Anda di halaman 1dari 17

Manisfestasi Klinis, Pemeriksaan, dan Kemungkinan Diagnosis pada

Askariasis
Angelina Wijaya
102015186 – D5
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat korespondensi : Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia
Email : Angelina.2015fk186 @civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Askariasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbrocoides atau
dikenal dengan nama cacing gelang. Cacing ini menjadi penyebab terbanyak penyebab penyakit
cacing di dunia. Banyak djumpai pada ank-anak berusia 5-10 tahun dan prevalensinya berkurang
saat usia 15 tahun. Penyakit ini sering dijumpai di daerah tropis dan subtropis. Infeksi
disebabkan karena kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur matang Ascaris
lumbrocoides. Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala. Pada anak-anak gejala utamanya adalah
nyeri abdomen, hilangnya nafsu makan, diare, dan gangguan pertumbuhan pada infeksi askaris
kronis. Secara umum, gejala klinis dan komplikasi askariasis dapat dibagi menjadi: Manifestasi
pada paru-paru dan hipersensitivitas, manifestasi pada usus, obstruksi usus, dan gejala
hepatobilier dan pankreatik. Untuk pengobatan dapaat digunkan mebendazol, albendazol,
pirantel pamoat, dan piperazine.

Kata kunci : Askariasis, Ascaris lumbrocoides, cacing gelang

Abstract

Ascariasis is an infectious disease caused by Ascaris lumbrocoides worm or known as


roudworm. This worm became the cause of worm disease in the world. Many are encountered in
children aged 5-10 years and their prevalence is reduced. The disease is common in tropical and
subtropical regions. The infection is caused by direct contact with soil containing Ascaris
lumbrocoides mature eggs. Mild infections do not cause symptoms. In children the symptoms of
intestinal pain, appetite pain, diarrhea, and growth disorders in chronic askaris infection. In
general, clinical symptoms and complications of ascariasis can be divided into: Manifestations

1
of the lung and hypersensitivity, manifestations of the intestine, intestinal obstruction, and
hepatobiliary and pancreatic symptoms. For treatment can be used mebendazol, albendazol,
pirantel pamoat, and piperazine.

Keywords: Ascariasis, Ascaris lumbrocoides, roundworm

Pendahuluan

Askariasis disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides biasa disebut “round worm of
man ” yaitu suatu penyakit parasit usus pada manusia yang terbesar, disebut juga cacing gelang.
Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui. Diperkirakan prevalensi di
dunia 25 % atau 1,3 miliar penduduk di dunia. Biasanya bersifat simptomatis. Penyebarannya
luas dan merata di daerah tropis, subtropis dan lebih banyak ditemukan di daerah pinggiran
dibandingkan di kota. Cacing ini hidup di rongga usus halus. Di Indonesia, penderita Askariasis
didominasi oleh anak-anak. Penyebab penyakit ini bisa karena kurangnya pemakaian jamban
keluarga dan kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. Penyebab utama dari kebanyakan infeksi
oleh parasit ini adalah penggunaan kotoran manusia untuk menyuburkan tanah lahan pertanian
atau perkebunan dimana tanah tersebut digunakan untuk menumbuhkan tanaman sebagai bahan
makanan. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar dan telur yang dihasilkan betinanya terbawa
oleh feses. Pada feses larva cacing dalam telur berkembang mencapai stadium infektif di dalam
tanah. Makanan yang berasal dari area agrikultur dimana tanahnya telah terkontaminasi oleh
feses yang berisi telur infektif, dapat mentransmisikan telur secara langsung ke manusia.
Makanan yang terkontaminasi dengan telur infektif dimakan oleh manusia dan larva tersebut
keluar dari telur di dalam usus.1

Anamnesis

Anamnesis merupakan proses wawancara dalam dunia kedokteran di mana sekitar 80%
diagnosis dapat ditentukan dari hasil anamnesis yang baik. Tujuan utama suatu anamnesis adalah
untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang berkaitan dengan penyakit pasien dan
adaptasi pasien terhadap penyakitnya. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter
terhadap pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang

2
gejala dan tanda dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam
menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah
pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
dapat dilakukan langsung terhadap pasien (auto-anamnesis) jika pasien dalam keadaan sadar dan
dapat memberikan pernyataan yang masuk akal; maupun terhadap keluarga atau walinya (allo-
anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan wawancara, misalnya
dalam keadaan gawat darurat. Anamnesis berisikan pertanyaan mengenai identitas pasien,
keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
penyakit keluarga (terutama alergi dan penyakit kronik), dan riwayat sosial.2

Dari hasil anamnesis yang didapat dari skenario 14 ditemukan pasien mengalami diare ringan
sejak 1 bulan yang lalu, memiliki higiene yang kurang baik, adanya penurunan konsentrasi, dan
perut buncit.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan melihat keadaan umum anak, bila keadaan umum baik atau
tidak dalam keadaan gawat kita dapat melanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang lebih spesifik.
Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan berbaring dan relaks,
kedua lengan berada disamping, dan pasien bernapas melalui mulut. Pasien diminta untuk
menekukkan kedua lutut dan pinggulnya sehingga otot-otot abdomen menjadi relaks. Tangan
pemeriksa harus hangat untuk menghindari terjadinya refleks tahanan otot oleh pasien.3

Pertama, dengan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya dengan cepat, perhatikan abdomen
untuk memeriksa bentuk abdomen, bergerak tanpa hambatan ketika pasien bernapas, bagaimana
gerakan peristaltik yang terlihat, kelainan-kelainan lain yang dapat terlihat.3

Kemudian lakukan palpasi pada setiap kuadran secara berurutan, awalnya tanpa penekanan yang
berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat area nyeri yang
diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi secara khusus terhadap beberapa organ.
Palpasi untuk rasa nyeri dilakukan pada bagian abdomen, dilakukan secara sistematis dan selalu
tanyakan letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa bagian tersebut. Kemudian periksa
apakah teraba masa padat; rasakan apakah ada tahanan abdomen yang merupakan suatu refleks

3
peregangan otot-otot abdominal yang terlokalisasi yang tidak dapat dihindari oleh pasien dengan
sengaja.3

Selanjutnya, lakukan perkusi yang berguna untuk memastikan adanya pembesaran beberapa
organ, khususnya hati, limpa, atau kandung kemih. Lakukan selalu perkusi dari daerah resonan
ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan bagian tepi organ.3

Terakhir, lakukan pemeriksaan auskultasi. Cek apakah bising usus terdengar normal, menurun,
atau meningkat?. Hanya pengalaman klinis yang dapat memberitahu bising usus yang normal.
Seorang pemeriksa mungkin membutuhkan waktu selama beberapa menit sebelum dapat
mengatakan dengan yakin bahwa bising usus tidak terdengar. Bising usus yang meningkat dapat
ditemukan pada obstruksi usus, diare, dan jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal
dari saluran cerna atas (keadaan yang menyebabkan peningkatan peristaltik).3

Pemeriksaan Penunjang

Selama fase intestinal diagnosis dapat ditetapkan dari penemuan cacing dewasa atau telur cacing.
Cacing betina Askaris mengeluarkan telur secara konstan, telur dapat dihitung untuk
memperkirakan jumlah cacing dewasa yang menginfeksi. Cacing dewasa Askaris dapat keluar
melalui anus atau mulut, karena sudah tua atau karena reaksi tubuh hospes. Sedangkan telur
(fertile dan unfertile) dapat ditemukan pada pemeriksaan tinja. Telur dapat dengan mudah
ditemukan pada sediaan basah apus tinja (direct wet smear)- Kato Katz atau sediaan basah dari
sedimen pada metode konsentrasi. Namun telur tidak terlihat di feses sebelum 40 hari paska
infeksi, sehingga pemeriksan telur cacing tidak dapat digunakan untuk diagnosis awal
askariasis.4

Pada pemeriksaan darah kadang ditemukan eosinofilia terutama pada fase migrasi larva melalui
paru-paru. Kadar eosinofil biasanya berkisar antara 5sampai 12%, tetapi dapat mencapai 30
sampai 50%. Kadar IgG dan IgE serum sering meningkat pada awal infeksi.4

Untuk mendignosis adanya larva pada paru-paru dapat dilakukan dengan melakukan rontgen
pada rongga dada atau dapat ditetapkan dari penemuan larva pada sediaan sputum atau kumbah
lambung.4

Diagnosis Banding

4
Trikuriasis

Trikuriasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Trichuris trichiura atau dikenal dengan cacing
cambuk. Cacing ini hidup terutama di rectum dan juga hidup di kolon asendens . Seseorang akan
terinfeksi trikuriasis apabila tertelan telurnya. Pada anak-anak, cacing-cacing cambuk dapat
ditemukan diseluruh permukaan usus besar dan rectum.Gejala akibat infeksi menahun pada anak
menunjukkan gejala diare yang diselingi sindrom disentri, anemia, penurunan berat badan, dan
kadang disertasi prolapses ani. Cacing ini juga yang menyebabkan iritasi dan peradangan
mukosa.4

Ankilostomiasis/ Necatoriasis

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing tambang. Hidup di dalam duodenum manusia.
Cacing ini memiliki dua jenis yaitu Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Disebut
cacing tambang karena dahulunya banyak ditemukan pada buruh tambang di Eropa. Necator
americanus menyebabkan penyakit nekatoriasis dan Ancylostoma duodenale menyebabkan
penyakit ankilostomiasis. Kedua jenis cacing ini banyak menginfeksi orang-orang di sekitar
pertambangan dan perkebunan. Dalam waktu 1-1,5 hari, telur akan menetas menjadi larva, yang
disebut larva rhabditiform. Tiga hari kemudian larva berubah lagi menjadi larva filarifom dimana
larva ini dapat menembus kulit kaki menyebabkan ground itch dan masuk ke dalam tubuh
manusia. Di tubuh manusia, cacing tambang bergerak mengikuti aliran darah, menuju jantung,
paru-paru, tenggorokan, kemudian tertelan dan masuk kedalam usus. Di dalam usus, larva
menjadi cacing dewasa yang siap menghisap darah. Infeksi larva filariform A.duodenale secara
oral menyebabkan penyakit wakana dengan gejala mual, mutah, iritsi,faring,batuk,sakit leher,
dan serak. Pada stadium cacing dewasa infeksi kronik atau berat menyebabkan anemia
hipokromikrositer dan eosinophilia. Cacing ini biasanya tidak menyababkan kematian, tetapi
daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.4

Strongiloidiasis

Strongiloidiasis merupakan penyakit gastrointestinal yang disebabkan oleh cacing Strongyloides


stercoralis. Jenis cacing ini membahayakan bagi bayi karena dapatditularkan melalui ASI.
Strongyloides stercoralis hidup pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Hanya cacing betina

5
dari jenis cacing ini yang hidup sebagai parasit di usus manusia, terutama di duodenum dan
jejunum. Telurnya menetas di kelenjar usus,kemudian keluar bersama feses dalam bentuk larva
rhabditiform. Larva ini akan berubah menjadi larva filariform apabila sudah berada di tanah.
Namun demikian, larva filariform bisa juga terbentuk di dalam usus sehingga terjadi infeksi yang
disebut autoinfeksi interna. Larva filariform yang menembus kulit menyeabkan creeping
eruption yang disertai rasa gatal yang hebat. Infeksi ringan biasanya asimptomatik. Infeksi berat
menyebabkan rsa sakit seperti tertusuk-tusuk didaerah epigastrium tengah dan tidak menjalar.
Mungkin ada mual dan muntal, diare dan konstipasi. Pada pemeriksaan darah mungkin
ditemukan eosinofilia dan hipereosinofilia. Infeksi berat strongiloidiasis dapat menyebabkan
kematian.4

Diagnosis Kerja

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis
menderita askariasis.

Epidemiologi

Ascaris lumbricoides termasuk cacing parasit yang ditemukan kosmopolit terutama pada daerah
tropis dan subtropis. Diperkirakan sekitar 1,3 milyar orang di Asia, Afrika, dan Latin Amerika
terinfeksi Ascaris lumbricoides dengan rata-rata 1,8 sampai 10,5 juta per hari. Menurut survei
yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan tingkat prevalensi A. lumbricoides
masih cukup tinggi sekitar 60-90% dibandingkan infeksi cacing lain.4

Penyakit ini menyerang laki-laki dan perempuan dan semua umur, telebih mudah terjadi pada
anak-anak usia 2-10 tahun yang sering kontak langsung dengan tanah, prevalensinya akan
menurut setelah usia 15 tahun. Bayi akan terkontaminasi dengan cacing ini melalui jari ibunya
yang mengandung telur Ascaris lumbricoides segera setelah lahir. Perbedaan insiden dan
intensitas infeksi pada anak dan orang dewasa kemungkinan disebabkan oleh karena perbedaan
dalam kebiasaan, aktivitas dan perkembangan imunitas yang didapat. Menurut WHO, angka
kematian akibat cacing ini sekitar 3.000-60.000 per tahun.5,6

Etiologi

6
Askariasis adalah penyakit infeksi saluran cerna yang disebabkan oleh cacing Ascaris
lumbrocoides yang merupakan nematode usus yang terbesar. Di masyarakat luas, cacing ini
dikenal sebagai cacing gelang yang penularannya melalui perantaraan tanah (Soil Transmited
Helminths).4

Morfologi

Secara morfologi, cacing betina memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan yang
jantan. Panjang cacing betina antara 22 cm sampai 35 cm, sedangkan yang jantan antara 10 cm
dan 31 cm. Tubuh cacing biasanya berwarna kuning kecoklatan ini mempunyai kutikulum yang
rata dan bergaris-garis halus. Kedua ujung badan cacing membulat. Mulut cacing mempunyai
bibir sebanyak 3 buah, 1 di bagian dorsal dan yang lainnya di bagian sub ventral. 4 (Lihat gambar
1)

(a) (b) (c) (d)

Gambar 1. (a)Tiga bibir pada bagian anterior, (b) Telur dibuahi, (c)Telur tidak dibuahi,
Telur dibuahi, (d) Cacing dewasa

Pada cacing jantan ditemukan spikulum atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya
(posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau
gelang kopulasi. Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur
hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Ascaris lumbricoides memiliki 4 jenis telur, yaitu:4

Telur yang tak dibuahi (unfertilized) dijumpai di dalam tinja, bila di dalam tubuh hospes hanya
terdapat cacing betina. Telur ini bentuknya lebih lonjong dengan ukuran sekitar 80 x 55

7
mikron.Dindingnya tipis, berwarna coklat dengan lapisan albumin yang tidak teratur. Sel telur
mengalami atrofi, yang tampak dari banyaknya butir-butir refraktil. Pada telur yang tak dibuahi
tidak dijumpai rongga udara. Telur tak dibuahi ini berisi granula. Di dalam tinja manusia kadang-
kadang ditemukan telur cacing Ascaris yang telah kehilangan lapisan albuminnya, sehingga
mungkin sulit untuk menentukan diagnosis telur cacing. Sebagai pegangan adanya ovum yang
besar di dalam telur cacing cukup untuk menentukan jenis telur Ascaris.4 (Lihat gambar 1)

Telur yang telah dibuahi (fertilized) berukuran panjang antara 60 mikron dan 75 mikron,
sedangkan lebarnya berkisar antara 40 dan 50 mikron. Telur cacing ini mempunyai kulit telur
yang tak berwarna yang sangat kuat. Diluarnya, terdapat lapisan albumin yang berwarna coklat
oleh karena menyerap zat warna empedu. Di dalam kulit telur cacing masih terdapat suatu
selubung vitelin tipis, tetapi lebih kuat daripada kulit telur. Selubung vitelin meningkatkan daya
tahan telur cacing Askaris terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai
satu tahun lamanya. Telur yang telah dibuahi ini mengandung sel telur (ovum) yang tak
bersegmen yang masih membelah.4 (Lihat gambar 1)

Telur decorticated, yang merupakan telur dibuahi yang kehilangan lapisan albuminoidnya dan
berisi embrio yang membelah. Terakhir, ada telur matang berisi larva yang memerlukan tanah
subur untuk berkembang dan dibentuk kurang lebih 3 minggu.4

Siklus Hidup Ascaris lumbricoides

8
Gambar 2. Siklus hidup Ascaris lumbricoides4

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris Lumbricoides. Telur Ascaris


Lumbricoides yang berasal dari babi tidak dapat menimbulkan infeksi pada manusia, sehingga
meskipun secara morfologi sulit dibedakan satu dengan lainnya, akan tetapi secara fisiologi
ternyata kedua spesies tersebut berbeda. Pada waktu telur yang telah dibuahi keluar bersama tinja
penderita, telur belum infektif. Jika telur jatuh di tanah, maka di dalam tanah telur akan tumbuh
dan berkembang. Ovum yang berada di dalam telur akan berkembang menjadi larva rabditiform,
sehingga telur kini menjadi infektif.4,7

Penularan Ascaris dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu masuknya telur yang infektif ke
dalam mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar, kontak langsung dengan tanah atau
tertelan telur melalui tangan yang kotor misalnya pada anak-anak, atau telur infektif terhirup
bersama debu udara. Pada keadaan terakhir ini larva cacing menetas di mukosa jalan nafas
bagian atas untuk kemudian langsung menembus pembuluh darah dan memasuki aliran darah.4,7

Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur
askariasis yang telah dibuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. Bila terdapat orang
lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya,

9
kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris. Telur akan masuk ke saluran
pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke
pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian
di paru-paru.Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus,
trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus,
larva akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan
bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang
kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya. Satu putaran siklus
hidup Ascaris lumbricoides akan berlangsung kurang lebih selama dua bulan.4,7 (Lihat gambar 2)

Patologi dan Gejala Klinis

Pada umumnya penderita tidak menunjukkan gejala. Gejala klinis akan timbul bila jumlah cacing
cukup banyak, disetkan bahwa usus dapat menampung lebih dari 5000 cacing tanpa
menimbulkan gejala klinis.4

Patogenesis dan gejala klinis askariasis disebabkan oleh: respon imun host, efek migrasi larva,
efek mekanis cacing dewasa, dan defisiensi nutrisi yang disebabkan cacing dewasa. Pada anak-
anak gejala utamanya adalah nyeri abdomen, hilangnya nafsu makan, diare, dan gangguan
pertumbuhan pada infeksi askaris kronis.
Secara umum, gejala klinis dan komplikasi askariasis dapat dibagi menjadi: Manifestasi pada
paru-paru dan hipersensitivitas, manifestasi pada usus, obstruksi usus, dan
gejala hepatobilier dan pankreatik.4,7,8

1. Manifestasi pada paru-paru dan hipersensitivitas

Larva askaris yang mempenetrasi mukosa usus dan secara hematogen di transport menuju paru-
paru dapat menimbulkan manifestasi pada paru-paru. Manifestasi pada paru-paru bervariasi,
terjadi pada 5-26 hari setelah tertelannya telur askaris. Ascaris pneumonia dapat terjadi,
yang akan menyebabkan reaksi inflamasi lokal alveoli. Askariasis paru merupakan penyebab
tersering Loeffler’s syndrome yang ditandai oleh demam, batuk, sputum,
asma, eosinofilia, dan terlihat adanya infiltrat pada rontgen thoraks.7,8

10
Manifestasi pada paru-paru ini bersifat sementara dan akan mengjilang setelah beberapa minggu.
Kristal Charcot-Leyden, dan larva dapat ditemukan pada pemeriksaan sputum. Beratnya gejala
memiliki korelasi dengan banyaknya larva, tetapi gejala pulmoner lebih jarang pada negara
dengan penularan Ascaris lumbricoides yang terus menerus.7,8

Askaris menginduksi respon humoral yang kuat, ditandai dengan peningkatan IL – 4


respon humoral yang kuat, ditandai dengan peningkatan IL-4,IL-5, eosinofilia dan Ascaris
- specifik IgE, yang merupakan tanda respon imun dari Th2. Manifestasi alergi yang terjadi
diakibatkan oleh IgE-mediated hypersensitivity,meliputi rinitis alergi (hay fever), eczema, asma
dan alergi berbagai macam makanan. Manifestasi ini dapat didiagnosis dengan skintest atau
ditemukannya allergen-specific IgE dalam serum. Biasanya terjadi pada
akhir periode migrasi melalui paru-paru dan berlanjut selama fase intestinal askariasis.7,8

2. Manifestasi pada usus

Gejala utama askariasis pada anak-anak adalah nyeri abdomen, anoreksia,kegagalan


pertumbuhan dan diare. Nyeri perut yang disebabkan oleh obtruksi intestinal
oleh parasit dirasakan di daerah periumbilikal. Bila cacing masuk kesaluran empedu maka dapat
menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum
atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen. Gastroentritis eosinofilik merupakan
inflamasi yang ditandai oleh infiltrasi eosinofil pada saluran cerna yang menyebabkan berbagai
gejala abdomen dan biasanya berupa eosinofilia perifer.7,8

Ascaris lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerap makanan disana, disamping
tumbuh dan berkembang biak. Inilah yang menyebabkan seseorang menderita kurang gizi karena
makanan yang masuk diserap terus oleh Ascaris lumbricoides.7,8

Pada anak balita, jumlah cacing yang banyak dapat menyebabkan malnutrisi berat akibat
kegagalan absorpsi protein, laktose dan vitamin A, Serta
dapat terjadi steatorrhea. Malabsorpsi terjadi akibat kerusakan mukosa usus karena infeksi
cacing dewasa dan lesi pada usus setelah cacing keluar.

11
Efek jangka panjangnya dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak
termasuk perkembangan kognitif saat usia sekolah. 7,8

3. Obstruksi Usus

Obstruksi usus adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada anak usia 1sampai 5 tahun,
sekitar 38%-88% dari seluruh komplikasi. Gejala obstruksi usus berupa kolik abdomen, mual,
dan konstipasi. Obstruksi paling sering terjadi diileum terminal walaupun jumlah besar cacing
ditemukan di jejunum.7,8

Ada 4 faktor utama terjadinya obstruksi usus pada askariasis; kumpulan cacing dapat
membentuk bolus besar yang mengakibatkan obstruksi mekanis lumen usus,
inimerupakan penyebab yang tersering. Bolus cacing dapat menjadi sebabterjadinya volvulus
atau intususepsi usus halus, kontraksi spasmodik usus halus terhadap massa cacing dengan
akibat obstruksi pada katup ileosaekal, dan inflamasi usus yang cukup berat pada tempat dimana
cacing berada. Komplikasi berupa volvulus, intususepsi ileosekal, gangren, dan perforasiusus
dapat merupakan komplikasi dari obstruksi usus.7,8

4. Gejala hepatobilier dan pankreatik

Gejala berhubungan dengan migrasi cacing dewasa ke dalam cabang bilier yang dapat
menyebabkan nyeri abdomen, kolik bilier, kolesistitis akalkulus, kolangitisasendens,
ikterus obstruktif, atau perforasi duktus biliaris dengan peritonitis. Dapat terjadi striktura bilier.
Askariasis hepatoblier dan pankreatik jarang pada anak-anak karena duktus hepatobilier
pada anak-anak lebih kecil sehingga cacing sulit masuk.7,8

Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau masal. Untuk pengobatan masal dilakukan
oleh pemerintah pada anak sekolah dengan pemberian albendazol 400 mg 2 kali
setahun.Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran
Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Untuk beberapa pengobatan masal perlu beberapa
syarat yaitu : obat mudah diterima masyarakat, aturan pemakaian sederhana, mempunyai efek

12
samping yang minim, bersifat polivalen, sehingga berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing, dan
harganya murah4

Untuk perorangan dapat diberikan obat, seperti:

1. Pirantel pamoat dengan dosis 10 mg/kgBB (maksimum 1g), dapat diberikan dosis tunggal
secara oral, dengan atau tanpa makanan. Untuk askariasis, dengan dosis tunggal
kemungkinan kesembuhannya 85-100%. Pengobatan harus diulang apabila telur masih
ditemukan 2 minggu setelah pengobatan.Cara kerja obat: Sangat baik untuk mengatasi
cacing dalam bentuk dewasa maupun yang belum sepenuhnya dewasa yang ada dalam
saluran cerna namun tidak bisa melawan parasit yang bermigrasi ke jaringan atau telur
cacing. Obat ini bersifat neuromuskular blocking agent yang menyebabkan pelepasan
asetilkolin dan menghambat kolinesterase sehingga menyebabkan paralisis yang diikuti
dengan kematian cacing. Obat ini memiliki efek samping gangguan gastrointestinal, sakit
kepala, pusing, kemerahan pada kulit dan demam. Efek samping biasanya sedang dan
tidak sering. Efek samping yang paling sering adalah mual, muntah, diare, keram perut,
dizziness, ngantuk, sakit kepala, insomnia, demam, dan lemah. Penggunaannya harus
hati-hati pada pasien dengan gangguan liver. Pengunaannya pada ibu hamil dan anak
dibawah 2 tahun masih dibatasi.9

2. Mebendazol. Cara kerja obat: diperkirakan bekerja dengan menghambat sintesis


mikrotubul pada cacing. Keefektivitasannya variatif tergantung pada waktu transitnya di
salurang cerna tersebut, besarnya infeksi, dan mungkin juga strain dari parasit tersebut.
Selain membunuh cacing dewasanya, juga membunuh telurnya. Penggunaan klinik: bisa
diminum sebelum atau sesudah makan, tabletnya harus dikunyah sebelum dimakan.
Dosis yang diberikan adalah 100 mg 2x sehari selama 3 hari atau 500mg untuk 1x
pemakaian untuk dewasa dan anak yang umurnya lebih dari 2 tahun. Tingkat
kesembuhannya 90-100%. Pengobatan menggunakan mebendazole jangka pendek
biasanya tidak menimbulkan efek samping. Mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen
biasanya yang paling sering dilaporkan. Efek samping yang jarang ditemukan, biasanya
akibat dosis tinggi, adalah alopesia, agranulositosis, dan peningkatan enzim liver. Akan
meningkat kadarnya di plasma apabila dimakan bersamaan dengan cimetidine dan

13
berkurang apabila dimakan bersamaan dengan karbamazepin atau fenitoin. Mebendazol
bersifat teratogenis sehingga kontraindikasi untuk ibu hamil. Pemakaiannya pada anak
dibawah 2 tahun perlu hati-hati karena pada grup umur tersebut jarang diujikan.
Mebendazole harus hati-hati juga apda pasien dengan sirosis.9

3. Piperazinedengan dosis 75mg/kgBB (maksimum 3,5 gram) diberikan secara oral 1x


sehari selama 2 hari. Untuk infeksi yang berat, maka pengobatan dilanjutkan lagi selama
3-4 hari atau diulang setelah 1 minggu. Obat ini merupakan alternatif bagi askariasis,
dengan tingkat kesembuhan 90% yang diberikan selama 2 hari, tapi tidak
direkomendasikan untuk penyakit parasit cacing lainnya. Piperazine bisa diabsorpsi
dalam saluran cerna dan kadarnya di plasma maksimum dicapai dalam 2-4 jam.
Kebanyakan obat ini disekresikan tidak berubah di dalam urin setelah 2-6 jam, dan
ekskresi seluruhnya dalam 24 jam. Piperazine bekerja dengan membuat cacing askaris
paralisis atau lumpuh dengan menghambat asetilkolin di myoneural junction (GABA
reseptor agonis) sehingga cacing askaris tidak bisa lagi bertahan di dalam tubuh hospes
dan dengan gerakan peristaltik saluran cerna akan dikeluarkan dengan BAB. Efek yang
bisa dirasakan adalah mual, muntah, diare, nyeri abdomen, sakit kepada, dan dizziness.
Alergi dan neurotoksis sangat jarang. Kontra indikasi pada ibu hamil dan pasien dengan
gangguan ginjal atau hati, atau pasien dengan riwayat penyakit epilepsi.9

4. Albendazol dosis tunggal 400 mg (secara oral), dengan angka kesembuhan 100% pada
infeksi cacing Ascaris. Cara kerja obat: bekerja dengan melawan nematoda dengan
menghambat pembentukan mikrotubule. Albendazole juga bisa membunuh stadium larva
dan telur dari askariasis sehingga efektif dalam pemakaiannya untuk mengatasi
askariasis. Penggunaan klinik: Albendazole diberikan pada perut kosong untuk mengatasi
parasit yang berada di intraluminal, namun dikonsumsi bersama dengan lemak apabila
digunakan untuk melawan parasit yang ada di jaringan. Untuk askariasis dengan infeksi
berat diberikan berulang selama 2-3 hari. Penggunaan untuk 1-3 hari umumnya tidak
menunjukkan adanya efek samping. Namun diare, sakit kepala, mual, dizziness, dan
insomnia bisa muncul. Namun obat ini kontraindikasi pada orang yang diketahui sensitif

14
terhadap pbat benzimidalzole atau yang menderita sirosis. Keamanan albendazole pada
ibu hamil dan anak dibawah 2 tahun belum diketahui.9

Komplikasi

Komplikasi dari askariasis meliputi pankreatitis, kolesistitis, abses hati, obstruksiusus, dan
perforasi. Obstruksi usus adalah komplikasi askariasis terbanyak, yaitu2 per 1.000 kasus
askariasis.10

Prognosis

Umumnya askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan dengan pengobatan mencapai
70-99%. Tanpa pengobatan, penyakit askariasis akan sembuh dalam waktu 1,5 tahun.4

Pencegahan

Selain kontak langsung dengan tanah, penularan A.lumbricoides dapat terjadi secara oral, untuk
itu sebaiknya lakukan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, karena pada tangan yang kotor
dapat menjadi sumber kontaminasi dari telur-telur askaris. Hindari juga konsumsi sayuran atau
daging mentah, jangan membiarkan makanan terbuka begitu saja, sehingga debu-debu yang
berterbangan dapat mengontaminasi makan tersebut ataupun dihinggapi serangga yang
membawa telur-telur tersebut. Selain itu mencuci makanan dan memasaknya dengan baik. Untuk
kebersihan pribadi sebaiknya memakai alas kaki terutama di luar rumah.11

Untuk menekan volume dan lokasi dari aliran telur-telur melalui jalan ke penduduk, maka
pencegahannya dengan mengadakan penyaluran pembuangan feses yang teratur dan sesuai
dengan syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan dan tidak boleh mengotori
air permukaan untuk mencegah agar tanah tidak terkontaminasi telur-telur Askaris.11

Untuk melengkapi hal di atas perlu ditambah dengan penyediaan sarana air minum dan jamban
keluarga, sehingga sebagaimana telah terjadi program nasional, rehabilitasi sarana perumahan
juga merupakan salah satu perbaikan keadaan sosial-ekonomi yang menjurus kepada perbaikan
kebersihan dan sanitasi. Cara- cara perbaikan tersebut adalah buang air pada jamban dan
menggunakan air untuk membersihkannya, makan makanan yang sudah dicuci dan dipanaskan
serta menggunakan sendok garpu dalam waktu makan dapat mencegah infeksi oleh telur cacing.

15
Anak-anak dianjurkan tidak bermain di tanah yang lembab dan kotor, serta selalu memotong
kuku secara teratur. Dan selalu membersihkan halaman rumah dengan teratur.11

Kesimpulan

Askariasis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana
dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. Infeksi kecacingan adalah infeksi yang
disebabkan oleh cacing kelas nematode usus khususnya yang penularan melalui tanah,
diantaranya Ascaris lumbricoides. Untuk memastikan infeksi ini selain melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik, kita dapat memeriksa feses yang nanti akan ditemukannya telur cacing
ataupun cacing dewasanya sendiri. Infeksi ini paling sering pada anak usia sekolah dimana pada
usia ini anak lebih aktif dan sering terpapar dengan media penularan.

Infeksi ini dapat menyebabkan kurang gizi karena terjadinya proses penyerapan makanan oleh
cacing dlm usus, terbentuknya bolus bolus ascariasis yang membuat obstruksi usus yang
menimbulkan rasa tidak nyaman pada perut penderita, sehingga nafsu makanpun ikut berkurang.
Setelah kita mengobati infeksi cacing ini, kita dapat memberikan nutrisi adekuat secara
berangsur angsur pada anak, untuk mendukung pertumbuhannya kembali. Prognosisnya sendiri
cukup baik.

Daftar Pustaka

1. Polsdorfer R. Ascariasis. 2013. Diunduh dari


http://www.lifescript.com/health/centers/digestive/related_conditions/ascariasis.aspx, 12
Mei 2017
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010: 181-3.
3. Kowalak JP, Welsh W, Buku pegangan uji diagnostik. Ed. 3. Jakarta: EGC;2009. hal.
77, 83-5.
4. Sutanto I,Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S,editor. Parasitologi Kedokteran.
Ed.4.Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2013.

5. Safar, Rosdiana.Parasitologi Kedokteran Edisi Khusus.Bandung: CV. Yrama Widya;


2010. h.137-140.

16
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ed.2.Jakarta: Balai
Penerbit IDAI; 2010.h.370-375.

7. Tinjauan Pustaka: Ascaris lumbricoides. Diunduh dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/45101/Chapter%20II.pdf;jsessioni
d=469FB920FA12D733DA65CDE6CEAF13A6?sequence=4, 12 Mei 2017.
8. Shoff WH. Ascariasis. 2008. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/212510-overview#showall, 12 Mei 2017.
9. Bertam G. Basic and clinical pharmacology. Ed 10. United States: McGram-Hill
Medical; 2007.
10. Khan EA, Khalid A, Hashmi I, Jan IA. Gastrointestinal Obstruction due toAscariasis-
Management Issues. Infectious Diseases Journal of Pakistan;2008. h.17, 72-4.
11. Gomella, Leonard G. Haist, Steven A.Buku Saku Dokter Edisi 11.Jakarta; EGC;
2011.h.98-100.

17

Anda mungkin juga menyukai