Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas
anak di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan
Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab
kematian bayi di Indonesia. Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi.
Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain pengeluaran
toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit
dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan keseimbangan asam
basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan
mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi. Bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi
sistemik.
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah atau
menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,
kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah
dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk
melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efekstif harus dilakukan
secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam
mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan
oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya
masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta
pemakaian probiotik telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan
antibiotika yang spesifik dan antiparasit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Diare akut adalah keluarnya buang air besar lebih dari 3 kali yang berbentuk
cair dalam satu hari dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut ialah diare yang
terjadi secara mendakak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Sedangkan
American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan karakteristik
peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala
dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3
7 hari.
Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan
3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara
berkembang berkisar 3,5 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama
kehidupan dan 2 5 episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan.
Hasil survei oleh Depkes. Diare pada anak masih merupakan masalah kesehatan
utama pada masyarakat Indonesia dengan angka kesakitan adalah sekitar 200 400
kejadian per 1000 penduduk tiap tahun dan sebagian besar dari penderita ini berusia
kurang dari 5 tahun.
Manifestasi klinis diare yang paling berbahaya adalah dehidrasi karena apabila
tidak segera dilakukan penanganan yang tepat bisa mengakibatkan terjadinya
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian., Gejala lain yang bisa terjadi
adalah mual dan muntah dimana hal ini disebabkan adanya organisme yang
menginfeksi saluran cerna bagian atas.
Diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil
Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi
kematian balita 13,2% dengan peringkat 2. Diare pada anak merupakan penyakit yang
mahal yang berhubungan secara langsung atau tidak terdapat pembiayaan dalam

masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari 6,3 juta poundsterling
setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di Amerika Serikat.
Klasifikasi
Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang
dibagi lagi atas infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal,
anatomis, obat-obatan dan lain-lain. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan
jamur, sedangkan non infeksi karena alergi, radiasi.
Jenis Diare
a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang
dari 7 hari ). Gejala dan tanda sudah berlangsung < 2minggu sebelum datang
berobat. Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
b) Diare kronik, yaitu diare yang gejala dan tanda sudah berlangsung > 2minggu
sebelum datang berobat atau sifatnya berulang.
c) Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi
komplikasi pada mukosa.
d) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat dari diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
Etiologi
Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh
gastroenteritis, keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Etiologi
diare pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah
lebih dari 80% penyebabnya diketahui. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak
kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan
bayi.

Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 60%)
sedangkan virus lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus,
Minirotavirus.
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa factor yaitu :
1) Faktor infeksi
a) Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak :
a. Infeksi bakteri : Vibrio, Escherechia Coli, Salmonella, Shigella, Yersina,
b. Infeksi Virus : Enterovirus,
c. Infeksi parasit : cacing ( Ascaris, Tricuris, Oxyuris, Strongiloides),
d. Infeksi protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Thricomonas
hominis,
e. Infeksi jamur : Candida albicans.
b) Infeksi Parenterial yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan
seperti tonsilofaringitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi atau anak
dibawah tiga tahun. Makanan dan miniman yang terkontaminasi melalui
tangan yang kotor, lalat, dan alat-alat makan yang terkontaminasi juga dapat
menyebabkan seseorang tertular penyakit diare tersebut (Azrul Azwar, 1989).
Adapun sumber-sumber penularan penyakit dapat terjadi melalui : air,
makanan, minuman, tanah, tangan dan alat yang digunakan secara pribadi.
Bila seseorang penderita disentri amoeba sembuh dari penyakitnya, maka
amoeba akan bertukar bentuk menjadi bentuk kista. Kista ini akan keluar bersama
faeces dan dapat hidup terus karena tahan terhadap segala pengaruh dari luar. Buang
air besar sembarangan akan menjadikan sarang lalat, apabila lalat tersebut hinggap
pada makanan, maka akan terjadi kontaminasi (Depkes RI, 1991).
2) Faktor Malabsorbsi
Faktor malabsorbsi ini meliputi :
4

a) malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intolerans laktosa, maltosa, sukrosa),


monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan
anak yang terserang ialah intoleransi laktosa,
b) Malabsorbsi lemak,
c) Malabsorbsi protein,
3) Factor makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan,
4) Factor psikologis : rasa takut dan cemas, walaupun jarang tetapi menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.
Patofisiologi diare
Terjadinya diare bisa disebabkan oleh salah satu mekanisme di bawah ini :
1) Diare osmotik:
Substansi hipertonik nonabsorbsi menyebabkan peningkatan tekanan
osmotik intra lumen usus sehingga cairan masuk ke dalam lumen.
Diare osmotik terjadi karena:
a)

Pasien memakan substansi non absorbsi antara lain laksan magnesium

sulfat atau antasida mengandung magnesium.


b)

Pasien mengalami malabsorbsi generalisata sehingga cairan tinggi

konsentrasi seperti glukosa tetap berada di lumen usus.


c)

Pasien dengan defek absorbtif, misalnya defisiensi disakaride atau

malasorbsi glukosa-galaktosa.
2) Diare sekretorik:
Peningkatan sekresi cairan elektrolit dari usus secara aktif dan penurunan
absorbsi / diare dengan volume tinja sangat banyak.
a)

Malasorbsi asam empedu dan asam lemak:


5

b)

Pada diare ini terjadi pembentukan micelle empedu.

c)

Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit:

d)

Terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif pada Na K 2ATP-

ase di enterosit dan gangguan absorbsi Na dan air.


e)

Gangguan motilitas dan waktu transit usus:

f)Hipermotilitas usus tidak sempat di absorbsi diare.


g)

Gangguan permeabilitas usus:

h)

Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik

gangguan permeabilitas usus.


3) Diare inflamatorik:
a)

Kerusakan sel mukosa usus eksudasi cairan, elektrolit dan mukus yang

berlebihan diare dengan darah dalam tinja.


4) Diare pada infeksi:
a)

Virus

b)

Bakteri

- Penempelan di mukosa.
- Toxin yang menyebabkan sekresi.
- Invasi mukosa.
c)

Protozoa

- Penempelan mukosa (Giardia lamblia dan Cryptosporidium)


Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk
melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan
kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang
fungsinya belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan
6

dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan
meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah
dalam tinja yang disebut disentri.
Sebuah studi tentang masalah diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak
di bawah 3 tahun di Cina, India, Meksiko, Myanmar, Burma dan Pakistan, hanya tiga
agen infektif yang secara konsisten atau secara pokok ditemukan meningkat pada
anak penderita diare. Agen ini adalah Rotavirus, Shigella spp dan E. Coli
enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan penyebab diare akut yang paling sering
diidentifikasi pada anak dalam komunitas tropis dan iklim sedang. Diare dapat
disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti susu, produk susu,
makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak sesuai kondisi usus
dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan kimia. Beberapa
macam obat, terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika
akan menekan flora normal usus sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal
antibiotika akan berkembang bebas. Di samping itu sifat farmakokinetik dari obat itu
sendiri juga memegang peranan penting. Diare juga berhubungan dengan penyakit
lain misalnya malaria, schistosomiasis, campak atau pada infeksi sistemik lainnya
misalnya, pneumonia, radang tenggorokan, dan otitis media.
Manifestasi kinis
1. DISENTRI BASILER SHIGELLA
a. Gejala klinis
Masa tunas berlangsung dari beberapa jam sampai 3 hari, jarang lebih dari 3
hari. Mulai terjangkit sampai timbulnya gejala khas biasanya berlangsung cepat,

sering secara mendadak, tetapi dapat juga timbul perlahan-lahan. Gejala yang timbul
bervariasi, yaitu :
1) Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada permulaan
sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan
setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir
dalam tinja.
2) Panas tinggi (39,50 - 400 C)
3) Muntah-muntah.
4) Anoreksia.
5) Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
6) Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
Bentuk klinis disentri basilar dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang
sampai yang berat. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S.
dysentriae. Berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air, muntah-muntah, suhu badan
subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik, dan dapat meninggal bila tidak
cepat ditolong. Kadang-kadang gejalanya tidak khas dapat berupa seperti gejala
kolera atau keracunan makanan. Pada kasus fulminating. gejalanya timbul mendadak
dan berat, dengan pengeluaran tinja yang banyak berlendir dan berdarah serta ingin
berak terus menerus. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit
berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin,
dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi).
Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran
tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Di daerah anus terjadi luka dan
nyeri, kadang-kadang timbul prolaps. Bila ada hemorroid yang biasanya tidak timbul
akan menjadi mudah muncul ke luar. Suhu badan biasanya tidak khas biasanya lebih
tinggi dari 390C tetapi bisa juga subnormal. Nadi cepat dan halus, muntah-muntah dan
cegukan jarang. Nyeri otot dan kejang kadang-kadang ada. Perkembangan selanjutnya
berupa keluhan-keluhan yang bertambah berat, keadaan umum memburuk,
inkontinensia urin dan alvi, gelisah tapi kesadaranmasih tetap baik, kelainan-kelainan
menjadi bertambah berat.
8

Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria, dan koma
uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dantindakan pengobatan. Angka
ini bertambah pada keadaan malnutrisa, dan keadaan darurat misalnya kelaparan.
Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan, tetapi
memerlukan waktu penyembuhan yang lama, penyembuhan yang cepat jarang terjadi.
Bentuk yang sedang, keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya tidak berbentuk,
mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Bentuk yang ringan keluhankeluhan atau gejala tersebut diatas lebih ringan. Bentuk ysng menahun terdapat
serangan seperti bentuk akut secara menahun. Bentuk ini jarang sekali bila mendapat
pengobatan yang baik.
2. AMOEBIASIS

10

a. Gejala Klinis
Berdasarkan berat ringannya gejala klinis yang ditimbulkan maka amoebiasis
dapat dibagi menjadi :
1)

Carrier (cyst passer)


Penderita tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan
karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak mengadakan invasi ke

2)

dinding usus.
Amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan)
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Biasanya penderita

3)

mengeluh :
Perut kembung, kadang-kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang
Diare ringan 4-5 kali sehari
Tinja berbau busuk
Kadang tinja bercampur darah dan lendir
Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid
Tanpa atau disertai demam ringan (subfebril)
Kadang-kadang disertai hepatomegali
Amebiasis intestinal sedang (disentri amoeba sedang)
Keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi

penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dengan ciri-ciri :


Tinja disertai darah dan lendir
Perut kram
Demam dan lemah badan
Hepatomegali yang nyeri ringan
4)
Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berat lagi, yaitu dengan ciri-ciri :
Diare disertai darah yang banyak
Diare >15 kali per hari
Demam tinggi (400C-40,50 C)
Mual dan anemia
Pada saat ini tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi karena
5)

dapat mengakibatkan perforasi usus


Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan, serangan-serangan diare
diselingi periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun. Penderita biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan
diare biasanya terjadi karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.
3. DIARE KARENA ROTAVIRUS
a. Gejala Klinis
11

Gejala yang didapatkan pada gastroenteritis oleh karena rotavirus antara lain
dapat berupa muntah, diare air, dan demam sumer-sumer. Ketika seorang anak
terinfeksi virus ini perlu waktu inkubasi selama kurang lebih 2 hari sebelum
timbulnya gejala klinis. Dehidrasi lebih sering terjadi pada infeksi rotavirus daripada
oleh karena bakteri patogen, dan menjadi penyebab kematian tersering oleh karena
infeksi rotavirus ini.
Infeksi rotavirus dapat terjadi seumur hidup, infeksi pertama kali
menimbulkan gejala, namun infeksi berikutnya tidak menimbulkan gejala oleh karena
adanya peningkatan sistem imunitas tubuh. Oleh karena itu, infeksi dengan
manifestasi klinis terbanyak pada usia di bawah 2 tahun dan menurun sampai dengan
usia 45 tahun. Infeksi pada neonatus biasanya asimtomatik atau infeksi sedang,
infeksi yang berat biasanya pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun, juga pada anak
yang lebih tua dengan imunokompromis. Oleh karena imunitas yang didapat pada
waktu anak, orang dewasa kebal terhadap infeksi rotavirus, diare pada dewasa lebih
sering disebabkan hal lain, selain rotavirus, akan tetapi infeksi asimtomatik pada
dewasa ini dapat menjadi sumber penularan. Infeksi simptomatis pada dewasa dapat
disebabkan rotavirus tipe A dengan serotipe yang lain.
4. GIARDIASIS
a. Gejala Klinis
Giardiasis biasanya asimptomatik. Gejala giardiasis paling banyak terlihat
pada orang yang bepergian. Fase inkubasi biasanya berlangsung 9-15 hari. Stadium
akut ditandai dengan rasa tidak enak di perut dan diikuti dengan mual dan anoreksia.
Dapat muncul demam yang tidak terlalu tinggi dan menggigil. Kemudian diikuti diare
yang encer, berbau tidak enak, dan banyak. Stadium ini berlangsung 3-4 hari. Jika
tidak diobati maka gejala akan menetap sampai beberapa bulan. Giardiasis kronis
dapat menyebabkan malabsorbsi. Gejala giardiasis bervariasi dari orang ke orang,
tergantung ukuran tempat melekat parasit, lama infeksi, dan faktor pejamu, individu
dan parasit.

5. DISENTRI KOLERA
a. Gejala Klinis

12

Kolera dikenal dengan manifestasi diare disertai muntah akut dan hebat akibat
enterotoksin yang dihasilkan kuman tersebut. Manifestasi klinis khasnya bisa
mengakibatkan dehidrasi, berlanjut dengan renjatan hipovolemik dan asidosis
metabolik yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat akibat diare sekretorik dan
dapat berakhir kematian.
Masa inkubasi kolera berlangsung antara 16-72 jam. Gejala klinis kolera
bervariasi mulai dari asimtomatik sampai dehidrasi berat. Gejala klinis khasnya
ditandai dengan diare encer dan banyak tanpa didahului rasa mulas maupun tenesmus.
Feces berupa cairan putih keruh (seperti air cucian beras), tidak berbau busuk,
ataupun amis tapi manis menusuk. Muntah timbul setelah diare tanpa didahului
mual, kejang otot dapat menyusul baik dalam bentuk fibrilasi maupun fasikulasi,
maupun kejang klonik yang mengganggu. Kejang otot ini disebabkan karena
berkurangnnya kalsium dan klorida pada sambungan neuromuskular.
Gejala dan tanda kolera terjadi akibat kehilangan elektrolit serta asidosis.
Pasien dalam keadaan lemah lunglai, namun kesadaran relatif baik di banding dengan
berat penyakitnya. Tanda-tanda dehidrasi tampak jelas, nadi cepat, napas lebih cepat,
suara serak seperti bebek manila (vox cholerica), turgor kulit menurun, bibir kering,
perut cekung (skafoid), suara peristaltik menurun, ujung jari keriput (washer woman
hand), diuresis berangsur berkurang berakhir dengan anuria.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering
disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi
ringan bila penurunan berat badan kurang dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan
berat badan antara 5%-10% dan dhidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%.
Derajat Dehidrasi

Gejala &
Tanda

Tanpa
Dehidrasi

Keadaan
Mata
Umum

Baik, Sadar

Normal

Mulut/
Lidah

Basah

Estimasi
Rasa Haus

Kulit

BB %

def.
cairan

Minum Normal,
Tidak Haus

Turgor baik

<5

50 %

13

Dehidrasi
Ringan

Gelisah Rewel

Cekung

Letargik,

Sangat

Kesadaran

cekung dan

Menurun

kering

Kering

-Sedang

Dehidrasi
Berat

Tampak

Turgor

Kehausan

lambat

Sangat

Sulit, tidak bisa

kering

minum

5 10

50100
%

Turgor
sangat

>10

>100 %

lambat

Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu :


dehidrasi hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema (130m 150 mEg/L)
dan dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada umunya dehidrasi yang terjadi
adalah tipe iso natremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh,
sisanya 15 % adalah diare hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia.
Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis
metabolik dengan anion gap yang normal ( 8-16 mEg/L), biasanya disertai
hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH darah
kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan
kecepatan pernapasan sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2 melalui paru
(pernapasan Kussmaul) Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan
protein dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam sehingga
menyebabkan turunnya nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat dengan
hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion asam secara
bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis.
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa , sehingga
pada keadaan asidosis metabolik dapat terjadi hipokalemia. Kehilangan kalium juga
melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi asidosis dapat
pula menimbulkan hipokalemia. Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari
hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan dan otot pernapasan. Dapat terjadi
arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan pernapasan. Disfungsi otot bisa
menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG mnunjukkan gelombang T
yang mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada ginjal
14

kekurangan K+ mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan


menimbulkan sklerosis ginjal yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal.
Penatalaksanaan
Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam
terapi efektif diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat
badan yang hilang sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat
badan sebelumnya sebagai baku emas.
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian
secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan
pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus
dengan pengeluaran air tinja yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat
(severe vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung
yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi
defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi
parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi.
Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP
merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium
berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium
antara 40-60mEq/L. Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan
segera pemberian makanannya sesuai umur.

Dehidrasi Ringan Sedang


Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan
pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan
secara intravena sebanyak : 70 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan
setelah anak dapat minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah
3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare
atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah.

15

Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang


perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada
anak, yaitu :
1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dengan CRO ( CRO rumatan )
9. Anti diare tidak diperlukan
Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi
dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma,
pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan
elektrolit parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan
sebagai berikut :
Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2 jam
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan
penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya
menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet
sebagaimana biasanya . Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein
akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan
diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan /
minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak
memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.
16

17

18

Pemilihan jenis cairan


19

Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau


tanpa syok, sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta
memperbaiki renjatan hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang
banyak diperdagangkan dan mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup
laktat yang akan dimetabolisme menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi
kaliumnya rendah dan tidak mengandung glukosa untuk mencegah hipoglikemia.
Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak mengandung
elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis cairan parenteral yang saat
ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai cairan pengganti diare dengan
dehidrasi adalah Ka-EN 3B. Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan osmolaliti 210
268 mmol/1 dengan Na berkisar 50 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi pada diare
anak dengan kolera atau tanpa kolera.
Komposisi cairan Parenteral dan Oral :
Osmolalitas

Glukosa

(mOsm/L)

(g/L)

NaCl 0,9 %

308

NaCl 0,45 %+D5

Na+(mEq/L)

CI-(mEq/L)

K+(mEq/L)

Basa(mEq/L)

154

154

428

50

77

77

NaCl 0,225%+D5

253

50

38,5

38,5

Riger Laktat

273

130

109

Laktat 28

Ka-En 3B

290

27

50

50

20

Laktat 20

Ka-En 4B

264

38

30

28

Laktat 10

Standard WHO-ORS

311

111

90

80

20

Citrat 10

245

70

75

65

20

Citrat 10

Reduced osmalarity
WHO-ORS

20

EPSGAN
recommendation

213

60

60

70

20

Citrat 3

Komposisi elektrolit pada diare akut :

Komposisi rata-rata elektrolit


mmol/L

Macam

Diare Kolera
Dewasa
Diare Kolera Balita
Diare Non Kolera
Balita

Na

Cl

HCO3

140

13

104

44

101

27

92

32

56

26

55

14

Sumber : Ditjen PPM dan PLP,1999


Mengobati kausa Diare
Tidak ada bukti klinis dari anti diare dan anti motilitis dari beberapa uji klinis.
Obat anti diare hanya simtomatis bukan spesifik untuk mengobati kausa, tidak
memperbaiki kehilangan air dan elektrolit serta menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan. Antibiotik yang tidak diserap usus seperti streptomisin, neomisin,
hidroksikuinolon dan sulfonamid dapat memperberat yang resisten dan menyebabkan
malabsorpsi. Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting). Antibiotik
hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya kholera shigella,
karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada
bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri
mudah mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang
21

menunjukkan secara klinis gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala
diare dengan darah dan lendir yang jelas atau segala sepsis. Anti motilitis seperti
difenosilat dan loperamid dapat menimbulkan paralisis obstruksi sehingga terjadi
bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi.

Beberapa antimikroba yang sering menjadi etiologi diare pada anak


Kolera :
Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)
Shigella :
Trimetroprim 5-10mg/kg/hari
Sulfametoksasol 25mg/kg/hari Diabgi 2 dosis (5 hari)
Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)
Amebiasis:
Metronidasol 30mg/kg/hari dibari 4 dosis 9 5-10 hari)
Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks 90mg)
(im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
Giardiasis :
Metronidasol 15mg.kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )
Antisekretorik - Antidiare
Salazerlindo E dkk dari Department of Pedittrics, Hospital Nacional
Cayetano

Heredia,

Lima,Peru,

melaporkan

bahwa

pemakaian

Racecadotril

(acetorphan) yang merupakan enkephalinace inhibitor dengan efek anti sekretorik


serta anti diare ternyata cukup efektif dan aman bila diberikan pada anak dengan diare
akut oleh karena tidak mengganggu motilitas usus sehingga penderita tidak
22

kembung .Bila diberikan bersamaan dengan cairan rehidrasi oral akan memberikan
hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan rehidrasi
oral saja .Hasil yang sama juga didapatkan oleh Cojocaru dkk dan cejard dkk.untuk
pemakaian yang lebih luas masih memerlukan penelitian lebih lanjut yang bersifat
multi senter dan melibatkan sampel yang lebih besar.
Probiotik
Probiotik

merupakan

bakteri

hidup

yang

mempunyai

efek

yang

menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik


didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh
bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati
penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan
pengobatn diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain,
pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian
antibiotika yang tidak rasional rasional (antibiotik asociatek diarrhea ) dan travellerss
diarrhea.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana
diare akut pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk menyatakan lactobacillus
aman dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan
lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari
ke dua pemberian sebanyak 1 2 kali. Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam
pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan
anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi patogen
pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada mukosa usus
dan imunno modulasi.
Mikronutrien
Dasar pemikiran pengunaan mikronutrien dalam pengobatan diare akut
didasarkan kepada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi
saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel seluran cerna selama diare. Seng
telah dikenali berperan di dalam metallo enzymes, polyribosomes , selaput sel, dan
fungsi sel, juga berperan penting di dalam pertumbuhan sel dan fungsi kekebalan .
Sazawal S dkk melaporkan pada bayi dan anak lebih kecil dengan diare akut,
23

suplementasi seng secara klinis penting dalam menurunkan lama dan beratnya diare.
Strand

Menyatakan efek pemberian seng tidak dipengaruhi atau meningkat bila

diberikan bersama dengan vit A. Pengobatan diare akut dengan vitamin A tidak
memperlihatkan perbaikan baik terhadap lamanya diare maupun frekuensi diare.
Bhandari dkk mendapatkan pemberian vitamin A 60mg dibanding dengan plasebo
selama diare akut dapat menurunkan beratnya episode dan risiko menjadi diare
persisten pada anak yang tidak mendapatkan ASI tapi tidak demikian pada yang
mendapat ASI.
Mencegah / Menanggulangi Gangguan Gizi
Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama diare,
terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan
dihentikan lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi
yang cukup.Bila tidak makalah ini akan merupakan faktor yang memudahkan
terjadinya diare kronik. Pemberian kembali makanan atau minuman (refeeding) secara
cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan
hal ini akan mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat
kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta makanan pada umumnya harus
dilanjutkan pemberiannya selama diare penelitian yang dilakukan oleh Lama more
RA dkk menunjukkan bahwa suplemen nukleotida pada susu formula secara
signifikan mengurangi lama dan beratnya diare pada anak oleh karena nucleotide
adalah bahan yang sangat diperlukan untuk replikasi sel termasuk sel epitel usus dan
sel imunokompeten. Pada anak lebih besar makanan yang direkomendasikan meliputi
tajin ( beras, kentang, mi, dan pisang) dan gandum ( beras, gandum, dan cereal).
Makanan yang harus dihindarkan adalah makanan dengan kandungan tinggi, gula
sederhana yang dapat memperburuk diare seperti minuman kaleng dan sari buah apel.
Juga makanan tinggi lemak yang sulit ditoleransi karena karena menyebabkan
lambatnya pengosongan lambung.
Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa diberikan pada penderita
yang menunjukkan gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa. Intoleransi
laktosa berspektrum dari yang ringan sampai yang berat dan kebanyakan adalah tipe
yang ringan sehingga cukup memberikan formula susu biasanya diminum dengan
pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan bersifat sementara dan dalam
24

waktu 2 3 hari akan sembuh terutama pada anak gizi yang baik. Namun bila terdapat
intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap diperlukan susu formula
bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama. Untuk intoleransi laktosa ringan dan
sedang sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa. Sabagaimana halnya
intoleransi laktosa, maka intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan
biasanya tidak terlalu berat sehingga tidak memerlukan formula khusus.Pada situasi
yang memerlukan banyak energi seperti pada fase penyembuhan diare, diet rendah
lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat menimbulkan diare
kronik
Menanggulangi Penyakit Penyerta
Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain.
Sehingga dalam menangani diarenya juga perlu diperhatikan penyakit penyerta yang
ada. Beberapa penyakit penyerta yang sering terjadi bersamaan dengan diare antara
lain : infeksi saluran nafas, infeksi susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi
sistemik lain (sepsis,campak ), kurang gizi, penyakit jantung dan penyakit ginjal .
Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006) adalah
sebagai berikut:
1. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare pada bayi yang baru lahir.
Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap
diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayibayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare (Depkes RI, 2006).
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula
merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya
menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi
buruk (Depkes RI, 2006).
2. Pemberian Makanan Pendamping ASI

25

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang
berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat
menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang
menyebabkan kematian (Depkes RI, 2006).
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang lebih baik yaitu :
a. Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi masih
meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak
berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari)
setelah anak berumur 1 tahun, memberikan semua makanan yang dimasak dengan
baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila mungkin.
b. Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya. Mencuci tangan
sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan
sendok yang bersih.
c. Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada
tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada
anak (Depkes RI, 2006)
3. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral
mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang
tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan
dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai
resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air bersih (Depkes RI, 2006).
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
a. Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
26

b. Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan, membuat lokasi
kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber yang digunakan serta lebih
rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari
sumber.
c. Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan gayung
bersih bergagang panjang untuk mengambil air.
d. Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan. (Depkes RI, 2006)
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban, dan keluarga
harus buang air besar di jamban (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
b. Bersihkan jamban secara teratur.
c. Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar
sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat
anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air
besar tanpa alas kaki. (Depkes RI, 2006)
6. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal
ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak
dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal
yang harus diperhatikan:
a. Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun atau
kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.
27

b. Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan
mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau
anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau
daun besar dan buang ke dalam kakus.
c. Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya
(Depkes RI, 2006)
7. Pemberian Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak
juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera
setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9
bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit
TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta
imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
Pencegahan terhadap diare atau pencarian terhadap pengobatan diare pada
balita, termasuk dalam perilaku kesehatan. Adapun perilaku kesehatan menurut
Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan
dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2) Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan (health seeking
behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3) Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun social budaya, dan sebagainya.
28

Untuk menilai baik atau tidaknya perilaku kesehatan seseorang, dapat dinilai
dari domain-domain perilaku. Domain-domain tersebut adalah pengetahuan,
sikap, dan tindakan. Dalam penelitian ini domain sikap tidak dinilai, karena
merupakan perilaku tertutup (convert behavior). Perilaku tertutup merupakan
persepsi seseorang terhada suatu stimulus, yang mana persepsi ini tidak dapat
diamati secara jelas. Sementara tindakan termasuk perilaku terbuka, yaitu respon
seseorang terhadap stimulus dala bentuk tindakan nyata atau terbuka. Hal ini
dapat secara jelas diamati oleh orang lain (Notoadmodjo, 2003).
Pencegahan Diare Dengan Vaksinasi Rotavirus
1.

Definisi
Vaksinasi adalah imunisasi secara aktif dengan pemberian antigen yang dapat

merangsang pembentukan antibodi dari sistem imun tubuh. 2 Pada bulan April 2009
WHO merekomendasikan semua lembaga kesehatan dunia untuk memberikan
vaksinasi rotavirus secara rutin.
2.

Jenis Vaksin
Vaksin rotavirus yang sudah beredar merupakan vaksin hidup yang

mengandung 1 strain rotavirus ( monovalen ), 4 strain rotavirus ( tetravalen ) maupun


5 strain rotavirus ( pentavalen ).
1. Vaksin Monovalen
Vaksin ini merupakan vaksin hidup yang mengandung 1 jenis rotavirus dengan
tipe G1P. Vaksin ini di pasaran lebih dikenal dengan nama Rotarix. Vaksin Rotarix
telah diketahui efektif untuk menurunkan kejadian diare rotavirus sebesar 57%.
Komposisi

Rotarix mengandung virus rotavirus hidup yang dilemahkan. Rotarix juga


mengandung dextran, sorbitol, xanthan, dan Dulbeccos Modified Eagle
Medium (DMEM). Kandungan DMEM adalah natrium klorida, kalium

29

klorida, magnesium sulfat, ferric nitrate, natrium fosfat, natrium pirufat,


glukosa, hydrogenocarbonate dan phenol red.

Porcine circovirus type 1 (PCV-1), adalah sejenis virus dari babi terkandung
dalam Rotarix. PCV-1 tidak dapat menyebabkan penyakit pada manusia.

Gambar 4. Cara pemberian vaksin Rotarix 4


Cara pemberian

Pemberian diberikan secara oral dengan dosis 1 ml sekali

Rotarix diberikan dalam 2 dosis dengan rentang waktu 8 minggu setiap


pemberian vaksin. Dosis pertama diberikan dalam rentang usia 6 14 minggu
dan dosis kedua pada umur 24 minggu.

30

Gambar 5. Vaksin Rotarix 4


Penyimpanan

Botol vaksin harus didinginkan pada suhu 2 sampai 8 C.

Pastikan botol terlindung dari cahaya.

Pengencer dapat disimpan pada suhu kamar 20 sampai 25. Jangan biarkan
membeku. Buang jika vaksin telah beku.

Rotarix harus diberikan dalam waktu 24 jam setelah rekonstitusi.

Buang vaksin jika tidak digunakan dalam waktu 24 jam


Selain Rotarix vaksin monovalen lain yang sedang dikembangkan adalah RV3

yang mengandung virus hidup dengan tipe G3P. Vaksin ini ditemukan pada neonatus
sehat dan diisolasi pertama kali di Australia. Vaksin ini memiliki keuntungan
dibandingkan vaksin yang lain karena biaya yang murah serta tidak menyebabkan
penyakit pada neonatus.
Vaksin ini sedang dalam tahap uji klinis selama 33 bulan di sejumlah rumah
sakit dan Pukesmas di Klaten dan Sleman. Diharapkan pada tahun 2016, Indonesia
sudah dapat meluncurkan vaksin Rotavirus.10
2. Vaksin Tetravalen

31

Merupakan vaksin rotavirus yang mengandung 4 strain rotavirus. Vaksin ini


dahulu dikenal dengan nama dagang Rota Shield yang dirilis di Amerika pada tahun
1998. Vaksin ini kemudian ditarik dari peredaran karena berkaitan dengan kejadian
ikutan pasca imunisasi (KIPI) berupa intususepsi. Namun jumlah kejadian ini sangat
sedikit dibandingkan kematian yang ditimbulkan akibat diare.2
Komposisi5

Rotashield merupakan virus hidup yang dilemahkan. Dibuat untuk melindungi


manusia dari rotavirus serotype G tipe 1, 2, 3, dan 4.

Cara Pemberian5

Vaksin ini terdiri 3 dosis lengkap, juga diberikan secara oral, yaitu pada bayi
berusia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.

Usia minimum yang bisa mulai diberikan vaksin ini adalah saat bayi telah
berusia 6 minggu

Jarak interval atau selang waktu antara dosis pertama dan dosis yang kedua,
dan dosis berikutnya, adalah 4 10 minggu.

3. Vaksin Pentavalen
Vaksin ini merupakan vaksin rotavirus dengan 5 strain rotavirus. Vaksin ini
dikembangkan dari serum bovine dan dikenal dengan nama dagang Rotateq. Vaksin
ini memiliki efektivitas yang tinggi dalam mencegah keparahan akibat rotavirus.2

32

Gambar 6. Cara pemakaian vaksin Rotateq 7


Komposisi

Rotateq mengandung 5 strain virus Rotavirus yang dilemahkan yaitu G1, G2,
G3, G4 dan P1. RotaTeq juga mengandung sukrosa, natrium nitrat, natrium
fosfat monobasic monohidrat, natrium hidroksida, polysorbate dan fetal
bovine serum.

Komponen Porcine circovirus tipe 1 dan 2 (virus yang menginfeksi babi)


ditemukan di dalam RotaTeq. Porcine circovirus tipe 1 dan 2 tidak
menyebabkan penyakit pada manusia.

Cara Pemberian 7

Vaksin Rotateq, vaksin rotavirus ini diberikan melalui mulut.


33

Rotateq diberikan dalam 3 dosis. Sekali pemberian 2 ml. Jarak antara


pemberian dosis berkisar 2 bulan dari pemberian pertama. Dosis pertama
diberikan saat bayi berumur 2 bulan. Dosis kedua diberikan saat umur 4 bulan
dan dosis ketiga diberikan saat bayi berumur 6 bulan.

Gambar 7. Vaksin Rotateq7


Penyimpanan

Rotateq harus didinginkan pada suhu 2-8C. RotaTeq harus diberikan sesegera
mungkin setelah dikeluarkan dari pendingin.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pemberian vaksin rotavirus di

antaranya :

Pernah hipersensitifitas setelah mendapatkan vaksin sebelumnya.

Alergi terhadap salah satu komponen vaksin

Bayi dengan penyakit imuno defisiensi atau yang mendapat pengobatan


kortikosteroid sistemik.

3.

Pernah mengalami intususepsi (obstruksi saluran pencernaan).

Bayi yang mendapat terapi aspirin

Bayi yang mendapat obat antiretroviral.


Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
34

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau adverse events following


immunization adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1
bulan setelah imunisasi.

KIPI yang dilaporkan adalah : 2

Muntah

Diare

Buang air besar bercampur darah

Demam tinggi

Nyeri perut

Intususepsi

Pneumonia
Intususepsi merupakan salah satu KIPI yang menjadi perhatian dalam

perkembangan vaksin rotavirus terbaru. Intususepsi merupakan penyebab umum


terjadinya obstruksi pada usus secara akut pada balita dan anak.

35

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama

: An.W

Umur

: 8 bulan

Jenis kelamin : Laki laki


Nama Ayah

: Tn. A

Umur

: 26 tahun

Pekerjaan

: swasta

Pendidikan

: SMA

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Nama Ibu

:Ny. S

Umur

: 23 tahun
36

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan

: SMA

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Mojoagung, Jombang

MRS

: 07 Oktober 2015 (21.30 Wib)

No. Reg

: 28-69-30

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama : BAB cair
2.2.2 Riwayat Penyakit sekarang
BAB cair sejak 1 hari sebelum MRS (tgl 06/10/2015 jam 07.00)
Tgl 06/10/2015 Berak berwarna kuning, bentuk cair disertai ampas
sedikit , tidak disertai darah ataupun lendir, bau (-) sebanyak 3x + 1/2
gelas belimbing.
Tgl 07/10/2015 Berak berwarna kuning, bentuk cair disertai ampas,
tidak disertai darah ataupun lendir, bau (-) sebanyak 10x + 1/3 gelas
blimbing.
Panas badan sejak kemarin pagi (tgl 06/10/2015 jam 07.00)
Muntah 3x, makanan dan susu, warna kuning, tidak ada darah
Batuk (-), Pilek (-), Sesak (-)
Minum ASI, minumnya kuat, anak rewel
37

BAK terakhir 4 jam sebelum MRS


2.2.3

RPD
Belum pernah sakit seperti ini dan tidak ada riwayat alergi

2.2.4

RPK : tidak ada keluarga yang diare dan tidak ada riwayat alergi

2.2.5

Riwayat sosial : sosio ekonomi menengah ke atas

2.2.6 Riwayat persalinan : lahir Spontan ditolong Bidan, langsung nangis, sisa
ketuban tidak tahu. BBL 3150 gr, PB 49cm.
2.2.7 Riwayat pola makan :
ASI (+) sehari 4-5 x, ASI keluar banyak
2.2.8 Riwayat imunisasi : lengkap
2.3 Pemeriksaan Fisik
BB

: 8 kg

TB

: 73 cm

KU

: tampak gelisah

: 142x/menit

RR

: 32x/menit

t ax

: 37,8C

Kepala

: anemis/icterus/cyanosis/dyspneu -/-/-/-, mata cowong (+)

Thorax

: simetris, retraksi -/-

Pulmo

: Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Cor

: S1S2 tunggal, Murmur(-), Gallop (-)


38

Abdomen

: Bising Usus (+) , turgor normal, Hepar/Lien tak teraba,

turgor kulit cepat


Ekstremitas

: akral hangat

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hb : 11,9 g/dl
Leukosit : 9.000/cmm
Hct : 36,9 %
Eritrosit : 4.570.000 jt/ul
Trombosit : 429.000/cmm
2.5 Initial Diagnosis : Diare akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
2.6 Planning Terapi :
Infus KAEN 4B 600 cc/3 jam 250 cc/24 jam
Ranitidine 2x1/3 amp
L Bio 1x1 sachet
Zinc 1x1 tablet
Tamoliv 3x8cc
Kompres air biasa
2.7 Planning Monitoring
Tanda tanda dehidrasi
Observasi cairan masuk, cairan keluar
Observasi vital sign
39

2.8 Planning Edukasi


Minum cukup
susu diteruskan
Jaga hygiene dan sanitasi

SOAP
Hari Ke-1
07-10-2015
S : BAB cair 10x ampas sedikit , muntah (+) 2x, panas(H2), BAK terakhir 4 jam
sebelum MRS, minum seperti kehausan, makan (-)
O: k/u: tampak rewel

N: 126x/menit, RR : 26x/menit, t ax : 39,7 C

Kepala: anemis/icterus/cianosis/dyspneu -/-/-/-, mata cowong (+) UUB tidak


cekung

Thorax: simetris/retraksi -/-

Pulmo: rhonki (-/-) wheezing (-/-)

Cor: S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen: Hepar/Lien tak terba, Bising Usus (), turgor kulit N

40

Ekstremitas: akral hangat

A: diare akut e.c virus dengan dehidrasi ringan sedang


P:

Infus KAEN 4B 600cc/ 3 jam (Rehidrasi) infus KAEN 4B 250 cc/24 jam
(maintenance)

Ranitidine 2x1/3 amp

L Bio 1x1 sachet

Zinc 1x1 tablet

Tamoliv 3x8cc

Kompres air biasa

Hari Ke-2
08-10-2015
S : BAB (3x) ampas lebih banyak, muntah (3x), panas (-), BAK (+) sering, minum
banyak
O: k/u: baik

N : 110x/menit, RR : 26x/menit, t ax : 36,5C

Kepala : anemis/icterus/cianosis/dyspneu : -/-/-/- mata cowong (-)


UUB tidak cekung

Thorax : simetris/retraksi -/-

Pulmo : rhonkhi (-/-) wheezing (-/-)

Cor : S1S2 tunggal, Murmur(-), Gallop(-)


41

Abdomen : Hepar/Lien tak teraba, Bising Usus (), turgor normal

Ekstremitas : akral hangat

A: diare akut e.c virus


P:

Infus KAEN 4B 500 cc/24 jam

Ranitidine 2x1/3 amp

L Bio 1x1 sachet

Zinc 1x1 tablet

Tamoliv 3x8 cc (k/p)

Minum semau anak

Kompres air biasa

Hari Ke-3
09-10-2015
S: BAB lembek (1x) ampas banyak, muntah (-), panas (-), BAK (+) sering, minum
mau seperti biasa
O: k/u: baik

N : 110x/menit, RR : 30x/menit, t ax : 36,3C

Kepala : anemis/icterus/cianosis/dyspneu -/-/-/- mata cowong (-)

Thorax : simetris/retraksi +/-

Pulmo : rhonki (-/-) wheezing (-/-)


42

Cor : S1S2 tunggal, Murmur(-), Gallop(-)

Abdomen : Hepar/Lien tak teraba, Bising Usus (N), turgor normal

Ekstremitas : akral hangat +/+ CRT<2

A: diare akut e.c virus


P: Inf KAEN 4B 500 cc/24 jam

L-Bio 1x1 sac

Zinc 1x 1 tablet

Tamoliv 8cc (k/p)

Minum semau anak

Kompres air biasa

Hari Ke-4
10-10-2015
S: BAB cair(-), muntah (-), panas (-), minum seperti biasa
O: k/u: baik

N : 110x/menit, RR : 24x/menit, t ax : 36,6C

43

Kepala : anemis/icterus/cianosis/dyspneu -/-/-/- mata cowong (-)

Thorax : simetris/retraksi +/-

Pulmo : rhonki (-/-) wheezing (-/-)

Cor : S1S2 tunggal, Murmur(-), Gallop(-)

Abdomen : Hepar/Lien tak teraba, Bising Usus (N), turgor normal,

Ekstremitas : akral hangat +/+ CRT<2

A: diare akut e.c virus


P:

Inf KAEN 4B 500cc/24 jam

L-Bio 1x1 sac

Zinc 1x 1 tablet sampai hari ke 10

Tamoliv 8cc (k/p)

Hari Ke-5
11-10-2015
S : BAB cair (-), minum mau, panas (-)
O : k/u : baik

N : 110x/menit, RR : 30x/menit, t ax : 36,3C

44

Kepala : anemis/icterus/cianosis/dyspneu -/-/-/-

Thorax : simetris/retraksi +/-

Pulmo : rhonki (-/-) wheezing (-/-)

Cor : S1S2 tunggal, Murmur(-), Gallop(-)

Abdomen : Hepar/Lien tak teraba, Bising Usus (N), turgor normal

Ekstremitas : akral hangat

A : diare akut e.c virus


P:

L-Bio 1x1 sac

Zinc 1x1 tablet sampai hari ke 10

KIE keluarga untuk menjaga higienitas makanan, dan peralatan yang di


pakai anaknya

Pasien diperbolehkan KRS, kontrol poli anak

BAB III
KESIMPULAN

Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama,
karena masih tingginya angka kesakitan dan kematian. Penyebab utama diare akut
adalah infeksi Rotavirus yang bersifat self limiting sehingga tidak memerlukan
45

pengobatan dengan antibiotika. Pemakaian antibitika hanya untuk kasus-kasus yang


diindikasikan. Masalah utama diare akut pada anak berkaitan dengan risiko terjadinya
dehidrasi. Upaya rehidrasi menggunakan cairan rehidrasi oral merupakan satu-satunya
pendekatan terapi yang paling dianjurkan. Penggantian cairan dan elektrolit
merupakan elemen yang penting dalam terapi diare akut. Pemakaian anti sekretorik,
probiotik, dan mikronutrien dapat memperbaiki frekuensi dan lamanya diare. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah pemberian makanan atau nutrisi yang cukup selama
diare dan mengobati penyakit penyerta

DAFTAR PUSTAKA
Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002
Ditjen PPM dan PLP, 2010, Tatalaksana Kasus Diare Departemen Kesehatan RI hal
24-25Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan
masyarakat dalam kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI juli 2003
hal 29
Ditjen PPM&PLP Depkes RI.Tatalaksana Kasus Diare Bermaslah. Depkes RI 2010 ;
31
Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare akut
dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2003
46

Firmansyah A. Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit saluran cerna. dalam Sari
pediatric Vol 2,No. 4 maret 2001
Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak diagnosa
dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2002 : Salemba
Medika hal 73-103
Lung E. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd treatment in
gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2003 :McGraw Hill,hal
131-49
Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen disre pada bayi dan
anak. Dikutip dari URL : http://www.pediatrik.com/
Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan
makalah Kongres Nasional II BKGAI juli 2003
Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan flora normal usus dalam Ilmu penyakit anak
diagnosa dan penatalaksanaan . Ed Soegijanto S. Edisi ke 1 Jakarta 2002
Selemba Medika hal 93-103
M.K. Bhan, D. Mahalanabis, N.F. Pierce, N. Rollins, D. Sack, M. Santosham. 2005.
The Treatment of Diarrhoea A manual for physicians and other senior health
workers.
Web
Site
:
http://whqlibdoc.who.int/publications/2005/9241593180.pdf (20 Oktober
2014)
Hery Garna, Emelia Suroto, Hamzah, Heda Melinda D Nataprawira, Dwi Prasetyo.
2005. Diare Akut Dalam: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Olmu Kesehatan
Anak Edisi Ke-3. Bandung: Bagian /SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Universitas Padjajaran/ RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG. Hal. 271-278
Meneng. 2009 Bukti Baru dari Indonesia: Perbedaan Lama Diare Pada Penderita
Diare Akut yang Diterapi dengan Zink dan Probiotik Dibanding Probiotik di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta Jurnal Kedokteran Indonesia, Vol. 1/No.
1/Januari/2009
Soebagyo B (2008). Diare akut. Dalam : Diare akut pada anak. Surakarta: Martuti S.
hal. 1-12.
Trivedia SS, Chudasamab RK, Patela N. (2008). Effect of zinc supplementation in
children with acute diarrhea: randomized double blind controlled trial.
Gastroenterology Research, ; 2:168174.

47

Anda mungkin juga menyukai