Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

MALARIA

Oleh :

dr. Dielah Oktaviani

Pendamping :
dr. Cahyo Sukowidodo, M.Kes

Program Internsip Kedokteran Indonesia


RSI Muhammadiyah Sumberrejo Bojonegoro
2022 – 2023

1
LEMBAR PENGESAHAN

PORTOFOLIO KASUS

MALARIA

Mengetahui,

Pendamping Penulis

dr. Cahyo Sukowidodo, M.Kes dr. Dielah Oktaviani

DAFTAR ISI

2
Lembar Pengesahan…………………………………………………………...2

Daftar Isi………………………………………………………………………3

BAB 1 Pendahuluan…………………………………………………………..4

BAB 2 Tinjauan Pustaka……………………………………………………...5

2.1 Gastroenteritis Akut………………………………………………5

BAB 3 Ilustrasi Kasus……………………………………………………….31

BAB 4 Pembahasan………………………………………………………....39

BAB 5 Daftar Pustaka……………………………………………………....40

3
BAB 1

PENDAHULUAN

Diare akut adalah diare yang berlangsung ≤ 14 hari. Penyebab diare akut
dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Secara patofisiologi, diare akut dapat
dibagi menjadi diare inflamasi dan noninflamasi. Berbagai patogen spesifik dapat
menimbulkan diare akut. Diare juga dapat terjadi pada pasien
immunocompromised dan pasien yang di rawat di rumah sakit. Untuk
mendiagnosis diare akut diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Terapi terpenting pada diare akut adalah
rehidrasi, lebih disenangi melalui rute oral dengan larutan yang mengandung air,
garam, dan gula. Terapi antimikrobial empiris hanya diperlukan pada keadaan
khusus.

Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan


pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut
sebanyak 99.000.000 kasus. Di USA, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke
dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahunnya (1,5%
merupakan pasien dewasa) yang disebabkan diare atau gastroenteritis.
Berdasarkan data WHO, angka prevalensi diare 2-3 kali lipat lebih besar pada
negara berkembang dibandingkan negara maju.

Penyakit Diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian di Negara


berkembang terutama akibat dehidrasi dan berujung kepada syok. Di Indonesia
penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena
tingginya angka kesakitan dan angka kematian terutama pada balita. Berdasarkan
SDKI tahun 2002 didapatkan insidens diare sebesar 11 %, 55 % dari kejadian
diare terjadi pada golongan balita dengan angka kematian diare pada balita
sebesar 2,5 per 1000 balita. Berdasarkan data riskesdas 2013, Insiden dan period
prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan
7,0 persen. (Riskesdas, 2013)

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya, lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980),
diare adalah buang air besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir
dan darah maupun tidak.1

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3
kali per hari, disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair
dengan atau tanpa lender dan darah yang berlangsung kurang dari satu
minggu.1

B. Cara Penularan dan Faktor Resiko


Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal – oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barabg – barang yang telah
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. ( melalui 4 F =
finger, flies, fluid, field ).

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen


antra lain : tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air
oleh tinja, kurangnya sarana keberihan ( MCK ), kebersihan lingkungan
dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal- hal tersebut,
beberapa factor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk
terjangkit diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya

5
keasaman lambu ng, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam
4 minggu terakhir dan factor genetic.

1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insideen tetinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarakan
kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan
aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri
tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat
bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling
tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang,
yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.

2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan
pembentukan imunisasi aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin
berlangsung pada beberapa hari atau minggu, tinja penderita
mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berparan penting dalam peyebaran banyak
enteropaogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi,
tidak menjaga kebersihan, dan berpindah – pindah dari satu tempat ke
tempat lain.

3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di
daerah sub tropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim
panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya
terjadi pada musim dingin. Di daerah tropik ( termasuk Indonesia ),
diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun

6
dengan peningkatn sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena
bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

4. Epidemi dan pandemic


Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyababkan
epidemic dan pandemic yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan
dan kematian pada semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang
disebabkan vibrio cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke Negara
– Negara di Afrika, Amerika latin, Asia, Timur Tengah, dan di
beberapa daerah di amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang
sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di
Amerika Tengah dan terakhir di Afrika tengah dan Asia Selatan. Pada
akhir tahun 1992, dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang
menyababkan pandemic di Asia dan lebih dari 1 negara mengalami
wabah.

C. Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah
golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut karena
infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.

GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT

Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli

Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis

Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum

Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica

Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia

Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli

Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis

7
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura

Shigella

Staphylococcus aureus

Vibrio cholera

Vibrio parahaemolyticus

Yersinia enterocolitica

Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia <5 tahun

Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering


berdasarkan umur7

Diasamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire pada
anak antara lain:

Kesulitan makanan Neoplasma

 Neuroblastoma
 Phaeochromocytoma
 Sindroma Zollinger Ellison
Defek anatomis Lain-lain:

 Malrotasi  Infeksi non gastrointestinal

8
 Penyakit Hirchsprung  Alergi susu sapi
 Short Bowel Syndrome  Penyakit Crohn
 Atrofi mikrovilli  Defisiensi imun
 Stricture  Colitis ulserosa
 Ganguan motilitas usus
 Pellagra
Malabsorbsi Keracunan makanan

 Defesiensi disakaridase  logam berat


 Malabsorbsi glukosa dan  Mushrooms
galaktosa
 Cystic fibrosis
 Cholestosis
 Penyakit celiac
Endokrinopati

 Thyrotoksikosis
 Penyakit Addison
 Sindroma Androgenital
Tabel 4. Penyebab diare nonifeksi pada anak

D. Patofisiologi

Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik


dan osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare
sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula
kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,8

1. Diare osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh
air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik
antara lumen usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak

9
diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian
proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus
dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air
akan mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan
demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar
Na normal. Sebagian kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi
lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak
dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose di segmen
ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare.
Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan
dampak yang sama.1

2. Diare Sekretorik
Diare sektorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam
usus halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus
saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau
meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari
tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang
disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus
halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.7

Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma.


beda osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja.
Karena Natrium ( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama
dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar
Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas
tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic
290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+
rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160

10
mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi
(>90 mEq/L), dan perbedaan osmotiknua kuran dari 20 mOsm/L.6

Osmotik Sekretorik

Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari

Puasa Diare berhenti Diare berlanjut

Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L

Reduksi (+) (-)

pH tinja <5 >6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen


yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat
menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy,
serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini
terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel
cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi
protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan
fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan perubahan
saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain
terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam
lumen usus bersama Cl-.1

3. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas.

Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama


malabsorbsi, teatpi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap
absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat
menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri
tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-
obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas

11
usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat inflamasi,
dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan
karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan
motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis,
malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1

4. Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada


beberapa keadaan.

Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan


hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air,
elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel
darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare laina seprti diare
osmotik dan sekretorik.1,9

E. Manifestasi klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta


gejala lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi
neurologic. Gejala gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan
munth. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.1

Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Gejala klinis
:
17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Masa
+ ++ ++ - ++ -
Tunas
Sering Jarang Sering + - Sering
Panas
Tenesmus Tenesmus, Tenesmus,k - Tenesmus, Kramp
Mual,

12
muntah - kramp olik - kramp -

Nyeri 5-7 hari + + 2-3 hari - 3 hari


perut
>7hari 3-7 hari Variasi
Nyeri
kepala

lamanya
sakit

Sifat tinja:

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus


menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek
Cair
Darah - + Kadang - +
-
Bau Langu - Busuk - -
Amis khas
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah-
hijau hijau berwarna hijau Seperti air
Leukosit +
cucuian
- + - -
Lain-lain Sepsis + beras
anorexia Kejang+ Meteorism Infeksi
-
us sistemik+
-

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab

F. Diagnosis

1. Anamnesis

13
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama
diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir
dan darah. Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing:
biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakahh panas
atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media,
campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:
member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit
dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.1

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya:ubun-ubun besar
cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1
Pernpasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis
metabolic. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat
hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian
beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare.
Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR.1

Symptom Minimal atau Dehidrasi Dehidrasi berat,


tanpa dehidrasi, ringan sedang, kehilangan
kehilangan kehilangan BB BB>9%
BB<3% 3%-9%

Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi,


gelisah, irritable idak sadar

Denyut Normal Normal Takikardi,

14
jantung meningkat bradikardi, (kasus
berat)

Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak


teraba

Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan Basah Kering Sangat kering


lidah

Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik

Cappilary Normal Memanjang Memanjang,


refill minimal

Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled,


sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Skor Dehidrasi WHO

1 2 3

Keadaan Gelisah, lemas,


Baik Lesu / haus
umum ngantuk

Mata Tidak cekung Agak cekung Sangat cekung

Mulut Biasa Kering Sangat kering

Pernapasan <30x / menit 30-40x / menit >40x / menit

15
Turgor Baik Kurang Jelek

< 120x / 120-140x /


Nadi >140x / menit
menit menit

Penilaian :
<6 : Tidak dehidrasi
7-12 : Dehidrasi ringan sampai sedang

>13 : Dehidrasi berat

Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:3

 dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L

 dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L

 dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik

Rasa haus - + +

Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun

Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas

Kulit/ selaput Basah Kering Kering sekali


lender

Gejala SSP Apatis Koma Irritable, apatis,


hiperfleksi

Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik

Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat, dan keras

Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah

16
Banyaknya kasus 20-30% 70% 10-20%

Tabel 8. Gejala dehidrasi menurut tonisitas

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya


tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau
infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang
diperlukan pada diare akut:1

 darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa


darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika

 urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika

 tinja:

a. Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua


penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah
biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja
yanga mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.
hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica

17
darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja,


bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja
tidak terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna
hijau tua berhubungan dengan adnya warna empedu akibat garam
empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan
bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam
tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja
seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat.
Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja kaibat
fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat
menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi
bakteri. Tinja yang sangatberbau menggambarkan adanya
fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja
menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan
adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa
yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar
yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6
dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.8

Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder


akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak
mengandung enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang
bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa,
yangs elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara
menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest
dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest
dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna yang

18
terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang
mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari tinja segar
(sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes
bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian
ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan
warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru berarti
negative, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara
kuning dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan
(+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak
dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.8

b. Pemeriksaan mikroskopik

Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah


besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses
inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil
bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin
atau Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:5

Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja


dengan sudan III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan
lemak agar dapat diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn
40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning atau jingga.
Penilaian berdasarkan 3 kriteria:8

Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar.


Dengan memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja
dan emulsikan delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga
dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup
sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi
sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah

19
dahulu sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis), karena telur
cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah
dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan
yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objekstif 10x,
lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.

G. Tata laksana

Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,


dukungan nutrisi, pemberian zinc, antibiotik dan edukasi pada orang tua.
Tujuan pengobatan:8

 Mencegah dehidrasi

 Mengatasi dehidrasi yang telah ada

 Antibiotik selektif

 Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan


setelah diare

 Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare,


dengan memberikan suplemen zinc

 Edukasi

Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana


terapi yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:10

1. Pengobatan Diare tanpa dehidrasi


TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )

Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan


rumah tangga untuk mencegah dehidrasi seperti larutan gula garam,
kuah sayr-sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan di
rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah
10 ml/kgBB atau untuk anak usia <1 tahun 50-100 ml, 1-5 tahun

20
dalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa adalah
300-400 ml setiap BAB.

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan


dengan sendok setiap 1-2 menit. Anak yang lebih besar dapat minum
langsung dengan gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi
muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan
– lahan misalnya 1 sendok setia 2-3 menit. Pemberian cairan
dilanjutka sampai diare berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI
dan makanan yang biasa tetap harus diberikan. Makanan diberikan
sedikit-sedikit tapi sering ( lebih kurang 6 kali sehari ) serta rendah
serat.

2. Pengobatan Diare dehidrasi Ringan-sedang


TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )

Penderita diare degan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat


di sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan
oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB.

Apabila oleh karena satu hal pemberian oralit tidak dapat


diberikan per oral, oralit dapat diberikan nelalui nsogasterik deng an
volume yang sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam
keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau
memburuk. Bila keadaan membaikdan dehidrasi teratasi pengobatan
dapat dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan
dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi.

3. Pengobatan diare dehidrasi berat


TRP ( Terap Rehidrasi Parenteral )

Pasien yang masih dapat minum meskipun sedikit harus


diberi oralit sampai cairan infus terpasang. Selain itu semua anak
harus diberi oralit selama pemberian cairan intravena ( 5

21
ml/kgBB/jam), apbila anak dapat minum dengan baik biasanya
dalam 3-4 jam ( untuk bayi ) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih
besar ). Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat
dengan dosis 100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam
pertama 30cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Di
atas 1 tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam
berikutnya 70 cc/kgBB.

Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik,


tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada
anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya
yaitu : pengobatan diare dengan dehidrasi ringan-sedang atau
pengobatan diare tanpa dehidrasi

4. Seng ( Zinc )
Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim
dalam tubuh yang penting antara lain untuk sinreis DNA. Sejak
tahun 2004, WHO dan UNICEF telah merekomendasikan
penggunaan seng pada anak dengan diare dengan dosis 20 mg per
hari selama 10-14 hari, dan pada bayi<6 bulan dengan dosis 10 mg
per hari selama 10-14 hari

5. Pemberian makanan selama dan setelah diare


Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan
ditingkatkan setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan
makanan kaya nutrien sebanyak anak mampu menerima.
Meneruskan pemberian makanan aan mempercepat kembalinya
fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi
dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Bayi yang minum ASI
harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang

22
tidak mium ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak
setiap 3 jam.

Bila anak umur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan


makanan lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Diberikan
dalam porsi kecil atau sering ( 6 kali ataulebih ).

6. Terapi Medikamentosa
a. Antibiotika
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua
diare akut oleh karen sebagian besra diare infeksi adalah rotavirus
yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan
antibiotika. Antibiotika pilihan pada diare antara lain
erythromycin 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari,
ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3hari. Metronidazole
10 mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.

b. Obat Antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak
mempunyai keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk
mengobati diare akut pad anak, beberapa dianteranya:

 Adsorben, Contoh : kaolin, attapulgite. Obat-oat ini


dipromosikan untuk mengikat dan menginaktivasi toksin
bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta
dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa
usus.
 Antimotilitas, Contoh : loperamide hydrochloride. Obat ini
dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan
tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak.
7. Probiotik dan Prebiotik
a. Probiotik

23
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya
keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Mekanisme
efek probiotik melalui perubahan lingkungan mikro lumen usus
( pH , O2 ), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa
patogen usus,kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen
pada enterosit, modifikasi toksin/ reeptor toksin efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan
imunomodulator. Contohnya : Lacto B.

b. Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme, tetapi bahan
makanan umumnya komplks karbohidrat yang bila dikonsumsi
dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yng
menguntungkan kesehatan. Oligosakarida di ASI merupakan
prototipe prebiotik karena dapat merangsang lactobacilli dan
Bifidobacteria di colon bayi yang minum ASI

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif

Kolera Tetracycline 12,5 Erythromycin 12,5


mg/kgBB mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 Pivmecillinam 20 mg/kg


mg/kgBB BB

2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Ceftriaxone 50-100

24
mg/kgBB

1x sehari IM selama 2-5


hari

Amoebiasis Metronidazole 10
mg/kgBB

3xs ehari selama 5 hari


(10 hari pada kasus berat)

Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari

H. Komplikasi1,3
1. Gangguan elektrolit

 Hipernatremia, Penderita diare dengan natrium plasma>150


mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya
adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya
oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling
aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan
menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam.
Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi.
Periksa kadar natrium plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan
dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan
0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam.
Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infuse
setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal

25
dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.1

 Hiponatremia, Anak dengan diare yang hanya minum air putih


atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadai
hiponatremia ( Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering terjadi
pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat
dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari hamper
semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :
memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi
(mEq/L)=125- kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan
dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh
melebihi 2 mEq/L/jam.1

 Hiperkalemia, disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi


dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1
ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak
jantung.1

 Hipokalemia, dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi


dilakukan menuurut kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L
diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5
mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4
+2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam
berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2
mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot,
paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung.
Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium
selama diare dan sesudah diare berhenti1

26
2. Demam

Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus.


Pada umunya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan
invasi ke dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena
dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak
tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup.
Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan:
kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.3

3. Edema/overhidrasi

Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan


gejala yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat
terjadi bila ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada
penderita dehidrasi berat yang diberi larutan garan faali. Pengobatan
dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan,
kortikosteroid jika kejang.3

4. Asidosis metabolic

Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau


hilangnay basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi
alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam
dan cepat (kuszmaull). pemberian oralit yang cukup mengadung
bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki asidosis.

5. Ileus paralitik

Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak
kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala
berupa perut kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak
ada. Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan
parenteral yang mengandung banyak K.3

6. Kejang3

27
Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama.
Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika
iv, dengan dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit.
Jika koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan
pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.

 kejang demam
 Hipernatremia dan hiponatremia
 penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada
hubungannya dengan diare, seperti meningitis, ensefalitis atau
epilepsy.
7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu
formula selama diare dapat menyebabkan:3
 Volume tinja bertambah
 berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
 dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh
infeksi, atau penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit
dihentikan, berikan cairan intravena3
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis
yang menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang
berhubungan dengan infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan
karena pemberian cairan oral terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit
sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap 2-3 menit),
antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan
penurunan kesadaran.3
I. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare

28
Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara
fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu
difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang
terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan
pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
sehabis buang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh
anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member


makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi
anak.

c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan


dengan campak, dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan
lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena
adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak
yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah
40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25%
kematian karena diare pada balita.1,3

d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti


infeksi alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak
menimbulkan, manifestasi diare. Di dunialah beredar 2 vaksin

29
rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali
pemberiian dengan interval 4-6 minggu. 1,8,16,17,18

J. Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%( akan menjadi diare persisten.8

30
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A

Alamat : Sumberrejo

Umur : 1 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Tanggal Masuk : 28 Januari 2021

No. RM : 00079259

ANAMNESIS

Heteroanamnesis

KELUHAN UTAMA

BAB cair dan muntah berulang

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke IGD dengan keluhan mencret sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Mencret kurang lebih 7 kali/hari. Mencret cair
menyemprot, ada ampas dan berwarna kuning. Dua hari sebelum masuk rumah
sakit pasien muntah berulang berisi makanan yang dimakan. Muntahannya tidak
menyemprot. Selain itu juga pasien ada demam yang timbul tiba-tiba dan terus
menerus. Demamnya tidak terlalu tinggi, tidak menggigil dan tidak sampai
membuat pasien kejang. Buang air kecil masih ada waktu terakhir pasien mencret.

31
Orang tua pasien sebelumnya membawa ke Bidan belum tapi keluhan –
keluhannya ini masih berlanjut sesampainya dibawa ke RS.
Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya kebidan, namun tidak setiap bulan.
Sakit selama hamil (-), demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-),
BAK sakit dan anyang-anyangan (-), kencing manis (-), dan darah tinggi (-).

Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : spontan
Tempat lahir : rumah bersalin
Ditolong oleh : bidan
Masa gestasi : cukup bulan
Berat lahir : 2700 gram
Panjang lahir : 51 cm
Lahir normal, langsung nangis, sianosis (-), kejang (-)

Kelainan bawaan :
(-)

Riwayat imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.

Vaksin Umur
0 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan 18 bulan
BCG √

32
DPT √ √ √
Polio √ √ √ √
Campak √
Hepatitis B √ √

Riwayat tumbuh kembang:


• Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
• Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
• Psikomotor :
* Duduk : 9 bulan
* Berdiri : 11 bulan
* Berjalan : belum bisa berjalan

Riwayat Pemberian ASI :

ASI sejak lahir sampai sekarang


Frekuensi 5-6 kali perhari

Status Lingkungan
Kepemilikan rumah adalah rumah sendiri. Keadaan rumah adalah dinding rumah
tembok, kamar mandi di dalam rumah. Sumber air bersih dari sumur pompa.
Terdapat jamban keluarga. Limbah buangan ke saluran atau selokan yang ada.
Keadaan lingkungan jarak antara rumah berdekatan, cukup padat. Penyinaran
matahari, pertukaran udara dan kebersihan rumah kurang.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal 28 Januari 2021

 Keadaan umum : Tampak lemas, tidak sesak, tidak gelisah


 Kesadaran : Compos mentis
 Frekwensi Nadi : 120 x/menit (reguler,kuat angkat)
 Frekwensi Pernafasan : 22 x/menit (reguler)

33
 Suhu tubuh : 37,3 °C
 Data Antropoemetri

√ Berat Badan : 7,6 kg


√ Tinggi Badan : 74 cm

 Kepala

• Kepala : bulat, normocephli


• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Tidak terlalu cekung, pupil isokor, simetris,
refleks cahaya +/+, air mata (+)
• Telinga : Normotia,liang telinga lapang/lapang, serumen -/-,
sekret -/-
• Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-),
pernafasan cuping hidung (-)
• Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)
• Gigi geligi : tidak ada kelainan
• Lidah : tidak hiperemis
• Tonsil : T1 – T1, tenang : tenang, tidak hiperemis
• Faring : tidak hiperemis
• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar

Toraks
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris
Retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sama
• Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
• Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler
Ronki -/-, Wheezing -/-
Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop
(-)

34
Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) normal : 5x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali
cepat
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)

Kulit : ikterik (-), petechie (-)

Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas (-),Akral hangat,


sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 28 Januari 2021

1. Hematologi Lengkap

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi Lengkap (27/1)

Hemoglobin 13,3 11,5-15,5 gr/dL

Leukosit 11,1 4,5-13,0 x109/L

Hematokrit 38.4 35-45 %

Trombosit 421 150-450 x109/L

1. Elektrolit
Elektrolit (27/1)

Natrium 141,2 135-155

Kalium 4,20 3,5-5,00

35
Chlorida 99,93 90-110

RESUME
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke IGD dengan keluhan mencret sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Mencret kurang lebih 7 kali/hari. Mencret cair
menyemprot, ada ampas dan berwarna kuning. Dua hari sebelum masuk rumah
sakit pasien muntah berulang berisi makanan yang dimakan. Muntahannya tidak
menyemprot. Selain itu juga pasien ada demam yang timbul tiba-tiba dan terus
menerus. Demamnya tidak terlalu tinggi, tidak menggigil dan tidak sampai
membuat pasien kejang. Buang air kecil masih ada waktu terakhir pasien mencret.
Orang tua pasien sebelumnya membawa ke Bidan belum tapi keluhan –
keluhannya ini masih berlanjut sesampainya dibawa ke RS.

PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum : Tampak sakit lemas, tidak sesak, tidak gelisah


 Kesadaran : Compos mentis
 Frekwensi Nadi : 120 x/menit (reguler,kuat angkat)
 Frekwensi Pernafasan : 2 x/menit (reguler)
 Suhu tubuh : 37,3 °C
 Data Antropoemetri

√ Berat Badan : 7,6 kg


√ Tinggi Badan : 74 cm
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Tidak terlalu cekung, pupil isokor, simetris,
refleks cahaya +/+, air mata (+)
Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) normal : 5x/menit

36
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali
cepat
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)
PEMERIKSAAN LAB :
Leukositosis

Diagnosa Kerja
Diare akut e.c bakteri tanpa dehidrasi
Diagnosa Banding
Diare akut e.c virus

Penatalaksanaan
- Rawat inap
• Diet : biasa
• IVFD : Asering loading 200cc lanjut maintenance 800cc/hari
• MM : - Inf. Paracetamol 3x200
- Inj Ceftriaxon 2x300mg
- Inj. Ondansentron 3x1,5mg
- Zinc 1x1 (PO)
- LBio sach 3x1 (PO)

FOLLOW UP
Follow Up 1 (29 Januari 2021)
S O A P
BAB cair KU : lemah Gastroenteritis Akut Inf. Aering 800cc/hari
2x, muntah N 122x/m Inf. Paracetamol 3x200
(-) RR 22x/m Inj Ceftriaxon 2x300mg
Tem : 36,9 Inj.Ondansentron 3x1,5mg
SpO2 : 98% Zinc 1x1 (PO)
LBio sach 3x1 (PO)

37
Follow Up 2 (30 Januari 2021)
S O A P
BAB cair (-), KU : cukup Gastroenteritis Akut Inf. Aering 800cc/hari
muntah (-), N 120x/m Inf. Paracetamol
nafsu makan RR 20x/m 3x200
membaik Tem : 36,5 Inj Ceftriaxon
SpO2 : 97% 2x300mg
Inj.Ondansentron
3x1,5mg
Zinc 1x1 (PO)
LBio sach 3x1 (PO)

Rencana BLPL

38
BAB 4

PEMBAHASAN

Diare akut adalah diare yang berlangsung ≤ 14 hari. Penyebab diare akut
dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Secara patofisiologi, diare akut dapat
dibagi menjadi diare inflamasi dan noninflamasi. Berbagai patogen spesifik dapat
menimbulkan diare akut. Diare juga dapat terjadi pada pasien
immunocompromised dan pasien yang di rawat di rumah sakit. Untuk
mendiagnosis diare akut diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Terapi terpenting pada diare akut adalah
rehidrasi, lebih disenangi melalui rute oral dengan larutan yang mengandung air,
garam, dan gula. Terapi antimikrobial empiris hanya diperlukan pada keadaan
khusus.

Dari anamnesis pasien ini dibawa oleh orang tuanya ke IGD dengan
keluhan mencret sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Mencret kurang lebih 7
kali/hari. Mencret cair menyemprot, ada ampas dan berwarna kuning. Dua hari
sebelum masuk rumah sakit pasien muntah berulang berisi makanan yang
dimakan. Muntahannya tidak menyemprot. Selain itu juga pasien ada demam
yang timbul tiba-tiba dan terus menerus. Demamnya tidak terlalu tinggi, tidak
menggigil dan tidak sampai membuat pasien kejang. Buang air kecil masih ada
waktu terakhir pasien mencret. Orang tua pasien sebelumnya membawa ke Bidan
belum tapi keluhan – keluhannya ini masih berlanjut sesampainya dibawa ke RS.

Diagnosis dari pasien ini dapat disimpulkan sebagai Gastroenteritis Akut.


Tatalaksana pada pasien ini terdiri dari tindakan penanggulangan darurat dan
definitif. Tindakan penanggulangan darurat meliputi rehidrasi cairan untuk
mencegah dehidrasi. Lalu tindakan penanggulangan selanjutnya meliputi
pemberian antibiotic, obat penurun demam, anti-emetik, zinc dan probiotik.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar


Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html.
[diunduh tanggal 10 Juli 2007]
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The
Journal of Infectious disease 200: S188-94, 2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19 th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams
7. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious
disease Evidenced Based Guidelines for Management of Acute
Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta:
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
9. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on
the tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.[diunuduh tanggal 10 Juli 2011].
10. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten
Kota. Jakarta: WHO Indonesia.2009.
11. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality
Formulation. Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002.
[diunduh tanggal 16 Juli 2011].

40
12. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
13. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood
Diarrhea and respiratory illness. A merk analisis. Pediatric
2007 ;119:1120.
14. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and
inflammation. Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159
15. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus
dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto.
2007:100-111

41

Anda mungkin juga menyukai