Tutor Asli
Tutor Pengganti
(G1A011006)
(G1A011007)
(G1A011008)
JURUSANKEDOKTERAN
FAKULTASKEDOKTERANDANILMU-ILMUKESEHATAN
UNIVERSITASJENDERALSOEDIRMAN
PURWOKERTO
I.
2014
PENDAHULUAN
setelah secara tidak sengaja atau tidak disadari menelan telur cacing. Anak-anak
lebih sering terinfeksi cacing ini daripada orang dewasa, kelompok usia yang
paling umum terjadi adalah 3-8 tahun. Infeksi ini cenderung terjadi lebih serius
jika anak mengalami gizi buruk. Anak sering terinfeksi akibat tidak mencuci
tangan setelah bermain di tanah yang terkontaminasi. Tanda pertama dari keadaan
ini mungkin dengan mendapatkan cacing hidup, biasanya di dalam tinja. Pada
infeksi yang berat, penyumbatan usus dapat menyebabkan sakit perut, terutama
pada anak. Penderita penyakit ini juga mungkin mengalami batuk, mengi dan
sesak, atau demam (World Health Organization, 2014).
Infeksi cacing usus merupakan infeksi kronik yang paling banyak
menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing usus meningkat
pada tempat tinggal yang tidak bersih dan cara hidup tidak bersih yang merupakan
masalah kesehatan masyarakat, di pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan di
Indonesia. Tinggi rendahnya fekuensi kecacingan berhubungan
erat dengan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Skenario Kasus
Seorang anak perempuan usia 7 tahun dibawa ibunya ke puskesmas
karena badannya semakin kurus dan tidak nafsu makan sejak 2 bulan terakhir,
kadang-kadang ada gejala diare. Sejak 2 minggu yang lalu pasien batuk-batuk
dan sesak nafas. Anak juga mengalami demam. Demam telah dirasakan hilang
timbul sejak 2 minggu yang lalu tetapi tetap tinggi selama 3 hari terakhir.
Batuknya kering dan berbunyi. Abdomen tampak membuncit, hepar dan lien
tidak teraba. 2 bulan yang lalu pernah buang air besar disertai dengan cacing.
Riwayat keringat pada malam hari di sangkal. Adik pasien tubuhnya lebih
kecil daripada anak yang lain dan mengalami buang air besar yang cair juga.
Ayah dari pasien merupakan buruh tani, dan ibunya tidak bekerja. Keluarga
pasien tinggal di daerah yang padat, kumuh, dan tidak mempunyai jamban
keluarga. Anak sering bermain di halaman tanpa menggunakan alas kaki dan
tidak mencuci tangan sebelum makan.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak lemah, compos mentis.
Tanda vital
: suhu 39,50C, nadi 120/menit, RR 20/menit, TD 80/60
mmHg
Pemeriksaan status generalis
Kepala
: conjunctiva anemis ( - ), sklera ikterik ( - )
Leher
: supel
Thorax
: Ronkhi (+/+)
Abdomen
: BU positif meningkat, dalam batas normal
Ekstremitas
: Kuku panjang dan hitam
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi
a. Hemoglobin
: 10 g/dl
b. Leukosit
: 4500
c. Hematokrit
: 32%
d. LED
: 25 mm/jam
e. Trombosit
: 250.000
f. Diff Count
: 0/15/4/25/40/6
2. Pemeriksaan feses
Pada pemeriksaan tinja didapatkan telur cacing yang membuktikan
adanya infeksi cacing pada pasien tersebut. Dilihat pada hasil pemeriksaan
mikroskopis, ditemukan gambaran telur bilayer yang berisi larva.
Morfologi telur ini merupakan telur infektif atau telur matang Ascaris
lumbricoides.
Gambar 2.
Foto
rontgen
pasien
dengan
gambaran
B. Definisi
Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Ascaris
lumbricoides dengan manusia sebagai satu-satunya hospes. Gejala yang
timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva .
Gangguan karna larva biasanya terjadi pada saat berada di paru yang dapat
menimbulkan batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto thoraks tampak infiltrat
yang hilang dalam waktu 3 minggu yang disebut sindrom loeffler. Gangguan
yang disebabkan oleh cacing dewasa seperti mual, diare dan anoreksia (Supali,
2009).
C. Etiologi dan Predisposisi
Ascariasis disebabkan oleh salah satu spesies Nematoda usus, yaitu
stadium infektif dari Ascaris lumbricoides adalah telur yang berisi larva
matang. Telur ini bentuknya oval, lebar mempunyai kulit yang tebal dengan
penutup sebelah luar manillated dan berukuran sekitar 40-60 mikroliter. Telur
ini keluar bersama tinja individu yang terinfeksi dan matang dalam 5-10 hari
pada keadaan lingkungan yang baik untuk menjadi infektif (Berhman, 2000).
Dan adapun faktor predisposisi terjadinya Ascariasis adalah sebagai
berikut (Soeharsono, 2002) :
1. Host
Pada manusia yang hygiene perorangan yang masih kurang ( jarang
cuci tangan sebelum dan sesudah makan, tidak cuci tangan pasca BAB,
kebiasaan tidak memakai alas kaki, kebiasaan jarang memotong kuku dan
status gizi dari individu)
2. Agent
Cacing dengan jumlah/potensi untuk menginfeksi
3. Environment
Lingkungan yang kumuh (jamban yang kotor, ketersediaan air
bersih yang minim, lantai rumah masih tanah, iklim tropis).
D. Epidemiologi
Iklim merupakan determinan utama dari penyebaran infeksi
Ascariasis, sehingga infeksi Ascariasis banyak ditemukan di daerah yang
beriklim tropis atau subtropis (Tiastuti, 2006). Menurut beberapa peneliatian,
kejadian infeksi Ascariasis lebih tinggi di daerah pedesaan dibandingkan
dengan perkotaan, hal ini terjadi akibat sanitasi lingkungan pedesaan belum
baik, seperti banyak masyarakat yang belum mempunyai jamban sehingga
harus membuang tinja di tanah atau di sungai (Rasmaliah, 2007).
Faktor risiko lain, terinfeksi Ascariasis adalah usia yaitu sebesar 60
-90 %, usia anak anak biasanya lebih banyak terinfeksi Ascariasis
dibandingkan orang dewasa. Hal ini disebabkan karena, anak anak belum bisa
sadar sepenuhnya tentang kebersihan (Rasmaliah, 2007).
Gambar 3. Siklus
Hidup
Cacing Ascariasis Sp
(http://www.dpd.cdc.gov/dpdx)
Migrasi ke
pasien
tidak
mengeluhkan
gejala
apapun
(asimptomatis). Saat gejala muncul, dapat dibagi dua yaitu fase dini
(migrasi larva) dan fase lanjut (efek mekanik). Pada fase dini (4-16 hari)
didapatkan keluhan demam, batuk nonproduktif, dispneu, dan wheezing.
Sedangkan pada fase lanjut dapat ditemukan mual, muntah, nyeri
abdomen, batuk kering, cacing yang bergerak ke anus/mulut/hidung, dan
lain-lain. Tanda dan gejala khas dari ascariasis adalah sindroma Loeffler
(demam, sesak nafas, eosinofilia, infiltrat pada foto rontgen thorax).
Kadang dapat dijumpai gejala alergik seperti urtikaria dan gatal-gatal
(Centers for Disease Control and Prevention, 2013).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umumnya dapat ditemukan nyeri tekan abdomen
difus/epigastrik, ikterik karena obstruksi bilier, ileus obstruktif, tandatanda anemia bahkan tanda-tanda apendisitis dan pankreatitis. Pada
pemeriksaan paru dijumpai wheezing, ronki, penurunan suara nafas
(Centers for Disease Control and Prevention, 2013).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang hitung jenis leukosit dapat ditemukan
eosinofilia terutama pada fase pulmonal. Penegakan diagnosis gold
standard pada ascariasis adalah ditemukan cacing/telur pada feses dengan
n.
Pro
: An. Elsa
Usia
: 7 tahun
BB
: 25 kg
10
KESIMPULAN
Pasien ini didiagnosa ascariasis dengan sindroma Loffler. Ascariasis
adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides dengan
manusia sebagai satu-satunya hospes. Faktor resiko yang diduga menjadi
penyebab infeksi ascaris pada anak ini ialah lingkungan tempat tinggal yang
kumuh serta gaya hidup dan kebiasaan anak ini yang sering bermain di tanah
tanpa alas kaki dan tidak mencuci tangan sebelum makan. Daur
hidup
ascaris
yang juga memiliki siklus paru dapat menimbulkan gangguan paru pada pasien
ini, dimana ditemukan suara wheezing saat auskultasi paru. Maka pada anak ini
diberikan obat-obat anti cacing serta edukasi terhadap kebersihan lingkungan dan
gaya hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Berhman, R E., Kliegman, R M., Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi
15 Volume 2. Jakarta: EGC
Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Parasites Ascariasis. Dapat
diakses di: http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/ (Diakses 4 November
2014).
11
12