Anda di halaman 1dari 99

Bab I

Pendahuluan
Tujuan
Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis merupakan
nematoda usus , siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah . enterobuis vermikularis
adalah parasit yang hanya menyerang manusia, penyakitnya kita sebut oxyuriasis atau
enterobiasis. Oleh awam, kita sering mendengar, Kremian. Cacingan, penyakit yang
cukup akrab di kalangan anak-anak Indonesia.
Latar belakang
Tujuan penulisan makalah ini adalah ntuk mengetahui penyebab, cara penularan,
cara pemeriksaan, pengobatan, komplikasi, dan prognosis dari Enterobiasi.

Bab II
2.1. Anamnesis
Bila penderita datang untuk pertama kali pada dokter dapat ditanyakan kepada penderita
berobat untuk penyakit atau keluhan apa. Hal yang penting ditanyakan pada penderita adalah:

riwayat penyakit, penggunaan obat-obat untuk penyakit yang dideritanya maupun untuk penyakit
lain, penakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lain, penyakit-penyakit lain yang diderita
sekarang maupun pada masa lampau, dan kebiasaan tertentu. Anamnesis tidak perlu terlalu
terperinci, akan tetapi dapat dilakukan lebih terarah kepada diagnosis banding setelah dan
sewaktu inspeksi. Mulailah dengan pertanyaan terbuka
- Apa yang di rasakan ?
- Gatalnya dimana ?
- Pertama kali gatal dimananya ?
- Frekuensi gatalnya ?
- Gatalnya hilang timbul atau terus-terusan ?
- Gatalnya pada waktu pagi hari, siang atau malam hari ?
- Apakah ada alergi sesuatu ?
- Apakah ada faktor pemberatnya ?
- Apakah pernah minum obat sebelumnya ?
- Apakah di keluarga ada yang menderita gatal seperti itu ?
- Bagaimana kebersihan lingkungannya ?
- Bagaimana sosial ekonominya ?
2.2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan tekanan darah
- Pemeriksaan suhu tubuh
- Pemeriksaan pernapasan
- Pemeriksaan nadi
- Inspeksi
Enterobius vermicularis atau cacing kremi ini dapat dilihat dengan mata telanjang pada
anus penderita, terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidur pada malam hari yang
menyerupai ampas kelapa
b. Pemeriksaan Penunjang
- Anal swab
Pemeriksaan tinja hasilnya positif kurang karena hasil positif kurang lebih hanya 5% dari
yang seharusnya. Yang paling baik dengan alat anal swab . anal swab yang di tempelkan di
sekitar anus. Pemeriksaan ini di lakukan pada pagi hari sebelum mandi atau defekasi.
Anal swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya
dilekatkan scotch adhesi

Ve tape. Scotch tape atau sellophan tape yang transparan ditempelkan di daerah perianal
kemudian diangkat, tempelkan pada kaca sediaan yang telah ditetesi toluol atau larutan iodium
dalam xylol, periksa di bawah dibawah mikroskop. Pemeriksaan perlu dilakukan berulang-ulang
dalam beberapa hari berturut-turut kerena imigrasi cacing betina hamil tidak teratur. Sekali
pemeriksaan hanya menemukan lebih kurang 50% dari semua infeksi, tiga kali pemeriksaan
menemukan lebih kurang 90%. Dikatakan seseorang bebas dari infeksi cacing jika pada
pemeriksaan yang dilakukan 7 hari berturut-turur hasilnya negative.

- Pemeriksaan tinja
Pada pemeriksaan mikroskopik tinja dapat ditemukan telur cacing. Dapat juga ditemukan
adanya cacing dewasa. Karena cacing jantan dewasa setelah kopulasi akan mati dan keluar
bersama tinja

2.3. Diagnosis kerja


Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis merupakan nematoda
usus , siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah . enterobuis vermikularis adalah parasit yang
hanya menyerang manusia, penyakitnya kita sebut oxyuriasis atau enterobiasis. Oleh awam, kita

sering mendengar, Kremian. Cacingan, penyakit yang cukup akrab di kalangan anak-anak
Indonesia. Mulai dari yang berukuran besar seperti cacing perut, sampai yang kecil setitik seperti
cacing kremi (pinworm). Infeksi cacing sering diduga pada anak yang menunjukan rasa gatal di
sekitar anus pada waktu malam hari. Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan cacing
dewasa. Telur cacing dapat diambil dengan mudah dengan alat anal swab yang ditempelkan
disekitar anus pada waktu pagi hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat (cebok).
Anal swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya
dilekatkan scotch adhesive tape. Bila adhesive tape ini ditempelkan di daerah sekitar anus, telur
cacing akan menempel pada perekatnya. Kemudianadhesive tape diratakan pada kaca benda dan
dibubuhi sedikit toluol untuk pemeriksaan mikroskopik. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tiga
hari berturut-turut.

2.4. DIAGNOSIS BANDING


1. ANCYLOSTOMIASIS
Cacing tambang atau cacing kait(hook worm) pada manusia ada dua spesies, yaitu Necator
amerikanus atau Ancylostoma duodenale.
ANAMNESIS
Yang harus kita tanyakan kepada pasien adalah;
- Anaknya suka bermain tanah tidak?
- Anaknya sering lemas dan sesak napas tidak?
- Anaknya sering merasa nyeri di perut tidak?
- Di kulit anak ada rasa gatal, merah-merah atau bentol-bentol tidak?
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang kita lakukan adalah pemeriksaan tanda vital, lalu kita akan
melakukan inspeksi dan palpasi di bagian abdomennya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Prosedur pemekatan tinja mungkin diperlukan untuk menemukan infeksi yang
ringan. Telur dari kedua spesies cacing tambang tidak bias dibedakan. Jika sampel tinja
tidak diperiksa dalam keadaan segar, telur tersebut dapat menetas dan melepaskan larva

rabditiformis yang harus dibedakan dengan larva cacing Strongloides stercoralis. Anemia
hipokromik mikrositer yang kadang-kadang disertai eosinofilia atau hipoalbuminemia
merupakan cirri khas untuk penyakit cacing tambang.1
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti dari penyakit ancylostomiasis ini adalah ditemukannya telur
cacing tambang yang khas dengan ukuran 40 kali 60m dan berbentuk oval dalam feses.
Serta ditemukannya larva dalam tinja. Sebagian besar infeksi cacing tambang bersifat
asimptomatik. Larva yang infektif dapat menimbulkan dermatitits makulopapular yang
gatal (ground itch) pada lokasi penetrasi di kulit samping lintasan migrasi subkutan
yang berkelok atau serpiginosa (yang serupa dengan larva migrans kutaneus) pada
penjamu yang sebelumnya sudah memiliki sensitivitas. Larva yang bermigrasi lewat paru
kadang-kadang menyebabkan pneumonitis transien yang ringan, tetapi keadaan ini lebih
jarang dijumpai dibandingkan dengan Ascaris.
Dalam feses usus yang dini, individu yang terinfeksi dapat mengalami nyeri
epigastrium (yang sering dirasakan semakin parah pada saat sesudah makan/postprandial
accentuation), diare inflamatorik, atau gejala abdominal lainnya yang disertai dengan
eosinofilia. Akibat utama dari infeksi adalah defisiensi zat besi. Gejalanya minimal jika
asupan zat besinya memadai, tetapi individu yang sudah menderita kekurangn gizi akan
segera mengalami defisiensi zat besi yang berjalan progresif dan hipoproteinemia,
termaksud gejala kelemahan, sesak napas serta depigmentasi kulit. Infeksi interkuren
dapat memicu gagal jantung yang jelas. Perubahan pada mukosa usus tampak ringan dan
gejala malabsorbsi jarang dijumpai.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding yang mungkin adalah
- Dermatitis makulopapular = persamaannya pada gatal, merah dan papul-papul. Untuk
-

membedakan keduanya maka harus dilakukan pemeriksaan tinja.


Defisiensi zat besi = persamaannya pada kelemahan, sesak napas dan depigmentasi

kulit. Untuk membedakan keduanya maka harus dilakukan pemeriksaan tinja.


PENETALAKSANAAN
Pemberantasan parasit dapat dilakukan dengan penggunaan beberapa obat
antihelmintes yang aman dan sangat efektif, termaksud mebendazol dan pirantel pamoat.
Anemia defisiensi besi yang ringan sering dapat diobati dengan pemberian preparat oral
zat besi saja. Pemyakit cacing tambang yang berat dengan kehilangan protein dan

malabsorpsi memerlukan dukungan nutrisi dan pemberian suplemen zat besi oral
bersama-sama tindakan pemberantasan cacing.
ETIOLOGI
Penyakit ankilostomiasis ini dapat disebabkan oleh cacing tambang (Ancylostoma
duodenale).
EPIDEMIOLOGI
Ancylostoma duodenale merupakan parasit yang cenderung terjadi di Eropa
Selatan, Afrika Utara, serta Asia sebelah Utara dan Necaor americanus merupakan
spesies yang dominan pada daerah ekuatorial Afrika dan Hemisfer sebelah Barat. Kedua
spesies ini saling tumpang tindih pada banyak kawasan tropis, khususnya di kawasan
Asia tenggara. Pada sebagian daerah, anak-anak yang lebih besar mempunyai insidensi
dan intensitas yang lebih tinggi untuk terjangkit infeksi cacing tambang. Di daerah
perdesaan yang tanah persawahannya dipupuk dengan kotoran manusia (night soil),
para pekerja dewasa juga bisa mengalami infeksi yang berat.1 Tanah yang paling baik
untuk perkembangan telur dan larva, yaitu tanah pasir, tanah liat, atau lumpur yang
tertutup daun, terhindar dari sinar matahari langsung dan juga terhindar dari pengeringan
atau basah berlebihan. Terdapat di diperkenbunan kopi, karet serta di pertambanganpertambangan.
MORFOLOGI dan DAUR HIDUP
Cacing tambang pada manusia ada dua spesies, yaitu Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus. Habitatnya dalam usus halus, terutama di daerah jejunum,
sedangkan pada infeksi berat dapat menyebar k colon dan duodenum. Manusia
merupakan hospes definitive tempat cacing ini tidak membutuhkan tuan rumah perantara.
Cacing dewasa yang masih hidup berwarna keabu-abuan sampai kemerah-merahan,
kedua spesies diatas mempunyai marfologi yang mirip, yang membedakannya terutama
cacing dewasa betina pada Necator americanus menyerupai huruf S, sedangkan pada
Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C. Pada bagian anterior terdapat buccal
capsule (rongga mulut), pada bagian posterior terdapat bursa copulasi (berfungsi
memegangcacing betina pada waktu kopulasi. Pada Necator americanus di dinding
ventral terdapat sepasang benda pemotong berbentuk bulan sabit (semilunar cutting
plate),sedangkan pada Ancylostoma duodenale memiliki dua pasang gigi ventral yang
runcing (triangular cutting plate) dan sepasng gigi dorsal rudimeter. Telur berbentuk oval,
tidak berwarna, dinding luar dilapisi vitelline yang halus, diantara ovum dan dinding telur

terdapat ruangan yang jelas dan bening. Telur yang baru keluar bersama tinja mempunyai
ovum yang bersegmen 2, 4 dan 8 sel.
Telur keluar bersama tinja pada tanah yang cukup baik, suhu optimal 23-333C,
dalam 24-48 jam akan menetas, keluar larva rhabditiform. Larva ini mulutnya terbuka
dan aktif makan sampah organic atau bakteri pada tanah sekitar tinja. Pada hari kelima
berubah menjadi larva yang lebih kurus dan panjang disebut larva filariform yang
infektif. Larwa ini tidak makan, mulutnya tertutup, esophagus panjang, ekor tajam, dapat
hidup dalam tanah yang baik selama dua minggu. Jika larva menyentuh kulit manusia,
biasanya pada sela antara dua jari kaki atau dorsum pedis, melalui folikel rambut, poripori kulit maupun kulit yang rusak.. larva secara aktif menembus kulit masuk ke dalam
kapiler darah, terbawa aliran darah, kemudian akan mengalami siklus paru
(berjalan/mengembara ke jantung, paru, trachea, laring, esophagus, usus halus) dalam
waktu 10 hari. Cacing dewasa dapat hidup selama kurang lebih 10 tahun. Infeksi peroral
jarang terjadi, tetapi larva juga dapat masuk ke dalam badan melalui air minum atau
makanan yang terkontaminasi. Siklus hidup berlaku pada kedua spesies.2
PATOFFISIOLOGI
Penyakit infeksi cacing tambang hakikatnya adalah infeksi menahun sehingga
sering tidak menunjukkan gejala akut. Kerusakan jaringan dan gejala penyakit dapat
disebabkan baik oleh larva maupun oleh cacing dewasa. Larva menembus kulit
membentuk maculopapular dan eritem, sering disertai rasa gatal yang hebat, disebut
ground itch atau dew itch. Waktu larva berada dalam aliran darah dalam jumlah banyak
agtau pada orang yang sensitive dapat menimbulkan bronchitis atau bahkan pneumonitis.
Cacing dewasa melekat dan melukai mukosa usus, menimbulkan perasaan tidak enak di
perut, mual dan diare. Seekor cacing dewasa mengisap darah 0,2-0,3ml sehari, sehingga
dapat menimbulkan anemia yang progresif (tiba-tiba), hipokrom, mikrositer, tipe
defisiensi besi. Biasanya gejala klinik timbul setelah tampak adanya anemia. Pada infeksi
berat, Hb dapat turun sampai 2 gr%, penderita merasa sesak napas waktu melakukan
kegiatan, lemah dan pusing kepala. Keadaan demikian akan dapat menimbulkan
kelemahan jantung. Jika terjadi pada anak dapat menimbulkan keterbelakangan fisik dan
mental. Infeksi Ancylostoma duodenale lebih berat daripada Necator americanu.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita ancylomitosis adalah defisiensi zat besi
dan gagal jantung.

PENCEGAHAN
Sama dengan pencegahan pada penderita ascari, yaitu dengan cara memutuskan salah
satu mata rantai dari siklus hidup (menghilangkan sumber infeksi, pendidikan kesehatan
terutama mengenai kebersihan dan pembuangan serta penggunaan pupuk kompos yang berasal
dari tinja manusia) dengan tambahan membiasakan diri memakai sepatu terutama sekali waktu
bekerja di kebun atau di pertambangan.
PROGNOSIS
Jika diobati dengan baik maka prognisinya baik.

2. Dermatitis Atopik
ANAMNESA
Mengenai keluhan pokok:

Di mana lokasi awal keluhan?

Menjalar/menetap?

Hilang timbul?

Berapa lama?

Apakah kering atau basah?

Apakah gatal atau sakit?

Riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga:

Apa penyakit yang pernah diderita?

Obat yang pernah digunakan?

Riwayat alergi sebelumnya?

Pengaruh makanan terhadap keparahan?

Apakah pekerjaan mempengaruhi keparahan?3,4

PEMERIKSAAN FISIK

generalisata: tersebar pada sebagian besar tubuh

Universalis: hampir atau seluruh tubuh (90-100%)

Regional: mengenai daerah tertentu

Solitar: hanya 1 lesi

Herpetiformis: vesikel berkelompok mirip herpes zoster

Konfluens: 2 atau lebih lesi yang menjadi 1

Diskret: terpisah satu dengan lainnya

Serpiginosa: proses menjalar ke satu jurusan diikuti oleh penyembuhan pada bagian yang
ditinggalkan

Irisformis: eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel warna lebih gelap di
tengahnya

Simetrik: mengenai kedua belah sisi yang sama

Bilateral: mengenai kedua belah sisi

Unilateral: mengenai satu sisi

Warna

Gambar. 1
-

Susunan kelainan/bentuk

Liniar: seperti garis lurus

Sirsinar/anular: seperti lingkaran

Arsinar: seperti bulansabit

Polisiklik: bentuk pinggiran yang sambung menyambung

Korimbiformis: susunan seperti induk ayam dikelilingi anak-anak nya

- Bentuk lesi

Teratur

Tidak teratur

- Ukuran

Miliar: sebesar kepala jarum pentul

Lentikular: sebesar biji jagung

Numular: sebesar uang logam

Plakat: lebih besar dari numular

- Batas

Sirkumkrip: berbatas tegas

Difus: berbatas tidak tegas


PALPASI
Perhatikan adanya:

Tanda-tanda radang akut (kalor, dolor, fungsiolesa) +/-

Indurasi +/-

Fluktuasi +/-

Pembesaran kelenjar regional atau generalisata +/-.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Telah dilaporkan pelbagai hasil laboratorium penderita DA, walaupun demikian sulit untuk
menghubungkan hasil laboratorium ini dengan defek yang ada.

Imunoglobulin IgG, IgM, IgA dan IgD biasanya normal atau sedikit meningkat pada
penderita DA. Tujuh persen penderita DA mempunyai kadar IgA serum yang rendah, dan
defisiensi IgA transien banyak dilaporkan pada usia 3-6 bulan. Kadar IgE meningkat pada
80-90% penderita DA dan lebih tinggi lagi bila sel asma dan rinitis alergika. IgE serum
dapat diperiksa dengan metode ELISA. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat hubungannya
dengan berat ringannya penyakit, dan tinggi rendahnya kadar IgE tidak mengalami
fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi, atau yang sedang mendapat pengobatan
prednison atau azatioprin. Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi
remisi.1

Limfosit Jumlah limfosit absolut penderita alergi dalam batas normal, baik pada asma,
rinitis alergilk, maupun pada DA Walaupun demikian pada beberapa penderita DA berat.
dapat disertai menurunnya jumlah sel T dan meningkatnya sel B.

Eosinofil Kadar eosinofil pada penderita DA sering meningkat. Peningkatan ini seiring
dengan meningkatnya IgE, tetapi tidak seiring dengan beratnya penyakit. Kadar serum
dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis atopik. Berbagai mediatore berperan
sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil untuk menuju ke tempat peradangan dan
kemudian mengeluarkan berbagai zat antara lain Major Basic Protein (MBP). Peninggian
kadar eosinofil dalam darah terutama pada MBP.

TNF-a
Konsentrasi plasma TNF-a meningkat pada penderita dermatitis atopik dibandingkan
penderita asma bronkhial.

Leukosit polimorfonuklear (PMN) Dari hasil uji nitro blue tetrazolium (NBT) ternyata
jumlah PMN biasanya dalam batas normal.

Komplemen Pada penderita DA kadar komplemen biasanya normal atau sedikit


meningkat.

Bakteriologi Kulit penderita DA aktif biasanya mengandung bakteri patogen, seperti


Staphylococcus aureus. walaupun tanpa gejala klinis infeksi.

Uji kulit dan provokasi Diagnosis DA ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
Untuk mencari penyebab timbulnya DA harus disertai anamnesis yang teliti dan bila
perlu dengan uji kulit serta uji eliminasi dan provokasi. Korelasi uji kulit hanya baik
hasilnya bila penyebabnya alergen hirup. Untuk makanan dianjurkan dengan uji eliminasi
dan provokasi. Reaksi pustula terhadap 5% nikel sulfat yang diberikan dengan uji tempel
dianggap karakteristik untuk DA oleh beberapa pengamat. Patogenesis reaksi pustula
nikel fosfat ini belum diketahui walaupun data menunjukkan reaksi iritan primer.

Gambaran histopatologi
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis
akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya
vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi
perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan
terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan
terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya

vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan
fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum. Pemeriksaan
ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti dinitroklorbenzen
(DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di
epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans.
Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik.
Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6
jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang.

Gambar.2
Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun
demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan
mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan

bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.


Dermatografisme Putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni : akan tampak garis
merah di lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah sekitar,
kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada penderita atopik bereaksi
lain, garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak

timbul edema. penggoresan pada kulit normal akan menimbulkantiga respons , yakni
berturut-turut akan terlihat garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna
merah disekitarnya selama beberapa detik, dan edema timbul sesuah beberapa menit.
Penggoresan pada pasien atopik akan bereaksi berlainan. Garis merah tidak disusul warna
kemerahan, tetapi kepucatan selama 2-5 menit, edema tidak timbul. Keadaan ini disebut

dermatografisme putih.
Percobaan asetilkolin
Suntikan secara IC 1/5000 akan menyebabkan hiperemi pada orang normal. Pada orang
dengan dermatitis atopik akan timbul vasokonstriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.
Percobaan histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi, eritema akan berkurang dibandingkan dengan
orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut disuntikkan parenteral tampak eritema

pada kulit normal.


Foto toraks
Pemeriksaan ini dapat membantu menentukan faktor risiko atau pencetus dermatitis
atopik .Dermatitis atopik disebabkan

karena kebanyakan penderitanya memberikan

reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk menderita
asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic march.
Selama episode akut rontgen dada dapat menunjukkan hiperinflasi dan pendataran
diafragma. Kemudian pada pemeriksaan fungsi paru, dapat ditemukan menurunnya tidal
volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah atau sputum.

Gambar .3

DIAGNOSIS
DERMATITIS
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, linefikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak
selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). dermatitis cenderung
residif dan menjadi kronis.
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
stadium penyakit, batasnya dapat tegas dapat pula tidak tegas, penyebarannya dapat setempat,
generalisata, bahkan universalis.
Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi, sehingga tampak basah (medidans). Stadium subakut, eritema berkurang, eksudat
mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis, skuama,
hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena
garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis memberi
gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensinya tidak
selalu harus polimorfi, mungkin hanya oligomorfi.
Hingga kini belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama dan klasifikasi
dermatitis, tidak hanya karena penyebabnya yang multi faktor, tetapi juga karena seseorang dapat
menderita lebih dari satu jenis dermatitis pada waktu yang bersamaan atau bergantian.

Perubahan histopatologi dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung pada
stadiumnya.
Pada stadium akut kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis, edema
intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuklear. Dermis sembab, pembuluh darah melebar,
ditemukan sebukan terutama sel mononuklear; eosinofil kadang ditemukan, bergantung pada
penyebab dermatitis.
Kelainan pada stadium subakut hampir seperti stadium akut, jumlah vesikel di
epidermis berkurang, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan parakeratosis; edema
di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas, demikian pula sebukan sel radang.
Epidermis pada stadium kronis, hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete ridges
memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan; vesikel tidak ada lagi. Papila dermis
memanjang (papilamatosis), dinding pembuluh darah menebal, dermis terutama di bagian atas
bersebukan sel radang mononuklear, jumlah fibroblas dan kolagen bertambah.
Pengobatan yang tepat didasarkan atas kausa, yaitu menyingkirkan penyebabnya. Tetapi,
seperti diketahui penyebab dermatitis multi faktor, kadang juga tidak diketahui pasti, maka
pengobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan menghilangkan/mengurangi keluhan dan menekan
peradangan.
Pada kasus ringan dapat diberikan antihistamin, atau antihistamin dikombinasi dengan
antiserotonin, antibradikinin, anti-SRA, dan sebagainya. Pada kasus akut dan berat dapat diberi
kortikosteroid.

Prinsip umum terapi topikal diuraikan di bawah ini:


1. Dermatitis akut/basah (medidans) harus diobati secara basah (kompres terbuka). Bila subakut,
diberi losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentum (pasta pendingin). Krim diberikan pada
daerah yang berambut, sedang pasta pada daerah yang tidak berambut. Bila kronik, diberi salap.
2. Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah persentase obat spesifik.
DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Atopik adalah suatu peradangan menahun pada lapisan atas kulit yang
menyebabkan rasa gatal, seringkali terjadi pada penderita rinitis alergika atau penderita asma dan
pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang menderita rinitis alergika atau asma.
Ditandai oleh kulit yang kering, inflamasi dan eksudasi, yang kambuh-kambuhan. Kelainan
biasanya bersifat familial, dengan riwayat atopi pada diri sendiri ataupun keluarganya. Atopi
ialah kelainan dengan dasar genetik yang ditandai oleh kecenderungan individu untuk
membentuk antibodi berupa imunoglobulin E (IgE) spesifik bila berhadapan dengan alergen
yang umum dijumpai, serta kecenderungan untuk mendapatkan penyakit-penyakit asma, rhinitis
alergika dan Dermatitis Atopik, serta beberapa bentuk urtikaria.
Hanifin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima sebagai dasar
untuk menegakkan diagnosis DA Mereka mengajukan berbagai macam kriteria yang dibagi
dalam kriteria mayor dan kriteria minor. Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosa DA
meliputi pruritus dan kecenderungan dermatitis untuk menjadi kronik atau kronik residif dengan
gambaran morfologi dan distribusi yang khas.

Dermatitis atopik dikenal sebagai gatal yang menimbulkan kelainan kulit, bukan kelainan
kulit yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada kesepakatan pendapat mengenai hal ini, karena
pada pengamatan, lesi di muka dan punggung bukan diakibatkan oleh garukan, selain itu
dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum mempunyai mekanisme gatal-garuk.

Gambar. 4

DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan
bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak

alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan
meka nisme imunologik yang spesifik.
DERMATITIS KONTAK IRITAN
ETIOLOGI
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi
selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan
iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak,
kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel,
demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah
umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis
kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah
atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik.
PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi maupun fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadan ini akan
merusak sel epidermis.

Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan
lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor
kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada
terjadinya kerusakan tersebut.
GEJALA KLINIS
Sebagaimana disebabkan diatas bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis kontak
iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis.
Dermatititis kontak iritan akut
Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas,
eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan
kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat,
sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam
atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada
malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada
awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
Dermatitis kontak iritan kronis
Nama lain ialah dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lembah
yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah,

panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).
Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi
suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung
dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan,
bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor
paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling
sering ditemukan.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung
akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang
mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit
kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan
mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang
memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak,
membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.
EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras, dan jenis kelamin.
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya
secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan
ringan tidak datang berobat.

DERMATITIS KONTAK ALERGIK


ETIOLOGI
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya
penetrasi di kulit.
PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti
respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi tipe IV.
Reaksi hipersensitivitas di kulit timbulnya lambat (delayed hypersensitivit), umumnya dalam
waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya
kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang akan terikat dengan protein,
membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses leh makrofag dan sel
Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini,
sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian
tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan
sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit
menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama

2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu,
sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai
fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lembah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada
kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan
bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang
dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi,
umumnya berlangsung antara 24-48 jam.
GEJALA KLINIS
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan
eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak
iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.
Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak :
Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya
pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di
tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen,
antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.
Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung
tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.

Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal,
alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkin
disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat
disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, eyeshadows, dan obat mata.
Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada cuping
telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing-aids.
Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di
udara, zat warna pakaian.
Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam,
karet (elastis, busa), plastik, dan detergen.
Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, dan
alergen yang ada di tangan.
Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet,
kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal, neomisin,
etilendiamin), semen, dan sepatu.
EPIDEMIOLOGI
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak
alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.

Dermatitis Seborrheic
Merupakan peradangan permukaan kulit berbentuk lesi squamosa (bercak disertai
semacam sisik), bersifat kronis, yang sering terjadi di area kulit berambut dan area kulit yang
banyak mengandung kelenjar sebasea ( kelenjar minyak, lemak ), seperti kulit kepala, wajah,
tubuh bagian atas dan area pelipatan tubuh (ketiak, selangkangan, pantat).
ETIOLOGI
Penyebab Dermatitis Seboroik hingga kini belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor
yang diduga sebagai penyebab Dermatitis Seboroik, antara lain: infeksi jamur Malassezia ovale,
faktor imunologi, iklim, genetik, lingkungan, hormonal, dan aktifitas kelenjar sebasea yang
berlebihan.
Selain itu, beberapa obat-obat tertentu diduga memicu terjadinya Dermatitis Seboroik,
seperti: auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine, cimetidine, ethionamide,
griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa, phenothiazines,
psoralens, stanozolol, thiothixene, dan trioxsalen.
GEJALA KLINIS
Dermatitis Seboroik relatif mudah dikenali karena tandanya yang khas, yakni
dijumpainya krusta (bercak disertai semacam sisik) berminyak.
Gejala Pada Bayi:

Di area kepala (bagian depan dan samping) ditandai: krusta tebal, pecah-pecah, berwarna
kekuningan dan berminyak. Tanda ini disebut cradle cap karena bentuknya yang mirip
topi menutupi kulit kepala.

Di bagian tubuh yang lain, ditandai: ruam berwarna kemerahan, merah kekuningan,
dengan krusta berminyak yang menutupi permukaannya.

Gejala Pada Dewasa:


Pada umumnya ditandai dengan:

Keluhan gatal

Peradangan pada area seboroik dengan gambaran berbagai bentuk lesi, berwarna
kemerahan atau kekuningan disertai dengan adanya skuama, krusta, basah berminyak,
dan bisa juga kering.

Residif (mudah kambuh) dan bersifat kronis. Diduga behubungan dengan faktor stress,
kelelahan, sinar matahari dan iklim.

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi Dermatitis Seboroik diperkirakan sekitar 3-5 %. Jika ketombe yang
merupakan Dermatitis Seboroik ringan ditambahkan, angka kejadian mencapai 15-20 %.
Dermatitis Seboroik dapat dialami oleh semua ras.
Berdasarkan usia, Dermatitis Seboroik dapat terjadi pada semua umur, terutama usia
pubertas hingga usia 40 tahun. Pada bayi, Dermatitis Seboroik kerap dijumpai di area kepala dan
pelipatan tubuh. Berdasarkan jenis kelamin, Dermatitis Seboroik sedikit lebih banyak dialami
pria ketimbang wanita.
ETIOLOGI DERMATITIS ATOPIK (DA)

Penderita dermatitis atopik biasanya juga memiliki penyakit alergi lainnya.


Hubungan antara dermatitis dan penyakit alergi tersebut tidak jelas; beberapa penderita memiliki
kecenderungan yang sifatnya diturunkan untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan
(misalnya immunoglobulin E) sebagai respon terhadap sejumlah rangsangan yang berbeda.
Berbagai keadaan yang bisa memperburuk dermatitis atopik:
1. Dermatitis atopik ini penyebabnya adalah multifaktorial, termasuk di antaranya faktor
genetik, emosi, trauma, keringat, dan faktor imunologis.
2. Penggunaan sabun atau deterjen, bahan kimia (alkohol,astrigen) dapat memicu terjadinya
rasa gatal pada kulit.
3. Keringat berlebihan, disebabkan lingkungan yang bersuhu panas/dingin dan kelembaban
tinggi atau rendah, sinar matahari.
4. Menghirup tungau debu rumah, bulu binatang, serbuk sari, karpet, boneka berbulu.
FAKTOR RESIKO DERMATITIS ATOPIK

Makanan

Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC), hampir
40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap makanan.
Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE
spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap
suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut,
oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut
untuk menentukan kepastiannya.

Alergen hirup

Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan
uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat
pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95%
penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada
penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh
alergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara
dengan 4 musim.

Infeksi kulit

Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman
umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi
penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat
infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai superantigen,
mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu
penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman
stafilokokus dan steroid topikal.
PATOGENESIS DERMATITIS ATOPIK
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui,
demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa gatal
dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf
C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral

dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah
menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa
nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik.

Multifaktor DA mempunyai penyebab multi faktorial antara lain faktor genetik, emosi,
trauma, keringat, imunologik

Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin spesifik alergen yang
diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga
terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE.

Imunopatologi Kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel T ini
menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan menyeberangi
endotelium pembuluh darah. Di pembuluh darah perifer pasien DA, sel T subset CD4+
maupun subset CD8+ dari sel T dengan petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi
(CD25+, CD40L+, HLADR+). Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas
ligand yang menjadi penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis
karena mereka diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T
tersebut mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan
menjadikannya peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinocyte diinduksi
oleh Fas ligand yang diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang berada di
microenvironment

Respon imun kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang diisolasi dari
kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti mensekresi sejumlah
besar IL-5 dan IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil memanjang dan
terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi akut didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13,

sedangkan lesi kronik didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-g serta
infiltrasi makrofag dan eosinofil.

Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33, kromosom
3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang independen dari
mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada umumnya
berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma dan rhinitis. Resiko seorang
kembar monosigotik yang saudara kembarnya menderita DA adalah 86%.

Gambar. 5

Reaksi imunologis DA

Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma
bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%),
terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama
yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari
(allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit
atopi.
Ekspresi sitokin
Keseimbangan sitokin yang berasal dari Th1 dan Th2 sangat berperan pada reaksi
inflamasi penderita Dermatitis Atopik (DA). Pada lesi yang akut ditandai dengan kadar Il-4, Il-5,
dan Il-13 yang tinggi sedangkan pada DA yang kronis disertai kadar Il-4 dan Il-13 yang lebih
rendah, tetapi kadar Il-5, GM-CSF (granulocyte-macrophage colony-stimulating factor), Il-12
dan INFg lebih tinggi dibandingkan pada DA akut.
Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen lingkungan (makanan
dan inhalan), dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersentivitas tipe I. Imunitas seluler
dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan menurun pada 80% penderita
dengan DA, akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T
sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) menurun dengan akibat kepekaan terhadap
infeksi virus, bakteri, dan jamur meningkat.
Di antara mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang berperan pada pruritus adalah
vasoaktif amin, seperti histamin, kinin, bradikinin, leukotrien, prostaglandin dan sebagainya,
sehingga dapat dipahami bahwa dalam penatalaksanaan DA, walaupun antihistamin sering

digunakan, namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan dan sampai saat ini masih banyak
silang pendapat para ahli mengenai manfaat antihistamin pada DA. Trauma mekanik (garukan)
akan melepaskan TNF-a dan sitokin pro inflammatory lainnya di epidermis, yang selanjutnya
akan meningkatkan kronisitas DA dan bertambah beratnya eksema.
Antigen Presenting Cells
Kulit penderita DA mengandung sel Langerhans (LC) yang mempunyai afinitas tinggi
untuk mengikat antigen asing (Ag) dan IgE lewat reseptor FceRI pada permukaannya, dan
beperan untuk mempresentasikan alergen ke limfosit Th2, mengaktifkan sel memori Th2 di kulit
dan yang juga berperan mengaktifkan Th0 menjadi Th2 di dalam sirkulasi.
Faktor non imunologis
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor
genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang
lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang
kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang
ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.

Gambar .6

GEJALA KLINIS
Umumnya gejala DA timbul sebelum bayi berumur 6 bulan, dan jarang terjadi di bawah
usia 8 minggu. Dermatitis atopik dapat menyembuh dengan bertambahnya usia, tetapi dapat pula
menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia dewasa. Terdapat kesan bahwa makin lama
dan makin berat dermatitis yang diderita semasa bayi makin besar kemungkinan dermatitis
tersebut menetap sampai dewasa, sehingga perjalanan penyakit dermatitis atopik sukar
diramalkan.
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil, bentuk anak, dan bentuk
dewasa.

Bentuk infantil Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi
daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor ekstremitas. Bentuk ini berlangsung
sampai usia 2 tahun. Predileksi pada muka lebih sering pada bayi yang masih muda,
sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada bayi sel sudah merangkak. Lesi yang
paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta garukan yang
menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala yang
mencolok sel bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian
penderita dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur.

Bentuk anak Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil, walaupun
diantaranya terdapat suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering

(xerosis) yang lebih bersifat kronik dengan predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea,
tangan, kaki dan periorbita.

Bentuk dewasa DA bentuk dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya
berlokasi di daerah lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi
berbentuk dermatitis kronik dengan gejala utama likenifikasi dan skuamasi.

Stigmata pada dermatitis atopik Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang
terjadi pada DA, yaitu:

White dermatographism Goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan


kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan
garis berwarna putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya.

Reaksi vaskular paradoksal Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita
DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat pajanan hawa dingin, akan terjadi
percepatan pendinginan dan perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal.

Lipatan telapak tangan Terdapat pertambahan mencolok lipatan pada telapak tangan
meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas untuk DA.

Garis Morgan atau Dennie Terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata.

Sindrom buffed-nail Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa
sangal gatal.

Allergic shiner Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan
garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan
peningkatan timbunan melanin.

Hiperpigmentasi Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus menerus.

Kulit kering Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan berpapul
folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang
sehingga terjadi pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis,
terutama pada musim panas.

Delayed blanch Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya


keringat dan eritema. Pada penderita atopi akan terjadi eritema ringan dengan delayed
blanch. Hal ini disebabkan oleh vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.

Keringat berlebihan Penderita DA cenderung berkeringat banyak sehingga pruritus


bertambah.

Gatal dan garukan berlebihan Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang
normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit, sedangkan pada penderita DA gatal dapat
bertahan selama 45 menit.

Variasi musim
Mekanisme terjadinya eksaserbasi sesuai dengan perubahan musim belum difahami
secara menyeluruh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelembaban nisbi tinggi musim
baik pada kekeringan kulit penderita DA. Pada daerah dengan kelembaban nisbi tinggi musim
panas berpengaruh buruk, sedangkan lingkungan sejuk dan kering akan berpengaruh baik pada
kulit penderita DA.
KOMPILKASI
Penderita Dermatitis Atopik mudah mengalami komplikasi yang diakibatkan oleh disfungsi sel T
dan efek metabolik.

Komplikasi yang dapat terjadi:

Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di kemudian hari.
Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah mendapat infeksi virus maupun
bakteri (impetigo, folikulitis, abses, vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes).

Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan disebut
eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum ini sudah jarang
dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga maupun
penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang anggota
keluarga. Terjadi vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta,
kemudian terjadi penyebaran ke daerah kulit normal.

Penderita DA, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloni Staphylococcus


aureus.

PENATALAKSANAAN
Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Sebagian
penderita mengalami perbaikan sesuai dengan bertambahnya usia.
Medika - Non Mentosa
Langkah yang penting adalah menjalin hubungan baik dengan orang tua penderita,
menjelaskan mengenai penyakit tersebut secara rinci, termasuk perjalanan penyakit, dampak
psikologis, prognosis, dan prinip penatalaksanaan. Langkah pertama dalam penatalaksanaan
penderita DA adalah menghindari atau sedikitnya mengurangi faktor penyebab, misalnya
eliminasi makanan, faktor inhalan, atau faktor pencetus sel. Walaupun masih kontroversial

ternyata bayi yang memperoleh air susu ibu lebih jarang menderita DA dibandingkan bayi yang
memperoleh pengganti air susu ibu.
Penghindaran faktor alergen pada bayi berumur kurang dari l tahun akan mengurangi
beratnya gejala. DA. Maka dianjurkan agar bayi dengan riwayat keluarga alergi memperoleh
hanya ASI sediIkitnya 3 bulan, bila mungkin 6 bulan pertama dan ibu yang menyusui dianjurkan
untuk tidak makan telur, kacang tanah, terigu, dan susu sapi. Susu sapi diduga merupakan
alergen kuat pada bayi dan anak, maka bagi mereka yang jelas alergi terhadap susu dapat
dipergunakanbangkan untuk menggantinya dengan susu kedelai, walaupun kemungkinan alergi
terhadap susu kedelai masih ada. \60% penderita DA di bawah usia 2 tahun memberikan reaksi
positif pada uji kulit terhadap telur, susu, ayam, dan gandum. Reaksi positif ini akan menghilang
dengan bertambahnya usia. Walaupun pada uji kulit positif terhadap antigen makanan tersebut di
atas, belum tentu mencerminkan gejala klinisnya. Demikian pula hasil uji provokasi, sehingga
membatasi makanan anak tidak selalu berhasil untuk mengatasi penyakitnya.
Medika Mentosa
Membutuhkan terapi yang integral dan sistemik, meliputi hidrasi kulit, terapi topikal,
identifikasi dan eliminasi faktor penyebab dan pencetus dan bila perlu terapi sistemik.
Penatalaksanaan dasar diberikan untuk semua kasus baik yang ringan, sedang maupun berat,
berupa berupa perawatan kulit, hidrasi, kortikosteroid topikal, antihistamin, tars, antibiotik bila
perlu, identifikasi dan eliminasi faktor-faktor pencetus kekambuhan.
Pengobatan topikal

Pengobatan topikal adalah untuk mengatasi kekeringan kulit dan peradangan. Mengatasi
kekeringan kulit atau memelihara hidrasi kulit dapat dilakukan dengan mandi memakai sabun
lunak tanpa pewangi. Meskipun mandi dikatakan dapat memperburuk kekeringan kulit, namun
berguna untuk mencegah terjadi infeksi sekunder. Jangan menggunakan sabun yang bersifat
alkalis dan sebaliknya pakailah sabun atau pembersih yang mempunyai pH 7,0. Pemberian
pelembab kulit penting untuk menjaga hidrasi antara lain dengan dasar lanolin, krim air dalam
minyak, atau urea 10% dalam krim. Untuk mengatasi peradangan dapat diberikan krim
kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid topikal golongan kuat sebaiknya berhati-hati dan tidak
digunakan di daerah muka. Apabila dermatitis telah teratasi maka secepatnya pengobatan
dialihkan pada penggunaan kortikosteroid golongan lemah atau krim pelembab. Untuk daerah
muka sebaiknya digunakan krim hidrokortison 1%.
Dengan pengobatan topikal yang baik dapat dicegah penggunaan pengobatan sistemik.
Karena perjalanan penyakit DA adalah kronik dan residif, maka untuk pemakaian kortikosteroid
topikal maupun sistemik untuk jangka panjang sebaiknya diamati efek samping yang mungkin
terjadi. Bila dengan kortikosteroid topikal tidak adekuat untuk menghilangkan rasa gatal dapat
ditambahkan krim yang mengandung mental, fenol, lidokain, atau asam salisilat. Bila dengan
pengobatan topikal ini tetap tidak adekuat, maka dapat dipertimbangkan pemberian pengobatan
sistemik.

Perawatan Kulit Hidrasi adalah terapi DA yang esensial. Dasar hidrasi yang adekuat
adalah peningkatan kandungan air pada kulit dengan cara mandi dan menerapkan sawar
hidrofobik. untuk mencegah evaporasi. Mandi selama 15-20 menit 2 kali sehari tidak
menggunakan air panas dan tidak menambahkan oil (minyak) karena mempengaruhi

penetrasi air. Sabun dengan moisturizers disarankan Setelah mandi memberihkan sisa air
dengan handuk yang lembut. Bila perlu pengobatan topikal paling baik setelah mandi
karena penetrasi obat jauh lebih baik. Pada pasien kronik diberikan 3-4 kali sehari dengan
water-in-oil moisturizers sediaan lactic acid.

Kortikosteroids

topikal

Kortikosteroid

topikal

mempunyai

efek

antiinflamasi,

antipruritus, dan efek vasokonstriktor. Yang perlu diperhatikan pada penggunaan


kortikosteroid topikal adalah: segera setelah mandi dan diikuti berselimut untuk
meningkatkan penetrasi; tidak lebih dari 2 kali sehari; bentuk salep untuk kulit lembab
bisa menyebabkan folikulitis; bentuk krim toleransinya cukup baik; bentuk lotion dan
spray untuk daerah yang berambut; pilihannya adalah obat yang efektif tetapi potensinya
terendah; efek samping yang harus diperhatikan adalah: atropi, depigmentasi, steroid
acne dan kadang-kadang terjadi absorbsi sistemik dengan supresi dari hypothalamicpituitary-adrenal axis; bila kasus membaik, frekuensi pemakaian diturunkan dan diganti
dengan yang potensinya lebih rendah; bila kasus sudah terkontrol, dihentikan dan terapi
difokuskan pada hidrasi.
Selain manajemen dasar dilaksanakan pada DA berat terapi imunomodulasi topikal sudah harus
dilaksanakan.

Tacrolimus. Digunakan takrolimus 0,1 % dan 0,03 % topikal dua kali sehari. Obat ini
umumnya menunjukan perbaikan pada luasnya lesi dan rasa gatal pada minggu pertama
pengobatan. Tacrolimus tidak mempengaruhi fibroblasts sehingga tidak menyebabkan
atropi kulit.

Pimecrolimus Pemakaian pimecrolimus 1,0 % mereduksi gejala sebesar 35 %.

Pengobatan sistemik

Antihistamin Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antihistamin (H1) seperti
difenhidramin atau terfenadin, atau antihistamin nonklasik lain. Kombinasi antihistamin
H1 dengan H2 dapat menolong pada kasus tertentu. Pada bayi usia muda, pemberian
sedasi dengan kloralhidrat dapat pula menolong. Penggunaan obat lain seperti sodium
kromoglikat untuk menstabilkan dinding sel mast dapat memberikan hasil yang
memuaskan pada 50% penderita.

Penggunaan kortikosteroid oral sangat terbatas, hanya pada kasus sangat berat dan
diberikan dalam waktu singkat, misalnya prednison 0,5-1,0 mg/kgBB/hari dalam waktu 4
hari.

Merupakan terapi standar, tetapi belum tentu efektif untuk menghilangkan rasa gatal
karena rasa gatal pada DA bisa tak terkait dengan histamin.

Tars Mempunyai efek anti-inflamasi dan sangat berguna untuk mengganti kortikosteroid
topikal pada manajemen penyakit kronik. Efek samping dari tar adalah folikulitis,
fotosensitisasi dan dermatitis kontak.

Antibiotik sistemik Antibiotik sistemik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi DA yang


luas dengan infeksi sekunder. Antibiotik yang dianjurkan adalah eritromisin, sefalosporin,
kloksasilin, dan terkadang ampisilin Infeksi di curigai bila ada krusta yang luas,
folikulits, pioderma dan furunkulosis. S. aureus yang resisten penisilin merupakan
penyebab tersering dari flare akut. Bila diduga ada resistensi penisilin, dicloxacillin atau
sefalexin dapat digunakan sebagai terapi oral lini pertama. Bila alergi penisilin,
eritromisin adalah terapi pilihan utama, dengan perhatian pada pasien asma karena
bersama eritromisin, teofilin akan menurunkan metabolismenya. Pilihan lain bila

eritomisin resisten adalah klindamisin.. Dari hasil pembiakan dan uji kepekaan terhadap
Staphylococcus aureus 60% resisten terhadap penisilin, 20% terhadap eritromisin, 14%
terhadap tetrasiklin, dan tidak ada yang resisten terhadap sefalosporin Imunoterapi
dengan ekstrak inhalan umumnya tidak menolong untuk mengatasi DA pada anak.

Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor eksaserbasi Sabun dan baju yang bersifat iritatif
dihindari. Baju iritatif dari wol dihindari. Demikian juga keringat dapat juga mengiritasi
kulit. Stres sosial dan emosional juga harus dihindari. Eliminasi alergen makanan,
binatang dan debu rumah.

Kortikosteroid sistemik. Efek perbaikannya cepat, tetapi flare yang parah sering terjadi
pada steroid withdrawal. Bila tetap harus diberikan, tapering dan perawatan intensif kulit
harus dijalankan.

Thymopentin. Untuk dapat mengurangi gatal-gatal dan eritem digunakan timopentin


subkutan 10 mg/ dosis 1 kali/hari selama 6 minggu, atau 3 kali/minggu selama 12
minggu.

Interferon-gamma. Dosis yang digunakan g /m2/ hari subkutan diberikan selama 12


minggu.ug-100uantara 50

Siklosporin A. Pemberian per oral 5 mg/kg/hari selama 6 minggu. Dapat pula diberikan
secara topikal dalam bentuk salep atau gel 5%.

Gammaglobulin Bekerja sebagai antitoksin, antiinflamasi dan anti alergi. Pada DA


Gammaglobulin intravena (IVIG) adalah terapi yang sangat mahal, namun harus
dipertimbangkan pada kasus kasus khusus.

Probiotik Lactobacillus rhamnosus GG 1 kapsul (109) kuman/dosis dalam 2 kali/hari


memperbaiki kondisi kulit setelah 2 bulan.10

Terapi sinar (phototherapy)


Untuk Dayang berat dan luas dapat digunakan PUVA (Psoralen Ultraviolet A) seperti
yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB (Ultraviolet B), atau Goeckerman dengan UVB dan ter
juga efektif. Kombinasi UVB dan lebih baik daripada hanya UVB. Fototerapi UVA, dengan dan
tanpa psoralen, bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek
imunosupresif dengan memblokade fungsi sel Langerhans, dan mengubah produksi sitokin
keratinosit.10
PENCEGAHAN
Karena tidak ada obat untuk eksim atopik, pengobatan terutama harus melibatkan
menemukan memicu reaksi alergi dan belajar untuk menghindari mereka.

Diet. Awalnya kontroversial, asosiasi alergi makanan dengan dermatitis atopik sekarang
telah jelas ditunjukkan. Banyak penyebab alergi makanan umum dapat memicu reaksi
alergi: seperti susu, kacang-kacangan, keju, tomat, gandum, ragi, kedelai jagung, dan.
Banyak dari bahan alergen yang umum pada produk toko kelontong (terutama jagung
sirup, yang merupakan pengganti gula). Toko makanan kesehatan Specialty sering
membawa produk yang tidak mengandung alergen umum.

Menyusui adalah cara terbaik untuk menghindari masalah ini, tapi kalau itu tidak
tersedia, maka formula terhidrolisis lebih disukai terhadap susu sapi.

Penggunaan produk susu organik oleh anak-anak dan menyusui atau ibu hamil
mengurangi risiko dermatitis atopik pada anak muda.

Lingkungan dan gaya hidup. Karena debu adalah alergen sangat umum dan iritasi, orang
dewasa dengan eksim atopik mungkin harus menghindari merokok, serta menghirup debu
pada umumnya.

Ini bulu dari bulu anjing dan kucing juga dapat memicu respons

inflamasi. Ini adalah kesalahpahaman umum yang hanya menghapus binatang dari
sebuah ruangan akan mencegah reaksi alergi dari terjadi. Sebuah kamar harus benarbenar bebas dari bulu binatang untuk mencegah reaksi alergi. Kemarahan, stres, dan
kurang tidur juga menjadi faktor yang diketahui memperburuk eksim. Panas berlebih
(terutama dengan kelembaban) dan dingin dikenal untuk memprovokasi wabah, serta
ayunan suhu tiba-tiba dan ekstrim.11
PROGNOSIS
Sekitar 40% penderita dermatitis atopik yang bermula sejak bayi akan sembuh spontan,
selebihnya berlanjut ke bentuk anak dan dewasa. Ada pula yang menyatakan bahwa 40-50%
sembuh pada usia 15 tahun. Sebagian besar menyembuh pada usia 30 tahun. Secara umum, bila
terdapat riwayat dermatitis atopik di keluarga, bersamaan dengan asma bronkiale, masa awitan
lambat, atau dermatitisnya berat, maka penyakitnya lebih resisten.
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun
sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir.
Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan, seperti bahan
kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan ini
juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data.

KESIMPULAN
Dermatitis atopik kadang muncul pada beberapa bulan pertama setelah bayi lahir. Pada
wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan, kaki atau tungkai bayi terbentuk
ruam berkeropeng yang berwarna merah dan berair. Dermatitis seringkali menghilang pada usia
3-4 tahun, meskipun biasanya akan muncul kembali. Pada anak-anak dan dewasa, ruam
seringkali muncul dan kambuh kembali hanya pada 1 atau beberapa daerah, terutama lengan
atas, sikut bagian depan atau di belakang lutut.Terapi kortikosteroid biasanya diberikan untuk
mengatasi kasus ini, akan tetapi kta tahu pemberian kortikosteroid
3. Dermatitis Kontak
2.1. Mengenai keluhan pokok:

Di mana lokasi awal keluhan?

Menjalar/menetap?

Hilang timbul?

Berapa lama?

Apakah kering atau basah?

Apakah gatal atau sakit?

Riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga:

Apa penyakit yang pernah diderita?

Obat yang pernah digunakan?

Riwayat alergi sebelumnya?

Pengaruh makanan terhadap keparahan?

Apakah pekerjaan mempengaruhi keparahan?

2.2. Working Diagnosis


Dermatitis Kontak
Dermatitis
seseorang

yang

kontak
terlalu

alergi
sensitif

adalah

reaksi

terhadapbahan

kekebalan
kimia

tubuh

yang

terjadi

pada

tertentu. Alergi

(bahan

yang

menyebabkanalergi)yang biasa menyebabkan DAK banyak terdapat di jam tangan,perhiasan


logam,resleting dan bahan logam lainnya. Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita
DKA lebih sedikit karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka
(hipersensitif). DKA terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu
alergen. Penyebab DKA adalah bahan kimia dengan berat molekul <1000 dalton, merupakan
antigen yang belum diproses, yang disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat
menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya. Berbagai faktor
berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area,
luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembapan lingkungan, vehikulum,
dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum
korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan
sinar matahari). Proses perjalanan penyakit melalui 2 tahap, yaitu sensitisasi dan elisitasi.
Penderita umumnya merasa gatal.Dermatitis Atopik adalah suatu peradangan menahun pada
lapisan atas kulit yang menyebabkan rasa gatal, seringkali terjadi pada penderita rinitis alergika
atau penderita asma dan pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang menderita rinitis
alergika atau asma. Ditandai oleh kulit yang kering, inflamasi dan eksudasi, yang kambuhkambuhan. Kelainan biasanya bersifat familial, dengan riwayat atopi pada diri sendiri ataupun
keluarganya.

2.3. Diagnosa Banding


. Dermatitis atopic
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, linefikasi) dan gatal. Tanda polimorfik
tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). dermatitis
cenderung residif dan menjadi kronis.
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
stadium penyakit, batasnya dapat tegas dapat pula tidak tegas, penyebarannya dapat
setempat, generalisata, bahkan universalis.
Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi, sehingga tampak basah (medidans). Stadium subakut, eritema berkurang, eksudat
mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis, skuama,
hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena
garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis
memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis
efloresensinya tidak selalu harus polimorfi, mungkin hanya oligomorfi.
Hingga kini belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama dan klasifikasi
dermatitis, tidak hanya karena penyebabnya yang multi faktor, tetapi juga karena seseorang
dapat menderita lebih dari satu jenis dermatitis pada waktu yang bersamaan atau

bergantian.Perubahan histopatologi dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung


pada stadiumnya.
Pada stadium akut kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis, edema
intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuklear. Dermis sembab, pembuluh darah melebar,
ditemukan sebukan terutama sel mononuklear; eosinofil kadang ditemukan, bergantung pada
penyebab dermatitis.
Kelainan pada stadium subakut hampir seperti stadium akut, jumlah vesikel di epidermis
berkurang, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan parakeratosis; edema di dermis
berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas, demikian pula sebukan sel radang
ETIOLOGI DERMATITIS ATOPIK (DA)

Penderita dermatitis atopik biasanya juga memiliki penyakit alergi lainnya.


Hubungan antara dermatitis dan penyakit alergi tersebut tidak jelas; beberapa penderita memiliki
kecenderungan yang sifatnya diturunkan untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan
(misalnya immunoglobulin E) sebagai respon terhadap sejumlah rangsangan yang berbeda.
GEJALA KLINIS
Umumnya gejala DA timbul sebelum bayi berumur 6 bulan, dan jarang terjadi di bawah
usia 8 minggu. Dermatitis atopik dapat menyembuh dengan bertambahnya usia, tetapi dapat pula
menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia dewasa. Terdapat kesan bahwa makin lama
dan makin berat dermatitis yang diderita semasa bayi makin besar kemungkinan dermatitis

tersebut menetap sampai dewasa, sehingga perjalanan penyakit dermatitis atopik sukar
diramalkan.
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil, bentuk anak, dan bentuk
dewasa.1,2

Bentuk infantil Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi
daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor ekstremitas. Bentuk ini berlangsung
sampai usia 2 tahun. Predileksi pada muka lebih sering pada bayi yang masih muda,
sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada bayi sel sudah merangkak. Lesi yang
paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta garukan yang
menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala yang
mencolok sel bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian
penderita dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur.

Bentuk anak Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil, walaupun
diantaranya terdapat suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering
(xerosis) yang lebih bersifat kronik dengan predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea,
tangan, kaki dan periorbita.

Bentuk dewasa DA bentuk dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya
berlokasi di daerah lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi
berbentuk dermatitis kronik dengan gejala utama likenifikasi dan skuamasi.

Stigmata pada dermatitis atopik Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang
terjadi pada DA, yaitu:

White dermatographism Goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan


kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan
garis berwarna putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya.

Reaksi vaskular paradoksal Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita
DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat pajanan hawa dingin, akan terjadi
percepatan pendinginan dan perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal.

Lipatan telapak tangan Terdapat pertambahan mencolok lipatan pada telapak tangan
meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas untuk DA.

Garis Morgan atau Dennie Terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata.

Sindrom buffed-nail Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa
sangal gatal.

Allergic shiner Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan
garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan
peningkatan timbunan melanin.

Hiperpigmentasi Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus menerus.

Kulit kering Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan berpapul
folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang
sehingga terjadi pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis,
terutama pada musim panas.

Delayed blanch Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya


keringat dan eritema. Pada penderita atopi akan terjadi eritema ringan dengan delayed
blanch. Hal ini disebabkan oleh vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.

Keringat berlebihan Penderita DA cenderung berkeringat banyak sehingga pruritus


bertambah.
Gatal dan garukan berlebihan Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang

normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit, sedangkan pada penderita DA gatal dapat
bertahan selama 45 menit
Dermatitis Seborrheic
Merupakan peradangan permukaan kulit berbentuk lesi squamosa (bercak disertai
semacam sisik), bersifat kronis, yang sering terjadi di area kulit berambut dan area kulit yang
banyak mengandung kelenjar sebasea ( kelenjar minyak, lemak ), seperti kulit kepala, wajah,
tubuh bagian atas dan area pelipatan tubuh (ketiak, selangkangan, pantat).
ETIOLOGI

Penyebab Dermatitis Seboroik hingga kini belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor
yang diduga sebagai penyebab Dermatitis Seboroik, antara lain: infeksi jamur Malassezia ovale,
faktor imunologi, iklim, genetik, lingkungan, hormonal, dan aktifitas kelenjar sebasea yang
berlebihan.7
Selain itu, beberapa obat-obat tertentu diduga memicu terjadinya Dermatitis Seboroik,
seperti: auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine, cimetidine, ethionamide,
griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa, phenothiazines,
psoralens, stanozolol, thiothixene, dan trioxsalen.7
GEJALA KLINIS

Dermatitis Seboroik relatif mudah dikenali karena tandanya yang khas, yakni
dijumpainya krusta (bercak disertai semacam sisik) berminyak.
Gejala Pada Bayi:

Di area kepala (bagian depan dan samping) ditandai: krusta tebal, pecah-pecah, berwarna
kekuningan dan berminyak. Tanda ini disebut cradle cap karena bentuknya yang mirip
topi menutupi kulit kepala.

Di bagian tubuh yang lain, ditandai: ruam berwarna kemerahan, merah kekuningan,
dengan krusta berminyak yang menutupi permukaannya.

Gejala Pada Dewasa:

Pada umumnya ditandai dengan:

Keluhan gatal

Peradangan pada area seboroik dengan gambaran berbagai bentuk lesi, berwarna
kemerahan atau kekuningan disertai dengan adanya skuama, krusta, basah berminyak,
dan bisa juga kering.

Residif (mudah kambuh) dan bersifat kronis. Diduga behubungan dengan faktor stress,
kelelahan, sinar matahari dan iklim.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi Dermatitis Seboroik diperkirakan sekitar 3-5 %. Jika ketombe yang


merupakan Dermatitis Seboroik ringan ditambahkan, angka kejadian mencapai 15-20 %.
Dermatitis Seboroik dapat dialami oleh semua ras.

Berdasarkan usia, Dermatitis Seboroik dapat terjadi pada semua umur, terutama usia
pubertas hingga usia 40 tahun. Pada bayi, Dermatitis Seboroik kerap dijumpai di area kepala dan
pelipatan tubuh. Berdasarkan jenis kelamin, Dermatitis Seboroik sedikit lebih banyak dialami
pria ketimbang wanita.
PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti
respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi tipe IV.
Reaksi hipersensitivitas di kulit timbulnya lambat (delayed hypersensitivit), umumnya dalam
waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya
kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang akan terikat dengan protein,
membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses leh makrofag dan sel
Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini,
sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian
tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan
sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit
menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama
2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu,
sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai
fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lembah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada

kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan
bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang
dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi,
umumnya berlangsung antara 24-48 jam.
EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak alergi merupakan suatu dermatitis yang timbul setelah kontak dengan
alergen melalui proses sensitisasi. Jumlah penderita DKA lebih sedikit bila dibandingkan dengan
penderita

DKI

karena

hanya

mengenai

orang

yang

keadaan

kulitnya

sangat

peka(hipersensitifBila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena
hanya mengenaiorang yang keadaan kulitnya sangat peka(hipersensitif). Diramalkan bahwa
jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang
mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi
dan insidens DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati
kebenaran belum didapat.
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%,
tetapi data baru dari ingris dan amerika serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat
kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari
satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja.
ETIOLOGI
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhanan dengan berat molekul umunnya rendah,
merupakan alergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat

menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai
faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA , misalnya potensi sensitisasi alergen , dosis perunit
area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu, dan kelembapan lingkungan,
vihikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak(keadaan
stratum korneim, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit,
terpajan sinar matahari).
GEJALA KLINIS
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan
eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak
iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.
Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak :
Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya
pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di
tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen,
antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.
Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung
tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.

Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal,
alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkin
disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat
disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, eyeshadows, dan obat mata.
Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada cuping
telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing-aids.
Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di
udara, zat warna pakaian.
Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam,
karet (elastis, busa), plastik, dan detergen.
Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, dan
alergen yang ada di tangan.
Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet,
kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal, neomisin,
etilendiamin), semen, dan sepatu.
PENATALAKSANAAN
a. MEDIKAMENTOSA
Hal yang perlu di perhatikan pada pengobatan DKA adalah upaya pencegahan
terulangnyakontak kembali dengan alergi penyebab,danmenekan kelainan kulit yang

timbul.Kortikosteroid dapat di berikan dalan jangkapendek untuk mengatasi


peradangan,misalnya prednison 30 mg/hr.
b. NON MEDIKAMENTOSA
DKA dapat berupa pengidentifikasian dan pengeliminasian faktor-faktor pencetus.
Daerah yang terkena harusdi bersihkan secarateratur drngan air sabun yang
lembut,lepuhan tidak boleh di pecah,perban kering juga bisa
mencegah terjadinya infeksi.
PROGNOSIS
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh
faktor endogen (dermatitis atopik,dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan
bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.
4. TINEA KRURIS
Diagnosis kerja dari tinea kruris yaitu ditemukannya lesi yang berbatas tegas di daerah
inguinal atau lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Lesi dapat berupa eritema disertai
gatal yang hebat. Sebagai diagnosis pasti dapat dilakukan pemeriksaan sediaan langsung kerokan
kulit yang bermasalah dengan KOH 10% dan dilihat dengan mikroskop, akan menunjukkan hasil
postif terinfeksi tinea kruris bila ditemukan adanya hifa dan spora. Jamur penyebab dapat
diidentifikasi melalui pemeriksaan ini.
2.3 Diagnosis Banding
2.3.1 Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada
kulit.

Ada 2 macam dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak
alergik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Dermatitis kontak iritan (DKI)
Penyakit ini merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, tanpa didahului proses
sensitisasi. Dapat diderita semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin.
Penyebabnya bahan yang bersifat iritan misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam,
alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam bergantung pada sifat iritan.
Jenis dermatitis kontak yang paling sering terjadi adalah DKI kronis. Penyebabnya ialah kontak
berulang-ulang dengan iritan lemah (seperti deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air) dan
faktor fisik (seperti gesekan, trauma mikro, kelembapan rendah, panas, dingin). Gejala klasiknya
berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis)dan likenifikasi,
difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya
pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan
penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak karena fisur. Ada kalanya kelainan
hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah
dirasakan mengganggu baru mendapat perhatian. Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang
cermat dan pengamatan gambaran klinis, kadang diperlukan uji tempel dengan bahan yang
dicurigai.
Dermatitis kontak alergik (DKA)
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit karena hanya
mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). DKA terjadi pada seseorang
yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Penyebab DKA adalah bahan kimia
dengan berat molekul <1000 dalton, merupakan antigen yang belum diproses, yang disebut
hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai
sel epidermis di bawahnya. Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya
potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi,
suhu dan kelembapan lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan
kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik
(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari). Proses perjalanan penyakit melalui 2
tahap, yaitu sensitisasi dan elisitasi. Penderita umumnya merasa gatal. Kelainan kulit bergantung
pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa

yang berbatas jelas, diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Pada yang kronis terlihat
kulit kering, berskuama, papul likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasannya tidak jelas.
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang
teliti. Dapat dilakukan uji tempel untuk memastikan.
Pengaobatan untuk dermatitis ini adalah kortikosteroid topikal misalnya hidrokortison ataupun
kortikosteroid oral dalam jangka pendek seperti prednison 30 mg/hari.
2.3.2 Kandidiasis (kandidosis, moniliasis)
Kandidiasis merupakan suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur Candida
albicans yang menyerang kulit, subkutan, kuku, selaput lendir, dan alat dalam. Penyakit ini dapat
menyerang segala umur, baik pria maupun wanita, banyak terdapat pada daerah tropis dengan
kelembapan udara yang tinggi. Lebih banyak pada musim hujan, sehubungan dengan daerahdaerah yang tergenang air. Terutama menyerang pekerja kebun, tukang cuci, dan petani. Faktor
keturunan dengan adanya riwayat diabetes mellitus mempermudah berkembangnya Candida
albicans. Faktor predisposisi lain seperti pemakaian antibiotik yang lama, obesitas, alcohol,
gangguan vaskularisasi, hiperhidrosis dan lain-lain. Pada kulit, tempat predileksinya yaitu
bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha, bawah payudara, sekitar pusar, garis-garis kaki dan
tangan. Gejala yang sering dikeluhkan adalah gatal hebat disertai rasa panas seperti terbakar, dan
terkadang nyeri bila ada infeksi sekunder. Pada pemeriksaan ditemukan daerah yang eritematosa,
basah, erosif, dan bersisik. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustule-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir
yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.3 Pada keadaan kronik, terdapat daerah-daerah
likenifikasi, hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang berfisura. Pemeriksaan laboratorium
dapat dilakukan dengan cara :
1. kerokan kulit dengan KOH 10%, 40%, akan ditemukan sel-sel ragi
2. biakan pada media Saboroud, terdapat koloni coklat mengkilat dan permukaan basah
(koloni ragi)
2.3.3 Psoriasis Intertriginosa (soriasis inversa, psoriasis fleksural)
Psoriasis adalah penyakit kulit autoimun, kronik dan residif, ditandai dengan adanya
bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, tebal berlapis-lapis dan

transparan seperti mika. Penyakit ini disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kbner.
Tempat predileksi psoriasis adalah pada scalp, perbatasan daerah scalp dengan muka, ekstremitas
bagian ekstensor, terutama siku dan lutut, dan daerah lumbosakral. Pada psoriasis intertriginosa,
tempat predileksinya adalah pada daerah fleksor dan lipatan, seperti mamae, perut, aksila,
genitokrural, dan bokong. Lesinya berupa plak eritematosa dan maserasi kulit di lipatan, dapat
disertai dengan lesi satelit. Pemeriksaan pembantu yang dilakukan bertujuan menganalisis
penyebab psoriasis seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah kolesterol dan asam
urat.
Pengobatan yang diberikan simtomatis, seperti kortikosteroid, metotreksat, DDS, preparat ter,
antralin, dan PUVA.
2.3.4 Eritrasma
Eritrasma ialah penyakit yang menyerang stratum korneum kulit yang disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium minitussismum. Penyakit ini ditandai dengan adanya lesi berupa
eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Lesi kulit dapat berukuran
sebesar miliar sampai plakat. Lesi dapat terlihat merah kecoklatan tergantung area lesi dan warna
kulit penderita. Beberapa penulis beranggapan ada hubungan erat antra eritrasma dan diabetes
mellitus. Penyakit ini terutama menyerang orang dewasa dan dianggap tidak begitu menular.
Pemeriksaan pembantu terdiri atas:
1. pemeriksaan dengan lampu wood, lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral red)
2. kerokan kulit dengan KOH, terlihat batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1 u atau
kurang, mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid.

2.4 Etiologi
Sinonim dari tinea cruris yaitu eczema marginatum, gym itch, hobie itch, jock itch,
ringworm of the groin, tinea inguinalis. Tinea kruris adalah dermatofitosis yang mengenai paha
atas bagian tengah, daerah inguinal, pubis, perineum, dan daerah perianal.
Dermatofitosis ialah mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.
Jamur ini mengeluarkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna keratin pada kuku, rambut,

dan stratum korneum kulit. Berdasarkan sifat morfologi, jmaur golongan dermatofita
dikelompokkan dalam 3 genus: Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum.
Pada tinea cruris, penyebabnya ialah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, atau
Epidermophyton floccosum. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada
perempuan. Faktor predisposisinya antara lain keadaan yang hangat, lembap, pakaian ketat yang
dikenakan oleh laki-laki, obesitas, dan pemakaian kronis glukokortikoid topikal.
2.5 Epidemiologi
Tinea kruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropis, banyak terdapat di
Indonesia. Infeksi umumnya terjadi pada laki-laki postpubertal, namun perempuan juga dapat
terkena. Penularan lebih mudah terjadi dalam lingkungan yang padat atau pada tempat dengan
pemakaian fasilitas bersama seperti asrama dan di rumah tahanan. Pemakaian baju ketat,
keringat, dan baju mandi yang lembap dalam waktu yang lama merupakan faktor predisposisi
tinea kruris. Faktor risiko yang lain adalah obesitas dan diabetes mellitus.
2.6 Manifestasi Klinik
Kelainan pada tinea kruris mengenai kulit di daerah inguinal atau lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genitor-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah anus, dan perut bagian bawah,
atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas
tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas
macam-macam bentuk yang primer dan yang sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menjadi
menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya
akibat garukan.
Tinea kruris yang disebabkan Tricophyton rubrum atau Epidermophyton floccosum bersifat
kronik dan relatif tanpa peradangan. Lesi hanya tampak sebagai eritema ringan dengan daerah
tepi yang tampak tidak begitu aktif. Tinea kruris yang disebabkan oleh Tricophyton
mentagrophytes terlihat akut dengan peradangan, bagian tepi lesi tampak aktif disertai vesikel
dan seringkali disertai rasa gatal yang hebat.

2.7 Komplikasi

Tinea cruris dapat mengalami infeksi sekunder oleh candida atau bakteri lain. Area
tersebut dapat menjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi pada infeksi jamur yang kronis.

Kesalahan pengobatan tinea kruris dengan steroid topikal dapat menyebabkan perburukan
penyakit. Walaupun pasien dapat menyadari gejala yang mereda, tapi infeksi dapat
berlanjut dan menyebar.

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Terapi medikamentosa
1. Preparat antijamur topikal
Preparat dibawah ini diaplikasikan dua kali sehari pada daerah yang terkena. Hasil
optimal akan terlihat setelah 4 minggu, termasuk 1 minggu setelah lesi hilang. Diaplikasikan
kurang lebih 3 cm di luar tepi lesi. Agen topikal ini sebanding, hanya dibedakan dari segi biaya,
dasar, pembawa, dan aktivitas antijamur.
Imidazol
Antijamur golongan imidazol memiliki spectrum yang luas. Terdiri dari beberapa preparat, antara
lain mikonazol, klotrimazol, dan ketokonazol.
a. Mikonazol
Mikonazol menghambat aktivitas jamur Tricophyton, Epidermohyton, dan Microsporum,
Candida dan Malassezia furfur. Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya.
Mikonazol masuk ke dalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga
permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel meningkat. Mungkin pula terjadi gangguan sintesis
asam nukleat atau penimbunan peroksida dalam sel jamur yang akan menyebabkan kerusakan.
Obat yang sudah menembus lapisan tanduk kulit dan akan menetap sampai 4 hari. Obat ini
diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor, dan kandidiasis mukokutan.
Obat ini tersedia dalam bentuk krim 2% dan bedak tabur yang dipakai 2 kali sehari selama 2-4
minggu. Krim 2% untuk penggunaan intravaginal diberikan sekali sehari pada malam hari
selama 7 hari. Gel 2% tersedia untuk kandidiasis oral. Mikonazol tidak boleh dibubuhkan pada
mata.

Efek samping dari obat ini berupa iritasi, rasa terbakar, dan maserasi. Penggunaan pada
kehamilan trimester pertama sebaiknya dihindari.
b. Klotrimazol
Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan mekanisme kerja mirip
mikonazol dan secara topikal digunakan untuk pengobatan tinea pedis, kruris, dan korporis yang
disebabkan oleh Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, Epidermohyton floccosum,
dan Microsporum canis, dan untuk tinea versikolor. Juga untuk infeksi kulit dan vulvovaginitis
yang disebabkan oleh Candida albicans. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan larutan dengan
kadar 1% untuk dioleskan dua kali sehari. Pada pemakaian topikal dapat terjadi rasa terbakar,
eritema, edema, gatal, dan urtikaria.
Tolnaftat
Tolnaftat adalah suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar dermatofitosis tapi
tidak untuk candida. Tersedia dalam bentuk krim, gel, bubuk, cairan aerosol, atau larutan topikal
dengan kadar 1%. Digunakan 2-3 kali sehari. Rasa gatal akan hilang dalam waktu 24-72 jam.
Asam benzoat dan asam salisilat
Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam perbandingan 2:1 (biasanya 6% dan 3%) ini
dikenal sebagai salep Whitfield. Di Indonesia terkenal dengan salep kulit 88. Asam benzoat
memberikan efek fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik. Karena asam
benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai setelah lapisan tanduk yang
menderita terkelupas seluruhnya, sehingga pemakaian obat ini membutuhkan waktu beberapa
minggu sampai bulanan. Salep ini banyak digunakan pengobatan tinea pedis, dan kadang-kadang
juga untuk tinea kapitis. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat pemakaian, juga ada keluhan
kurang menyenangkan dari pemakainya karena salep ini berlemak.
Asam undesilenat
Asam undesilenat merupakan cairan kuning dengan bau khas yang tajam. Dosis biasa
dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang
lama dapat memberikan efek fungisidal. Obat ini aktif terhadap Tricophyton, Epidermohyton,
dan Microsporum. Obat ini tersedia dalam bentuk salep campuran mengandung 5% undesilenat
dan 20% seng undesilenat. Dalam hal ini seng berperan untuk menekan luasnya peradangan.
Haloprogin

Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal putih kekuningan,


sukar larut dalam air tetapi larut dalam alcohol. Obat ini bersifat fungisidal terhadap
Tricophyton, Epidermohyton, dan Microsporum, dan Malassezia furfur. Haloprogin tersedia
dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar 1%.
Siklopiroks olamin
Obat ini merupakan antijamur topikal berspektrum luas. Penggunaan kliniknya ialah
untuk dermatofitosis, kandidiasis, dan tinea versikolor. Siklopiroks olamin tersedia dalam bentuk
krim 1% yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang.
Terbinafin
Terbinafin merupakan suatu derivate alilamin sintetik dengan struktur mirip naftitin. Obat
ini digunakan secara topikal untuk dermatofitosis. Terbinafin topikal tersedia dalam bentuk krim
1% dan gel 1%. Terbinafin topikal digunakan untuk pengobatan tinea kruris dan korporis yang
diberikan 1-2 kali sehari selama 1-2 minggu.
2. Preparat antijamur sistemik
Digunakan untuk infeksi dari kulit yang mengalami keratinisasi: hanya digunakan jika
lesi semakin meluas dan gagal merespon terhadap pengobatan topikal. Biasanya dibutuhkan
untuk pengobatan tinea capitis dan tinea unguium, tinea yang mengalami inflamasi dan tinea
pedis yang tipe hiperkeratosis-moccasin.
Griseofulvin
Griseofulvin diisolasi dari Penicillium griseofulvum dierckx. Griseofulvin efektif
terhadap berbagai jenis jamur dermatofit seperti Tricophyton, Epidermohyton, dan Microsporum.
Preparat ini dimetabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6-metilgriseofulvin. Waktu
paruhnya kira-kira 24 jam. Obat ini akan dikumpulkan dalam sel pembentuk keratin, lalu muncul
bersama sel yang baru berdiferensiasi, terikat kuat dengan keratin sehingga sel baru ini akan
resisten terhadap serangan jamur. Keratin yang telah mengandung jamur akan terkelupas dan
diganti oleh sel yang normal.
Efek samping yang berat jarang timbul akibat pemakaian griseofulvin. Namun dapat juga timbul
leukopenia, granulositopenia, sakit kepala, atralgia, neuritis perifer, demam, pandangan kabur,
insomnia, berkurangnya fungis motorik, pusing, sinkop, rasa kering pada mulut, mual, muntah,

diare, flatulensi, albuminuria, silinderuria. Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi
fotosensitivitas, eritema multiforme, vesikula dan erupsi menyerupai morbili.
Di Indonesia, griseofulvin mikrokristal tersedia dalam bentuk tablet berisi 125 dan 500
mg dan tablet yang mengandung partikel ultramikrokristal tersedia dalam takaran 330 mg.Untuk
anak, griseofulvin diberikan 5-15 mg/kgBB/hari sedangkan untuk dewasa 500-1000 mg/hari
dalam dosis tunggal. Griseofulvin diberikan selama 2-3 minggu. Bila dosis tunggal tidak dapat
ditoleransi, maka dibagi dalam beberapa dosis.
Ketokonazol
Ketokonazol merupakan turunan imidazol sintetik dengan struktur mirip mikonazol dan
klotrimazol. Obat ini meurpakan antijamur sistemik per oral yang penyerapannya bervariasi antar
individu. Obat ini menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai
jenis jamur. Penyerapan melalui saluran cerna akan berkurang pada pasien dengan pH lambung
yang tinggi, pada pemberian bersama antagonis H2 atau bersama antasida. Pengaruh makanan
tidak begitu nyata terhadap penyerapan ketokonazol.
Setelah pemberian per oral, obat ini ditemukan dalam urin, kelenjar lemak, liur, juga pada
kulit yang mengalami infeksi, tendo, cairan sinovial, dan cairan vaginal. Sebagian besar obat ini
mengalami metabolisme lintas pertama. Sebagian besar ketokonazol diekskresikan bersama
cairan empedu ke lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan bersama urin,
semuanya dalam bentuk metabolit yang tidak aktif. Efek sampingnya antara lain mual, muntah,
sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, pruritus, parestesia, gusi berdarah, erupsi kulit,
dan trombositopenia. Dosis yang dianjurkan pada dewasa adalah satu kali 200-400 mg sehari
selama 1 bulan.
2.8.3 Terapi non-medikamentosa
Untuk mengurangi reinfeksi, dapat digunakan bedak antijamur dan sabun benzoil
peroksida. Usahkan selalu menjaga kebersihan dan kelembapan kulit.
2.9 Prognosis
Baik, asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.
2.10 Preventif

Tinea kruris dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan. Daapat juga
menggunakan bedak yang mengandung mikonazol atau tolnaftat pada daerah yang rentan
terhadap infeksi jamur setelah mandi.
5. SCABIES
A. Pendahuluan
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch,
gudig, budukan, dan gatal agogo. Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu
tuma gatal sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk
kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter. Akibatnya,
penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan. Kutu
betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter dengan empat
pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan sisanya di belakang berupa
alat tajam. Sedangkan untuk kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati
setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang
bercabang. Faktor penunjang penyakit ini antara lain social ekonomi rendah, hygiene buruk,
sering berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografis serta
ekologik. Penularan penyakit skabies ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung,
karenanya tak heran jika penyakit gudik (skabies) dapat dijumpai di sebuah keluarga,di kelas
sekolah, di asrama, dipesantren. Penularannya dapat melalui kontak langsung dan tidak langsung
seperti melalui pakaian, handuk, sprei, bantal, selimut, sofa.1

1. Pemeriksaan

Pemeriksaan terhadap pasien untuk mengetahui apakah seseorang tersebut menderita


skabies dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya dengan anamnesis atau tanya jawab antara
pasien dengan dokter, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik oleh dokter, dan bila diperlukan
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa uji laboratorium untuk memberikan kepastian
akan diagnosis dari keluhan pasien tersebut.
a. Anamnesis
Anamnesis pada pasien dilakukan dengan wawancara langsung pada pasien yang
umumnya disebut auto-anamnesis, namun jika pasien tersebut berhalangan untuk memberikan
informasi yang dibutuhkan maka anamnesis dapat dilakukan pada orang tua, kerabat atau pun
orang terdekat dengan pasien yang mengetahui mengenai riwayat kesehatan pasien. Pemeriksaan
ini disebut allo-anamnesis.
Dalam anamnesis umum didapatkan data pribadi pasien. Diantaranya nama, usia, jenis
kelamin, alamat tinggal, pekerjaan, agama, dan sebagainya.
Melalui anamnesis lebih lanjut dapat diperoleh keterangan dari pasien bahwa ia
mengalami keluhan gatal-gatal pada sela-sela jari tangan. Anak tersebut tinggal di panti asuhan,
dan terdapat 2 orang teman sekamarnya yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien meliputi inspeksi pada tempat yang dikeluhkan gatal oleh
pasien. Melalui pemeriksaan inspeksi dapat ditemukan papula dan vesikel kecil di daerah sela
jari tangan dan lipat bokong.
c. Pemeriksaan Penunjang
Uji KOH

Uji KOH kerokan kulit (yang diambil di bagian yang ada terowongan) diletakkan diatas
kaca benda (object glass) dan ditetesi larutan kalium hidroksida KOH 10% kemudian panasi
sebentar, ditutup kaca tertutup dan akhirnya lihat dibawah mikroskop. Pemberian KOH 10%
digunakan untuk melarutkan kerokan kulit sisa-sisa jaringan sehingga yang terlihat setelah
dipanaskan nantinya tinggal tungau dewasa atau telurnya yang tidak larut oleh KOH. Jika
kerokan kulit tidak dihilangkan akan sulit membedakannya dengan tungau skabies yang
bentuknya hampir mirip.
Uji tinta

Terowongan juga dapat dilihat jelas jika permukaan kulit ditetsi dengan tinta hitam dan
sedikit ditekan sehingga cairan tinta masuk ke dalam terowongan. Setelah sisa tinta pada
permukaan kulit dicuci, akan terlihat liku-liku terowongan yang berwarna kehitaman.2
2. Diagnosis dan Gambaran Klinik
Diagnosis skabies ditegakkan atas dasar:
Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau
berkelok-kelok, panjangnya beberapa mili meter sampai 1cm, dan pada
ujungnya tampak vesikel, papula, atau pustula.
Tempat predileksi yang khas adalah sela jari,pergelangan tangan bagian
volar, siku, ;ipat ketiak nbagian depan, aerola mammae, sekitar umbilikus,
abdomen bagian bawah, genitalia eksterna pria. Pada orang dewasa jarang
terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif,
sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit.

Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang efektif.

Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga
menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies. Gatal pada malam hari
disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas
kutu meningkat.

Gambar. 7
Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan kutu dewasa, telur, larva, atau
skibalanya dari dalam terowongan. Cara mendapatkannya adalah dengan membuka terowongan
dan mengambil parasit dengan menggunakan pisau bedah atau jarum steril. Kutu betina akan
tampak sebagai bintik kecil gelap atau keabuan di bawah vesikula. Di bawah mikroskop dapat
terlihat bintik mengkilat dengan pinggiran hitam. Cara lain ialah dengan meneteskan minyak
immersi pada lesi, dan epidermis di atasnya dikerok secara perlahan-lahan. Tangan dan
pergelangan tangan merupakan tempat terbanyak ditemukan kutu, kemudian berturut-turut siku,
genital pantat dan akhirnya aksila.

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal,
sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain:
Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).

Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya
sehingga sangat sukar ditemukan.
Skabies incognito.

Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan
tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies
incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan
mirip penyakit lain.
Skabies nodular

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat
didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai
reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu
tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
Skabies yang ditularkan melalui hewan.

Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies
manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi

biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya
yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah.
Kelainan ini bersifat sementara (4 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var.
binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
Skabies Norwegia.

Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,
skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala
yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi
kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol
tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak
(ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh
gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
Skabies pada bayi dan anak.

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher,
telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima
sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka.
Skabies terbaring ditempat tidur .

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat
menderita skabies yang lesinya terbatas.

Cara penularan :Penularan penyakit skabies ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, karenanya tak heran jika penyakit gudik (skabies) dapat dijumpai di sebuah keluarga,
di kelas sekolah, di asrama, di pesantren. Adapun cara penularannya adalah sebagai berikut :
Kontak langsung (kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan
seks.
Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei bantal, dll. Penularan
biasanya oleh sarcoptes betina yang telah dibuahi atau dalam bentuk larva. Dikenal juga
dengan Sarcoptes scabei varian animals yang kadang- kadang dapat menulari manusia,
terutama pada orang yang memelihara hewan seperti anjing. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang
tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran
yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan
penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya
pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air
bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan
menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada. Penularan scabies
terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah
tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltasfasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan
insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor
lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Di
beberapa sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari
mereka telah mendapatkan pengobatan skabisid.

3. Diagnosis Banding
Dermatitis Kontak
Dermatitis Kontak ialah suatu bentuk dermatitis eksogen yang disebabkan oleh bahan
atau substansi yang menempel pada kulit. Dermatitis kontak menempati tempat kedua sebagai
faktor tersering ketidakmampuan kerja (occupational disability). Dikenal dua macam dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik.
Dermatitis Iritan disebabkan oleh bahan yang bersifat iritan, yang mempunyai efek
merusak langsung ke kulit setelah terpapar bahan tersebut, misalnya asam, alkali, atau deterjen,
bahan pelarut, minyak pelumas, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi juga dipengaruhi
lama kontak, kekerapan, adanya oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula
gesekan dan trauma fisis. Selain itu dermatitis kontak iritan juga dipengaruhi faktor individu,
usia, ras, penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami. Jumlah penderita dermatitis kontak
iritan cukup banyak, karena dapat diderita oleh semua orang.
Kelainan timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja
kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel
epidermis. Terdapat dua jenis bahan iritan, yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan
lemah hanya pada mereka yang rawan atau mengalami kontak berulang-ulang.
Dermatitis Alergik merupakan suatu dermatitis yang timbul setelah kontak dengan
allergen melalui proses sensitisasi. Jumlah penderitanya lebih sedikit dibandingkan dermatitis
iritan karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).

Penderita umumnya mengeluh gatal. Pada keadaan akut, kelainan kulit dapat berupa
bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel
atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi. Pada yang kronis terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan.
Pedikulosis Korporis
Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama pada orang dengan hygiene
yang buruk, misalnya penggembala, disebabkan mereka jarang mandi atau jarang mengganti dan
mencuci pakaian. Penyakit ini sering disebut penyakit vagabond. Hal ini disebabkan kutu tidak
melekat pada kulit, tetapi pada serat kapas di sela-sela lipatan pakaian dan hanya transien ke kulit
untuk menghisap darah. Umumnya pada penderita pedikulosis korporis ditemukan kelainan
berupa bekas-bekas garukan yang lebih intensif. Kadang-kadang timbul infeksi sekunder dengan
pembesaran kelenjar getah bening regional.
Prurigo
Prurigo ialah erupsi popular kronik dan rekurens. Terdapat berbagai macam prurigo, yang
sering terlihat ialah prurigo Hebra. Prurigo Hebra ialah penyakit kulit kronik dimulai sejak bayi
atau anak. Kelainan kulit terdiri atas papul-papul miliar berbentuk kubah sangat gatal, lebih
mudah diraba daripada dilihat, terutama di daerah ekstremitas bagian ekstensor. Sering pula
terjadi infeksi sekunder jika telah kronik tampak kulit yang sakit lebih gelap kecoklatan dan
berlikenifikasi. Tempat predileksi di ekstremitas bagian ekstensor dan simetrik, dapat meluas ke
bokong dan perut, muka dapat pula terkena. Biasanya bagian distal lengan dan tungkai lebih
parah dibandingkan bagian proksimal. Demikian pula umumnya tungkai lebih parah daripada
lengan. Kelenjar getah bening regional biasanya membesar, meskipun tidak disertai infeksi, tidak

nyeri, tidak bersupurasi, pada perabaan teraba lebih lunak. Pembesaran tersebut disebut bubo
prurigo. Keadaan umum penderita biasanya pemurung atau pemarah akibat kurang tidur, kadangkadang nafsu makan berkurang sehingga timbul anemia dan malnutrisi.
Prurigo kronik multiformis Lutz memiliki kelainan kulit berupa papul prurigo, disertai
likenifikasi dan esematisasi. Di samping itu penderita juga mengalami pembesaran kelenjar getah
bening (limfadenitis dermatopatik) da eosinofilia.
Strofulus atau biasanya dikenal sebagai urtikaria papular, liken urtikatus dan strofulus
pruriginosis, sering dijumpai pada bayi dan anak-anak. Papul-papul kecil gatal tersebar di lengan
dan tungkai, terutama mengenai bagian ekstensor. Lesi mula-mula berupa urticated papules yang
kecil, akibat garukan menjadi ekskoriasi dan mengalami infeksi sekunder atau likenifikasi. Lesilesi muncul kembali dalam kelompok pada malam hari. Lesi tersebut dapat bertahan sampai 12
hari. Biasanya tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening maupun gejala konstitusi.
Strofulus, prurigo kronik multiformis Lutz, dan prurigo hebra termasuk dalam kelompok
dermatosis pruriginosa.
Pada prurigo simpleks tampak prurigo papul dalam berbagai macam tingkat
perkembangan dan ditemukan pada orang dengan usia pertengahan. Tempat yang sering terkena
ialah badan dan bagian ekstensor ekstremitas. Muka dan bagian kepala yang berambut juga dapat
terkena tersendiri atau bersama-sama dengan tempat lainnya. Lesi biasanya muncul dalam
kelompok-kelompok, sehingga papul-papul, vesikel-vesikel, dan jaringan-jaringan parut sebagai
tingkat perkembangan penyakit terakhir dapat terlihat pada saat yang bersamaan.
Prurigo nodularis merupakan penyakit kronik pada orang dewasa, terutama wanita.
Lesinya dapat berupa nodus, dapat tunggal atau multiple, mengenai ekstremitas, terutama pada
permukaan anterior paha dan tungkai bawah. Lesi sebesar kacang polong atau lebih besar, keras,

dan berwarna merah atau kecoklatan. Bila perkembangannya sudah lengkap, maka lesi tersebut
akan berubah menjadi verukosa atau mengalami fisurasi.
4. ETIOLOGI
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat
S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna
putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk
melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit,
yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh
yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum,
dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari
sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan
lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang
mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar.
Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan
4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8 12 hari. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 4 hari, kemudian larva

meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah
menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan
telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar
pada suhu kamar selama lebih kurang 7 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis
dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya
masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang.
5. EPIDEMIOLOGI
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan
orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur. Insidens sama pada pria dan wanita.
Insidens skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum
dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi dan permulaan epidemi berikutnya
kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah
kemiskinan, higiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi
dan derajat sensitasi individual. Insidensnya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di
Sulawesi Utara dan tinggi di Jawa Barat. Dalam penelitian skabies di Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya ditemukan insidens penderita skabies selama 1982-1984 adalah 2,7%. Sementara itu di
RSU Dadi Ujung Pandang didapatkan insidens skabies 0,67% (1987-1988).
6. PATOFISIOLOGI
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi

kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira
sebulan setelah infestisasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari
lokasi tungau. 1
7. PENATALAKSAAN
Medika mentosa
Benzena heksaklorida
Tersedia dalam bentuk cairan atau lotion, tidak berbau tidak berwarna. Obat ini
membunuh kutu dan nimfa. Obat ini digunakan dengan cara menyapukan ke seluruh tubuh dari
leher kebawah, dan setelah 12-24 jam dicuci bersih-bersih. Pengobatan diulang selama 3hari.
Pengobatan diulang maksimum 2 kali dengan interval 1 minggu. Penggunaan yang berlebihan
dapat menimbulkan efek pada sistem saraf pusat. Pada bayi dan anak-anak, bila digunakan
berlebihan, dapat menimbulkan neurotoksisitas. Obat ini tidak aman digunakan untuk ibu
menyusui dan wanita hamil.
Sulfur
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini
digunakan pada malam hari selama 3 malam.
Benzilbenzoat

Tersedia dalam bentuk krim atai lotion 25%. Sebaiknya obat ini digunakan
selama 24 jam, kemudian digunakan lagi 1 minggu kemudian. Obat ini disapukan
ke badan dari leher ke bawah. Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan iritasi.
Bila digunakan untuk bayi dan anak-anak, harus ditambahkan air 2-3 bagian.
Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25%, yang sebelum digunakan, harus
ditambah 203 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari. Selama dan
segera setelah pengobatan, penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat
menyebabkan keringat yang berlebihan dan takikardi.
Malathion
Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24jam. Pemberian
berikutnya diberikan beberapa hari kemudian.
Permethrin
Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal. Penggunaannya selama 812 jam dan kemudian dicuci bersih-bersih. Obat ini dilaporkan efektif untuk
skabies. Pengobatan pada skabies subungual susah diobati. Bila didapatkan
infeksi sekunder perlu diberikan antibiotik sistemik.
8. PENCEGAHAN
Pencegahan Penyakit Scabies yang paling utama adalah menjaga
kebersihan badan dengan mandi secara teratur, menjemur kasur, bantal, dan sprei

secara teratur serta menjaga lingkungan di dalam rumah agar tetap mendapat sinar
matahari yang cukup, tidak lembab, dan selalu dalam keadaan bersih.
9. KOMPLIKASI
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat
timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima,
selulitis, limfangitis, folikulitis, dan furnukel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak
kecil yang diserang skabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu
glomerulonefritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat
antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang
terlalu sering. Salep sulfur, dengan konsentrasi 15% dapat menyebabkan
dermatitis bila digunakan terus-menerus selama beberapa hari pada kulit yang
tipis. Benzilbenzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari
selama beberapa hari, terutama disekitar genitalia pria. Gamma benzena
heksaklorida sudah diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan secara
berlebihan.
10. PROGNOSIS
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas
dan memberikan prognosis yang baik.

B. KESIMPULAN
Berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada pasien, dan setelah dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut, maka dapat disimpulkan bahwa pasien menderita scabies. Penyakit ini
diakibatkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan
produknya. Dengan pengobatan yang tepat dan teratur, serta pola hidup yang sehat dan
bersih, scabies dapat disembuhkan

6. KELEMBAPAN dan KEBERSIHAN


7. KANDIDIASIS
Kandidiasis merupakan suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur Candida
albicans yang menyerang kulit, subkutan, kuku, selaput lendir, dan alat dalam. Penyakit ini dapat
menyerang segala umur, baik pria maupun wanita, banyak terdapat pada daerah tropis dengan
kelembapan udara yang tinggi. Lebih banyak pada musim hujan, sehubungan dengan daerahdaerah yang tergenang air. Terutama menyerang pekerja kebun, tukang cuci, dan petani. Faktor
keturunan dengan adanya riwayat diabetes mellitus mempermudah berkembangnya Candida
albicans. Faktor predisposisi lain seperti pemakaian antibiotik yang lama, obesitas, alcohol,
gangguan vaskularisasi, hiperhidrosis dan lain-lain. Pada kulit, tempat predileksinya yaitu
bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha, bawah payudara, sekitar pusar, garis-garis kaki dan
tangan. Gejala yang sering dikeluhkan adalah gatal hebat disertai rasa panas seperti terbakar, dan
terkadang nyeri bila ada infeksi sekunder.4 Pada pemeriksaan ditemukan daerah yang
eritematosa, basah, erosif, dan bersisik. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikelvesikel dan pustule-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif,

dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.3 Pada keadaan kronik, terdapat
daerah-daerah likenifikasi, hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang berfisura
a. Pemeriksaan
1. Fisik
2. Penunjang
- Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan di periksa dengan larutan KOH 10% atau
dengan pewarnaan gram,terlihat gambaran gram positif,sel ragi,blastospora,atau hifa
-

semu.
Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan di periksa di tanam dalam agar dekstrosanglukosa sabouraud,dapat
pula gar ini di bubuhi antibiotic (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri.Perbenihan di simpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37oC,koloni tumbuh

setelah 24-48 jam,berupa yeast like colony.


b. Diagnosis
Diagnosis kerja
Untuk menegakan diagnosis,pada pemeriksaan mikroskopis terhadap sediaan kulit
harus di temukan adanya jamur.
Diagnosis banding
Eritrasma
Eritrasma ialah penyakit yang menyerang stratum korneum kulit yang disebabkan
oleh bakteri Corynebacterium minitussismum. Penyakit ini ditandai dengan
adanya lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat
paha. Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi dapat terlihat
merah kecoklatan tergantung area lesi dan warna kulit penderita. Beberapa penulis
beranggapan ada hubungan erat antra eritrasma dan diabetes mellitus. Penyakit ini
terutama menyerang orang dewasa dan dianggap tidak begitu menular.
Pemeriksaan pembantu terdiri atas:
1.

pemeriksaan dengan lampu wood, lesi terlihat berfluoresensi merah membara

(coral red)
2.

kerokan kulit dengan KOH, terlihat batang pendek halus, bercabang,

berdiameter 1 u atau kurang, mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau
difteroid.3

Dermatitis

interginosa,dermatofitosis

(tinea),trikomonas

vaginalis,gonore

akut,leukoplakia,liken palnus. (Sumber kapita selekta)


c. Manifestasi klinis
Manifestasi knilis kandidosis tergantung pada lokasi yang terkena,seperti tersebut di
bawah ini:
1. Kandidosis selaput lendir
- Kandidosis oral (thrush)
Biasanya mengenai bayi melalui kontak dengan vagian ibunya,tampak
pseudomembran putih coklat muda kelabu yang menutup lidah,palatum mole,pipi
bagian dalam,dan permukaan rongga mulut lain.Lesi dapat terpisah-pisah,dan
tampak seperti kepala susu pada rongga mulut.Bila pseudomembran terlepas dari
dasarnya tampak daerah yang basah dan merah.
Pada glotidis kronik lidah tampak halus dengan papilla yang atrofik atau lesi
berwarna putih di tepi atau di bawah permukaan lidah.Bercak putih ini tidak
tampak jelas bila pasien sering merokok.
Pada orang dewasa biasanya mengenai mukosa pipi dan lidah.Tampak atrofi papil
-

lidah,permukaan lidah menjadi licin dan berwarna merah cerah.


Perleche
Lesi berupa fissure pada sudut mulut,lesi ini mengalami maserasi,erosi,basah,dan
dasarnya eritematosa.Biasanya bilateral.Kemungkinan ada anemia defisiensi

besi.Biasanya terjadi pada anak-anak yang menghisap jempol.


Vulvogaginitis
Biasanya sering terdapat pada pasien diabetes mellitus karena kadar gula darah
dan urin yang tinggi pada wanita hamil karena penimbunan glikogen dalam epitel
vagina.Gejala

berupa

pruritus

hebat,rasa

terbakar,labia

eritema

dan

maserasi.Serviks hiperemis,edema dan erosive serta terdapat vesikel-vesikel yang

kecil pada permukaan.


Duh vagina biasanya kental.
Balanitis atau balanopostitis
Pasien mendapat infeksi karena kontak seksual degan wanitanya yang menderita
vulvovaginitis,lesi berupa erosi,pustule dengan dindingnya yang tipis,terdapat

pada glans penis dan sulkus koronarius glandis.


Kandidosis mukokutan kronik
Penyakit in timbul karena kekurangan fungsi

leukosit

atau

sistem

hormonal,biasanya terdapat pada pasien dengan bermacam-macam defisiensi


yang bersifat genetic,umumnya terdapat pada anak-anak.

2. Kandidosis kutis
- Kandidosis interginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak,lipat paha,intergluteal,lipat payudara,antara jari
tangan atau kaki,glans penis dan umbilicus,berupa bercak yang berbatas
tegas,bersisik,basah,dan eritematosa.Lesi tersebut di kelilingi oleh satelit berupa
vesikel-vesikel dan pustule-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan
daerah yang erosive,dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi
-

primer.
Kandidosis periaanal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofite tipe basah.penyakit ini
menimbulkan pruritus ani.Terdapat dermatitis perianal berupa eritema dan

maserasi yang sangat gatal dan terbakar.


Diaper-rash
Kelainan pada kulit daerah bokong yang sering terdapat pada bayi yang popoknya
selalu basah dan jarang dig anti dan juga sering di derita neonatus sebagai gejala
sisa dermatitis oral dan perianal.gejalanya terdapat makukla dan vesikel-vesikel
dengan maserasi pada daerah yang tertutup popok menyebabkan rasa gatal seperti
terbakar dan tidak nyaman.Diagnosis di tegakan dengan adanya lesi satelit yang

eritematosa.
Kandidosis granulomatosa
Penyakit ini sering menyerang anak-anak,lesi berupa papul kemerahan tertutup
krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya.Krusta
ini dapat menimbulkan seprti tanduk sepanjang 2cm,lokalisasinya sering terdapat

di muka,kepala,kuku,badan,tungkai,faring.
d. Penatalaksanaan
1. Menghindari atau menghilangkan faktor prediposisi
2. Topical:
- Larutan ungu gentian -1% untuk selaput lendir,1-2% untuk kulit,di oleskan
-

sehari 2 kali selama 3 hari.


Nistatin: berupa krim,salep,emulsi
Amfoterisin B
Group azol antara lain: mikonazol 2% berupa krim atau bedak,klotrimazol 1%
berupa

bedak,larutan

dan

krim,Tiokonazol,bufanazol,isikonazol,siklospiroksolamin 1% larutan,krim.Anti
mikotik lain yang berspektrum luas.
3. Sistemik

Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna,obat ini

tidak di serap oleh usus.


Ketokonazol,bila di pakai untuk kandidosis vagina dosisnya 2 x 200 mg selama 5

hari ( untuk orang dewasa)


Itrakonazol;bila di pakai untuk kandidosis vulvovaginitis dosis tunggal 300 mg

( untuk orang dewasa)


e. Etiologi
Yang tersering sebagai penyebab ialah candida albicans yang dapat di isolasi dari
kulit,dar mulut,selaput mukosa vagina,dan feses orang normal.Sebagai penyebab
endokarditis kandidosis ialah C.parapsilosis dan penyebab kandidosis septicemia adalah

C.tropicalis. (buku merah ui sama kapita selekta)


Faktor predisposisi
Infeksi kandida dapat terjadi bila faktor yang menyuburkan pertumbuhan kandida atau
ada yang memudahkan terjadinya invasi jaringan,karena daya tahan yang lemah.Faktorfaktor ini ada yang merupakan faktor endogen maupun faktor eksogen.
Faktor endogen:
1. Perubahan fisiologik
Kehamilan atau yang menyerupai kehamilan,karena perubahan PH dalam
vagina
Kegemukan,karena banyak keringat
Debilitas
Latrogenik,yaitu obat,alat atau tindakan untuk menolong pasien seperti
antibiotic,kortikosteroid,sitostatik,gigi

tiruan

penuh

(denture),kateter,infuse,realimentasi,intravena,operasi,radiasi.
Endokrinopati misalnya hipotiroid,gangguan gula darah kulit.
Penyakit kronik; tuberculosis,lupus eritromatosus dengan keadaan umum
yang buruk.
2. Umur; orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna,bayi baru lahir,terutama yang premature.
3. Imunologik : penyakit genetic
Faktor eksogen :
1. Iklim,panas dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
2. Kebersihan kulit
3. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan
memudahkan masuknya jamur.
4. Kontak dengan penderita,misalnya pada trust dan balanopostitis.
(Sumber kapita selekta)
f. Epidemologi

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia,dapat menyerang semua umur,baik laki-laki


maupun

perempuan.Jamur

saprofit.Gambaran

penyebabnya

klinisnya

terdapat

bermacam-macam

pada

orang

sehat

sebagai

sehingga

tidak

diketahui

data

penyebarannya dengan tepat.


(buku merah ui sama kapita selekta)
g. Patofisiologi
Kandidiasis merupakan infeksi jamur sistemik yang paling sering.Respon imun cellmediated

terutama

mukokutan.Neutrofil

sel

CD4

penting

penting

terutama

dalam

dalam

mengendalikan

resistensi

kandidiasis

terhadap

kandidiasis

sitemik.Kandidiasis sistemik terjadi bila kandida masuk dalam aliran darah terutama pada
saat ketahanan fagosistik host menurun.
Faktor-faktor local atau sistemik dapat mempengaruhi invasi Candida ke dalam jaringan
tubuh.Usia merupakan faktor penting mengingat kolonisasi neonatal sering kali
menyebabkan kandidiasis oral (oral thrush).Perempuan dengan kehamilan trimester
ketiga

cendrung

untuk

mengalami

kandidiasis

vulvoginal.Pasien

diabetes

mellitus,keganasan hematologi,pasien yang mendapatkan antibiotic spectrum luas atau


kortikosteroid dosis tinggi rentan terhadap kandidiasis.Kandidiasis oral sering di jumpai
kapan saja dalam perjalanan infeksi HIV.Dengan terjadinya penurunan jumlah sel
CD4,esofagitis Candida juga sering di temukan.Terganggunya keutuhan kulit atau
membrane

mukosa

dapat

memberikan

jalan

ke

jaringan

tubuh

yang

lebih

dalam.Contohnya adalah perforasi traktus gastrointestinal oleh trauma,pembedahan serta


ulserasi peptikum;pemasangan kateter indwelling untuk pemberian alimentasi intravena
(enternal feeding),dialisisperitoneal serta drainase traktus urinarius;lika bakar yang
berat;dan penyalah gunaan obat bius ntravena.Kandidemia merupakan penyebab urutan
keenam sepsis akibat penggunaan kateter intavena atau infuse.
Spesies Candida,kecuali C.glabrata tampak dalam jaringan sebagai jamur maupun
pseudohifa.Lesi visceral di tandai oleh nekrosis dan respons inflamatorik neurofilik.Sel
neutrofil membunuh sel jamur Candida serta merusak segmen pseudohifa secara in
vitro.Kandidiasis visceral akan menimbulkan

komplikasi neuropenia sehingga

menunjukan peranan utama neutrofil dalam mekanisme pertahanan penjamu terhadap


jamur ini.Melalui sirkulasi,kandida dapat menimbulkan berbagai infeksi pada
ginjal,hepar,menempel pada katub jantung buatan,meningitis,arthritis,endophaltimis.
(sumber buku IPD)

h. Pencegahan
1. Upaya Pencegahan Primer.
Karena Candidosis vagina dapat ditularkan melalui
hubungan seksual, penyebaran infeksi ini dapat dicegah dengan cara tidak
berhubungan seksual atau hanya berhubungan seksual dengan satu pasangan yang
tidak terinfeksi. Di samping itu, penderita pria juga dapat menggunkaan kondom lateks
selama hubungan seksual, dengan atau tanpa spermatisida. Pencegahan terjangkitnya
Candidosis Vagina, dapat dilakukan dengan menjaga area sekitar genitalia bersih dan
kering. Hindari sabun yang dapat menyebabkan iritasi, vagina spray, dan semprotan air.
Ganti pembalut secara teratur. Gunakan pakaian dalam dari katun yang longgar dan
menyerap keringat, hindari pakaian dalam dari nilon. Setelah berenang, cepat ganti
pakaian yang kering daripada duduk dengan pakaian renang yang basah dalam waktu
yang lama
2. Upaya Pencegahan Sekunder.
Setelah pasien menjelaskan gejala-gejala yang timbul, dokter akan melakukan
pemeriksaan ginekologi dan memeriksa organ genitalia eksterna, vagina, dan cervix
untuk melihat adanya inflamasi atau ekskret abnormal. Seseorang akan dinyatakan
suspect Candidosis Vagina bila terjadi inflamasi pada vagina, terdapat ekskret putih dari
vagina, dan di sekeliling vagina. Dokter mungkin akan mengambil sampel ekskret vagina
untuk diperiksa dengan mikroskop di laboratorium. Candidosis Vagina dapat diatasi
dengan obat antijamur yang bekerja secara langsung pada vagina sebagai tablet, krim,
salep, atau suppositoria. Obat-obatan ini termasuk butoconazole (FemStat), clotrimazole
(Clotrimaderm, Canesten), miconazole (Monistat, Monazole, Micozole), nystatin (sold
under several brand names), tioconazole (GyneCure) and terconazole (Terazole). Oral
fluconazole (Diflucan Oral) juga dapat digunakan dalam dosis ringan.pengobatan pada
pasangan seksual biasanya tidak direkomendasikan.
3. Upaya Pencegahan Tersier.
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik, dan sosial
penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
Tidak memakai pakaian dalam berbahan nilon yang menyebabkan daerah genitalia
menjadi lembab dan meningkatkan resiko infeksi berulang.
Menjaga pola makan sesuai dengan standar kesehatan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh.
Menjaga kebersihan individu dan lingkungan untuk mencegah pertumbuhan jamur yang
dapat menyebabkan infeksi.
Melatih masyarakat yang pernah terjangkit Candidosis Vagina untuk terbiasa
berperilaku hidup sehat.

i. Prognosis
Umumnya baik,tergantung berat ringannya faktor predisposisi

2.5. EPIDEMIOLOGI
Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat terjadi pada
suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama(asrama,
rumah piatu). Meskipun penyakit ini menyerang semua umur, namun penderita terbanyak adalah
anak berusia 5-14 tahun. Hal ini karena prilaku menggaruk dan daya tahan tubuh yang masih
rendah pada anak. Penyebaran cacing kremi di dunia merupakan yang terluas di antara cacing
lainnya
Telur cacing dapat diisolasi dari debu dari ruangan sekolah atau kafetaria sekolah dan
mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan
beberapa anggota keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%)
di lantai, meja, kursi, buffet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian
dan tilam. Hasil penelitian menunjukan angka prevalensi pada berbagai golongan manusia 3%80%. Penelitian di daerah Jakarta timur melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang
menderita enterobiasis adalah kelompok usia antara 5 9 tahun yaitu terdapat 46 anak (54,1%)
dari 85 anak yang diperiksa.
Penularan dapat dipengaruhi oleh :
1.

Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (auto-infeksi)

atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri
karena memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi.

2.

Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin

sehingga telur melalui debu dapat tertelan.


3.

Retrofeksi melalui anus: larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali

masuk ke usus.
Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi sumber infeksi
oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.
Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada
golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi daripada orang Negro.
Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Kuku hendaknya selalu dipotong
pendek, tangan dicuci bersih sebelum makan. Anak yang mengandung cacing kremi sebaiknya
memakai celana panjang jika hendak tidur supaya alas kasur tidak terkontaminasi dan tangan
tidak dapat menggaruk daerah perianal.
Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung parasit. Pakaian
dan alas kasur hendaknya dicuci bersih dan diganti setiap hari.
2.6. ETIOLOGI ( penyebab )
Enterobius vermicularis, Oxyuris vermicularis, cacing kremi, pinworm, seatwon adalah
cacing kecil ( 1 cm ) berwarna putih. Dalam s ekali bereproduksi cacing dapat menghasilkan
11.000 butir telur. Setelah mengalami proses pematangan, larva dapat bertahan hidup dalam telur
sampai 20 hari

2.7 MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP

Habitat di caecum dan derah sekitarnya yaitu appendix, colon ascendens dan ileum. Cacing dewasa
merupakan cacing kecil berwarna keputih-putihan. Pada ujung anteriornya terdapat pelebaran menyerupai sayap
yang disebut ala cephalic laterar. Mulutnya dikelilingi tigah buah bibir dorsal dan dua buah bibir lateroventral.
Dari rongga mulut, masuk kedalam esofagus dengan bulbus esofagus yang terlihat jelas.
Cacing betina berukuran (8-13) mm x 0,3 0,5) mm,pada bagian posterior lebih kurang1/5
panjang tubuh, tampak ujungnya runcing seperti duri yang terdiri atas jaringan hialin. Vulva
terletak pada 1/3 bagian anterior tubuh. Pada cacing hamil uterus penuh berisi telur hampir
mengisi seluruh tubuh kecuali bagian ekor. Alat genital berpasangan(duplex) serta anus terletak
pada 1/3 posterior tubuh. Cacing jantan berukuran( 2-5 )mm x (0,1-0,3) mm, bagian ekor tumpul,
menggulung, memiliki sebuah spikulum yang jarang terlihat.
Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Seekor cacing betina sehari
dapat menghasilkan 11.000 telur. Cacing jantan mati setelah kopulasi, sedangkan cacing betina
yang hamil dan mau bertelur malam harinya bermigrasi menuju anus. Karena suhu di luar lebih
rendah, uterus dan vagina berkontraksi, telur keluar berkelompok di daerah perianal dan
perinium. Cacing betina mati setelah bertelur.

Gambar. 8 (a). Cacing jantan, (b). cacing betina

Telur berukuran (50-60) x (20-30) m, bentuk lonjong asimertis, salah satu sisi rata
sedangkan sisi lainnya cembung. Dinding telur bening, agak lebih tebal dari telur cacing
tambang, di dalamnya berisi embrio yang terlipat. Telur ini merupakan telur matang(infektif).

Gambar. 9 Telur cacing

Telur-telur bersembunyi dalam lipatan perianal sehingga jarang keluar dan didapatkan
dalam tinja . beberapa jam kemudian telur telah menjadi matang dan infektif, selanjutnya terjadi
salah satu hal di bawah ini.
1. Autoinfeksi, karena daerah perianal gatal, digaruk, telur menempel pada tangan atau
bawah kuku, kemudian telur ini termakan oleh hospes yang sama.
2. Telur tersebar pad kain tempat tidur, pakaian bahkan pada debu dalam kamar yang
mengontaminasi makanan atau minuman sehingga dapat menginfeksi orang lain.
Seorang dapat pula terinfeksi dengan menghitup udara yang tercemar( infeksi
aerogen/per inhalasi).
3. Retrograd infeksi atau retrofeksi, mungkin telah ada larva yang menetas setelah
cacing betina meletakan telur perianal, larva masuk kembali ke usus melalui anus
sehingga akan terjadi infeksi baru.
Telur yang tertelan menembus di dalam duodenum, keluar larva untuk menjadi dewasa
didalam caecum dan sekitarnya. Waktu yang dibutuhkan sejak menelan telur infektif sampai

cacing betina menghasilkan telur, lebih kurang 2minggu sampai 2 bulan. Cacing ini berumur
pendek , maksimum 2,5 bulan. Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri(self limited). Bila
tidak ada re-infeksi, tanpa pengobatanpun infeksi dapat berakir.

Gambar. 10 daur hidup Enterobius vermiculari

2.8. PATOFISIOLOGI
Enterobiasis relative tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti. Gejala klinis
yang menonjol disebabkan iritasi disekitar anus, perineum dan vagina oleh cacing betina gravid
yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus local. Oleh karena
cacing bermigrasi ke daerah anus dan menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk
daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada
waktu malam hari hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Kadang-kadang
cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung,
esophagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah tersebut. Cacing betina gravid

mengembara dan dapat bersarang di vagina dan di tubafallopii sehingga menyebabkan radang di
saluran telur. Cacing sering ditemukan di apendiks tetapi jarang menyebabkan apendisitis.
Beberapa gejala karena infeksi cacing Enterobius vermicularis dikemukakan oleh beberapa
penyelidik yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, enuresis, cepat
marah, gigi menggeretak, insomnia dan masturbasi, tetapi kadang-kadang sukar untuk
membuktikan hubungan sebab dengan cacing kremi. Pada anak perempuan, cacing yang sampai
ke anus dapat nyasar ke vulva, masuk ke uterus, tuba falopii yang dapat menimbulkan
salpyngitis. Jika masuk ke urethra, ke kandung kencing anak sering ngompol. Walaupun cacing
ini sering ditemikan di dalam appandix tetapi jarang menimbulkan appendisitis.

Gambar.11
2.9. CARA PENULARAN
Infeksi dan Penularan
Penularan dapat dipengaruhi oleh :
1. Penularan dari tangan ke mulut (hand to mouth), setelah anak ?anak menggaruk daerah sekitar

anus oleh karena rasa gatal, kemudian mereka memasukkan tangan atau jari ?jarinya ke dalam
mulut. Kerap juga terjadi, sesudah menggaruk daerah perianal mereka menyebarkan telur kepada
orang lain maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-benda maupun pakaian yang
terkontaminasi. Telur Enterobius vermicularis menetas di daerah perianal kemudian larva masuk
lagi ke dalam tubuh (retrofeksi) melalui anus terus naik sampai sekum dan tumbuh menjadi
dewasa. Cara inilah yang kita kenal sebagai : autoinfeksi
2. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga telur
yang ada di debu dapat tertelan.
3. Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi
dapat menjadi sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.

Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin daripada di daerah panas.
Hal ini mungkin disebabkan karena pada umumnya orang di daerah dingin jarang mandi dan
mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini juga ditunjang oleh eratnya hubungan antara
manusia satu dengan lainnya serta lingkungan yang sesuai.
Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada golongan
ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi daripada orang negro.

Penyebaran cacing kremi lebih luas dari cacing lain. Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga
atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama seperti asrama atau
rumah piatu. Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau kafetaria sekolah dan
mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan
beberapa anggota keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%)

di lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian.
Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi pada berbagai golongan manusia 3-80%.
Penelitian di daerah Jakarta Timur melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita
entrobiasis adalah kelompok usia antara 5-9 tahun yaitu terdapat 46 anak (54,1%) dari 85 anak
yang diperiksa..
2.10. GEJALA KLINIS
Kremi-an relatif tidak berbahaya. Gejala klinis yang paling menonjol adalah rasa gatal
(pruritus ani) mulai dari rasa gatal sampai timbul rasa nyeri. Akibat garukan akan menimbulkan
iritasi di sekitar anus, kadang sampai terjadi perdarahan dan disertai infeksi bakteri. Keadaan ini
sering terjadi pada waktu malam hari. Hal ini akan menyebabkan gangguan tidur pada anakanak (insomnia) oleh karena rasa gatal, anak akan kurang tidur dan badannya pun menjadi lemah
serta lebih cengeng atau sensitif. cepat marah, dan gigi menggeretak. Kondisi yang tidak
mengenakkan ini membuat nafsu makan anak berkurang. Berat badannya serta merta berkurang.
Untuk mengatasi kegelisahannya, biasanya anak akan sering berkemih/kencing (enuresis) dan
masturbasi.
Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal
sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah tersebut.
Cacing sering ditemukan di apendiks (usus buntu) tetapi jarang menyebabkan appendisitis. Pada
beberapa kasus dilaporkan adanya migrasi cacing betina pada penderita wanita bisa sampai ke
vagina-rahim-akhirnya ke tuba fallopi dan menimbulkan radang saluran telur atau salpingitis.
Adanya cacing dewasa pada mukosa usus akan menimbulkan iritasi dan trauma sehingga dapat
menyebabkan ulkus kecil. Jumlah cacing yang banyak dalam rectum dapat menyebabkan rectal
kolil (rasa nyeri hebat pada usus besar).

Dapat sembuh sendiri, cacingan itu tidak perlu diobati, yang penting kita putus mata
rantainya dia akan sembuh sendiri? Ya, infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited).
Bila tak ada pengobatanpun infeksi dapat berakhir asalkan kita melakukan pencegahan dan
peningkatan kebersihan. Misalnya kuku selalu dipotong pendek, tangan dicuci bersih sebelum
makan. Anak yang cacingan sebaiknya memakai celana panjang ketika tidur, pakaian dan sprei
dicuci bersih dan diganti secara teratur. Makanan dihindarkan dari debu dan tangan yang kotor.
2.11. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
menyebar dari satu orang kepada yang lainnya.Untuk mengurangi rasa gatal, bisa dioleskan
krim atau salep anti gatal ke daerah sekitar anus sebanyak 2-3 kali/hari.Meskipun telah diobati,
sering terjadi infeksi ulang karena telur yang masih hidup terus dibuang ke dalam tinja selama
seminggu setelah pengobatan. Pakaian, seprei dan mainan anak sebaiknya sering dicuci untuk
memusnahkan telur cacing yang tersisa.
Langkah-langkah umum yang dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi cacing kremi
adalah:
1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
3. Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu
4. Mencuci jamban setiap hari
5. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari tangan dan setiap
benda yang dipegang/disentuhnya
6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.
b. Medika mentosa

Pepirazin sangan efektif bila diberikan waktu pagi kemudian minum segelas air sehingga
obat sampai ke sekum dan kolon. Dosis untuk dewasa dan anak 65mg/kgBB (maks 2,5g)
sekali sehari selama 7 hari berturut. Diulang sesudah 1-2 minggu.

pyrantel pamoate dan albendazole keduanya sangat efektif untuk enterobiasis, dengan
dosis dan cara pemberian sama dengan pengobatan Ascaris lumbricoides. Efek
sampingnya mual muntah.

Membedazole baik sekali untuk pengobatan enterobiasis dengan dosis 100 mg dua kali
per-hari selama 3 hari berturut-turut. Baik untuk semua stadium perkembangan cacing
kremi.

Albendazol
Dosis tunggal efekif untuk infeksi cacing kremi. Dosis dewasa dan anak umur >2 tahun
400mg dosis tunggal bersama makan. Diulang sesudah 2 minggu.
Efek samping: nyeri ulu hati, diare, mual.
Kontraindikasi: anak umur <2 tahun, wanita hamil

Thiabendazole sangat efektif dengan dosis 25 mg/kg berat badan, diberikan 2 kali sehari
yang diberikan pada hari ke- 1 dan ke - 7

2.12. PENCEGAHAN ENTEROBIASIS


Mengingat bahwa Enterobiasis adalah masalah kesehatan keluarg, maka lingkungan
hidup keluarga harus diperhatikan, selain itu kebersihan perorangan merupakan hal yang sangat
penting dijaga. Perlu ditekankan pada anak-anak untuk memotong kuku, membersihkan tangan
sesudah buang air besar dan membersihkan daerah perianal sebaik-baiknya serta cuci tangan
sebelum makan. Di samping itu kebersihan makanan juga perlu diperhatikan. Hendaknya
dihindarkan dari debu dan tangan yang terkontaminasi telur cacing E.vermicularis, Tempat tidur
dibersihkan karena mudah sekali tercemar oleh telur cacing infektif , Diusahakan sinar matahari

bisa langsung masuk ke kamar tidur,sehingga dengan udara yang panas serta ventilasi yang baik
pertumbuhan telur akan terhambat karena telur rusak pada temperatur lebih tinggi dari 46C
dalam waktu 6 jam karena infeksi Enterobius mudah menular dan merupak penyakitkeluarga
maka tidak hanya penderitanya saja yang diobati tetapi juga seluruhanggota keluarganya
secara bersama-sama.
2.13 PROGNOSIS
Prognosis dari enterobiasis biasanya baik, walaupun tanpa pengobatan. Tetepi dengan
pengobatan privalensi kesembuhan enterobiasis dengan pengobatan lebih besar sekitar 70-90
%

Bab III
Kesimpulan
Dari skenario yang kami dapat, kami menarikesimpulan bahwa anak tersebut mengalami
penyakit Enterobiasi atau yang orang awam biasa di sebut cacin kremi. Enterobiasis merupakan
nematoda usus , siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah . enterobuis vermikularis adalah
parasit yang hanya menyerang manusia, penyakitnya kita sebut oxyuriasis atau enterobiasis.
Oleh awam, kita sering mendengar, Kremian. Cacingan, penyakit yang cukup akrab di kalangan

anak-anak Indonesia. Enterobiasis dapat sembuh sendiri dengan cara menjaga kebersihan kelurga
maupun kebersihan peroranga.

Bab IV
Daftar Pustaka
1. Djaenudin Natadisastra, Ridad Agoes. Parasitologi Kedokteran : Ditinjau dari
organ yang di serang. Jakarta : EGC.2009, 86-91
2. Robert M, Kliegmant, Ann M. Arvin. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC.2000,
1226-1227

3. Frans dany, David Putra Jaya. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinik.
Jakarta:EGC.2009
4. Randy. Enterobius vermicularis. 4 Maret 2009.
http://dentistcentre.com/2009/03/enterobius-vermicularis.html. Diunduh 21 Mei
2011.
5. Hassan, R, dkk. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Oksiyuriasis (Enterobiasis).
Jakarta, Bagian IKA FKUI, 2007; 648-649
6. Gunawan, SG, dkk. Farmakologi dan Terapi. Kemoterapi parasit. Edisi V. Jakarta,
Balai Penerbit FKUI, 2007; 541-545
7. Klikdokter. Penyakit Dalam Enterobiasis (Oksiuriasis). 5 Juli 2010. URL:
HIPERLINK
http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/242/enterobiasis-oksiuriasis-. Diunduh 22 mei 2011
8. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/yosephine-dian-hendrawati078114110.pdf

Anda mungkin juga menyukai