
Enterobiasis juga merupakan penyakit keluarga yang disebabkan oleh
mudahnya penularan telur baik melalui pakaian maupun alat rumah tangga lainnya.
Anak berumur 5-14 tahun lebih sering mengalami infeksi cacing Enterobius
vermicularis dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih bisa menjaga
kebersihan. 5
Penyebaran Enterobius vermicularis lebih luas daripada cacing lain. Penularan
dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup pada dalam
12

satu lingkungan yang sama. Dari hasil penelitian di daerah Jakarta timur
melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita enterobiasis adalah
kelompok usia antara 5-10 tahun yaitu terdapat 46 anak (54,1%) dari 85 anak yang
diperiksa. 5
Diagnosa dibuat dengan menemukan cacing dewasanya atau telurnya. Sering
tanda-tanda infeksi pertama adalah ditemukannya cacing dewasa didalam tinja
setelah enema atau didaerah sekitar anus. Telurnya jarang ditemukan didalam tinja
hanya dalam 5% orang-orang yang menderita infeksi ini. Telur paling mudah
ditemukan dengan menghapus daerah sekitar anus dengan “Scotch adhesive tape
swab” menurut Graham memberi hasil positif dengan presentase tertinggi dan
jumlah telur terbesar. Dengan cara ini sepotong “Scotch tape” ditempelkan pada
daerah sekitar anus, diambil dan diratakan di atas kaca sediaan untuk diperiksa.
“Swab” untuk menemukan telur sebaiknya dibuat pada pagi hari sebelum mandi
atau sebelum defekasi. 5
Klasifikasi Enterobius vermicularis
Phylum : Nematoda
Kelas : Plasmidia
Ordo : Rabtidia
Family : Oxyuridea
Genus : Enterobius
Species : Enterobius vermicularis
Ciri umum dari kelas nematoda adalah : bentuk tubuh silindrik, tidak bersegmen,
bilateral simetris seperti ular, mempunyai rongga tubuh, mempunyai saluran
pencernaan, mempunyai kelamin jantan dan betina, reproduksi secara oviparius dan
viviparus, tubuh tertutup kitikulum. 5
Morfologi Enterobius vermicularis
a. Morfologi Enterobius vermicularis Ukuran telur Enterobius vermicularis yaitu
50-60 mikron x 20-30 mikron. Telur berbentuk asimetris, tidak berwarna,
mempunyai dinding yang tembus sinar dan salah satu sisinya datar. Telur ini
mempunyai kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu : lapisan luar berupa lapisan
13

albuminous, translucent, bersifat mechanical protection. Di dalam telur terdapat


bentuk larvanya. Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak 11.000 butir
setiap harinya selama 2 sampai 3 minggu, sesudah itu cacing betina akan mati. 5
b. Morfologi cacing Enterobius vermicularis
Cacing dewasa Enterobius vermicularis berukuran kecil, berwarna putih, yang
betina jauh lebih besar dari pada yang jantan. Ukuran cacing jantan adalah 2-5 mm
x 0,1-0,2 mm, sedangkan ukuran cacing betina adalah 8-13 mm x 0,3-0,5 mm .
Bentuk khas dari cacing dewasa ini adalah tidak terdapat rongga mulut tetapi
dijumpai adanya 3 buah bibir, bentuk esofagus bulbus ganda (double bulb
esophagus), didaerah interior sekitar leher kutikulum cacing melebar, pelebaran
yang khas disebut sayap leher (cervical alae). 5
Pada ujung posterior jantan : melingkar tajam ke ventral, terdapat satu
spikulum, juga terdapat kaudal alae. Sedangkan pada ujung posterior betina :
ekornya berbentuk lurus dan runcing, panjang ekor 1/3 panjang tubuhnya, vulva
terletak 1/3 anterior tubuh dibagian ventral, vagina relatif lebih panjang dan
letaknya disebelah posterior vulva, terdapat satu pasang uterus, oviduct dan
ovarium tubulus. 5
Siklus hidup Enterobius vermicularis Manusia merupakan satu-satunya
hospes definitif Enterobiasis vermicularis dan tidak diperlukan hospes perantara.
Cacing dewasa betina mengandung banyak telur pada malam hari dan akan
melakukan migrasi keluar melalui anus ke daerah : perianal dan perinium. Di
daerah perinium tersebut cacing-cacing ini bertelur dengan cara uterus, kemudian
telur melekat didaerah tersebut. Telur dapat menjadi larva infektif pada tempat
tersebut, terutama pada temperatur 23-260C dalam waktu 6 jam. 5
Bila telur infektif tertelan, larva stadium pertama menetas di duodenum. Larva
rabditiform yang dikeluarkan berubah menjadi dewasa di jejunum dan bagian atas
ileum. Kopulasi mungkin terjadi didalam coecum. Lama siklus, mulai telur sampai
menjadi cacing dewasa dibutuhkan waktu 2-4 minggu. 5
Cara penularan Enterobius vermicularis dapat melalui 3 jalan :
14

a. Penularan dari tangan ke mulut penderita sendiri (autoinfeksi) atau pada orang
sesudah memegang benda yang tercemar telur infektif misalnya alas tempat tidur
atau pakaian dalam penderita. 5
b. Melalui pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur cacing infektif.
c. Penularan secara retroinfektifyaitu penularan yang terjadi pada penderita sendiri,
oleh karena larva yang menetas didaerah perianal mengadakan migrasi kembali ke
usus penderita dan tumbuh menjadi cacing dewasa. 5
B. Epidemiologi Enterobius vermicularis Penyebaran Enterobius vermicularis /
cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat terjadi pada suatu
keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama.
Enterobius vermicularis sering menyerang pada anak-anak yang berumur 5-14
tahun. Udara yang dingin, lembab dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang
baik bagi pertumbuhan telur. 5
C. Diagnosa Laboratorium
Cara memeriksa Enterobiasis yaitu dengan menemukan adanya cacing dewasa atau
telur dari cacing Enterobius vermicularis. Adapun caranya adalah sebagai berikut :
a. Cacing dewasa
Cacing dewasa dapat ditemukan dalam feses, dengan syarat harus dilakukan
onema terlebih dahulu, yaitu memasukkan cairan kedalam rectum agar cacing
dewasa keluar dari rectum
Cacing dewasa yang ditemukan dalam feses, dicuci dalam larutan Nacl
agak panas, kemudian dikocok sehingga menjadi lemas, selanjutnya diperiksa
dalam keadaan segar atau dimatikan dengan larutan fiksasi untuk mengawetkan.
Nematoda kecil seperti Enterobius vermicularis dapat juga difiksasi dengan
diawetkan dengan alkohol 70% yang agak panas
b. Telur cacing
Telur Enterobius vermicularis jarang ditemukan didalam feses, hanya 5%
yang positif pada orang-orang yang menderita infeksi ini. Telur cacing Enterobius
vermicularis lebih mudah ditemukan dengan teknik pemeriksaan “Scotch adhesive
tape swab”
15

D. Teknik Pemeriksaan Laboratoroium Enterobiasis Dalam pelaksanaan diagnostik


untuk infeksi cacing kremi terdapat bermacam-macam metode menurut cara
pengambilan specimen :
a. Metode N-I-H (National Institude of Health)
Pengambilan sampel menggunakan kertas selofan yang dibungkuskan pada
ujung batang gelas dan diikat dengan karet pada bagian sisi kertas selofan.
Kemudian batang gelas pada ujung lainnya dimasukkan ke dalam tutup karet yang
sudah ada lubang di bagian tengahnya. Bagian batang gelas yang mengandung
selofan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang kemudian ditutup karet. Hal ini
dimaksudkan agar bahan pemeriksaan tidak hilang dan tidak terkontaminasi.
b. Metode pita plastik perekat (“cellophane tape” atau “adhesive tape”)
Pengambilan sampel menggunakan alat berupa spatel lidah atau batang gelas
yang ujungnya dilekatkan adhesive tape, kemudian ditempelkan di daerah perianal.
Adhesive tape diratakan di kaca objek dan bagian yang berperekat menghadap ke
bawah. Pada waktu pemeriksaan mikroskopis, salah satu ujung adhesive tape
ditambahkan sedikit toluol atau xylen pada perbesaran rendah dan cahayanya
dikurangi. 5
c. Metode Anal Swab
Pengambilan sampel menggunakan swab yang pada ujungnya terdapat kapas
telah dicelupkan pada campuran minyak dengan parafin yang telah dipanaskan
hingga cair. Kemudian swab disimpan dalam tabung berukuran 100x13 mm dan
disimpan dalam almari es. Jika akan digunakan untuk pengambilan sampel, swab
diusapkan didaerah permukaan dan lipatan perianal. Swab diletakkan kembali ke
dalam tabung.Pada saat pemeriksaan, tabung yang berisi swab diisi dengan xylen
dan dibiarkan 3 sampai 5 menit, kemudian sentrifuge pada kecepatan 500rpm
selama 1 menit. Ambil sedimen lalu periksa dengan mikroskop. 5
d. Graham Scotch Tape.
Alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya dilekatkan
adhesive tape. Teknik alat ini termasuk sederhana dalam penggunaannya. Untuk
pengambilan sampel dilakukan sebelum pasien defekasi atau mandi. Pengambilan
16

sampel dapat dilakukan dirumah. Sedangkan untuk membantu dalam pemeriksaan


dilaboratorium digunakan mikroskup dan sedikit penambahan toluen atau xylen.
Daya tahan telur Enterobius vermicularis
Telur Enterobius vermicularis tidak tahan pada tempat yang panas dengan
suhu 360C sampai 370C dan kelembaban 38 sampai 41% kurang daripada 10%
jumlah telur dapat hidup atau morfologinya rusak selama 3 hari. Sedangkan pada
suhu kamar biasa (20 sampai 24.50C) dan kelembaban 30 sampai 54% jumlah telur
hanya dapat hidup selama 2 hari. 5
Pengobatan
Dapat diberikan obat-obat dibawah ini.
Pyrantel pamoate dan albendazole keduanya sangat efektif untuk enterobiasis,
dosis, dan cara pemberian sama dengan pengobatan A. Lumbricoides. Mebendazole
baik sekali untuk pengobatan enterobiasis dengan dosis dan cara pemberian sama
dengan pada trichuriasis.Thiabendazole sangat efektif dengan dosis yang sama
dengan pengobatan pada strongyloidiasis, dua kali per-hari yang diberikan pada
hari ke- 1 dan ke-7. Pengobatan dianjurkan diberikan pada semua anggota keluarga
sekaligus. 5
Pencegahan
Terutama ditunjukan kepada kebersihan perorangan. Kuku dipotong pendek, cucui
tangan sesudah buang air besar dan sebelum makan, serta mencuci daerah anus
setelah bangun tidrur. Kontaminasi terhadap makanan dilakukan dengan
menghindari makanan dari debu atau mengambil makanan dengan tangan kotor.
Sehabis mandi menukar celana terutama celana dalam dengan celana yang bersih. 5

Trichinella spiralis
Trichinella Spiralis adalah suatu cacing giling kecil yang biasanya hidup pada
hewan seperti babi dan tikus. Pada manusia cacing ini menyebabkan penyakit yang
di sebut trikinosis. Cacing ini di temukan di seluruh penjuru dunia, terutama negara
yang penduduknya pemakan babi setengah matang. Di Indonesia adanya penyakit
ini belum pernah di laporkan. Bentuk dewasanya halus seperti rambut, yang betina
17

panjangnya 3-4 mm, sedangkan yang jantan kira-kira 1,5 mm. Ujung depannya
halus, sedangkan ujung belakang cacing betina membundar,sedangkan pada cacing
jantan ekornya melengkung ke bagian perut dan mempunyai dua tonjolan. Pada
bagian kerongkongnya terdapat sel-sel berbentuk seperti rantai tasbih dan di sebut
tikosit, cacing betina bersifat vivipar, sehingga dalam rahimnya terdapat larva. 6
Klasifikasi dari trichinella spiralis
Kelas:Nematoda
Sub Kelas : Aphasmida
Superfamilia :Trichuroidea
Famili : Trichinellidae
Genus :Trichinella
Spesies: Trichinella spiralis
Hospes dan Nama Penyakit Trichinella Spiralis
Selain manusia berbagai binatang seperti babi, tikus, beruang, kucing, anjing,babi
hutan dan lain-lain dapat merupakan hospes.penyakityang disebabkan parasit ini
disebut trikinosis,trikinelosis,trikiniasis. 6
Distribusi Geografik Trichinella Spiralis
Cacing ini kosmopolit,tetapi dinegeri beragama islam parasit ini jarang ditemukan
pada manusia.dieropa dan amerika serikat parasit ini banyak ditemukan karena
penduduknya mempunyai kebiasaan makan daging babi yang kurang matang
(sosis).

Morfologi Trichinella Spiralis


18

Gambar 5. Larva Trichinella spiralis. 8


Cacing jantan panjangnya 1,4 –1,6 mm dan betina 3-4 mm,
ukuran telur 30 x 40 mikron, telur akan menetas dalam uterus cacing betina
(viviparosa). Larva seekor cacing betina dapat menghasilkan 1.350-2.000 larva
ditemukan dalam kista mikroskopis pada urat daging bergaris melintang.
Yang jantan mempunyai anus yang ditonjolkan dan sembulan berbentuk kerucut
disetiap sisi. Tidak mempunyai spikulum dan selubung.Vulva terletak pertengahan
esofagus. 7
Daur Hidup Trichinella Spiralis

Gambar 6. Siklus Hidup Trichinella spiralis. 8


19

Manusia terinfeksi karena memakan daging mentah atau setengah matang dari
hewan yang terinfeksi, terutama babi, babi hutan, dan beruang. Larva lalu masuk
keusus halus, menembus mukosa, dan menjadi dewasadalam 6-8 hari. Cacing
betina dewasa melepaskan 1500 larva yang bisa bertahan hidup sampai 6
minggudari mukosa usus halus, larva tersebut menyebar melalui pembuluh limfe
dan darah menuju ke otot seran lintang dan tumbuh di sana sebagai kista.Larva
yang barulahir bermigrasi melalui aliran darah dan jaringantubuh, tetapi akhirnya
hanya bertahan di selotot rangka lurik.Larva mengkista (encyst) sepenuhnyadalam
1-2 bulan dan tetap hidup hingga beberapa tahun sebagai parasit intraselular.Larva
yang mati akhirnya diserap kembali tubuh. 7
Patologi Klinis
Gejala trikinosis tergantung pada beratnya infeksi yang disebabkan oleh cacing
dewasa dan stadium larva. pada saat cacing dewasa mengadakan invansi ke mukosa
usus,timbul gejala usus seperti sakit perut,diare,mual dan muntah.masa tunas 1-2
hari sesudah infeksi. 7
Larva tersebar diotot 7-28 hari sesudah infeksi.pada saat itu timbul nyeri
otot(mialgia)dan radang otot (miositis) yang disertai demam,easinofilia dan
hipereosinofilia.,biasanya penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan
dengan dibentuknya kista dalam otot. 7
Pada infeksi berat(5000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin meninggal
dalam waktu 2-3 minggu,tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4-8 minggu
sebagai akibat kelainan paru,otak atau kelainan jantung. 7
Diagnosis Trichinella Spiralis
Diagnosa Untuk mendiagnosis terjadinya infeksi oleh Trichinella Spiralis, tidak
cukup hanya dengan melihat tanda dan gejala klinis yang terjadi pada
pasien.Diagnosis pasti penyakit karena trichinella spiralis adalah dengan melakukan
pemeriksaan laboratorium melalui tes kulit dengan memakai antigen yang terbuat
dari larva Trichinella. Pemeriksaan laboratorium tersebut dapat memberikan
memberikan reaksi positif kira-kira pada minggu ke 3 atau minggu ke-4. Reaksi
yang timbul jika penderita memang mengalami infeksi oleh trichinella spiralis
20

adalah berupa benjolan memutih pada kulit dengan diameter sebesar 5 mm atau
lebih yang dikelilingi daerah eritema.Pemeriksaan lainnya adalah berupa reaksi
imunologi seperti tes ikat komplemen, dan tes presipitin.Diagnosis pasti karena
infeksi cacing ini juga dapat ditegakkan dengan mencari larva yang ada di dalam
darah dan cairan otak yang dapat dilakukan pada hari ke 8-14 sesudah infeksi.
Diagnosis pasti juga dapat ditegakkan dengan melakukan biopsi otot, larva
Trichinella dapat ditemukan pada minggu ke-3 atau ke-4 sesudah infeksi. 7
PENGOBATAN
- Diberikan mebendazol dan tiabendazol per-oral.
- Tirah baring membantu meringankan nyeri otot, tetapi bisa juga diberikan oat
pereda nyeri (misalnya aspirin atau kodein).
- Kortikosteroid (misalnya prednison) bisa digunakan untuk mengurangi
peradangan di otak atau jantung.
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total. 7

PENCEGAHAN
Pencegahan dilakukan dengan cara memasak babi, hasil olahan babi ataupun daging
lainnya. 7
Larva juga biasanya akan mati bila daging dibekukan pada suhu -15 derajat Celsius
atau -20 derajat Celsius selama 1 hari. 7

Ancylostoma duodenale
Ancylostoma duodenale di sebut juga dengan cacing tambang. Cacing dewasa
tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan dikeluarkan bersama
dengan kotoran manusia. Telur akan menetes menjadi larva di luar tubuh manusia,
yang kemudian masuk kembali ke tubuh manusia menembus kulit telapak kaki yang
berjalan tanpa alas kaki. Larva akan berjalan jalan di dalam tubuh melalui peredaran
darah yang akhirnya tiba di paru-paru lalu dibatalkan dan di telan kembali. Gejala
meliputi reaksi alergi lokal atau seluruh tubuh, anemia dan nyeri abdomen. 5
Ancylostoma duodenale di klasifikasi kan sebagai berikut
21

Filum. : Nematoda
Kelas. : Secernentea
Ordo : Strongiloidae
Famili. : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma
Spesies. : Ancylostoma duodenale

Morfologi Ancylostoma duodenale


Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang melekat
pada mukosa dinding usus. Ancylostoma duodenale ukurannya lebih besar. Yang
betina ukurannya 10-13 mm×0,6 mm, yang jantan 8-11×0,5 mm, bentuknya
menyerupai huruf C. Rongga mulut Ancylostoma duodenale mempunyai 2 pasang
gigi, alat kelamin jantan adalah tunggal yang di sebut bursa copalqtrix. Ancylostoma
duodenale betina dalam satu hari dapat bertelur 10.000 butir, telur spesies ini tidak
dapat dibedakan dengan Necator americanus, ukurannya 40-60 mikron, bentuk
lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur yang baru dikeluarkan
tidak beregemen. Di tanah dengan suhu optimum 23°C-33°C, ovum akan
berkembang menjadi 2, 4 , dan 8 lobus . 5

Gambar 7. Telur Ancylostoma duodenale. 5


22

Gambar 8. Larva Ancylostoma duodenale. 59

Gambar 9. Cacing dewasa Ancylostoma duodenale. 5


Siklus Hidup Ancylostoma duodenale
Seekor cacing tambang dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,2 ml
setiap harinya. Cacing dewasa dapat hidup di usus selama satu hingga lima tahun
dimana cacing betina memproduksi telur. Pada infeksi ringan hanya sedikit sekali
kehilangan darah tetapi pada infeksi berat dapat menimbulkan pendarahan hebat,
kekurangan zat besi dan berat badan turun drastis. 5
Seekor cacing tambang dewasa dapat bertelur antara 10.000-30.000 telur per 24
jam. Telur ini akan bertahan lama di tanah yang lembab, sejuk dan di sekitar pohon
yang rindang yang biasanya terdapat di daerah perkebunan. Untuk telur cacing
tambang akan dikeluarkan bersama feses. Ketika berada didalam tanah akan
menetas dalam waktu 1-2 hari dan kemudian akan menjadi larva “Rabditiiti Form”.
Pada hari ke 3 “Rabeniti forem” akan menjadi “fFilari Form”. Dalam bentuk ini
23

dapat hidup di tanah selama 8 minggu. Dalam waktu kisaran tersebut akan terinjak
kaki dan akan menembus kulit dan menuju ke kapiler darah. 5
Telur keluar bersama tinja, dalam waktu 1-2 hari telur akan berubah menjadi larva
rabditiform menetas di tanah yang basah dengan temperatur yang optimal untuk
tumbuhnya telur adalah 23-30°C. Larva rabditiform makan zat organisme dalam
tanah dalam waktu 5-8 hari membesar sampai dua kali lipat menjadi larva
filariform, dapat tahan di luar sampai dua Minggu, bila dalam waktu tersebut tidak
segera menemukan host, maka larva akan mati. Larva filariform masuk kedalam
tubuh host melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, maka larva
akan sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju ke paru-paru, kemudian
alveoli ke bronchus, ke trakea dan apabila manusia tersedak maka larva akan masuk
ke oesophagus lalu ke usus halus (siklus ini berlangsung kurang lebih dalam waktu
dua minggu). 5

Gambar 10. Siklus Hidup Ancylostoma duodenale. 5


Epidemiologi
Kejadian penyakit ini di Indonesia sering di temukan terutama di daerah pedesaan,
khususnya di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya
sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah
gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang
air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat berperan dalam
24

penyebaran infeksi penyakit ini. Tanah yang baik untuk kopertumbuhan larva
adalah tanah gembur dengan suhu optimum 32°C-38°C. Untuk menghindari infeksi
dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu bola keluar rumah. 5
Patogenesis
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan
dirinya pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan,
otot oesofagus cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan
jaringan instestinal ke dalam kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur
kapiler dan arteriol yang menyebabkan perdarahan. Pelepasan enzim hidrolik oleh
cacing tambang akan memperberat kerusakan pembuluh darah. Hal itu di tambah
lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan termasuk di antaranya Inhibitir faktor
tissue Inhibitir factor. Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang
dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobin Ade, sedangkan sebagian lagi dari
darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna. Masa inkubasi mulai dari bentuk
dewasa pada usus sampai dengan timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut,
berkisar antara 1-3 bulan. Untuk menyebabkan anemia diperlukan kurang lebih 500
cacing dewasa. Pada infeksi yang berat dapat terjadi kehilangan darah sampai
200ml/hari, meskipun pada umumnya di dapatkan perdarahan intestinal kronik yang
terjadi perlahan-lahan. Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing
tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi (
jumlah cacing dalam usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus.
Infeksi Ancylostoma duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih banyak.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh adanya larva maupun cacing dewasa. Apabila
larva menembus kulit dalam jumlah banyak, akan gatal-gatal dan kemungkinan
terjadi infeksi sekunder. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa
dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi, dan gangguan darah. 1
Gejala Klinis
Stadium larva : Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya ringan.
25

Stadium dewasa : Spesies dan jumlah cacing, keadaan gizi penderita. Gejala klinik
yang timbul bervariasi bergantung pada beratnya infeksi, gejala yang sering muncul
adalah lemah, lesu, pucat, sesak bila bekerja berat, tidak enak perut, perut buncit,
anemia, dan malnutrisi. 1
Tiap cacing menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,8-0,34 cc pada Ancylostoma
duodenale. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositik. Disamping itu juga
terdapat eosinofilia. Anemia karena Ancylostoma duodenale biasanya berat.
Hemoglobin di bawah 10gram per 100 cc darah jumlah erytrocyte dibawah
1.000.000/mm. Jenis anemia hypochromic microcyic. Bukti adanya toksin yang
menyebabkan anemia belum ada biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya
tahan berkurang dan prestasi kerja menurun. 1
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur tinja didalam tinja segar manusia
dan lerva pada tinja yang sudah lama.
Pemeriksaan tinja :
Tujuannya dari pemeriksaan tinja yaitu untuk menegakkan diagnosis pasti, ada dan
tidaknya infeksi, serta jenis telur cacing yang menginfeksi. Metode pemeriksaan
tinja Katokatz kualitatif, dengan pertimbangan hanya untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan tinja positif atau negatif cacingan tanpa menentukan intestinal atau
berat ringannya penyakit. Langkah memperoleh spesimen :
- Sebelum pot tinja dibagi ke pasien perlu terlebih dahulu dilakukan wawancara
mengenai pengetahuan kecacingan, kebiasaan hidup sehat dengan menggunakan
kuesioner.
- Setelah wawancara, pot tinja yang telah diberikan kode yang sama dengan kode
kuisioner dibagikan ke pasien.
- Jumlah tinja yang dimasukkan ke dalam pot tinja sekitar 100 mg (sebesar kelereng
atau ibu jari tangan.
- Spesimen harus segera diperiksa pada hari yang sama untuk menghindari rusaknya
telur cacing tambang. Apabila tidak memungkinkan tinja harus di beri formalin 10%
hingga terendam. 1
26

Pengobatan dan pencegahan


Pengobatan :
- Prioritas utama adalah memperbaiki anemia dengan cara memberikan tambahan zat
besi per oral atau suntikkan zat besi.
- Pada kasus yang berat mungkin perlu dilakukan transfusi darah.
- Jika kondisi penderita stabil, diberikan obat pirantel pamoate atau mebendazole
selama 1-3 hari berturut-turut untuk membunuh cacing tambang. Obat ini tidak boleh
diberikan kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin yang di
kandungnya.
- Levamisol hidrokhlorit. Merupakan isomer dari tetramisol. Obat ini digunakan pada
pengobatan infeksi nematoda usus. Dosis tinggi levamisol efektif mengobati sedikit
berperan melawan infeksi cacing tambang. Obat ini bekerja dengan meningkatkan
frekuensi aksi potensi dan menghambat transmisi neurimuskular cacing, sehingga
cacing berkontraksi diikuti dengan peralisis tonik, kemudian mati. Pada pemberian
oral, levamisol diserap dengan cepat dan sempurna. Kadar puncak tercapai dalam
waktu 1-2 jam sesudah pemberian dosis tunggal. Dalam waktu 24 jam, 60% obat
diekstraksi bersama urin sebagai metabolit. Dosis rendah levamisol hanya
menyebabkan efek samping ringan pd saluran cerna dan SSP. Pemakaian untuk
waktu yang lama dengan dosis tinggi dapat menimbulkan efek samping reaksi alergi,
neutropenia, dan Flu-like syndrome. Tetapi pemakaian dosis tinggi secara oral
3mg/kgBB cukup aman dan jarang menimbulkan efek samping. Levamisol tersedia
sebagai tablet 25, 40, dan 50 mg yang dapat diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgBB.
Mebendazol. Pemberian 500 mg dosis tunggal mendapat angka penyembuhan
93,4%, dan 91,1% untuk A.lumbricoides, T.trichiura, dan A.duodenale,
N.americanus. mebendazol banyak digunakan sebagai monoterapi untuk pengobatan
masal terhadap penyakit kecacingan dan juga pada infeksi campuran dua atau lebih
cacing. Mebendazol menyebabkan kerusakan struktur dan menghambat sekresi
asetilkolin esterase cacing. Obat ini juga menghambat sintesis mikrobus nematoda
yang mengakibatkan gangguan pada mitos dan pengambilan glukosa secara
irreversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen dan pengambilan glukosa secara
27

irreversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen pada cacing, dan kemudian


cacing akan mati secara perlahan-lahan. Mebendazol juga menimbulkan sterilisasi
pada telur cacing, sehingga telur gagal berkembang menjadi larva. Obat ini tidak di
anjurkan pada ibu hamil karena memiliki sifat teratogenik yang potensial dan bagi
anak usia dibawah dua tahun. Pemberian obat ini pada pasien mempunyai riwayat
alergi sebelumnya tidak dianjurkan. Mebendazol biasanya diminum secara oral,
dosisnya sama pada dewasa dan anak yang berusia lebih dari dua tahun . Pada cacing
tambang di berikan 100 mg obat diminum pada pagi dan malam hari selama 3 hari
berturut-turut atau dengan dosis tunggal 500 mg dan tidak memerlukan pencahar.

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sanitasi lingkungan, diantaranya :


- Hindari berjalan keluar rumah tanpa memakai alas kaki. Kebiasaan tidak
memakai alas kaki merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya infeksi
cacing tambang.
- Cuci tangan sebelum makan. Cuci tangan, pekerjaan ini adalah awal yang
terpokok jika ingin tetap sehat. Dimana pun dan kapanpun selalu ada bakteri atau
mikroorganisme yang siap masuk melawan tubuh kita 70% perantara yang tepat
adalah dari tangan, untuk itu cuci tangan adalah salah satu tindakan preventif yang
sangat tepat.
- Hindari pemakaian feses manusia sebagai pupuk pada sayuran jika sayuran
yang dimakan tidak bersih maka larva cacing akan ikut termakan karena sayuran
dipupuk menggunakan feses manusia yang telah terinfeksi.
- Jika anda ibu, awasi dan jaga anak anda main di tanah. Dari sifat hidupnya,
cacing tambang hidup pada tanah, sangat cepat menular melalui kulit, melewati
epidermis kulit teratas hingga terakhir, anak-anak tentulah sangat mudah untuk
dijadikan media untuk hidup cacing tambang. Untuk itu perlu awasi anak anda saat
bermain di tanah atau di halaman rumah yang memungkinkan adanya cacing
tambang. Jika terlanjur memanjakan anak anda, lakukan kegiatan prefentif yaitu
bersihkan seluruh badan anak dari tanah sehabis main.
28

- Bersih pakaian dan tempat. Mikroba penyebab infeksi ada dimana-mana,


bahkan tempat maupun pakaian kita yang terlihat bersih pun bisa saja terdapat
kuman-kuman yang membahayakan kesehatan. Dengan demikian kebersihan atau
sanitasi dan higienis tempat anda sangat diperlukan untuk mempertahankan
kesehatan dan keluarga. 1
Komplikasi infeksi cacing tambang

Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, infeksi cacing tambang bisa memicu
malah kesehatan lainnya, seperti :
- Anemia berat
- Malnutrisi
- Pertumbuhan anak terhambat. 1

Necator americanus
Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus
dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000 –
10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing
jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam
mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur
cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1 – 1,5 hari dalam tanah, telur tersebut
menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi
larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7–8 minggu di
tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru.
Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan
laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi
cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan
bersama makanan. 9
Patofisiologi
Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya
pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan
kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan
29

darah (anemia) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan


produktifitas. Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai
cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab. 9
Infeksi parasit ini merupakan salah satu penyebab terjadinya pendarahan,
saluran cerna. Necator americanus hanya bisa di penetrasi di kulit dan manusia
menjadi inang definitif. Necator americanus menyebabkan kehilangan darah
sebanyak 0.01-0.04 ml percacingnya. Bentuk dewasa dapat tumbuh sampai 3-5 tahun.
Betinanya menghasilkan 5.000-10.000 telur perharinya. 9
Cacing tambang memiliki pengait seperti gunting yang membatu melekatkan
dirinya paada mukosa dan submukosa lalu akan melepaskan enzim hidrolitik untuk
memperberat kerusakan pembuluh darah. Sebagian darah akan di cerna oleh cacing
dan sebagian lain akan keluar melalui saluran cerna. Untuk menyebabkan infeksi
berat dan anemia diperlukan kuran lebih 500 cacing dewasa. Pada infeksi berat dapat
terjadi kehilangan darah sampai 200 ml/hari. 9

Gambar 11. Siklus Hidup Necator americanus.10

Gejala klinis
30

Gejala klinis infeksi pada umumnya bersifat asimptomatik. Gejala utamanya yang
terjadi saat infeksi yaitu rasa gatal di kulit kaki, dermatitis dan kadang kadang ruang
makulopapula sampai vesikel. 9
Berat ringannya gejala klinis yang terjadi pada infeksi hook worm tergantung pada :
 jumlah cacing
 stadium cacing tambang
 infeksi pertama atau infeksi ulang
 lamanya infeksi
 keadaan gizi penderita
 adanya penyakit lain
 umur penderita

Manifestasi klinis pada infeksi hook worm bisa ditimbulkan oleh :

Larva
 Ground itch / Dew itch adalah rasa gatal yang timbul saat larva hook worm
masuk menembus kulit, semakin banyak larva yang menembus kulit semakin hebat
gejala yang timbul. Masuknya larva hook worm yang menembus kulit juga bisa
menyebabkan dermatitis dengan eritemia, edema, vesikel, dan gatal.
 Infeksi pertama memberikan gejala yang lebih berat daripada infeksi ulangan.
 Larva dari cacing tambang hewan (Ancylostoma brazilliense, Ancylostoma
ceylanicum, dan Ancylostoma caninum) juga bisa menginfeksi manusia dan
menimbulkan creeping eruption (cutaneus larva migrans). Dalam kulit manusia larva
bisa hidup beberapa hari sampai beberapa bulan. Larva ini mengembara dalam kulit
manusia tetapi tidak pernah mencapai stadium dewasa.10

Cacing tambang dewasa


 Terjadi gejala anemia, karena cacing dewasa menghisap darah manusia, selain
itu tempat perlekatan cacing juga terjadi perdarahan. Anemia yang terjadi akibat
infeksi cacing tambang adalah anemia mikrositik hipokromik.
31

 Pada infeksi lanjut dapat menyebabkan defisiensi gizi, karena adanya anemia,
gangguan absorbsi, digesti akibat atrofi vili usus akibat luka gigitan, dan diare akibat
iritasi gigitan cacing.
 Pada pemeriksaan darah biasanya didapatkan eosinofilia yaitu meningkatnya
jumlah sel eosinofil. Peningkatan jumlah eosinofil pada infeksi hook worm bisa
sampai 15% – 30%.
 Pemeriksaan darah samar (occult) dalam tinja biasanya positif, bahkan kadang
darah bisa dilihat dengan mata telanjang.
 Infeksi cacing ini dapat menimbulkan kekebalan. Jika tidak ada defisiensi
gizi, infeksi ulangan akan memberikan kekebalan sehingga jumlah cacing tambang
akan berkurang sampai hilang dari intestinum / usus halus.10

Morfologi Cacing Tambang

Gambar 12. Telur cacing tambang.10


Ciri-ciri telur hook worm :
 berbentuk oval ukuran
 panjang ± 60 μm dan lebar ± 40 μm
 dinding 1 lapis tipis dan transparan
 isi telur tergantung umur
o Tipe A → berisi pembelahan sel (1 – 4 sel)
o Tipe B → berisi pembelahan sel (> 4 sel)
o Tipe C → berisi larva.10
32

Gambar 13. larva rhabdhitiform (kiri) dan larva filaliform (kanan).10


Ciri-ciri larva rhabditiform
o ukuran : panjang ± 250 μm dan lebar ± 17 μm
o cavum bucalis panjang dan terbuka
o esophagus 1/3 dari panjang tubuhnya
o mempunyai 2 bulbus esophagus
o ujung posterior runcing

Ciri-ciri larva filariform


o ukuran : panjang ± 500 μm
o cavum bucalis tertutup
o esophagus 1/4 dari panjang tubuhnya
o tidak mempunyai bulbus esophagus
o ujung posterior runcing.10
33

Gambar 14. Cacing tambang (Necator americanus) dewasa.10


Ciri-ciri
 ukuran panjang 1 cm
 berwarna putih kekuningan
 ujung posterior cacing betina lurus dan meruncing
 ujung posterior cacing jantang membesar karena adanya bursa kopulaturis
yang terdirdiri dari, bursa rays, spicula dan gubernaculum.
 Memiliki sepasang gigi lempeng berbentuk seperti bulan sabit.10
Cara Diagnosis Infeksi Cacing Necator americanus

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur pada pemeriksaan tinja.


Karena telur sulit ditemukan pada infeksi ringan disarankan menggunakan prosedur
konsentrasi.10
Pencegahan dan Pengobatan
Infeksi Cacing Tambang Pencegahan :
 Selalu menggunakan alat kaki saat keluar rumah
 Hindari kontak kaki secara langsung dengan tanah
 Tidak buang air besar sembarangan . 10

Pengobatan :
Obat Anthelminthic (obat yang membersihkan tubuh dari cacing parasit),
seperti albendazole 400 mg dosis tunggal dan mebendazole 100 mg 2x sehari,
34

merupakan obat pilihan untuk pengobatan infeksi cacing tambang. Infeksi pada
umumnya diobati selama 1-3 hari. Obat yang ini efektif untuk mengobati infeksi dan
hanya memiliki sedikit efek samping. Suplemen zat besi juga diperlukan jika
pendertia memiliki anemia. 10

Strongyloides stercoralis
Taksonomi Strongyloides stercoralis
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo : Rhabditida
Famili : Strongyloididae
Genus : Strongyloides
Spesies : Strongyloides stercoralis
Pengertian Strongyloides stercoralis adalah nematoda usus atau cacing usus
yang dapat menyebabkan penyakit Strongyloidiasis. Cacing ini penyebarannya sangat
luas (kosmopolit) tetapi tingkat insidensinya rendah. Cacing ini juga disebut dengan
Thread worm atau cacing benang. Cacing ini mempunyai sifa partenogenesis yaitu
cacing betina hanya dibuahi 1 kali dan selanjutnya dapat menghasilkan telur untuk
seterusnya. 12
35

Gambar 15. Siklus Hidup Strongyloides stercoralis11


Manusia merupakan hospes utama dari Strongyloides stercoralis. Cacing
betina dewasa parasiter menembus mukosa vili intestinal dan membuat saluran-
saluran didalam mukosa terutama didaerah duodenum dan jejunum bagian atas untuk
meletakkan telur-telurnya. Telur akan menetas menjadi larva rhaditiform yang keluar
dari mukosa dan masuk ke lumen usus. Kemudian dari sini ada beberapa jalan bagi
larva rhabditiform :
1. Larva rhabditiform keluar bersama tinja, setelah 12 – 24 jam menjadi larva
filariform yang bertahan berminggu-minggu ditanah. Jika menemukan hospes
maka akan menembus kulit → ikut aliran darah ke jantung → paru-paru →
bronkus → melalui tractus ke atas sampai epiglotis → turun ke bawah melalui
esophagus → ke intestinum tenue dan tumbuh sampai dewasa. Jika tidak
menemukan hospes maka larva filariform akan berkembang ditanah menjadi
cacing dewasa yang hidup bebas → cacing betina bertelur → menetas menjadi
larva rhabditiform → larva filariform → menjadi infeksius atau hidup bebas
lagi.
2. Pada penderita yang sudah mengalami infeksi dapat mengalami auto infeksi
dengan cara :
36

Auto infeksi internal : jika terjadi konstipasi, larva rhabditiform akan menjadi
larva filariform saat masih ada di usus kemudian menembus usus dan
menginfeksi lagi. Auto infeksi eksternal : jika larva rhabditiform tumbuh
menjadi larva filariform di daerah anus kemudian menembus kulit daerah
perianal untuk menginfeksi lagi.

Morfologi Strongyloides stercoralis

Gambar 16. Morfologi Strongyloides stercoralis11


Ciri-ciri larva rhabditiform Strongyloides stercoralis :
Panjang ± 225 μm cavum bucalis pendek, lebar dan terbuka esophagus 1/3 dari
panjang tubuh mempunyai 2 bulbus esophagus ujung posterior runcing
Ciri-ciri larva filariform Strongyloides stercoralis :
Panjang ± 700 μm cavum bucalis tertutup esophagus 1/2 dari panjang tubuh tidak
mempunyai bulbus esophagus ujung posterior tumpul dan bertakik11
Ciri-ciri cacing dewasa Strongyloides stercoralis :
Cacing betina parasiter : ukuran : panjang 2,2 mm dan lebar 0,04 mm tidak berwarna
dan semi transparan dengan kutikula halus dan berstirae halus cavum bucalis pendek
dengan esophagus panjang silindris sapasang uterus mengandung satu rangkaian telur
yang sudah bersegmen Cacing betina hidup bebas : ukuran : panjang 1 mm dan lebar
0,05 – 0,07 mm esophagus 1/3 anterior sepasang uterus mengandung satu rangkaian
telur yang sudah bersegmen Cacing jantan hidup bebas : ukuran : panjang 0,7 mm
dan lebar 40 – 50 μm mempunyai 2 buah spicula ujung posterior melengkung ke arah
ventral. 12
37

Gejala Klinis Strongyloidiasis


Gejala klinis dari strongyloidiasis dapat dibedakan menjadi 3 fase yaitu :
Invasi larva filariform pada kulit, terutama pada kaki menimbulkan gejala eritemia,
vesicula dengan rasa gatal dan sedikit sakit. Pada orang yang sensitif dapat
menimbulkan urticaria, serta dapat berupa creeping eruption. Migrasi larva pada
paru-paru dapat menyebabkan pneumonitis atau lobular pneumonia. Cacing dewasa
betina dapat membuat saluran-saluran di mukosa intestinum tenue sehingga dapat
menyebabkan infeksi catarrhal pada mukosa dan reaksi karena intoxicasi. Gejala yang
timbul dapat berupa sakit perut terutama pada waktu lapar (hunger pain), diare
dengan darah dan lendir berselang-seling dengan konstipasi. 12
Diagnosis Infeksi Strongyloides stercoralis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan larva rhabditiform atau larva filariform
pada pemeriksaan tinja atau aspirasi duodenum. Pencegahan dan Pengobatan Infeksi
Strongyloides stercoralis Pencegahan : Selalu menggunakan alat kaki saat keluar
rumah Hindari kontak kaki secara langsung dengan tanah Tidak buang air besar
sembarangan. 12
Epidemiologi Strongyloides stercoralis
Insidensi infeksi sejajar dengan infeksi cacing tambang, tetapi dengan angka yang
lebih rendah. Keadaan tanah, iklim, sanitasi, dan kebiasaan tanpa alas kaki
merupakan faktor terjadinya infeksi cacing ini. 12
Tatalaksana:
Farmako :
3. Ivemectin : 3mg
4. Mebendazole
Menyebabkan kematian cacing dengan selektif dan menghalangi
pengambilan glukosa dan nutrisi lain di usus orang dewasa yang rentan
dimana cacing berada. Tersedia sebagai tablet kunyah 100 mg yang dapat
ditelan utuh, dikunyah, atau dihancurkan dan dicampur dengan makanan.
38

Dosis : 100 mg PO setiap 12 jam selama 3 hari berturut-turut; jika


penyembuhan tidak tercapai 3 minggu setelah pengobatan, pengobatan
kedua disarankan. 10
5. Albendazole
Dosis : 400 mg PO per hai selama 3 hari.

Non Farmako :
4. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan
5. Cuci, kupas atau masak sayuran dan buah-buahan sebelum dimakan.

Mengajarkan pada anak-anak jangan bermain ditanah terutama tanah yang


kemungkinan terdapat kotoran manusia. 12

Taenia saginata

a) Definisi
Taenia saginata merupakan cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea,
dan filum Platyhelminthes. Hospes definitif Taenia saginata ialah manusia, manakala
hospes perantaranya ialah hewan dari famili Bovidae seperti sapi dan kerbau. 1
b) Morfologi dan Siklus Hidup
Taenia saginata adalah salah satu cacing pita yang berukuran besar dan panjang;
terdiri atas kepala yang disebut skoleks, leher dan strobila yang merupakan rangkaian
ruas-ruas proglotid, sebanyak 1000-2000 buah. Panjang cacing 4-12 meter atau lebih.
Skoleks berukuran hanya 1-2 milimeter, mempunyai empat batil isap dengan otot-
otot yang kuat, tanpa kait-kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan di
dalamnya tidak terlihat struktur tertentu. Strobila terdiri atas rangkaian proglotid yang
imatur, matur, dan mengandung telur (gravid). Proglotid gravid terletak di bagian
terminal dan sering terlepas daripada strobila. Proglotid ini dapat bergerak aktif,
keluar bersama tinja atau sendiri dari anus secara spontan. Setiap hari, kira-kira 9
buah proglotid dilepas. Bentuk proglotid lebih panjang daripada lebar. Sebuah
proglotid gravid berisi kira -kira 100.000 buah telur. 1
39

Telur dapat bertahan hidup di lingkungan luar dari beberapa hari hingga beberapa
bulan. Hewan ternak seperti sapi terinfeksi dengan memakan rumput yang telah
terkontaminasi dengan telur atau proglotid gravid yang keluar bersama tinja. Di
dalam usus hewan tersebut, telur yang mengandung onchosphere

Gambar 17. Siklus Hidup Taenia saginata 13


c) Sumber dan Cara Penularan
Sumber penularan taenia saginata dapat melalui penderita taeniasis sendiri dimana
tinjanya mengandung telur atau proglotid cacing pita. Hewan ternak terutamanya sapi
yang mengandung larva cacing pita ( Cysticercus bovis) juga dapat menjadi sumber
penularan. Seseorang bisa terkena infeksi cacing pita melalui makanan, yaitu
memakan daging sapi yang mengandung larva. 1
d) Manifestasi Klinis dan Diagnosa
Kebanyakan kasus taeniasis asimptomatis. Gejala ringan seperti diare, gangguan
pencernaan, dan nyeri abdomen dapat dijumpai pada beberapa kasus. Diagnosa
taeniasis dapat ditegakkan dengan dua cara yaitu, menanyakan riwayat penyakit
(anamnesis) dan pemeriksaan tinja. Dalam anamnesis perlu ditanyakan apakah
penderita pernah mengeluarkan proglotid (segmen) dari cacing pita pada saat buang
air besar ataupun secara spontan. Tinja yang diperiksa pula ialah tinja sewaktu
40

berasal dari defekasi spontan dan dalam keadaan segar. Pemeriksaan tinja secara
mikroskopis dilakukan dengan metode langsung dengan menggunakan pengencer
NaCl 0,9% atau lugol. Apabila ditemukan telur cacing Taenia saginata, maka
pemeriksaan menunjukkan hasil positif taeniasis. Pada pemeriksaan tinja secara
mikroskopis dapat juga ditemukan proglotid jika keluar. 1
e) Pengobatan dan Pencegahan
Penderita taeniasis diobati dengan praziquantel, dosis 100 mg/kg berat badan, dosis
tunggal. Satu hari sebelum pemberian obat cacing, penderita dianjurkan untuk makan
makanan yang lunak tanpa minyak dan serat. Kemudian, penderita menjalani puasa
pada malam hari setelah makan malam. Obat cacing diberikan kepada penderita
dalam keadaan perut kosong keesokan harinya. Dua hingga dua setengah jam
kemudian, diberikan pula garam Inggris (MgSO4), 30 gram untuk dewasa dan 15
gram atau 7,5 gram untuk anak -anak, mengikut kesesuaian umur, yang dilarutkan
dalam sirup (pemberian sekaligus). Penderita tidak boleh makan sampai buang air
besar yang pertama. Pengobatan taeniasis dinyatakan berhasil apabila skoleks Taenia
saginata dapat ditemukan utuh bersama proglotid. 1
Niclosamide juga dapat diberikan pada penderita taeniasis dewasa dan anak-anak di
atas enam tahun dengan dosis sebanyak 2g, administrasi tunggal selepas sarapan dan
diteruskan dengan pemberian laxative 2 jam kemudian. Bagi anak-anak usia dua
sampai enam tahun, dosis niclosamide yang diberikan ialah sebanyak 1g dan bagi
anak-anak di bawah usia 2 tahun sebanyak 500mg. Pencegahan dari taeniasis dapat
dilakukan dengan cara mendinginkan daging dalam suhu -10 derajat celcius selama
lima hari dan memasak daging sehingga matang dengan suhu di atas 57 derajat
celcius dalam waktu yang cukup lama. Suhu minimal yang direkomendasikan untuk
memasak daging sebaiknya pada suhu 62,8 derajat celcius. Selain itu, pemeriksaan
daging sapi yang ketat, pendidikan kesehatan, kebersihan, dan instalasi sanitasi yang
luas harus dijalankan. 1
41

Taenia Sollium
a) Definisi
Taenia solium merupakan cacing pita (cestoda) yang hidup dalam usus manusia.
Cacing ini dikenal dengan istilah “human pork tapeworm”. Kelas : Eucestoda,
Ordo : Cyclophyllidea, Famili : Taeniidae, Genus : Taenia, Spesies : Taenia
solium. 1
b) Morfologi dan Siklus Hidup
Taenia solium di dalam usus halus manusia dapat tumbuh hingga mencapai
panjang dua sampai delapan meter. Tubuh cacing ini terdiri atas tiga bagian yaitu
skoleks, leher, dan strobila. Skoleks merupakan organ tubuh cestoda yang
berfungsi untuk melekat pada dinding usus. Skoleks merupakan anggota tubuh
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies dalam genus Taenia.
Morfologi skoleks Taenia solium terdiri atas sebuah rostelum dan empat buah
batil hisap (sucker) (Gambar 18a). Rostelum dan sucker tersebut dikelilingi oleh
sebaris kait panjang (180 µm) dan kait pendek (130 µm) di mana setiap barisnya
tersusun atas 22-32 kait. 1
Cacing ini tergolong sebagai hemaprodit yaitu individu yang berkelamin ganda
(jantan dan betina). Kedua organ kelamin tersebut berada pada setiap segmennya.
Organ kelamin jantan dari cacing ini terdiri dari testis, vas efferens, dan kantong
cirrus. Organ kelamin betina dari cacing ini terdiri dari ovarium, tuba fallopii,
uterus, saluran vitelin, kelenjar mehlis dan vitelin, seminal receptacle, serta
vagina. Pada proglotida muda, organ kelamin belum tampak dengan jelas karena
belum berkembang dengan sempurna. Kedua organ kelamin ini akan tampak dan
berkembang pada proglotida dewasa (Gambar 18b) dan akan hilang saat menjadi
proglotida gravid. Proglotida gravid hanya berisi uterus yang memiliki 7 sampai
12 cabang yang penuh dengan telur infektif (Gambar 18c). Diperkirakan satu
proglotida mengandung telur infektif sebanyak 50-60x103. Telur Taenia solium
memiliki ciri morfologi yaitu berbentuk bulat dengan ukuran 31-43 µm. Telur ini
memiliki selubung tebal dan di dalamnya berisi larva yang memiliki enam kait.
Perjalanan siklus hidup Taenia solium memerlukan dua vertebrata sebagai induk
semangnya. Kedua induk semang tersebut berperan sebagai inang antara dan
inang definitif. Babi merupakan inang antara dari Taenia solium dan manusia
42

bertindak sebagai inang definitifnya. Namun, anjing dan manusia dapat menjadi
inang antara dari cacing ini akibat autoinfeksi dan kontaminasi lingkungan.
Siklus hidup Taenia solium berawal dari tertelannya telur infektif cacing ini oleh
inang antaranya (Gambar 11). Telur tersebut selanjutnya akan pecah di dalam
lambung inang antaranya akibat bereaksi dengan asam lambung. Onkosfer yang
telah menetas selanjutnya melakukan penetrasi ke dalam pembuluh darah dan ikut
mengalir bersama darah ke seluruh organ. Onkosfer tersebut akan berkembang
menjadi sistiserkus setelah mencapai otot, jaringan subkutan, otak, hati, jantung,
1
dan mata.
Siklus hidup Taenia solium akan berlanjut jika manusia sebagai inang definitifnya
memakan daging babi yang mengandung sistiserkus tanpa proses pemasakan
sempurna yaitu pemanasan lebih dari 60 °C. Sistiserkus selanjutnya mengadakan
invaginasi pada dinding usus halus manusia dan berkembang menjadi cacing
dewasa. Cacing dewasa ini mulai melepaskan proglotida gravidnya dua bulan
setelah infeksi. Telur infektif yang terkandung dalam penderita taeniasis inilah
1
yang menjadi pencemar lingkungan.

Gambar 18. Morfologi Taenia solium: skoleks (a); proglotida dewasa dengan
organ kelamin yang berkembang (tanda panah hitam menunjukkan lubang
genital) (b); proglotida gravid yang berisi penuh telur infektif (c); Cysticercus
cellulosae (d) 14
43

Gambar 19. Siklus Hidup Taenia Sollium13


c) Sumber dan Cara Penularan
Penyebaran Taenia dan kasus infeksi akibat Taenia lebih banyak terjadi di daerah
tropis karena daerah tropis memiliki curah hujan yang tinggi dan iklim yang sesuai
untuk perkembangan parasit ini. Manusia terkena taeniasis jika memakan daging
sapi atau babi setengah matang. Daging tersebut mengandung sistiserkus sehingga
sistiserkus berkembang menjadi Taenia dewasa dalam usus manusia. Sumber
penularan cacing pita Taenia pada manusia :
 Tinja penderita taeniasis, karena tinja penderita mengandung telur atau
segmen tubuh (proglotid) cacing pita.
 Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita
(sistisekus).
 Makanan, minuman, dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita. 1
d) Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Gejala klinis taeniasis sangat bervariasi dan tidak khas. Sebagian kasus tidak
menunjukkan gejala (asimptomatis). Gejala klinis dapat timbul sebagai akibat
iritasi mukosa usus atau toksin yang dihasilkan cacing. Gejala tersebut antara lain:
 Rasa tidak enak pada lambung
 Mual
44

 Badan lemah
 Berat badan menurun
 Nafsu makan menurun
 Sakit kepala
 Konstipasi
 Pusing
 Pruritus ani
 Diare

Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan tanda vital.
 Pemeriksaan generalis: nyeri ulu hati, ileus juga dapat terjadi jika strobila
cacing membuat obstruksi usus.
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium mikroskopik dengan menemukan telur dalam
spesimen tinja segar. Secara makroskopik dengan menemukan proglotid pada
tinja
 Pemeriksaan laboratorium darah tepi: dapat ditemukan eosinofilia,
leukositosis, LED meningkat.
e) Pengobatan dan Pencegahan
Penatalaksanaan
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:
 Mengolah daging sampai matang dan menjaga kebersihan hewan ternak.
 Menggunakan jamban keluarga.
Farmakologi:
 Pemberian albendazol menjadi terapi pilihan saat ini dengan dosis 400 mg,
1-2x sehari, selama 3 hari, atau
 Mebendazol 100 mg, 3 x sehari, selama 2 atau 4 minggu.
Konseling & Edukasi
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara lain:
 Mengolah daging sampai matang dan menjaga kebersihan hewan ternak
45

 Sebaiknya setiap keluarga memiliki jamban keluarga. 1


Komplikasi : neurosistiserkosis

Fasciolopsis buski
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Trematoda
Subclass : Digenea
Order : Echinostomida
Suborder : Echinostomata
Family : Fasciolidae
Genus : Fasciolopsis
Species : Fasciolopsis buski

Fasciolopsis buski
Fasciolopsis buski, cacing yang menyebabkan penyakit pada usus manusia,
termasuk golongan fasciola, kelas trematoda terbesar dengan ukuran panjang 2 -
7,5 cm, lebar 0,8- 2 cm dan tebal sekitar 3 mm yang menyebabkan parasit pada
manusia. Siklus hidup cacing ini melalui air dan berkembang biak terutama di
daerah beriklim tropis. Cacing ini mengambil zat-zat makanan di dalam usus host.
Sekresi dan telurnya menjadi infektif bila berada di dalam air.
Infestasi F. buski pada manusia dipengaruhi oleh perilaku hidup sehat,
lingkungan, tempat tinggal, dan manipulasinya terhadap lingkungan. Kecacingan
banyak ditemukan di daerah dengan kelembaban yang tinggi. Selain itu, faktor
higiene perorangan dan sanitasi dasar perumahan serta perilaku hidup sehat yang
kurang baik juga bisa menyebabkan terjadinya Fasciolopsiasis. Infeksi F. buski
pada manusia umumnya terjadi karena mengkonsumsi tumbuhan air seperti teratai
(umbi dan biji bunga) serta keladi air (umbi) dalam keadaan segar atau mentah
dan tidak dimasak terlebih dahulu. Tumbuhan rawa tersebut berisiko terjadinya
infeksi Fasciolopsiasis. 15
46

Siklus Hidup

Gambar 20. Siklus Hidup Fasciolopsis buski. 19


Telur menetas di air → keluar mirasidium → dimakan hospes perantara 1 (keong
air dari genus Segmentina, Hippeutis, Cyarulus) → dalam tubuh keong
berkembang menjadi sporokista → redia → serkaria dan keluar dari tubuh keong
→ hidup bebas di air → menempel di hospes perantara 2 (tumbuhan air seperti
enceng gondok, teratai) dan berkembang biak menjadi metaserkaria dalam waktu
3 – 4 minggu → manusia terinfeksi jika makan tumbuhan air yang mengandung
metaserkaria dalam kista → ekskistasi dalam duodenum → melekatkan diri pada
mukosa usus halus dan berkembang menjadi dewasa dalam waktu ± 1 bulan. 19
Morfologi Fasciolopsis buski

Gambar 21. Morfologi Fasciolopsis buski 17


47

Gambar 22. Cacing dewasa Fasciolopsis buski.17

Gambar 23. Telur Fasciolopsis buski.17


- Cacing berbentuk bulat panjang seperti daun, merupakan trematoda yang
terbesar, kelihatan tebal berdaging
- Ukuran : panjang 2 – 7 cm, lebar 0,5 – 2 cm, dan tebal 0,5 – 3 mm
- Tidak mempunyai cephalic cone / tonjolan konis
- Ventral sucker lebih besar (diameter 2 – 3 mm) daripada oral sucker
(diameter 0,5 mm)
- Alat pencernaan dimulai dari pharinx dan oesophagus yang pendek
dilanjutkan ke percabangan saekum ke posterior
- Testis bercabang-cabang banyak
- Vitelaria yang terletak di sebelah lateral meluas dari ventral sucker sampai
ujung posterior badan
- Uterus berkelok-kelok telur besar, berbentuk oval hampir sama dengan
telur Fasciola hepatica dengan ukuran panjang 130 – 140 μm dan lebar 80
– 85 μm telur mempunyai operculum berwarna kekuning-kuningan. 17

Gejala Klinis Fasciolopsiasis


- Peradangan akibat perlekatan cacing pada mukosa usus
48

- Ulserasi yang agak dalam pada luka


- Abses dengan sakit di daerah epigastrium
- Mual
- Diare ringan sampai berat
- Pada infeksi yang berat dapat terjadi oedem dan ascites
- Anemia ringan dengan lekositosis dan eosinofilia sampai 35%

Gejala klinis ini kemungkinan diakibatkan oleh toksin dari cacing. Gejala-gejala
pada umumnya terjadi pada pagi hari dan menghilang bila penderita diberi makan.
Cacing bisa didapatkan sampai usus besar, kadang dapat menyebabkan stasis usus
17
atau obstruksi karena jumlah cacing yang cukup banyak.
Pencegahan dan Pengobatan Fasciolopsiasis
Pencegahan fasciolopsiasis dapat dilakukan dengan cara memasak tumbuhan air
sebelum dimakan, serta jangan buang air besar sembarangan terutama di lokasi
perairan yang ditumbuhi tumbuhan air. Fasciolopsiasis dapat diobati dengan
Praziquantel secara oral. 18
Dosis :Dewasa 75 mg/kg/hari selama 1-2 hari18
Anak-anak : ≥4 tahun: 75 mg/kg selama 1-2 hari, dibawah 4 tahun tidak
dianjurkan 18
Sediaan : tablet 600 gr 18
2. Penyelenggaraan Penanggulangan Cacingan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat. Pada BAB III
tentang Program Penanggulangan Cacingan.
BAB II: PROGRAM PENANGGULANGAN CACINGAN
Pasal 3
1) Pemerintah Pusat menetapkan target program Penanggulangan Cacingan
berupa reduksi Cacingan pada tahun 2019.
2) Indikator dalam pencapaian target program Penanggulangan Cacingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penurunan prevalensi Cacingan
sampai dengan di bawah 10% (sepuluh persen) di setiap daerah kabupaten/kota.
3) Untuk mewujudkan target program Penanggulangan Cacingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
a. penyusunan strategi;
49

b. intensifikasi kegiatan Penanggulangan Cacingan; dan

c. koordinasi dan integrasi dengan lintas program dan lintas sektor. 20


Pasal 4
Strategi dalam mewujudkan target program Penanggulangan Cacingan
meliputi:
a. meningkatkan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk
menjadikan program Penanggulangan Cacingan sebagai program prioritas;
b. meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, dan peran serta
masyarakat dengan mendorong kemitraan baik dengan kelompok usaha maupun
lembaga swadaya masyarakat;
c. mengintegrasikan kegiatan Penanggulangan Cacingan dengan kegiatan
POPM Filariasis, penjaringan anak sekolah, usaha kesehatan sekolah, dan
pemberian vitamin A di posyandu dan pendidikan anak usia dini serta
menggunakan pendekatan keluarga;
d. mendorong program Penanggulangan Cacingan masuk dalam rencana
perbaikan kualitas air serta berkoordinasi dengan kementerian yang bertanggung
jawab dalam penyediaan sarana air bersih;
e. melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di pendidikan anak
usia dini dan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah; dan
f. melakukan pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan Penanggulangan
Cacingan di daerah. 20
Pasal 5
1) Untuk mendukung tercapainya target Penanggulangan Cacingan
diperlukan dukungan dan komitmen berbagai program dan sektor.

2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk


kegiatan yang dapat dikoordinasikan dan diintegrasikan. 20

Pasal 6
Ketentuan mengenai Program Penanggulangan Cacingan lebih lanjut diatur
dalam Pedoman Penanggulangan Cacingan tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 20
BAB III
50

KEGIATAN PENANGGULANGAN CACINGAN


Pasal 7
Dalam penyelenggaraan Penanggulangan Cacingan dilaksanakan kegiatan:
a. promosi kesehatan;

b. Surveilans Cacingan;

c. pengendalian faktor risiko;

d. penanganan Penderita; dan

e. POPM Cacingan. 20
Pasal 8
1) Kegiatan promosi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a
dilaksanakan dengan strategi advokasi, pemberdayaan masyarakat, dan
kemitraan, yang ditujukan untuk:
a. meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala Cacingan
serta cara penularan dan pencegahannya;
b. meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat guna memelihara kesehatan
dengan cara:
a) cuci tangan pakai sabun;

b) menggunakan air bersih untuk keperluan rumah tangga;

c) menjaga kebersihan dan keamanan makanan;

d) menggunakan jamban sehat; dan

e) mengupayakan kondisi lingkungan yang sehat; c. meningkatkan perilaku


mengkonsumsi obat cacing secara rutin terutama bagi anak balita dan anak usia
sekolah; dan

f) meningkatkan koordinasi institusi dan lembaga serta sumber daya untuk


terselenggaranya reduksi Cacingan.

2) Kegiatan promosi kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan. 20
Pasal 9
51

(1) Surveilans Cacingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b


dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan
melalui:

a) penemuan kasus Cacingan;

b) survei faktor risiko; dan

c) survei prevalensi Cacingan.

(2) Penemuan kasus Cacingan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a dilakukan secara aktif dan pasif.

(3) Penemuan kasus Cacingan secara aktif sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pendekatan keluarga dan/atau


penjaringan anak sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah.

(4) Penemuan kasus Cacingan secara pasif sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dilaksanakan melalui laporan pasien yang berobat di fasilitas
pelayanan kesehatan. 20

(5) Survei faktor risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner terstruktur kepada anak
sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah. 20
Pasal 14
POPM Cacingan dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan:
a. bulan vitamin A;

b. pemberian makanan tambahan anak balita, anak usia pra sekolah,

dan anak usia sekolah;

c. usaha kesehatan sekolah; dan/atau

d. program kesehatan lain. 20


52

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK,Setiyohadi B, Syam AF.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jilid I. Jakarta: Interna
Publishing: 2015
2. CDC. Ascariasis-biology. 2017
https://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html
diakses tanggal 1 juni 2018
3. CDC.2018. Trichuriasis.
(https://www.cdc.gov/parasites/whipworm-/index.html)
diakses tanggal 22 Mei 2018.
4. Donkor K. 2018. Trichuris Trichiura (Whipworm) Infection (Trichuriasis).
(https://emedicine.medscape.com/article/788570-overview).
diakses tanggal 22 Mei 2018.
5. Natadisasira,D. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. Jakarta: EGC. 2013
6. Sutanto, inge dkk. 2011. Bahan Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Irianto, koes. Parasitologi Dasar untuk Paramedis dan Non medis.
Bandung: Yramawidya. 2008
8. CDC. 2017. Trichinella spiralis
https://www.cdc.gov/dpdx/trichinellosis/index.html
diakses tanggal 1 juni 2018
9. Yuni.R. Diagnosa Sindrom Loeffler dan Necator americanus berdasarkan
Endoskopi. Jurnal Keedokteran Brawijaya. Volume 28. No.1.2014.
10. Andi. T. A. Parasitologi. Cacing Tambang (Hook worm). Indonesian
Medical Laboratory. Jakarta.2016.
11. Craig, C.F., et al. Craig and Faust’s. Clinical Parasitology. Michigan : Lea
&Febiger CDC.Strongyloides.http://www.cdc.gov/parasites/strongyloides/
12. Pranatharthi.H. 2018. Strongyloides medicine. (online).
(https://emedicine.medscape.com/article/788570-overview),
diakses tanggal 22 Mei 2018.
53

13. Sutanto, I. Dkk. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi Keempat.


Jakarta : Departemen Parasitologi FKUI. 2015
14. Prianto, J. Dkk. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama. 2002
15. Hairani, Budi. Identifikasi Serkaria Fasciolopsis buski dengan PCR untuk
Konfirmasi Hospes Perantara di Kabupaten Hulu Sungai Utara,
Kalimantan Selatan, Indonesia. BALABA Vol. 12 No.1. 2016
16. Atmojo, Tri, Andri., Fasciolopsis buski. Indonesian Medical Laboratory
https://medlab.id/fasciolopsis-buski/
Diakses pd tanggal 1 juni 2018
17. Medscape. Praziquantel. 2017
https://reference.medscape.com/drug/biltricide-praziquantel-342666
diakses pada tanggal 1 juni 2018
18. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) December 8, 2017
https://www.cdc.gov/dpdx/fasciolopsiasis/index.html
Diakses 1 juni 2018
19. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Tentang Penanggulangan Cacingan Nomor 15. 2017

Anda mungkin juga menyukai