Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS OBSTETRI

PLASENTA PREVIA

Disusun oleh:
Farah Arviani Azzahra
120810021

Pembimbing:
dr Bogie Prabowo, Sp.OG(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSUD WALED KABUPATEN CIREBON
1

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
BAB I LAPORAN KASUS............................................................................... 3
1. Identitas Pasien................................................................................... 3
2. Anamnesis.......................................................................................... 3
3. Pemeriksaan Fisik............................................................................... 5
4. Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 7
5. Resume............................................................................................... 9
6. Diagnosis............................................................................................ 10
7. Penatalaksanaan.................................................................................. 10
8. Prognosis............................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 34
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan laporan
kasus obstetri ini dengan judul “Plasenta Previa“. Laporan kasus obstetri ini
diajukan untuk memenuhi tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah Waled Kabupaten Cirebon.
Dalam penulisan laporan kasus ujian obstetri ini penulis banyak
menemukan kesulitan. Namun berkat dorongan dan bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya laporan kasus ujian obstetri ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Bogie Prabowo, Sp.OG(K), selaku
penguji. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ujian
obstetri ini.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang
bersifat membangun dalam tema dan judul yang diangkat dalam laporan kasus
ujian obstetri ini. Akhir kata semoga laporan kasus ujian obstetri ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan umumnya.

Cirebon, September 2021

Penulis
3

BAB I
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Desa Sukadana RT01/RW09 Kecamatan Pabuaran
Kabupaten Cirebon

Tanggal Masuk : 17 September 2021


Jam Masuk : 02:50 WIB

Nama Suami : Tn. T


Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Desa Sukadana RT01/RW09 Kecamatan Pabuaran
Kabupaten Cirebon

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama:
Perdarahan pervaginam
b. Riwayat penyakit sekarang
4

Seorang perempuan berusia 37 tahun dengan G3P2A0 gravida 37


minggu dengan antepartum hemorrhage ke IGD Kebidanan RSUD Waled
pada tanggal 17 september 2021 pukul 02.50 WIB datang diantar
keluarganya dengan keluhan keluar darah banyak dari jalan lahir sejak
pukul 02.00 WIB. Darah yang dikeluarkan berwarna merah segar beserta
gumpalan. Dan ini merupakan pengeluaran darah yang ketiga kali sejak
kehamilah usia kehamilan 5 bulan, saat usia kehamilan 5 bulan pasien
mengalami keluhan flek darah, keluhan berulang pada saat usia kehamilan
7 bulan. Belum keluar air-air dan gerakan janin masih dirasakan oleh
pasien. Pasien mengaku keputihan (-), gatal (-), maupun nyeri (-). Tidak
ada keluhan lain seperti demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan sesak
napas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat HT : Disangkal
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
- Riwayat alergi obat/ makanan : Disangkal
- Riwayat asma : Disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat HT : Disangkal
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
- Riwayat asma : Disangkal
e. Riwayat Operasi
Pasien tidak mempunyai riwayat operasi.
f. Riwayat menstruasi
- Menarche : 13 tahun
- Siklus haid : Teratur
- Panjang siklus : 30 hari
- Lama Haid : 7 hari
5

- Disminorhea : Tidak
- Banyak : 1-2 pembalut
- HPHT : 28-12-2020
- Taksiran Persalinan : 05-10-2021
g. Riwayat obstetri
- Riwayat paritas : 2x
Anak Ke Usia Proses Persalinan BBL
1 16 tahun Normal di bidan 3900 gram
2 8 tahun Normal di bidan 3300 gram
- Riwayat Abortus : disangkal
- Riwayat Infeksi Nifas : disangkal
- Riwayat Penyulit Kehamilan : disangkal
h. Riwayat ANC
- Kontrol kehamilan (ANC) 7x di Bidan
- Imunisasi TT (+) 1x
- USG (+) 3x di dr Sp.OG dan RS
i. Riwayat pernikahan
Pasien mengaku menikah 1x. Menikah pada usia 20 tahun dengan
lama perkawinan 16 tahun.
j. Riwayat kontrasepsi
Pernah melakukan kontrasepsi KB suntik 3 bulan selama 8 tahun.
k. Riwayat ginekologi
Riwayat penyakit kanker, kista ovarium, mioma uteri, dan perdarahan
pervaginam di luar menstruasi disangkal pasien.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmetis
c. Vital sign :
i. Tekanan darah : 110/70 mmHg
ii. Nadi : 81x/menit
iii. Respirasi : 20x/menit
iv. Suhu : 36,5° C
6

d. Berat badan : 68 kg
e. Tinggi badan : 150 cm

f. Status generalis :
i. Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam, dan tidak mudah
rontok.
ii. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
iii. Hidung : Deviasi (-), sekret (-), darah (-).
iv. Telinga : Darah (-), sekret (-).
v. Mulut : Sianosis bibir (-), gusi berdarah (-), karies gigi (-).
vi. Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-).
vii. Thoraks :
- Inspeksi : Simetris, retraksi ICS (-), otot bantu pernapasan (-),
ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil (+)
- Perkusi : Sonor seluruh lapang paru, batas kanan jantung di ICS
II linea parasternalis dextra, batas pinggang jantung di
ICS III linea parasternalis sinistra, apeks jantung di
ICS V linea 2 cm medial midclavicula
- Auskultasi :
Cor : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : VBS (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
viii. Abdomen : Cembung gravida, striae (-), jejas (-), bising usus (+),
nyeri tekan (-)
ix. Ekstremitas : Refleks patella (+/+), edema tungkai (-/-), CRT< 2
detik
g. Pemeriksaan obstetrik :
Pemeriksaan fisik luar :
i. TFU : 27 cm
ii. DJJ : 165 x/menit
iii. His : 1x/10’/10’’
7

iv. Palpasi :
- Leopold I : Teraba bagian bulat lunak, TFU : 27 cm, TBBJ
2.480 gram
- Leopold II : Teraba bagian kecil, bentuk tidak jelas dan menonjol
di kiri dan punggung (teraba bagian jelas, rata, dan
cembung) di kanan
- Leopold III : Teraba bagian bulat keras
- Leopold IV : Bagian terbawah janin belum masuk PAP
(konvergen)
Pemeriksaan fisik dalam : V/V tidak ada kelainan, perdarahan tidak aktif
i. Inspekulo : Tidak dilakukan.
ii. VT : Tidak dilakukan.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hematologi
Clotting time 7 3-11 menit
Bleeding time 2 1-3 menit
Hematologi rutin
Hemoglobin 10 12,5-15.5 gr%
Hematokrit 31 36-48 %
Trombosit 285 150-400 mm^3
Leukosit 15,4 4-10 /mm^3
MCV 87.8 82-98 mikro m3
MCH 30.2 >= 27 pg
MCHC 34.4 32-36 g/dl
Eritrosit 3,48 3,8-5,4 mm^3
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 2-4 %
Neutrofil Batang 0 3-5 %
Neutrofil Segmen 80 50-80 %
Limfosit % 14 25-40 %
Monosit % 4 2-8 %
8

EKG

USG

CTG

5.
Seorang perempuan berusia 23 tahun dengan G2P1A0 gravida 27
minggu dengan antepartum hemorrhage ke IGD Kebidanan RSUD Waled
9

pada tanggal 27 Januari 2021 pukul 11.30 WIB kiriman dari Puskesmas
Astanajapura dengan keluhan mulas-mulas sejak pukul 20.10 WIB dan keluar
darah dari jalan lahir sejak 20.00 WIB. Darah yang dikeluarkan menyemprot
berwarna merah segar beserta beberapa sudah menjadi gumpalan. Dan ini
merupakan pengeluaran darah yang ketiga kali sejak Desember 2020. Belum
keluar air-air dan gerakan janin masih dirasakan oleh pasien. Pasien mengaku
keputihan (-), gatal (-), dan nyeri (-). Tidak ada keluhan lain seperti demam,
batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan sesak napas.
Riwayat penyakit terdahulu seperti DM, HT, penyakit jantung, penyakit
ginjal, asma, dan alergi terhadap makanan, minuman, ataupun obat-obatan
disangkal oleh pasien, begitu juga riwayat keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat operasi disangkal oleh pasien.
Pasien mengaku bahwa pertama kali menstruasi pada usia 13 tahun
dengan siklus yang teratur selama 7 hari tidak disertai adanya nyeri pada saat
menstruasi dan pasien mengganti pembalut 1-2 kali dalam sehari.
Pasien juga mengaku bahwa ini merupakan pernikahan pertamanya
dengan pertama kali menikah pada usia 20 tahun selama 17 tahun. Pasien
mengaku sebelumnya memakai kontrasepsi KB (+) suntik 3 bulan selama 8
tahun. Pasien mengaku ini merupakan kehamilan kedua dengan anak pertama
lahir secara spontan dibantu oleh bidan dengan berat badan lahir 2900 gram
dan sekarang sudah berusia 16 tahun dan anak kedua lahir secara spontan
dibantu oleh bidan dengan berat badan lahir 2800 gram dan sekarang sudah
berusia 8 tahun. Riwayat abortus maupun infeksi nifas disangkal oleh pasien.
Pasien mengaku pernah melakukan pemeriksaan ANC (+) sebanyak 7x
di bidan, imunisasi TT (+) 1x, dan USG (+) 3x di dr Sp.OG dan RS. Pasien
mengaku hari pertama haid terakhir 28-12-2020 dengan taksiran persalinan 5-
10-2021.
Riwayat penyakit kanker, kista ovarium, mioma uteri, dan perdarahan
pervaginam di luar menstruasi disangkal pasien.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien tampak sakit sedang
dengan kesadaran composmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 81
x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36,5°C, berat badan 68 kg, tinggi badan
10

150 cm. Status generalis pasien dalam batas normal. Pada status obstetri,
pemeriksaan fisik luar TFU 27 cm, DJJ 165 x/menit, reguler, His:
1x/10’/10’’. Pada Leopold I teraba bagian bulat lunak, TFU: 27 cm. Leopold
II teraba bagian kecil, bentuk tidak jelas, dan menonjol di kiri dan teraba
bagian jelas, rata, dan cembung di kanan. Leopold III teraba bagian bulat
keras. Leopold IV bagian terbawah janin belum masuk PAP (konvergen).
Pemeriksaan fisik dalam : V/V tidak ada kelainan dan tampak perdarahan
tidak aktif. Pemeriksaan inspekulo dan VT tidak dilakukan.

6. DIAGNOSIS
G3P2A0 gravida 37 minggu dengan antepartum hemorrhage e.c plasenta
previa totalis.

7. PENATALAKSANAAN
a) Umum
 Rawat
 Observasi KU, TTV, His, DJJ dan perdarahan
 Konsul dr. Wildan, Sp.OG
8. PROGNOSIS
- Ad vitam : Ad Bonam
- Ad functionam : Ad Bonam
- Ad Sanationam : Ad Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PLASENTA PREVIA


Perdarahan obstetri yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan
yang terjadi setelah anak baru atau plasenta lahir pada umumnya adalah
perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa
mendatangkan syok yang fatal. Salah satu sebabnya adalah plasenta previa.
11

Oleh sebab itu, perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya selagi


perdarahan belum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya.
Antisipasi dalam perawatan prenatal sangat mungkin karena pada umumnya
penyakit ini berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan
berulang yang mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada
waktu yang tidak tertentu, tanpa trauma. Sering disertai oleh kelainan letak
janin atau pada kehamilan lanjut bagian bawah janin tidak masuk ke dalam
panggul, tetapi masih mengambang di atas pintu atas panggul.1

2.2.1 DEFINISI
Plasenta previa ialah plasenta yang ada di depan jalan lahir
(prae = di depan; vias = jalan). Jadi yang dimaksud adalah plasenta
yang implantasinya tidak normal ialah berimplantasi pada segmen
bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian
ostium internum.2,3
Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan atau
dinding belakang rahim di daerah fundus uteri. 2 Sejalan dengan
bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim
ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik
mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas
pembukaan cervix yang tertutup oleh plasenta.1

2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut data sertifikat di Amerika Serikat tahun 2003, plasenta
previa mempersulit hampir 1 diantara 300 pelahiran. Dari Nova
Scotia, Crane dkk, menemukan insiden sebesar 1 diantara 300 pada
hampir 93.000 pelahiran. Di Parkland Hospital, insiden ditemukan
sebesar 1 diantara 390 pada lebih dari 280.000 pelahiran yang terjadi
antara tahun 1998 dan 2006. Prevalensi ini sangat mirip bila
dipertimbangkan bahwa tidak terdapat kepastian mengenai definisi
dan identifikasi.3
12

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas


tinggi dan pada usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada
kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut
mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa rumah sakit umum
pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%.
Di Negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1%,
mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi.
Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetri yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih
tinggi.1

2.2.3 ETIOLOGI
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan
dengan plasenta previa seperti atrofi endometrium, tumor-tumor,
seperti mioma uteri, polip endometrium, endometrium cacat, seksio
cesarea, kuretase, kehamilan kembar, dan riwayat plasenta previa
sebelumnya.4
Plasenta previa terjadi jika keadaan endometrium kurang baik
misalnya karena atrofi endometrium. Keadaan ini misalnya terdapat
pada:
a. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilan-kehamilan
pendek.
b. Pada myoma uteri.
c. Curretage yang berulang-ulang.2

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta


harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Karena
luasnya, dapat mendekati atau menutup ostium internum.2
Strassman mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya
adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai
akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat
13

rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan


sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di
endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor risiko
bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan
menaikan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok
dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia
akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang
terlalu besar seperti pada kehamilan ganda bisa menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri.1

2.2.4 FAKTOR PREDISPOSISI


a. Usia ibu
Usia ibu yang semakin lanjut meningkat risiko plasenta
previa. Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa
berkembang 3 kali lebih besar pada perempuan di atas usia 35
tahun dibandingkan pada wanita di bawah usia 20 tahun. Usia
wanita produktif yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah
20-35 tahun. Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada
umur ibu >35 tahun. Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan
peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa,
karena sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole
miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak
merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas
permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang
adekuat.4
Insiden plasenta previa meningkat secara bermakna pada
setiap peningkatan kelompok usia ibu. Insiden ini sebesar 1 dalam
1500 pada perempuan berusia ≤19 tahun dan sebesar 1 dalam 100
pada perempuan berusia lebih dari 35 tahun. Bertambahnya usia
ibu di AS telah menyebabkan peningkatan insiden total plasenta
14

previa dari 0,3% pada tahun 1976 menjadi 0,7% pada tahun 1997.
Diantara lebih dari 36.000 perempuan yang terlibat dalam
penelitian FASTER, mereka yang berusia lebih dari 35 tahun lebih
memiliki risiko 1,1% untuk mengalami plasenta previa,
dibandingkan dengan risiko 0,5% pada perempuan yang berusia
kurang dari 35 tahun.3
b. Multiparitas
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita
multipara daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa
disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada
desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta
tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga menutupi
pembukaan jalan lahir.4
Multiparitas berkaitan dengan peningkatan risiko plasenta
previa. Babinszki melaporkan bahwa insiden 2,2% pada perempuan
pada 5 atau lebih merupakan peningkatan yang signifikan
dibandingkan dengan insiden pada perempuan dengan paritas yang
lebih sedikit. Ananth melaporkan angka kejadian plasenta previa
40% lebih tinggi pada kehamilan dengan janin multiple
dibandingkan dengan kehamilan dengan janin tunggal.3
c. Riwayat pelahiran caesar
Riwayat pelahiran caesar meningkatkan risiko plasenta
previa. Pada penelitian terhadap 30.132 perempuan dalam
pelahiran yang menjalani pelahiran caesar, Silver melaporkan
peningkatan risiko plasenta previa pada perempuan yang memiliki
riwayat pelahiran caesar. Insiden ini sebesar 1,3% pada mereka
yang memiliki riwayat satu kali mejadi pelahiran caesar, dan 3,4%
pada mereka yang pernah menjalani enam kali atau lebih pelahiran
caesar.3
Menurut Manuaba (2008) faktor-faktor yang dapat
meningkatkan angka kejadian plasenta previa antara lain adalah
endometrium yang cacat. Endometrium yang cacat dapat
15

disebabkan karena adanya bekas operasi, bekas kuretase dan


plasenta manual. Hal ini manyebabkan plasenta mencari tempat
implantasi yang lebih subur. 5
d. Riwayat abortus
Menurut Fauziyah (2012), bahwa abortus merupakan
kehamilan yang berahir secara spontan sebelum janin dapat
bertahan yaitu pada saat embrio atau janin seberat 500 gram atau
kurang, yang biasanya sesuai dengan usia janin (usia kehamilan)
dari 20 hingga 22 minggu atau kurang. Menurut peneliti, hal
tersebut disebabkan karena riwayat abortus merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi terjadinya plasenta previa. Ibu hamil
yang tidak memiliki riwayat abortus akan memiliki dinding
endometrium yang lebih baik sedangkan Ibu hamil yang memiliki
riwayat abortus karena memiliki dinding endometrium yang cacat
akibat terjadinya perlukaan karena mengalami abortus. Hal tersebut
yang menyebabkan plasenta mencari tempat yang lebih subur dan
berimplantasi di segmen bawah uterus yang menyebabkan plasenta
previa.5
e. Kebiasaan merokok
Pada perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi
dua kali lipat. Hipoksemia akibat karbo monoksisa hasil
pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi
sebagai upaya kompesasi.6

2.2.5 FISIOLOGI PLASENTA


16

Gambar 1 Fisiologi Pembentukan Plasenta8

Setelah nidasi, trofoblas terdiri atas 2 lapis, yaitu bagian dalam


disebut sitotrofoblas dan bagian luar disebut sinsisiotrofoblas.
Endometrium atau sel desidua di mana terjadi nidasi menjadi pucat
dan besar disebut sebagai reaksi desidua. Sebagian lapisan desidua
mengalami fagositosis oleh sel trofoblas. Reaksi desidua agaknya
merupakan proses untuk menghambat invasi, tetapi berfungsi sebagai
sumber pasokan makanan.
17

Sebagian sel trofoblas terus menembus bagian dalam lapisan


endometrium mendekati lapisan basal endometrium di mana terdapat
pembuluh darah arteri spiralis, kemudian terbentuk lacuna yang berisi
plasma ibu. Proses pelebaran darah arteri spiralis sangat penting
sebagai bentuk fisiologi yaitu model mangkuk. Hal ini dimungkinkan
karena penipisan lapisan endotel arteri akibat invasi trofoblas yang
menumpuk lapisan fibrin di sana.
Proses invasi trofoblas tahap kedua mencapai bagian
miometrium arteri spiralis terjadi pada kehamilan 14-15 minggu dan
saat ini perkembangan plasenta telah lengkap. Lakuna yang kemudian
terbentuk akan menjadi ruang intervili.
Sel trofoblas awal kehamilan disebut sebagai vili primer,
kemudian akan berkembang menjadi sekunder dan tersier pada
trimester akhir.
Bagian dasar sel trofoblas akan menebal yang disebut korion
frondosum dan berkembang menjadi plasenta. Sementara itu, bagian
luar yang menghadap ke cavum uteri disebut koriom leave yang
diliputi oleh desidua kapsularis. Desidua yang menjadi tempat
implantasi plasenta disebut desidua basalis.
Pada usia kehamilan 8 minggu (6 minggu dari nidasi) zigot telah
melakukan invasi terhadap 40-60 arteri spiralis di daerah desidua
basalis. Vili sekunder akan mengapung di kolam darah ibu, di tempat
sebagian vili melekatkan diri melalui integrin kepada desidua.1

2.2.6 PATOFISIOLOGI
18

Gambar 2 Patofisiologi Plasenta Previa

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester


ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai
terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami
pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua
sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu cervix mendatar
(effacement) dan membuka (dilation) ada bagian tapak plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal
dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta.
Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah
dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan cervix tidak
mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak
akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena
terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar
dari plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak
dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu
akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan
berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih
dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum.
Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
19

perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.


Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak
pada perdarahannya berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok
hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa
terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh
kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung
tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak terbentuk
hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan
melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah
rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas,
akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih
sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-
buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan
inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah
sesar. Segmen bawah rahim dan cervix yang rapuh mudah robek oleh
sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini
berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada
plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar
melepas dengan sempurna (retention placentae), atau setelah uri lepas
karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik. 1

2.2.7 KLASIFIKASI
Plasenta previa dibagi dalam: 1,3,6
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum. Pada posisi ini, jelas tidak mungkin
bayi dilahirkan pervaginam (normal/ spontan/ biasa), karena risiko
perdarahan sangat hebat.
20

2. Plasenta previa lateralis adalah plasenta yang menutupi sebagian


ostium uteri internum. Pada posisi ini pun risiko perdarahan masih
besar, dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui pervaginam.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada
pada pinggir ostium uteri internum. Bisa dilahirkan pervaginam
tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya
berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.

Gambar 3 Klasifikasi Plasenta

Klasifikasi lain dari plasenta previa adalah sebagai berikut:


1. Tipe I : Tepi plasenta melewati batas sampai segmen bawah
rahim dan berimplantasi <5 cm dari ostium uteri
internum.
2. Tipe II : Tepi plasenta mencapai pada ostium uteri internum
namun tidak menutupinya.
3. Tipe III : Plasenta menutupi ostium uteri internum secara
asimetris.
4. Tipe IV : Plasenta berada di tengah dan menutupi ostium uteri
internum Tipe I dan II disebut juga sebagai plasenta
previa minor sedangkan tipe III dan IV disebut plasenta
previa mayor.6
21

Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya


pembukaan. Misalnya, plasenta letak rendah pada pembukaan 2 cm
dapat menjadi plasenta previa lateralis pada pembukaan 8 cm karena
cervix yang membuka tidak lagi menutupi plasenta. Sebaliknya,
plasenta previa yang tampaknya total sebelum pembukaan cervix
dapat menjadi lateralis pada pembukaan 4 cm karena cervix membuka
melebihi tepi plasenta. Maka penentuan macamnya plasenta previa
harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan
misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm.1,3

2.2.8 KRITERIA DIAGNOSIS


a. Gejala
1) Gejala yang terpenting ialah perdarahan tanpa nyeri, usia
kehamilan >22 minggu, dan darah berwarna merah segar.
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah
perdarahan uterus yang keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri.
Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke
atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan
berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu
sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi
berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang
lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak
rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan,
perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio
plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah
rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim.
Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai
pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan
cervix dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih
rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah
terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan
22

misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta


akreta.1
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul
setelah bulan ke tujuh. Hal ini disebabkan karena:2
- Perdarahan sebelum bulan ke tujuh memberi gambaran
yang tidak berbeda dari abortus.
- Perdarahan pada plasenta previa disebabkan karena
pergerakan antara plasenta dan dinding rahim.

Setelah bulan ke 4 terjadi regangan pada dinding rahim


karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri,
akibatnya isthmus uteri tertarik menjadi dinding cavum uteri
(SBR). Pada plasenta previa, keadaan ini tidak mungkin tanpa
pergeseran antara plasenta dan dinding rahim, saat perdarahan
tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan
pada isthmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his
untuk menimbulkan perdarahan tapi sudah jelas dalam
persalinan his pembukaan menyebabkan perdarahan karena
bagian plasenta di atas akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan
pada plasenta previa bersifat terlepas dari dasarnya.
Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang.
Setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim
maka regangan dinding rahim dan tarikan pada cervix
berkurang, tapi dengan majuya kehamilan regangan bertambah
lagi dan menimbulkan perdarahan baru, kejadian ini berulang-
ulang.
Darah terutama berasal dari ibu yaitu berasal dari
ruangan intervillosa akan tetapi dapat juga berasal dari anak
kalau jonjot terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih
besar terbuka.2
2) Kepala anak sangat tinggi
23

Karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim, kepala


tidak dapat mendekati pintu atas panggul.
3) Plasenta previa biasanya berasosiasi dengan implantasi yang
abnormal
Jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa atau
plasenta previa letak rendah maka robekan selaput harus
marginal (kalau persalinan terjadi pervaginam). Juga harus
dikemukakan bahwa pada plasenta previa mungkin sekali
terjadi perdarahan post partum disebabkan karena:
- Kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding
rahim (plasenta accreta, inkreta, dan perkreta)
Plasenta accreta : vili-vili plasenta menempel pada
endometrium
Plasenta inkreta : vili-vili plasenta menginvasi miometrium
Plasenta perkreta : vili-vili plasenta menembus melewati
miometrium/ serosa
- Daerah perlekatan kuat
- Daya kontraksi segmen bawah rahim kurang.2

Kemungkinan infeksi nifas besar, karena luka plasenta


lebih dekat pada ostium dan merupakan porte d’entrée yang
mudah tercapai pada pasien anemis karena perdarahan hingga
daya tahannya yang lemah.
Bahaya untuk ibu pada plasenta previa:
- Perdarahan yang hebat
- Syok dan kematian
- Infeksi dan sepsis
- Emboli udara
- Solusia plasenta
Bahaya untuk anak:
- Hipoksia
- Premature
24

- Perdarahan dan syok


- Kematian.2

b. Pemeriksaan fisik
Jika seorang wanita berdarah dalam trimester terakhir maka
plasenta previa harus diduga.
Kewajiban dokter atau bidan ialah untuk mengirim pasien
selekas mungkin ke rumah sakit besar tanpa terlebih dahulu
melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon.
Pemeriksaan cervix dengan jari (palpasi) tidak boleh dilakukan
karena tindakan ini hanya menambah perdarahan massif dan
kemungkinan infeksi.
Sebelum tersedia darah dan sebelum kamar operasi siap tidak
boleh dilakukan pemeriksaan dalam, karena pemeriksaan dalam ini
dapat menimbulkan perdarahan yang membahayakan.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada
palpasi abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi
di atas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang.
Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut
tidak tegang.1
Sementara boleh dilakukan pemeriksaan fornices dengan
hati-hati, jika tulang kepala dan sutura-suturanya dapat teraba
dengan mudah, maka kemungkinan plasenta previa kecil.
Sebaliknya jika antara jari-jari kita dan kepala teraba bantalan
(ialah jaringan plasenta), maka kemungkinan plasenta previa besar
sekali.
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada presentasi
kepala karena pada letak sungsang bagian depan lunak hingga
sukar membedakannya dari jaringan lunak.
Diagnosa pasti kita buat dengan pemeriksaan dalam di kamar
operasi dan kalau sudah ada pembukaan. Pemeriksaan ini harus
dilakukan dengan hati-hati supaya tidak menimbulkan perdarahan
25

yang disebabkan perabaan. Bagi pemeriksa yang kurang


berpengalaman bekuan darah dapat disangka jaringan plasenta.
Telah dikemukakan bahwa seorang dokter, pada pasien
dengan perdarahan antepartum tidak boleh melakukan pemeriksaan
dalam dan juga tidak boleh memasang tampon, yang sebaiknya
ialah pengiriman pasien segera ke rumah sakit yang besar.
Ketentuan ini didasarkan atas kenyataan bahwa:
- Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang membawa
maut.
- Pemeriksaan dalam dapat menimbulkan perdarahan yang hebat.

Walaupun begitu ada kalanya dokter atau bidan harus


melakukan pemeriksaan dalam setelah melakukan persiapan yang
secukupnya ialah kalau dokter/ bidan harus memberi terapi sendiri
misalnya kalau pasien tidak mungkin diangkut ke kota besar apa
lagi kalau perdarahan sangat banyak.2

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan standar baku untuk plasenta previa adalah USG,
baik USG transabdominal, transvaginal, maupun transperineal.
Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi
plasenta terhadap ostium. Plasenta previa dapat dibagi menjadi
empat derajat berdasarkan scan pada ultrasound yaitu:
Derajat I : plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.
Derajat II : plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
Derajat III : plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri
internum.
26

Derajat IV : plasenta telah berada tepat pada segmen bawah


rahim. 4

Gambar 4 Hasil
Sonogram Transvaginal
Menunjukkan Plasenta
Previa Totalis.

2.2.9

PENATALAKSANAAN
Pilihan tatalaksana bergantung pada usia kehamilan.
- Pada kehamilan antara 24 minggu sampai 34 minggu diberikan
steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin.
- Apabila perdarahan terjadi pada masa kehamilan lebih awal,
biasanya diberikan transfusi dan tokolitik sampai usia kehamilan
32-34 minggu.
- Pada usia 34 minggu, dipertimbangkan antara risiko perdarahan
dan maturasi kandungan.
- Waktu kelahiran biasanya ditentukan tingkat kematangan paru
janin. Maturasi paru dilakukan dengan pemberian dexametason
2x12 mg IM dalam jarak 24 jam atau dexametason 4x6 mg per oral
selama 2 hari.
27

Gambar 5 Penegakan Diagnosis Plasenta Previa

Penatalaksanaan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan:


1. Terapi aktif
Kehamilan segera diakhir sebelum terjadi perdarahan yang
membawa maut.
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada
plasenta dan dengan menutup pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka (tamponade pada plasenta).2 Perdarahan akan berhenti
jika ada penekanan pada plasenta. Seperti amniotomi,
akselerasi, traksi dengan Cunam Willet, dan versi braxton
hicks.4 Kelahiran per vaginam dapat dilakukan pada kasus
plasenta previa marginalis dengan presentasi kepala.
b. Dengan seksio caesarea dengan bermaksud mengosongkan
rahim hingga rahim dapat mengadakan retraksi dan
menghentikan perdarahan.2 Prinsip utama dalam melakukan
seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga
walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk
hidup, tindakan ini tetap dilakukan.4
Seksio caesarea juga mencegah terjadinya robekan cervix yang
agak sering terjadi dengan usaha persalinan per vaginam pada
plasenta previa.
2. Terapi ekspektatif
28

Terapi ekspektatif adalah jika janin masih kecil sekali


sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali.
Sikap ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu
baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Terapi
ekspektatif dilakukan pada:
a. Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal.
b. Untuk menurukan kematian bayi karena prematuria.2

Ekspektatif dilakukan apabila janin masih kecil sehingga


kemungkinan hidup di dunia masih kecil baginya. Sikap ekspektasi
tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan
perdarahannya sudah berhenti atau sedikit sekali. Syarat terapi
ekspektatif yaitu:2
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal) dan perdarahan tidak banyak.
d. Janin masih hidup.4

Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai


berat anak ±2500 gram atau kehamilan sudah sampai 37 minggu.
Selama terapi ekspektatif diusahakan menentukan lokalisasi
plasenta dengan soft tissue technic, dengan radioisotope atau
dengan ultrasound. Kalau kehamilan 37 minggu telah tercapai
kehamilan diakhiri menurut salah satu cara yang telah diuraikan.
Selanjutnya pada pasien plasenta previa selalu harus
diberikan antibiotik mengingat kemungkinan infeksi yang besar
disebabkan perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterine.
Tindakan apa yang kita pilih untuk pengobatan plasenta previa dan
kapan melaksanakannya tergantung pada faktor-faktor tersebut di
bawah:
29

a. Perdarahan banyak atau sedikit


b. Keadaan ibu dan anak
c. Besarnya pembukaan
d. Tingkat plasenta previa
e. Paritas

Perdarahan yang banyak, pembukaan kecil, nulipara, dan


tingkat plasenta previa yang berat mendorong kita melakukan SC.
Sebaliknya perdarahan yang sedang, pembukaan yang sudah besar,
multiparitas dan tingkat plasenta previa yang tingan dan anakan
yang mati mengarahkan pada usaha pemecahan ketuban.
Pada perdarahan yang sedikit dan anak yang masih kecil
dipertimbangkan terapi ekspektatif. Perlu dikemukakan cara
manapun yang diikuti, persediaan darah yang cukup sangat
menentukan.
Cara-cara vaginal terdiri dari:
- Pemecahan ketuban
- Versi Braxton hicks

Pemecahan ketuban
Pemecahan ketuban dapat dilakukan pada placenta letak
rendah, placenta previa marginalis, dan placenta previa lateralis
yang menutup ostium kurang dari setengah bagian. Kalau pada
plasenta previa lateralis, plasenta terdapat di sebelah belakang,
maka lebih baik dilakukan SC karena dengan pemecahan ketuban
kepala kurang menekan pada plasenta karena kepala tertahan
promontorium yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan
plasenta.
Pemecahan ketuban dapat menghetikan perdarahan karena:
- Setelah pemecahan ketuban uterus mengadakan retraksi hingga
kepala anak menekan pada plasenta
30

- Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti


gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara
plasenta dan dinding rahim

Kalau his tidak ada atau kurang kuat setelah pemecahan


ketuban diberi infuse pitocin. Kalau perdarahan tetap ada dilakukan
SC.2

Versi Braxton hicks


Maksud dari perasat Braxton hicks ialah tamponnade plasenta
dengan bokong. Versi Braxton hicks biasanya dilakukan pada anak
yang sudah mati, karena kalau dilakukan pada anak yang masih
hidup, anak ini pasti akan lahir mati. Mengingat bahayanya ialah
robekan pada cervix dan ada segmen bawah rahim. Perasat ini tidak
mempunyai tempat lagi di rumah sakit yang besar. Tapi dalam
keadaan istimewa misalnya kalau pasien berdarah banyak anak
sudah meninggal dan kita kesulitan memperoleh darah atau kamar
operasi masih lama siapnya maka cara Braxton hicks dapat
dipertimbangkan.
Sebaliknya di daerah di mana tidak ada kemungkinan untuk
melakukan seksio caesarea misalnya di pulau-pulau kecil, cara
Braxton hicks menggantikan SC kalau pemecahan ketuban tidak
mungkin (plasenta previa totalis) atau tidak menghentikan
perdarahan, walaupun anak masih hidup.
Syarat untuk melakukan versi Braxton hicks adalah
pembukaan harus dapat dilalui oleh 2 jari (untuk menurunkan
kaki).2

Seksio caesarea
Maksud seksio caesarea adalah
- Mempersingkat lamanya perdarahan
31

- Mencegah terjadinya robekan cervix dan segmen bawah rahim.


Robekan mudah terjadi, karena cervix dan segmen bawah rahim
pada plasenta previa banyak mengandung pembuluh-pembuluh
darah.
- Seksio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan pada
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat.
- Seksio caesarea pada plasenta previa, walaupun juga
mengurangkan kematian bayi, terutama dilakukan untuk
kepentingan ibu maka karena itu dilakukan juga SC pada
plasenta previa walaupun anak sudah mati.2

2.2.9 KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi utama yang bias terjadi pada ibu hamil
yang menderita plasenta previa, diantaranya ada yang bisa
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal.
1. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik,
maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat
berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak
dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan
kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan
sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta
inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta
akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum
masuk ke dalam miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh
permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan
tetapi dengan demikian terjadi retensio plaseta dan pada bagian
plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio
sesarea. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10-35% pada pasien
32

yang pernah seksio sesarea satu kali, naik menjadi 60-65% bila
telah seksio sesarea 3 kali.
3. Cervix dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh
darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang
banyak. Oleh karena itu, harus sangat berhati-hati pada semua
tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan
anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak
terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan
segmen bawah rahim, ligasi arteria uterine, ligasi arteria ovarika,
pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada
keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah
melakukan histerektomi total.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal
ini memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan
sebagian oleh karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa
dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada kehamilan <37
minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui
kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk
mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan selain masa
rawatan yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk solusio
plasenta (risiko relative 13,8%), seksio sesarea (RR 3,9%), kelainan
letak tinggi janin (RR 2,8), perdarahan pascapersalian (RR1,7),
kematian maternal akibat perdarahan (50%), dan disseminated
intravasclar coagulation (DIC) 15,9%.1

2.2.10 PROGNOSIS
33

Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini terkait berkat diagnosis yang
lebih dini dan tidak invasive dengan USG disamping ketersediaan
transfusi darah dan infuse cairan ada dihampir semua rumah sakit.
Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang
pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh
dari fasilitas yang diperlukan. Dengan demikian, banyak komplikasi
maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas
dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun
karena intervensi seksio sesarea. Karenanya prematur belum
sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konsevatif
diberlakukan. Juga prognosis janin bergantung pada usia kehamilan.1
Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan
perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan.
Kematian perinatal juga turun menjadi 7- 25% terutama disebabkan
oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan
atau tindakan. 6
34

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo. Edisi ke 4. Jakarta:


P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2016.
2. Sastrawinata RS. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset.
3. Cuningham GF. Williams Obstetrics, 23rd Ed. (Setia R, et al. Eds). Jakarta:
EGC; 2010.
4. Vedy HI. Ramadhian MR. Multigravida Hamil 40 Minggu Dengan HAP
(Hemorrhage Antepartum) e.c Plasenta Previa Totalis. Lampung: J Medulla
Unila. 7(2): 52-6; 2017.
5. Wira V, Wahab WA. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Plasenta
Previa di RSUD Pringsewu. Lampung: Jurnal Dunia Kesmas. 6(2): 79-84;
2017.
6. Lumbanraja SM. Kegawatdaruratan Obstetri. Lampung: USU Press; 2017.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga
Kesehatan. Edisi Pertama. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2013.
8. Turco MY, Moffett A. Development of the human placenta. Development.
2019. 146, dev163428. doi:10.1242/dev.163428.

Anda mungkin juga menyukai