Anda di halaman 1dari 14

URINALISA DAN CAIRAN TUBUH

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA, DAN MIKROSKOPIS URINE


(REDUKSI URINE)

OLEH:
KELOMPOK 5
KELAS: IIIB/D3 TLM
1. Ni Komang Omik Trianita Udiana (P07134120068)
2. Luh Gede Trisna Agustini (P07134120069)
3. Ni Komang Sri Rahayu (P07134120070)
4. I Nengah Jaya Arthawiguna (P07134120071)
5. Yunita (P07134120073)
6. Ni Komang Meggy Wulandari (P07134120074)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

TAHUN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urine atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses urinalisasi. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekul-
molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal. Sekresi urin
bermanfaat untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Peranan urin
sangat penting dalam mempertahankan homeostasis tubuh, karena
sebagian pembuangan cairan tubuh adalah melalui sekresi urin
(Sudiono, dkk., 2009).
Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang dipakai untuk
mengetahui adanya kelainan didalam saluran kemih yaitu dari ginjal
dengan salurannya, kelainan yang terjadi diluar ginjal, untuk medeteksi
adanya metabolit obat seperti zat narkoba dan mendeteksi adanya
kehamilan. Pemeriksaan urin terdiri dari pemeriksaan makroskopis,
mikroskopis, dan kimia urin. Pemeriksaan makroskopis dilakukan
untuk menilai warna, kejernihan, bau, berat jenis dan pH. Analisis
kimiawi dilakukan terhadap protein, glukosa dan keton. Pemeriksaan
mikroskopis untuk melihat adanya sedimen urine seperti eritrosit,
leukosit, sel epitel, torak, bakteri, Kristal, jamur dan parasit (Hardjoeno
dan Fitriani, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemeriksaan makroskopis pada reduksi urine?
2. Bagaimana pemeriksaan kimia pada reduksi urine?
3. Bagimana pemeriksaan mikroskopis pada reduksi urine?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan makroskopis pada
reduksi urine
2. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan kimia pada reduksi
urine
3. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan mikroskopis pada
reduksi urine
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemeriksaan makroskopis pada reduksi urine
Pemeriksaan makroskopis adalah volume urin yang berguna untuk
menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat
dalam urin, volume urine dalam 24 jam antara 800-1300 ml untuk orang
dewasa. Warna urin dipengaruhi oleh kepekatan urin, obat yang dimakan,
maupun makanan. Warna normal urin berkisar antara kuning muda dan
kuning tua yang disebabkan oleh beberapa macam zat warna seperti
urochrom, urobilin dan porphyrin, kejernihan biasanya urin segar pada
orang normal (Gandasoebrata, 2013).
Adapun beberapa pemeriksaan makroskopis urine:
1. Pemeriksaan Makroskopis Urine Pemeriksaan Bau Urine
 Tujuan: Untuk mengetahui bau urine.
 Prinsip: Untuk mengetahui bau urine.
 Alat dan bahan:
1) Beaker glass
2) Sampel urine
 Prosedur:
Masukkan sampel urine kedalam beaker glass. Dekatkan ke
hidung dan kibaskan tangan ke arah hidung.
 Nilai Normal : Tidak menusuk dan tidak tajam.
2. Pemeriksaan pH Urine
 Tujuan: Untuk mengetahui derajat keasaman / pH urine.
 Prinsip: Berdasarkan perubahan warna pada pH strip, maka
warna yang terjadi dibandingkan secara visual pada standar
warna pH strip.
 Alat dan bahan: Beaker glass Pinset pH strip Sampel urine
 Prosedur:
Masukkan sampel urine kedalam beaker glass. Ambil pH
strip dengan pinset. Celupkan pada sampel urine selama 30
detik, tiriskan. Bandingkan perubahan warna dengan
standar warna pH strip.
 Nilai Normal : Urine sewaktu : 4,6 – 8 Urine 24 jam
: ± 6,2
3. Pemeriksaan Berat Jenis Urine
 Tujuan: Untuk mengetahui berat jenis urine.
 Prinsip: Berat jenis urine dilihat pada tangkai urinometer
dan dibaca pada miniskus bawah.
 Alat dan bahan: Beaker glass Gelas ukur Sampel urine
Urinometer Termometer
 Prosedur:
Masukkan urine kedalam gelas ukur sebanyak ± 40 – 50 ml.
Masukkan urinometer, kemudian dilepas sambil diputar
supaya bebas terapung dan tidak menempel pada dinding
gelas ukur. Baca hasil pada tangkai urinometer setinggi
miniskus bawah.
 Nilai Normal : Urine sewaktu : 1003 – 1030 Urine
24 jam : 1016 – 1022 Urine pagi : 1015 -1025
4. Pemeriksaan Volume Urine
 Tujuan: Untuk mengetahui volume urine.
 Prinsip: Volume urine diukur dengan gelas ukur dan hasil
dibaca setinggi miniskus bawah.
 Alat dan bahan: Beaker glass Sampel urine Gelas ukur
 Prosedur:
Masukkan urine kedalam gelas ukur secara perlahan agar
tidak berbusa. Baca volume urine setinggi miniskus bawah.
 Nilai Normal : Urine sewaktu : tidak ada nilai
normalnya. Urine 24 jam : Urine dewasa : 800 –
1300 ml Anak usia 6 – 12 tahun : ± setengah
volume urine orang dewasa Anak usia 0 – 6 tahun :
± seperempat volume urine orang dewasa
2.2 Pemeriksaan kimia pada reduksi urine
Pemeriksaan kimia urine mencangkup pemeriksaan glukosa,
protein (albumin), nilirubin, urobilinogen, ph, berat jenis (metode
dipstick), darah (haemoglobin), benda keton (asam asetoasetat dan/atau
aseton), nitrit, dan leukosit esterase. Seiring perkembangan teknologi,
semua parameter tersebut dapat diperiksa dengan menggunakan strip
reagen atau dipstick.
Pemeriksaan kimia urine menggunakan dipstick urine prinsipnya
adalah dengan mencelupkan strip kedalam spesimen urine. Dipstick akan
menyerap urine tersebut dan terjadi reaksi kimia yang kemudian akan
mengubah warnanya dalam hitungan detik atau menit. Warna yang
terbentuk dibandingkan dengan bagan warna masing-masing strip untuk
menentukan hasil tes. Jenis dan tingkat perubahan warna memberikan
jenis dan kadar zat-zat kimia tertentu yang ada dalam urine
(Gandasoebrata, 2013).
Beberapa metode pemeriksaan kimia reduksi urine,
1. Pemeriksaan Kimia Reduksi Urine Metode Benedict
 Tujuan: Untuk mengetahui zat reduksi dalam urine.
 Prinsip: Cupri sulfat akan direduksi oleh reduktor menjadi
cupro sulfat dan cupro oksida, cupro oksida yang terbentuk
akan menimbulkan warna dari hijau sampai merah bata.
 Alat dan bahan:
1) Sampel urine
2) Beaker glass
3) Tabung reaksi
4) Gelas ukur
5) Reagen Benedict
6) Penjepit tabung
7) Pipet tetes
8) Pembakar spiritus / lampu spiritus
 Prosedur pemeriksaan:
Masukkan sampel urine ke dalam beaker glass.
Ukurlah reagen benedict sebanyak 2,5 ml, masukkan ke
dalam tabung reaksi. Tambahkan 3-4 tetes sampel urine.
Panaskan sampai mendidih selama 2 menit. Baca hasil
pemeriksaan reduksi urine secara semi kuantitatif : (-) tidak
terjadi perubahan warna / tetap biru jernih (kadar glukosa
<0,5%) (+1) terjadi warna hijau kekuningan (kadar glukosa
0,5% – 1%) (+2) terjadi warna kuning keruh (kadar glukosa
1% – 1,5%) (+3) terjadi warna jingga / lumpur keruh (kadar
glukosa 2% – 3,5%) (+4) terjadi warna merah bata (kadar
glukosa >3,5%)
 Nilai Normal : tidak terjadi perubahan warna / tetap
biru jernih.
2. Pemeriksaan Kimia Reduksi Urine Metode Fehling
 Tujuan: Untuk mengetahui zat reduksi dalam urine.
 Prinsip: Pemanasan urine dalam suasana alkali / basa
dimana zat pereduktor akan mereduksi cupri sulfat menjadi
cupro sulfat dan cupro oksida, pengendapan Cu(OH)2 akan
dicegah oleh KNa Tartat, cupro oksida yang terbentuk akan
menimbulkan warna dari hijau sampai merah bata.
 Alat dan bahan:
1) Sampel urine
2) Beaker glass
3) Tabung reaksi
4) Gelas ukur
5) Reagen Fehling A dan Fehling B
6) Penjepit tabung
7) Pipet tetes
8) Pembakar spiritus / lampu spiritus
 Prosedur pemeriksaan:
Masukkan sampel urine kedalam beaker glass. Masukkan
reagen fehling A sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan reagen fehling B sebanyak 2 ml dan urine
sebanyak 1 ml, campur sampai homogen. Panaskan sampai
mendidih selama 2 menit. Baca hasil pemeriksaan reduksi
urine secara semi kuantitatif : (-) tidak terjadi perubahan
warna / tetap biru jernih (kadar glukosa <0,5%) (+1) terjadi
warna hijau kekuningan (kadar glukosa 0,5% – 1%) (+2)
terjadi warna kuning keruh (kadar glukosa 1% – 1,5%) (+3)
terjadi warna jingga / lumpur keruh (kadar glukosa 2% –
3,5%) (+4) terjadi warna merah bata (kadar glukosa >3,5%)
 Nilai Normal : tidak terjadi perubahan warna / tetap
biru jernih.
2.3 Pemeriksaan mikroskopis pada reduksi urine
Pemeriksaan mikroskopis urin adalah pemeriksaan sedimen urin,
dianjurkan urin yang diperiksa adalah urin pagi karena kepekatannya
tinggi. Hasil yang ditemukan dapat berupa unsure-unsur organic (seperti
sel epitel, leukosit, eritrosit, oval fat bodies, spermatozoa dan
mikroorganisme). Pemeriksaan untuk mengetahui adanya adanya kelainan
pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit. Unsur
siediemn dibagi atas dua golongan yaitu unsure organic dan tak organic.
Unsure organic berasal dari sesuatu organ atau jaringan antara lain epitel,
eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan, sperma bakteri, parasit dan
yang tak organic tidak berasal dari suatu organ atau jaringan urat amorf
dan kristal. Factor yang mempengaruhi pemeriksaan sedimen dalam urin
adalah adanya kelainan ginjal, penundaan pemeriksaan sedimen dalam
urin tersebut karena dapat mengakibatkan perubahan kandungan sedimen
oleh bakteri.
Syarat-syarat pemeriksaan sedimen adalah:
1. Urin baru, bila tidak bisa diperiksa langsung sebaiknya
disimpan dalam kulkas maksimal 1 jam disimpan dengan diberi
pengawet.
2. Urin pagi, karena urin pagi lebih kental dan bahan-bahan yang
terbentuk belum rusak atau lisis.
3. Botol penampang harus bersih dan dihindari dari kontaminasi.
Pemeriksaan mikroskopis, dapat ditemukan unsure-unsur organic sedimen
urin antara lain:
1. Sel darah putih/ leukosit
Normal jumlah leukosit adalah < 4-5/LPB. Leukosit dapat berasal
dari urogenitalis. Leukosit dalam urin umumnya berupa segmen, dalam
urin asam lekosit atau pis biasanya mengerut, pada urin lindi leukosit
akan mengembang dan cenderung mengelompok. Leukosit umumnya
lebih besar dari eritrosit dan lebih kecil dari sel epitel (Gandasubrata,
2013).
Leukosit merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh dan
dikenal karena kemampuannya dalam melawan infeksi. Sel darah putih
dalam urin dapat menajdi indikasi suatu masalah yang terkait dengan
sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih dalam urin adalah tidak
normal. Sistem urin yang normal, ginjal menyaring darah dan
mencegah leukosit untuk melewati urin. Hasil pemeriksan urin jika
terlihat adanya tanda-tanda leukosit, dapat diartikan bahwa sistem urin
tidak dalam fungsi yang tepat. Tinggi kandungan sel darah putih dalam
urin disebut piuria yang berarti nanah di dalam urin. Leukosit dalam
urin yang melebihi normal dan merupakn gejala utama peradangan
pada ginjal dan saluran kemih. Leukosit dapat dideteksi dengan
analisa urin secara mikroskopis. Sedimen urin bila terdapat > 5
leukosit per lapangan pandang besar (LPB) dinyatakan infeksi.
Pemeriksaan mikroskopis pada sedimen urin dikatakan leukosituria
bila ditemukan leukosit > 5/LPB (Kolawole, 2009).
2. Sel darah merah/ eritrosit
Normal jumlah eritrosit adalah 0-1/LPB. Keadaan normal eritrosit
bisa berasal dari seluruh saluran urogenitalis. Kadang-kadang
perdarahan saluran kemih bagian bawah menimbulkan bekuan darah
dalam urin. Bentuk eritrosit normal adalah cakram bikonkf, diameter ±
7µ, warna hijau pucat dan jernih. Eritrosit dalam air seni dapat berasal
dari bagian manapun dari saluran kemih. Hematuria adalah adanya
peningkatan jumlah eritrosit dalam urin karena berbagai hal seperti
kerusakan glomerular, tumor yang mengikis saluran kemih, trauma
ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark ginjal, nekrosis
tubular akut, infeksi saluran kemih. Hematuria dibedakan menjadi
hematuria makroskopik (gross hematuria) dan hematuria mikroskopik.
Darah yang dapat terlihat jelas secaa visual menunjukkan perdarahan
berasal dari saluran kemih. Dinyatakan hematuria mikroskopik jika
dalam urin ditemukan lebih dari 5 eritrosit/LPK. Hematuria
mikroskopik sering dijumpai pada nefropati diabetik, hipertensi, dan
ginjal polikkistik. Hematuria mikroskopik dapat terjadi persisten,
berulang atau sementara dan berasal dari sepanjang ginjal ginjal-
saluran kemih. Hematuria persisten banyak dijumpai pada perdarahan
glomerulus ginjal (Gandasubrata, 2013).
Eritrosit dapat terlihat berbentuk normal, membengkak, krenasi,
mengecil, shadow atau ghost cell dengan mikroskop cahaya. Spesimen
segar dengan berat jenis 1,010-1,020, eritrosit berbentuk cakram
normal. Ertitrosit tampak bengkak dan hampir tidak berwarna pada
urin yang encer. Eritrosit dismorfik tampak pada ukuran yang
heterogen, hipokromik, terdistorsi dan sering tampak gumpalan-
gumpalan kecil tidak beraturan tersebar di membran
sel. Eritrosit dismorfik memiliki bentuk aneh akibat terdistorsi dalam
urin menunjukkan penyakit glomerular seperti glomerulonefrit.
3. Silinder
Terbentuk di dalam tubulus ginjal, mempunyai matrix berupa
glikoprotein dan kadang-kadang dipermukaannya terdapat leukosit,
eritrosit dan epitel. Pembentukan silinder dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain osmositas, volume, pH, adanya glikoprotein yang
disekresikan oleh tubulus ginjal. Bermacam-macam bentuk silinder
yang berhubungan dengan berat ringannya penyakit ginjal.
4. Epitel
Merupakan unsur sedimen organik yang dalam keadaan normal
didapatkan dalam sedimen urin. Keadaan patologik jumlah epitel dapat
meningkat, seperti pada peradangan dan infeksi dalam saluran kemih.
5. Bakteri
Bakteri adalah salah satu golongan mikroorganisme prokaryotik
(tidak mempunyai selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu
memiliki informasi genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam
tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti. DNA pada
bakteri bentuk sirkuler, panjang dan bisa disebut nukleoid. Beberapa
kelompok bakteri di kenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit,
sedangkan kelompok lainnya dapat memberikan manfaat di bidang
pangan, pengobatan dan industry(Jawetz, 2009).
Bakteri merupakan hal yang umum keberadaannya dalam spesimen
urin karena banyaknya mikroba flora normal vagina atau meatus uretra
eksternal dan karena kemampuan mereka untuk cepat berkembang
biak di urin pada suhu kamar. Bakteri juga dapat disebabkan oleh
kontaminan dalam wadah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Urine atau air seni adalah sisa yang disekresikan oleh ginjal
yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses urinalisis. Ekskresi urine diperlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam
mempertahankan homeostasis tubuh, peran urine sangat
penting karena sebagai pembuang cairan oleh tubuh adalah
melalui proses sekresi urine (Wahyundari, 2016). Sehingga
komposisi urine dapat mencerminkan kemampuan ginjal untuk
menahan dan menyerap bahan-bahan yang penting untuk
metabolisme dasar dan mempertahankan homeostasis tubuh.
Normalnya jumlah bahan yang terdapat dalam urine selama 24
jam adalah 35 gram bahan organik dan 25 gram bahan
anorganik (Ma’arufah, 2004).
Urinalisis adalah pemeriksaan spesimen urine secara fisik,
kimia dan mikroskopik (Hardjoeno, dan Fitriyani, 2007).
Urinalisis tidak hanya menggambarkan gangguan keadaan
intrinsik ginjal, tetapi juga memberi bukti yang penting tidak
hanya pada kondisi kerusakan primer dari ginjal dan taktus
urinearius. Perubahan pada urine mungkin menjadi pertanda
yang pertama kali muncul pada penyakit vaskuler yang serius
(Bishop dkk, 1996). Pemeriksaan urinalisis merupakan
pemeriksaan yang sering dikerjakan pada praktik dokter sehari-
hari, apalagi kasus urologi. Pemeriksaan ini menurut Purnomo
tahun 2011 meliputi:
a. Makroskopik dengan menilai warna, bau dan berat jenis
urine.
b. Kimiawi meliputi pemeriksaaan derajat keasaman/ Ph,
protein, dan gula dalam urine.
c. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel- sel, cast
(silinder), atau bentukan lain didalam urine.
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Rosliana. Riyanto, dkk. 2019. Penentuan Kadar Glukosa Urine di


LaboratoriumRumahSakit Sari Mutiara Medan. Medan

Mustikawangi, Vivin. Glady I.Rambert, dkk. 2016.


GambaranPemeriksaanMakroskopisUrin Pada PasienTuberkulosisParuDewasa
di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Manado

Pratama, Emilaza. Rusli, dkk. 2016. PemeriksaanUrinalisisUntukMenentukan


Status Present KambingKacang (Capra sp.) Di UPT
HewanCobaFakultasKedokteranHewanUniversitasSyiah Kuala. Banda Aceh

Purnama, Titi. Suhartina. 2018. Gambaran Hasil PemeriksaanEritrosit dan


Leukosit pada SampelUrindenganMetode Dipstick dan Mikroskopis di RSUD
BahteramasProovinsi Sulawesi Tenggara. Kendari

Shanti, Dharma. RasmikaDewi, dkk. 2016. PenuntunPraktikum Kimia


KlinikUrinalisis dan CairanTubuh. Bali

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1059/4/4.%20chapter2.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1120/4/CHAPTER%20II.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1167/4/CHAPTER%202.pdf

http://repository.unimus.ac.id/2919/5/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai