Anda di halaman 1dari 6

PRAKTIKUM 8

MENGENAI TOPIK KATO KATZ METHOD


Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Dasar Keperawatan

Dosen Pengajar :

Ns. Elizabeth Yun-Yun


Vinsur, S.Kep., M.Kep.

Di Susun Oleh
Leonardus Dheanova Alfando Wibowo (12220012)
S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang
 Apa itu teknik Kato Katz?
Teknik Kato Katz merupakan teknik yang digunakan untuk diagnosis kualitatif dan
semi-kuantitatif dari infestasi cacing usus yang disebabkan oleh Trichuris trichiura,
Ascaris lumbricoides, cacing tambang, dan terutama Schistosoma spp.
WHO, badan kesehatan dunia, telah merekomendasikan teknik Kato Katz dan
prosedurnya pada daerah yang memiliki tingkat penularan sedang hingga tinggi dari
cacing yang ditularkan melalui tanah atau soil-transmitted helminthes (STH).
Dimana proporsi individu yang terinfeksi yaitu >20 – >50% atau schistosomiasis usus
>10 – 50%. Dengan prevalensi cacing yang ditularkan melalui tanah (STH) <20%,
spesifisitas dari teknik Kato Katz membuatnya kurang tepat, dan perlu digunakan alat
yang lebih sensitif.

 Prinsip teknik Kato Katz


Seseorang yang terkena infeksi STH atau schistosom usus akan mengeluarkan telur
cacing melalui feses mereka. Dalam teknik Kato Katz dan prosedurnya, kotoran ditekan
melalui saringan mesh untuk menghilangkan partikel besar.
Sebagian dari sampel yang diayak kemudian dipindahkan ke lubang cetakan pada slide.
Setelah mengisi lubang, templat dikeluarkan dan sampel yang tersisa ditutup dengan
selembar plastik yang direndam dalam gliserol.
Gliserol membersihkan bahan feses dari sekitar telur. Telur-telur tersebut kemudian
dihitung dan dihitung jumlahnya per gram feses.

 Prosedur kato katz


Bahan yang digunakan untuk melakukan teknik Kato Katz terdiri dari:

 Kato Katz kit, yang terdiri dari templat berlubang, kasa, nilon atau plastik, spatula
plastic
 Koran atau ubin berlapis kaca
 Slide mikroskop
 Selofan sebagai kaca penutup, direndam dalam larutan gliserol-malakit hijau atau
gliserol-metilen biru.
 Kotoran segar
 Sarung tangan
Teknik Kato Katz dan prosedurnya
Berikut ini adalah prosedur untuk melakukan teknik Kato-Katz pada feses:

1. Beri label pada slide kaca dengan nomor sampel dan kemudian letakkan templat
plastik di atasnya.
2. Sedikit sampel feses ditempatkan di atas koran dan tekan sepotong layar nilon di
atasnya.
3. Bahan feses yang telah diayak melalui saringan dikikis menggunakan spatula
sehingga hanya puing-puing yang tersisa.
4. Beberapa feses yang diayak, dikerok untuk mengisi lubang di cetakan, hindari
gelembung udara dan ratakan feses untuk menghilangkan kelebihannya.
5. Templat diangkat dengan hati-hati dan dimasukkan ke dalam ember berisi air yang
dicampur dengan deterjen pekat agar dapat digunakan kembali.
6. Tempatkan satu bagian dari selopan, yang telah direndam semalam dalam larutan
metilen biru gliserol, di atas sampel feses.
7. Slide bersih diletakkan di atasnya dan ditekan secara merata ke bawah untuk
menyebarkan kotoran dalam lingkaran.
8. Slide dikeluarkan dengan hati-hati dengan menggesernya perlahan ke samping untuk
menghindari memisahkan strip plastik.
9. Jika dilakukan dengan baik, kertas koran harus dapat dibaca melalui noda feses.
Tempatkan slide dengan plastik ke atas.
Apabila terdapat cacing tambang di area tersebut, slide harus dibaca dalam waktu 30-60
menit. Setelah melewati waktu tersebut, telur cacing tambang akan menghilang.

Rantai infeksi dan siklus hidup beberapa jenis nemathelminthes

 Ancylostoma duodenale (cacing tambang)


 Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus (Cacing Tambang) Cacing dewasa
hidup di dalam usus halus manusia, Cacing melekat pada mukosa usus dengan bagian
mulutnya yang berkembang dengan baik. Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui
penetrasi kulit oleh larva filariorm yang ada di tanah. Cacing betina menghasilkan
9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm,
cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti hurup S atau C dan di
dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang dimulai dari
keluarnya telur cacing bersama feses, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut
menetas menjadi larva rhabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh
menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8
minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke
paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah 13 masuk ke bronchus lalu ke
trachea dan larynk. Dari larynk, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus
dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau
ikut tertelan bersama makanan

 Trichinella Spiralis (cacing otot)

Cacing dewasa mempunyai bentuk kecil dan ramping . Individu jantan berukuran 1,5
x 0,04 mm, memiliki ujung posterior melengkung dengan dua pelengkap lobus yang
disebut alae. Sistem reproduksi pria adalah testis tunggal yang terletak di sepertiga
posterior dari tubuh. Cacing betina berukuran 3,5 x 0,06 mm, memiliki ujung
posterior yang membulat dan bersifat monodelfis, dengan vulva di seperlima anterior
tubuh.
Infeksi cacing Trichinella Spiralis dimulai dengan manusia yang memakan daging
babi, beruang ataupun hewan mamalia lainnya (karnivora dan omnivora), baik
mentah ataupun yang sudah dimasak namun tidak sempurna. Daging mamalia banyak
mengandung kista yang terdapat larva efektif yang masih hidup. Setelah manusia
memakan hewan mamalia maka kista akan masuk kedalam lambung dan terjadi
eksitasi dan larva akan masuk kedalam usus dan menjadi dewasa. Pada hari keenam
cacing betina mulai mengeluarkan larva, biasanya cacing betina menghasilkan larva
sebanyak 1350-1500 ekor. pengeluaran larva akan berlangsung selama 4 minggu.
Kemudian larva akan bergerak menuju pembuuh darah dan menuju jantung serta
paru-paru dan akhirnya menembus otot
3. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan efektif, perlu
dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan dapat
disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau
dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Berikut penjelasan
tentang rantai infeksi :

a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada


manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada tiga faktor
pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: patogenitas,
virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui agen infeksi dengan
pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi, semakin cepat pula upaya
pencegahan dan penanggulangannya bisa dilaksanakan.

b. Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,


berkembang-biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan
penelitian, reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-
tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya. Dapat juga
ditemui pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas,
usus dan vagina juga merupakan reservoir.

c. Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta
transplasenta.

d. Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport mikroorganisme dari


wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. Ada
beberapa metode penularan yaitu: (1) kontak: langsung dan tidak langsung, (2)
droplet, (3) airborne, (4) melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan (5)
melalui vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).

e. Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang
rentan dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau
melalui kulit yang tidak utuh.

f. Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh


menurun sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat
mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, imunisasi, penyakit kronis, luka
bakar yang luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan.

g. Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status
ekonomi, pola hidup, pekerjaan dan herediter.

Anda mungkin juga menyukai