Anda di halaman 1dari 52

Anggota Kelompok Eko SugiyonoG1B007088 Angelia Ratri A.

P G1B008104 Aisyah Kurniati G1B008118 Akbar Ciputra G1B009079

Pendahuluan
Sekitar 2 milyar penduduk / sepertiga populasi dunia

telah terkena infeksi soil-transmitted helminths 300 juta terinfeksi menderita penyakit yang berat sekitar 400 juta anak usia sekolah di dunia yang terinfeksi mengalami masalah pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual Di Indonesia prevalensi kecacingan masih tinggi antara 60% 90 % tergantung lokasi dan sanitasi lingkungan Penelitian di Jakarta, prevalensi askariasis sebesar 66,67% dan trikuriasis 61,12% sedangkan infeksi campuran 45,56%

Pembahasan
Nematoda usus adalah cacing yang hidup dalam usus

manusia dan hewan, bentuk silindrik (gilig), memanjang dan bilateral simetris. cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat, siklus hidup dan hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Cacing ini bersifat uniseksual (Unggowaluyo, 2002).

Spesies yang penting bagi kesehatan masyarakat

antara lain: 1. Ascaris lumbricoides, 2. cacing tambang (Necator americanus, Ancylostoma duodenale), 3. Trichuris trichiura, 4. Strongyloides stercoralis, 5. Trichinella spiralis, 6. Enterobius Vermicularis

1. Ascaris lumbricoides
Klasifikasi

Phylum : Nematoda
Kelas

: Secernentea Ordo : Ascaridida Family : Ascarididae Genus : Ascaris Species : Ascaris lumbricoides

Hospes
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris

lumbricoides. Penyakit yang disebabkannnya disebut Askariasis. Kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.

Morfologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10

30 cm, Terdapat spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior) Cacing betina sekitar 22-35 cm pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron.

Siklus Hidup

Siklus Hidup
Cacing dewasa hidup di usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari, Dalam lingkungan yang sesuai telur yang dibuahi akan berubah menjadi bentuk infektif dalam kurun waktu 3 minggu. Apabila tertelan oleh manusia dan menetes di usus halus, maka larvanya dapat menembus dinding usus halus dan menuju pembuluh darah. Atau saluran limfe., lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru, larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkus dan bronkeolus. Larva yang berada di trakea kemudian menuju ke faring sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke esophagus kemudian menuju usus halus. Di usus halus, larva berubah menjadi cacing dewasa, sejak telur matang, tertelan sampai cacing dewasa bertelur dibutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.

Patologi
Gangguan biasanya ringan gangguan usus ringan seperti

mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. bila cacing cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus) Penyakit adanya Ascaris lumbricoides tergantung pada lokasi invasi cacing, yaitu: Encephalitis dan meningitis : dugaan mungkin larva cacing tersebut masuk ke otak. Pancreatitis hemoragik : cacing tersebut menyumpat ampulla vateri. Peritionitis : cacing tersebut menembus usus dan sampai ke rongga peritoneum.

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah adanya

penyakit akibat infeksi Ascaris lumbricoides dapat dilakukan dengan cara :


Hendaknya pembuangan tinja (feces) pada W.C yang

baik. Pemeliharaan kebersihan perorangan dan lingkungan. Penerangan melalui sekolah, organisasi kemasyarakatan oleh guru-guru dan pekerja-pekerja kesehatan. Tidak menggunakan faces sebagai pupuk

Epidemiologi
Prevalensi Ascariasis di Indonesia cukup tinggi,

terutama apaada anak-anak, frekuensinya antara 6090%, disebabkan oleh pemakaian jamban yang menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja disekitar sehingga memudahkan terjadinya reinfeksi. Telur berkembang sangat baik pada tanah liat yang memiliki kelembapan tinggi dan pada suhu 25 - 30 C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu. Kebiasaan menggunakan tinja sebaagai pupuk juga ikut memperparah angka ascariasis di Indonesia.

2. Cacing Tambang
Spesies cacing tambang yang penting bagi manusia,

dintaranya, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Klasifikasi


Necator americanus Phylum Class Subclass Ordo Subfamili Genus Species : Nemathelminthes : Nematoda : Adenophorea : Enoplida : Rhabditoidea : Necator : Necator americanus Ancylostoma duodenale Phylum Class Subclass Ordo Super family Genus Species : Nemathelminthes : Nematoda : Secernemtea :Rhabditida :Rhabditoidea : Ancylostoma : A. duodenale

Morfologi
Cacing betina: panjang 1 cm, jantan 0,8

cm. Bentuk badan N.americanus menyerupai huruf S, A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut besar. N.americanus mempunyai benda kitin, pada A.duodenale ada dua pasang gigi. Telur besarnya kira-kira 60x40 mikron, bentuk bujur dan dinding tipis. Setelah 1-1,5 hari menetas Larva rabditiform larva filariform Larva rabditiform panjangnya 250 mikron, larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron, merupakan bentuk infektif

Siklus Hidup

Siklus Hidup
Siklus hidup Necator americanus yaitu, telur

dikeluarkan dengan tinja kemudian menetas setelah 115 hari, keluarlah larva rabditiform yang dapata berubah menjadi larva filariform dalam waktu 3 hari yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 78 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva filariform kemudian menembus kapiler darah, menuju jantung kanan, paru, pronkus, trakea, laring dan usus halus.

Patologi
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis bila banyak larva

filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan kemudian stadium dewasa Gejala tergantung pada : 1) Spesies dan jumlah cacingan 2) keadaan gizi menderita (Fe dan protein) Tiap cacing N.americanus menyebabkan kehilangan darah 0,005 0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. Biasanya terjadi Adenmia hipokrom mikrosita. Biasanya tidak menyebabkan kematian tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah adanya

penyakit akibat infeksi Ascaris lumbricoides dapat dilakukan dengan cara :


Hendaknya pembuangan tinja (feces) pada W.C yang

baik. Pemeliharaan kebersihan perorangan dan lingkungan. Penerangan melalui sekolah, organisasi kemasyarakatan oleh guru-guru dan pekerja-pekerja kesehatan. Tidak menggunakan faces sebagai pupuk

Epidemiologi dan Pencegahan


Insiden tinggi di Indonesia terutama di pedesaan

khususnya di perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang langsung behubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%. Kebiasaan defekasi dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimal untuk N.americanus 28-32 C, sedangkan untuk A.duodenale 2325 C. Untuk menghindari infeksi salah satu antara lain, dengan memakai alas kaki (sepatu, sandal).

3. Trichuris trichiura
Klasifikasi Trichuris trichiura

Phylum

: Nemathelminthes Class : Nematoda Subclass : Adenophorea Ordo : Enoplida Super family : Ttichinelloidea Genus : Trichuris Species : Trichuris trichiura

Hospes
Manusia adalah hospes cacing ini.
Penyakit yang disebabkannya disebut Trikuriasis.

Cacing ini lebih sering ditemukan bersama-sama Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia, terutama di daerah sekum dan kolon. kadang-kadang ditemukan di apendiks dan ileum (bagian usus palaing bawah).

Morfologi
Cacing betina panjang kira-kira 5 cm, jantan

kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior gemuk, pada betina bentuk membulat tumpul ,pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Telur ukuran 50 54 x 32 mikron, bentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kuningkekuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur berisi sel telur (dalam tinja segar)

Siklus Hidup

Siklus Hidup
Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing

dewasa betina melatakkan telur kira-kira 30-90 hari. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang, yaitu telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif, dalam waktu 3 samapai 6 minggu dalam lingkungan yang lembab dan tempat yang teduh. Cara infektif secara langsung bila kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru.

Patologi
Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar

diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi Cacing ini memasukan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya terjadi pendarahan. Cacing Trichuris juga menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis jelas atau sma sekali tanpa gejala. Diagnosa dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah adanya

penyakit akibat infeksi Ascaris lumbricoides dapat dilakukan dengan cara :


Hendaknya pembuangan tinja (feces) pada W.C yang

baik. Pemeliharaan kebersihan perorangan dan lingkungan. Penerangan melalui sekolah, organisasi kemasyarakatan oleh guru-guru dan pekerja-pekerja kesehatan. Tidak menggunakan faces sebagai pupuk

Epidemiologi
Faktor penting penyebaran kontaminasi tanah dengan

tinja. Telur tumbuh di tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30C. Di berbagai negara, pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frkuensi di Indonesia tinggi. Di beberapa daerah pedesaan frekuensinya antara 30 90 %.

Pencegahan
Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah

pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri-negeri yang memakai tinja sebagai pupuk.

4. Strongyloides stercoralis
Klasifikasi

Phylum
Class Subclass

Ordo
Super famili Genus

Species

: Nemathelminthes : Nematoda : Adenophorea : Enoplida : Rhabiditoidea : Strongyloides : Strongyloides stercoralis

Hospes
Manusia merupakan hospes utama ,walaupun ada

yang ditemukan pada hewan. Tidak mempunyai hospes perantara. Cacing ini dapat mengakibatkan penyakit strongilodiasis.

Morfologi
Cacing dewasa betina hidup sebagai

parasit di vilus duodenum dan yeyunum. Cacing betina bentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangkira-kira 2mm dengan kedua ujungnya runcing. Perkembang biaknya secara parthenogenesis. Cacing jantan ukuranya lebih besar. Telur bentuk parasitic diletakkan di mukosa usus, kemudian menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja.

Siklus Hidup

Siklus Hidup
Parasit ini mempunyai tiga siklus hidup Autoinfeksi Telur menetas menjadi larva rabditiform di dalam mukosa usus -> di dalam usus larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform -> larva filariform menembus mukosa usus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Siklus Langsung Sesudah 2 3 hari di tanah, larva rabditiform, berubah menjadi larva filaform dengan bentuk langsing. Bila larva ini menembus kulit manusia, tumbuh masuk ke dalam peredaran darah vena ,melalui jantung sampai ke paru-paru. Dari paru, parasit yang mulai dewasa,menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Di laring,tarjadi refleks batuk, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus dan menjadi dewasa. Siklus Tidak Langsung Pada siklus ini, larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan betina. Cacing betina mengalami pembuahan dan menghasilkan larva rabditiform yang kemudian menjadi larva filaform. Larva ini masuk ke dalam hospes baru. Siklus tidak langsung ini terjadi apabila lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri-negeri tropik beriklim rendah.

Patologi
Gejala Klinis muncul apabila larva filaform ini menembus

kulit, timbul kelainan kulit creeping eruption yang disertai dengan rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan umumnya tidak ada gejala. Infeksi sedang, dapat menyebabkan rasa sakit, di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada mual dan muntah,diare dan konstipasi yang saling bergantian. Diagnosis : Pada cacing dewasa, dapat ditemukan di seluruh traktus digestivus dan larva dapat ditemukan di bebagai alat dalam.

Epidemologi
Daerah panas, lembab dan sanitasi yang kurang,

sangat menguntungkan cacing. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva yaitu, tanah gembur, berpasir dan humus. Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956, sekitar 1015%, sekarang jarang ditemukan.

Pencegahan
Pencegahan yang disebabkan cacing ini, tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan

melindungi kulit dari tanah yang terkontanimasi, misalnya dengan memakai alas kaki.

5. Trichinella spiralis
Klasifikasi Phylum Class

Subclass
Ordo Super famili

Genus
Species

: Nemathelminthes : Nematoda : Adenophorea : Enoplida : Ttichinelloidea : Trichinella : Trichinella spiralis

Hospes
Cacing ini hidup dalam mukosa duodenum, sampai

sekum manusia. Selain menginfeksi manusia, cacing ini juga menginfeksi mamalia lain, seperti tikus, kucing, anjing, babi, beruang, dll. Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut trikinosis, trikinelosis, dan trikiniasis.

Morfologi
Cacing dewasa halus menyerupai rambut,

ujung anterior langsing, mulut kecil, dan bulat tanpa papel. Cacing jantan panjangnya 1,4-1,6 mm, ujung posteriornya melengkung ke ventral dan mempunyai umbai berbentuk lobus, Cacing betina panjangnya 3-4 mm, posteriornya membulat dan tumpul. Cacing betina tidak mengeluarkan telur, tetapi mengeluarkan larva (larvipar). Panjang larva yang baru dikeluarkan kurang lebih 80-120 mikron, bagian anterior runcing dan ujungnya menyerupai tombak.

Siklus Hidup

Siklus Hidup
Siklus hidup alami yang terjadi antara babi dan tikus >

babi mengandung kista yang infektif > manusia terinfeksi olh karena makan daging babi atau mamamlia lain yang mengandung kista > cacing dewasa hidup di dalam dinding usus > larva membentuk kista di dalam otot bergaris.

Patologi
invasi cacing ke mukosa usus, timbul gejal usus seperti

sakit perut diare, mual dan muntah. Masa tunas gejala usus ini kira-kira 1-2 hari sesudah infeksi. Larva yang tersebar di otot, timbul gejala nyeri otot (mialgia) dan randang otot (miositis), disertai demem, eusinofilia dan hipereosinofilia. Gejala oleh stadium larva tergantung pada alat yang dihinggapi misalnya, dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian, gejala pernafasan dan kelemahan umum. Pada infeksi berat (kira-kira 5.000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya terjadi dalam waktu 4-8 minggu akibat kelainan paru, kelainan otak, atau kelainan jantung.

Epidemologi dan Pencegahan


Bersifat kosmopolit, kecuali di kepulauan Pasifik dan

Australia. Frekuensi trikinosis pada manusia ditentukan oleh temuan larva dalam kista di mayat atau melalui tes intrakutan. Frekuensi ini banyak ditemukan di negara yang penduduknya gemar makan daging babi. Di daerah tropis dan subtropis frekuensi trikinosis sedikit. Infeksi pada manusia tergantung pada hilang atau tidak hilangnya penyakit ini dari babi. Larva dapat dimatikan pada suhu 60-70 derajat celcius, larva tidak mati pada daging yang diasap dan diasin.

6.
Klasifikasi Phylum Class

Ordo
Super famili Genus

Species

: Nematoda : Phasmidhia : Rabditida : Oxyuridae : Enterobius : Enterobius vermicularis

Hospes
Manusia adalah satu-satunya hospes
Penyakitnya disebut enterobiasis atau oksiuriasis.

Morfologi
Cacing betina berukuran 8-13 mm x

0,4 mm. ujung anterior ada pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esophagus jelas sekali, ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur. Cacing jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda Tanya (?) spikulum pada ekor jarang ditemukan.

Siklus Hidup

Siklus Hidup
Cacing betina yang gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur,

bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang dikeluarkan diusus, sehingga jarang ditemukan di tinja. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 6jam setelah dikeluarkan, pada suhu badan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kopulasi dan cacing betina mati setelah bertelur. Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang, atau bila larva dari telur yang menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang yang tertelan, telur menetas duodenum dan larva rabditiform berubah dua kali sebelum menjadi dewasa di yeyunum dan bagian atas ileum. Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal, berlangsung kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan.

Patologi
Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala dan sering diabaikan. Bila terjadi infeksi berat dan sejumlah besar cacing berada dalam usus

akan menimbulkan gejala serius. Pergerakan cacing betina keluar dari anus dan melepaskan telur, terutama sedang tidur, menyebabkan gatal sekitar anus, sehingga menggaruknya. Garukan dapat menimbulkan luka berdarah, timbul infeksi sekunder oleh bakteri. Sering dijumpai cacing bergerak masuk kedalam vulva (pada wanita), dan tinggal beberapa hari, menyebabkan iritasi ringan. Beberapa kasus dilaporkan cacing bergerak keatas masuk vagina, uterus dan sampai oviduct menerobos terus membentuk cysta di peritoneum. Anak yang terinfeksi berat oleh cacing ini menyebabkan nervous, gelisah dan iritasi sehingga megakibatkan anoreksia, kurus, tidak bisa tidur dan kesakitan pada lokasi sekitar anus.

Epidemologi dan Pencegahan


Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain.

Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga atau hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama, rumah piatu). Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, buffet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alat kasur, pakaian dan tilam. Hasil penelitian menunjukan angka prevalensi pada berbagai golongan manusia 3%-80%. Penelitian di daerah Jakarta Timur melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita enterobiasis adalah kelompok usia antara 5-9 tahun yaitu terdapat 46 anak (54,1%) dari 85 anak yang diperiksa.

Pencegahan
Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Kuku hendaknya selalu dipotong pendek, tangan dicuci bersih

sebelum makan. Anak yang mengandung cacing kremi sebaiknya memakai celana panjang jika hendak tidur supaya alas kasur tidak terkontaminasi dan tangan tidak dapat menggaruk daerah perianal. Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung parasit. Pakaian dan alas kasur hendaknya dicuci bersih dan diganti setiap hari.

Kesimpulan
PENUTUP Nematoda usus adalah cacing yang hidup dalam usus

manusia dan hewan, Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik (gilig), memanjang dan bilateral simetris, bersifat uniseksual. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang penting bagi manusia karena dapat menularkan penyakit, diantaranya Ascaris lumbricoides, cacing tambang (Necator americanus, Ancylostoma duodenale), Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, Trichinella spiralis, Enterobius Vermicularis

Anda mungkin juga menyukai