Anda di halaman 1dari 6

IDENTIFIKASI CACING PADA FESES

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mengetahui klasifikasi, spesies, ruang lingkup, dan siklus hidup
nematode
2. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi stadium-stadium pada nematode
3. Untuk mengidentifikasi nematode yang patogen pada manusia
B. METODE
- Metode yang digunakan dalam pemeriksaan cacing pada feses yaitu metode natif
(direct slide) dimana pada metode tersebut menggunakan preparat apusan Eosin dan
NaCl.
C. PRINSIP
- Preparat, pengamatan, interprestasi hasil
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
- Api bunsen
- Objek glass
- Cover glass
- Mikroskop
- Tissue
- Pipet tetes
- Pot feses
- Beaker glass
2. Bahan
- Sampel feses, suspensi telur cacing, larutan eosin, Nacl 0,85%.
E. CARA KERJA
1. Menggunakan APD yang benar
2. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
3. Pastikan semua alat dan bahan dalam keadaan baik dan siap digunakan
4. Buat hapusan preparat dan suspensi telur cacing pada kaca objek glass
5. Hidupkan mikroskop, letakkan preparat pada meja mikroskop dan dijepit
6. Cari lapang pandang dengan pembesaran objektif 10x
7. Amati preparat dengan memindahkan lensa objektif ke pembesaran 40x
8. Identifikasi hasil pengamatan preparat dan interpretasikan hasilnya pada hasil
pengamatan
9. Setelah selesai menggunakan mikroskop bersihkan lensa mikroskop dan
kembalikan pada posisi semula.
F. LANDASAN TEORI
Cacingan adalah suatu penyakit yang ditimbulkan oleh berbagai cacing yang
menyebabkan terjadinya infeksi dalam tubuh manusia. Cacing yang hidup dalam rongga
usus adalah kelas nematoda usus. Kebanyakan dari nematoda usus . memerlukan tanah
untuk pertumbuhan telurnya menjadi bentuk infektif, dimana tanah menjadi hospes
perantara yang disebut Soil Transmitted Helminthes (STH). Spesies cacing yang
penularannnya melalui STH antara lain, Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris
Trichiura (cacing cambak), Ancylostoma duodenale dan Necator Americanus (cacing
tambang) (Soedarto, 1991). Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi
cacingan disuatu daerah, salah satu diantaranya adalah sanitasi lingkungan yang kurang
baik, pengetahuan yang kurang , serta perilaku yang tidak higienis. Kasus infeksi cacing
dapat dicegah dengan perilaku hidup sehat, seperti cuci tangan menggunakan sabun
sebelum makan dan sehabis buang air besar (Adam, 1978).
Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan
gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis
yang hanya berdasarkan pada gejala klinik kurang dapat dipastikan. Misalnya, infeksi yang
disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Dalam identifikasi infeksinya perlu
adanya pemeriksaan, baik dalam keadaan cacing yang masih hidup ataupun yang telah
dipulas. Cacing yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing atau
protozoa usus akan dilakukan pemeriksaan melalui feses atau tinja (Kadarsan,2005).
Pemeriksaan feses dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun
larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat
infeksi telur cacing pada pasien yang di periksa fesesnya. Prinsip dasar untuk diagnosis
infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah
satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat
ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian
besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh
sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya
berdasarkan pada gejala klinik kurang dapat dipastikan (Gandahusada, Pribadi dan Herry,
2000).

G. HASIL DAN PEMBAHASAN


Identitas pemberi feses 1 :
Nama : Made Wahyu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 12 Tahun

Setelah melakukan pemeriksaan feses dengan menggunakan metode natif, menggunakan


mikroskop cahaya ditemukannya cacing Hymenolepis nana dalam pembesaran objek 10x.
Dengan ini dapat di diagnosis bahwa anak tersebut menderita penyakit infeksi ringan
Hymenolepiasis nana.

Pembahasan :
Hymenolepis nana merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda yang hidup
dalam usus manusia dan dapat menyebabkan penyakit Hymenolepiasis nana atau dwarf
tape worm infection. Cacing ini tidak memiliki hospes intermedier sehingga disebut
dengan non obligatory intermedier, sedangkan hospes definitifnya adalah manusia.
Hymenolepis nana menginfeksi anak kecil terutama pada tingkat higienis yang rendah.
Siklus hidupnya berawal dari telur parasit yang berembrio keluar bersama tinja → telur
tertelan oleh serangga → berkembang menjadi cysticercoid → manusia dan hewan
pengerat terinfeksi ketika telur berembrio atau cysticercoid tertelan → telur melepaskan
oncospheres (larva hexacanth) → menembus vili usus dan berkembang menjadi
cysticercoid → masuk ke lumen → melekatkan diri pada mukosa dan berkembang menjadi
cacing dewasa dalam waktu 10 – 12 hari → cacing dewasa berada pada bagian ileum dari
usus halus → telur keluar bersama tinja ketika keluar dari proglotid gravid atau ketika
proglotid gravid hancur dalam usus halus → autoinfeksi internal dapat terjadi ketika telur
melepaskan embrio hexacanth yang menembus vili usus kemudian melanjutkan siklus
infektif tanpa melalui lingkungan eksternal → cacing dewasa dapat berumur 4 – 6 minggu
tetapi autoinfeksi internal memungkinkan infeksi bertahan selama bertahun-tahun.
Identitas pemberi feses 2 :
Nama : Ni Putu Selena Angelica Danayanti
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 2 Tahun

Setelah melakukan pemeriksaan feses dengan menggunakan metode natif, menggunakan


mikroskop cahaya ditemukannya cacing Necator americanus dalam pembesaran objek
40x. Dengan ini dapat di diagnosis bahwa anak tersebut menderita penyakit infeksi ringan
cacing tambang.

Pembahasan :  
Infeksi cacing tambang diperoleh melalui paparan kulit terhadap larva di tanah yang
terkontaminasi oleh kotoran manusia. Tanah menjadi infeksius sekitar 9 hari setelah
kontaminasi dan tetap seperti itu selama berminggu-minggu, tergantung pada kondisinya.
Mereka mendiami mukosa usus kecil. Mereka menjadi tertanam di dalam vili dan
menggunakan mulut mereka yang menggigit untuk memberi makan darah. Mereka mampu
mengeluarkan anti-koagulan agar darah tetap mengalir. Cacing memiliki morfologi
melengkung di ujung anterior dan membentuk kail. Cacing ini memiliki rongga mulut yang
besar dengan lubang miring yang dipersenjatai dengan gigi ataulempeng pemotong.
Lapisan telurnya tipisseperti pada semua jenis Strongyloidea. Bursa kopulatori (copulatory
bursa)memiliki tulang rusuk pendek dan relatif kecil. Kedua spikula itu panjang dan tipis.
Betina dewasa sekitar 12 x 0,6 mm dan jantan 10 x 0,45 mm. Betina dewasa menghasilkan
sekitar 28.000 telur per hari yang keluar dari tubuh melalui feses. Setelah telur bersentuhan
dengan tanah yang hangat dan lembab, mereka akan berembrio. Dalam waktu 48 jam larva
tahap pertama (rhabditiform) menetas dan memakan bakteri tanah dan puing-puing.
Setelah dua moults lebih lanjut di tanah dan berkembang menjadi tahap infektif (larva
filariform). Larva ini merangkak keluar diantara rerumputanatau tempat yang cukup tinggi
untuk dapat melakukan kontak dengan manusia. Larva filariform dapat secara aktif
menembus kulit melalui folikel rambut atau kulit yang rusak. Begitu mereka mencapai
lapisan kulit pada kulit, pertama-tama mereka bermigrasi melalui lapisan kulit dan
akhirnya memasuki pembuluh darah. Setelahnya, larva berkembang ke tahap keempat
danmasuk ke dalam bronkus paru-paru. Dari paru-paru mereka merangkak naik ke
tenggorokan dan tertelan, lalu larva tahap kelima muncul ke dalam usus. Betina dewasa
menghasilkan telur dalam waktu sekitar 40 hari. Produksi telur lebih tinggi di A.
duodenale (25.000 telur / hari) daripada di N. americanus (10.000 telur / hari).
Identitas pemberi feses 3 (Sampel dari anak kelas A:
Nama : Anonim
Jenis Kelamin :-
Umur :-

Setelah melakukan pemeriksaan feses dengan menggunakan metode natif, menggunakan


mikroskop cahaya ditemukannya telur cacing Enterobius vermicularis, telur cacing
hymenolepsis nana dan larva cacing filarifom dalam pembesaran objek 40x.

Telur cacing Telur cacing enterobius Larva cacing filarifom


hymenolepsis nana vermicularis

Pembahasan :
Hymenolepsis nana
Infeksi parasit Hymenolepis nana paling sering tanpa gejala. Iritasi kronis pada mukosa usus
dapat mengakibatkan terjadinya lesi. Akibat dari absorbsi sisa metabolisme parasit akan
mengakibatkan keracunan dengan gejala-gejala seperti diare, enteritis, kataralis, dan alergi.
Infeksi berat dapat menyebabkan lemas, sakit kepala, anoreksia, sakit perut, dan diare.
Ciri-ciri telur Hymenolepis nana : Berbentuk oval atau globuler Ukuran 30 – 50 μm Dinding 2
lapis : outer layer (lapisan luar) lebih tipis, dan inner layer (lapisan dalam) terdapat penebalan
pada kedua ujungnya, masing-masing mempunyai 4 – 8 filamen Di dalam telur terdapat
hexacanth embrio
Enterobius Vermicularis
Oxyuris vermicularis adalah nematoda usus yang tipis, putih yang habitatnya di usus besar dan
rectum. Cacing ini penyebarannya sangat luas hampir diseluruh dunia bisa dijumpai, tetapi
frekuensinya jarang pada orang kulit hitam. Nama lain Oxyuris vermicularis antara lain
Enterobius vermicularis, pin worm, dan cacing kremi. Cacing ini dapat menyebabkan penyakit
yang disebut oxyuriasis.
Ciri-ciri telur : berbentuk oval asimetris, dengan salah satu sisinya datar ukuran, panjang 50 –
60 μm dan lebar 20 – 32 μm dinding 2 lapis tipis dan transparan, dinding luar merupakan lapisan
albumin yang bersifat mechanical protection, sedangkan dinding dalam merupakan lapisan
lemak yang bersifat chemical protection telur selalu berisi larva
Larva filariform
Larva filariform memiliki bentuk langsing berukuran panjang 500-600 µm. Dikenal sebagai
larva stadium 3 atau stadium infektif pada manusia. Larva pada fase ini tidak makan, buccal
cavit tertutup, dan esofagus memanjang (Soebaktiningsih, 2018). Larva filariform dari Necator
americanus mempunyai selubung (Sheathed larva) dari bahan kutikula dan terdapat corakan
garis-garis transversal yang menyolok, sedangkan larva filariform dari Ancylostoma duodenale
memiliki selubung tetapi tidak memiliki corakan garis-garis transversal. Ujung posterior dari
larva filariform runcing (Pusarawati et.al., 2017)

Anda mungkin juga menyukai