Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan


mortalitas anak di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei
kesehatan Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai
penyebab kematian bayi di Indonesia1. Sebagian besar diare akut disebabkan oleh
infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain
pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi
cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit
dan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina
propria serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan
malabsorpsi2. Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya
dapat mengalami invasi sistemik2.
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk
mencegah/menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan
asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang
spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit
penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan
efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara
umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena
diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah
yang tak terkontrol dan terganggunya masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa
cara pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik telah banyak
diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit3.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya,
lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO, diare adalah buang air
besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan darah maupun tidak.1 Diare
akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai
dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu.1

2.2.Epidemiologi
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden tetinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarakan kombinasi efek penurunan
kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang
berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.

2.2.1. Infeksi Asimtomatik


Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik
ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunisasi aktif.
Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung pada beberapa hari atau
minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang
infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berparan penting dalam peyebaran
banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan, dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

2
2.2.2. Faktor Musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di
daerah subtropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus, terutama rotavirus, puncaknya terjadi pada musim
dingin. Di daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh
rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim
kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

2.3.Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara
lain tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan
bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana keberihan ( MCK ), kebersihan lingkungan dan pribadi yang
buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik. Selain hal- hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk terjangkit diare antara lain:
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.

2.4.Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut karena infeksi adalah non-
inflammatory dan inflammatory. Enteropatogen menimbulkan diare non-
inflammatory melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan
vili oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri.
Sebaliknya diare inflammatory biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi
usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1,6

GOLONGAN GOLONGAN VIRUS GOLONGAN


BAKTERI PARASIT
Aeromonas Astrovirus Balantidium coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Blastocystis homonis

3
Sapovirus)
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Coronavirus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Escherichia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simpleks virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 1. Penyebab diare akut pada manusia

Tabel 2. Enteropatogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur7

Di samping itu penyebab diare noninfeksi yang dapat menimbulkan diare


pada anak antara lain alergi makanan, neoplasma, defek anatomis (seperti atrofi
mikrovilli, malrotasi, dan penyakit Hirschsprung), malabsorbsi, keracunan
makanan, dan penyebab lain seperti infeksi non-gastrointestinal, alergi susu sapi,
keracunan makanan, dan defisiensi imun.

2.5.Cara Penularan
Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung

4
tangan dengan penderita atau barang – barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).

2.6.Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan
osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme
tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,8

2.6.1. Diare Osmotik


Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus
dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen
usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan
mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus.
Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini
akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena
ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose
di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare.
Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan dampak yang sama.1

2.6.2. Diare Sekretorik


Diare sektorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare
sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan
pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.7

5
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda
osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium (
Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas
diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan
angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare,
maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai
kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160
mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90
mEq/L), dan perbedaan osmotiknya kurang dari 20 mOsm/L.6

Karakteristik Osmotik Sekretorik


Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari
Puasa Diare berhenti Diare berlanjut
Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6
Tabel 3. Perbedaan Diare Osmotik dan Sekretorik

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin


bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu
bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini
terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP,
atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein
kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi
peningkatan aktivitas pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl-.1

2.6.3. Gangguan Motilitas


Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan

6
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi,
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada tirotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan
berbagai peyakit lain.1

2.6.4. Proses Inflamasi di Usus Halus dan Kolon


Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,
mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
laina seprti diare osmotik dan sekretorik.1,9

2.7.Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi
berat.1

7
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen
antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala
neurologik dari infeksi usus bias berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi.
Panas badan umum terjadi pada penderita dengan diare inflammatory. Nyeri perut
yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum
menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah gejala yang
nonspesifik, akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme
yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti virus, bakteri yang
memproduksi enteroroksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering
terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya
subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, diare cair menunjukan bahwa
saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromised
memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau
penyakit.

Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


klinis
Masa 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
Tunas + ++ ++ - ++ jam
Panas Sering Jarang Sering + - -
Mual, Tenesmus Tenesmus, Tenesmus,kolik - Tenesmus, Sering
muntah kramp kramp Kramp
Nyeri - + + - -
perut 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi -
3 hari
Nyeri
kepala
lamanya
sakit

8
Sifat tinja:
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - + Kadang - + -
Bau Langu - Busuk - - Amis
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- khas
hijau hijau berwarna hijau Seperti
Leukosit - + + - - air
Lain-lain anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi cucian
sistemik+ beras
-
-

Tabel 4. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab

2.8.Diagnosis
2.8.1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah
ditanyakan juga volume dan frekuensinya; kencing seperti biasa, berkurang,
jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir; makanan dan minuman yang
diberikan selama diare; adakah panas atau penyakit lain yang menyertai (seperti
batuk, pilek, otitis media, campak), tindakan yang telah dilakukan ibu selama
anak diare (memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit
dan obat-obatan yang diberikan), serta riwayat imunisasinya.1

2.8.2. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda dehidrasi, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung

9
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering
atau basah1.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
sesudah diare, atau subjektif dengan menggunakan kriteria WHO dan MMWR.1
Symptom Minimal atau Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat,
tanpa dehidrasi, sedang, kehilangan kehilangan BB>9%
kehilangan BB 3%-9%
BB<3%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi, idak
gelisah, irritable sadar
Denyut Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi
jantung (kasus berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary Normal Memanjang Memanjang, minimal
refill
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Tabel 5. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR

10
Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak
Mata Normal Cekung sadar
Air mata Ada Tidak ada Sangat cekung
Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa haus Minum *haus ingin Sangat kering
biasa,tidak haus minum banyak *malas minum atau
tidak bias minum
Periksa: turgor Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
kulit lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaan ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel 6. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO

2.8.3. Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat, seperti pemeriksaan darah lengkap, kultur urine
dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut adalah
sebagai berikut.1
 Darah: darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 Urine: urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 Tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik

11
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya
disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yanga mengandung darah
atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa
atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi
dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja,
konsistesi tinja, bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa.
Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare.
Warna hijau tua berhubungan dengan adnya warna empedu akibat
garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan
bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja
atau obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti
rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag
berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja kaibat fermentasi bakteri.
Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya
lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di
kolon , khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangat berbau
menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon.
Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan
untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja
tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena
fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke
usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH
tinja<6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.8

12
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose
sekunder akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak
mengandung enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang
bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yangs
elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan
malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan
pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip
melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang
diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya
reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri
oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair
dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air
dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung,
kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan
warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru berarti
negatif, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan
biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%),
(+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5
gram sehari disebut sebagai steatore.8
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya
sejumlah besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses
inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian
tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau NaCl
lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:5
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja
dengan Sudan III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan
lemak agar dapat diwarnai secara mikroskopis dengan pembesaran 40
kali, dicari butiran lemak dengan warna kuning atau jingga.8
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar.
Dengan memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan
emulsikan delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan

13
dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar
kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak
terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna
(NaCl fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan
protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat
dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran
objektif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.

2.9.Tatalaksana
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,
dukungan nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua.
Tujuan pengobatan meliputi mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang
telah ada, antibiotika selektif, Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan
makanan selama dan setelah diare, mengurangi lama dan beratnya diare serta
berulangnya episode diare, dengan memberikan suplemen zinc, dan edukasi.8
Tujuan pengobatan dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang
sesuai.10

2.9.1. Pengobatan Diare Tanpa Dehidrasi


Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga
untuk mencegah dehidrasi seperti larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan
sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah
cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia <1 tahun 50-100
ml, 1-5 tahun dalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa adalah
300-400 ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
setiap 1-2 menit. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dengan gelas
dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setia 2-3 menit. Pemberian
cairan dilanjutkan sampai diare berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI dan
makanan yang biasa tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tapi
sering ( lebih kurang 6 kali sehari ) serta rendah serat.

14
2.9.2. Pengobatan Diare Dehidrasi Ringan-Sedang
Penderita diare degan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit
yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB.
Apabila oleh karena satu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan per oral, oralit
dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan
20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik,
tetap atau memburuk. Bila keadaan membaik dan dehidrasi teratasi, pengobatan
dapat dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara
seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi.

2.9.3. Pengobatan Diare Dehidrasi Berat


Pasien yang masih dapat minum meskipun sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Selain itu semua anak harus diberi oralit selama
pemberian cairan intravena ( 5 ml/kgBB/jam), apbila anak dapat minum dengan
baik biasanya dalam 3-4 jam ( untuk bayi ) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih
besar ). Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis
100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB,
dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama
30cc/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan
evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yaitu : pengobatan diare dengan dehidrasi
ringan-sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.

2.9.4. Seng (Zinc)


Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh
yang penting antara lain untuk sintesis DNA. Sejak tahun 2004, WHO dan
UNICEF telah merekomendasikan penggunaan seng pada anak dengan diare
dengan dosis 20 mg per hari selama 10-14 hari, dan pada bayi <6 bulan dengan
dosis 10 mg per hari selama 10-14 hari.

15
2.9.5. Pemberian Makanan Selama dan Setelah Diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak
anak mampu menerima. Meneruskan pemberian makanan aan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah
atau paling tidak dikurangi. Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering
mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak mium ASI harus diberi susu yang
biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Bila anak umur 4 bulan atau lebih dan
sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan.
Diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih).

2.9.6. Terapi Medikamentosa


A. Antibiotika
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi disebabkan oleh Rotavirus yang sifatnya self
limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Namun, apabila diare
disebabkan oleh infeksi bakteri, diberikan antibiotika sesuai dengan bakteri
penyebab.

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif


Kolera Tetracycline 12,5 Erythromycin 12,5
mg/kgBB mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 Pivmecillinam 20 mg/kg
mg/kgBB BB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100
mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari
Amoebiasis Metronidazole 10

16
mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
Tabel 7. Pilihan Antibiotika Sesuai Etiologi Diare

B. Obat Antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk mengobati diare akut pada anak, beberapa di
antaranya:
 Adsorben, Contoh: kaolin, attapulgite. Obat-oat ini dipromosikan untuk
mengikat dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain yang
menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi
mukosa usus.
 Antimotilitas, Contoh: loperamide hydrochloride. Obat ini dapat
mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak
mengurangi volume tinja pada anak.

C. Probiotik dan Prebiotik


a. Probiotik
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. Mekanisme efek probiotik melalui
perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, O2), produksi bahan anti mikroba
terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman
patogen pada enterosit, modifikasi toksin/ reeptor toksin efek trofik terhadap
mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulator.
b. Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme, tetapi bahan makanan,
umumnya kompleks karbohidrat, yang bila dikonsumsi dapat merangsang
pertumbuhan flora intestinal yng menguntungkan kesehatan. Oligosakarida di ASI

17
merupakan prototipe prebiotik karena dapat merangsang Lactobacilli dan
Bifidobacteria di kolon bayi yang minum ASI.

2.10. Komplikasi
2.10.1. Gangguan Elektrolit
A. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi
dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5%
dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan
dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium
plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan
infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat
mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.1,3
B. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari hamper
semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai ringer laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.1

18
C. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10
menit dengan monitor detak jantung.1
D. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3
dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5-kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemia dapat
menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia
jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi
dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti.1

2.10.2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi Shigella dysentriae dan rotavirus. Pada
umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam
sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul
akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat
hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam.
Pengobatan yang diberikan berupa kompres dan/atau antipiretika dan antibiotika
jika ada infeksi.3

2.10.3. Edema/Overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada
edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang
diberi larutan garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan
atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3

19
2.10.4. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (Kussmaul). Pemberian oralit
yang cukup mengadung bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.

2.10.5. Ileus Paralitik


Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut
kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan
cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.3

2.10.6. Kejang
Kejang dapat terjadi akibat hipoglikemia karena anak dipuasakan terlalu
lama. Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan
dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut
disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran
akan cepat pulih kembali.

2.11. Pencegahan
Patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi pemberian
ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI, menggunakan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan, penggunaan
jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga, serta membuang
tinja bayi yang benar. Selain itu, diperlukan upaya-upaya untuk memperbaiki daya
tahan tubuh pejamu. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain memberi
ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, Meningkatkan nilai gizi makanan

20
pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk
memperbaiki status gizi anak, dan imunisasi campak.
Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare
yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi
kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak
yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus
campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.1,3
Selain imunisasi campak, dapat juga diberikan vaksin rotavirus apabila tersedia.
Di dunia telah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6 bulan
dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu. 1,8,16,17,18

2.12. Prognosis
Bila kita menatalaksana diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian
kecil (5%) akan menjadi diare persisten.8

21
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : By. E
Umur : 23 – 12 – 2018
Alamat : Jeblog 2/2 Talun
Tanggal masuk : 19 – 1 – 2019
Anamnesis
Keluhan Utama: Mencret
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dikeluhkan mencret sejak 1 minggu. Kemarin mencret sebanyak 8x.
Ampas (+), lendir (+), darah (-), berwarna kehijauan. Demam (+) sejak kemarin.
Minum susu masih mau. BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu : (-)
Riwayat Sosial: (-)
Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum : Tampak lemah
- Kesadaran : compos mentis
- Tekanan darah :-
- Nadi : 150 x/menit
- Nafas : 28 x/menit
- Suhu : 37,8 0C
- Tinggi badan :
- Berat badan : 3,7 kg
Kepala :
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sclera ikterik (-/-)
- Bibir : Mucosa kering (-)
- Leher : JVP 5-2 cmH2O
Tidak ada pembesaran KGB leher

Thoraks
Paru

22
- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
- Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
- Perkusi : Sonor kiri dan kanan
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+) Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba
- Perkusi : Dalam batas normal
- Auskultasi : Irama regular, bising (-)
Abdomen
- Inspeksi : Tidak ada kelainan
- Palpasi : Soepl
- Perkusi : Tympani
- Aukultasi : Bising usus (+) meningkat
Ekstermitas : Oedema (-/-)
Akral hangat (+/+)

Pemeriksaan Laboratorium :
Darah Lengkap
- Leukosit : 11.000/µL
- Hb : 12,3 g/DL
- Hematokrit : 35,9%
- Trombosit : 325x103/µL
- GDA : 100mg/dL

Diagnosis Kerja :
Prolong diare

Penatalaksanaan :
- Bed rest
- IVFD D10 0,18% NS 300cc/24 jam 12 tpm mikro

23
- Injeksi amphisilin 2x250mg

Follow Up
Tgl S O A P
20/ Diare Nadi : 120 Prolong - Bed rest
1/ berkurang RR : 30 diare - IVFD D10 0,18% NS
19 banyak Suhu : 37 C 300cc/24 jam 12 tpm
mikro
- Injeksi amphisilin
2x250mg
21/ Diare Nadi : 130 Prolong - KRS
1/ berhenti, RR : 30 diare - Zinc syr 1x5mg
19 BAB seperti Suhu : 36
biasa

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Panduan Praktek Klinin (PPK) Divisi Gastrohepatologi.Departemen


Kesehatan Anak. RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang.2014
2. Pickering LK and Snyder JD. Gastroenteritis in Nelson Textbook of
Pediatric,17Edition. 2003. page1272-1276
3. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Gastroenterologi. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1998.
hal 283-293.
4. Bannister B, Gillespie S, Jones J. Infection: microbiology and management.
3rd ed. Massachusetts: Blackwell Publishing Ltd; 2006.
5. Fauci B, et al. Harisson’s principle of internal medicine. 17th ed. New York:
McGraw-Hill; 2008.
6. Alfa, Yasmar. 2010. Diare Akut Pada Anak. Bandung : SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNPAD/RSHS.
7. Frye, Richard E. 2013. Diarrhea. Available at http://www.emedicine.com
diakses tanggal 24 Mei 2014.
8. Nguyen, David G. 2005. Pediatrics, Rotavirus. Available at
http://www.emedicine.com/ diakses tanggal 24 Mei 2014.

25

Anda mungkin juga menyukai