Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kesakitan dan kematian diare di negara berkembang masih sangat
tinggi. Angka kesakitan diare di negara Indonesia adalah 200 – 400 kejadian setiap
tahunnya dan 70-80 %-nya adalah anak balita (Brotowasisto, 19750). Diare
termasuk salah satu kelompok tiga penyebab penderita datang ke Puskesmas
(Dewa Nardi, dkk. 1991). Sedangkan di Rumah Sakit Dokter Kariadi pada Bagian
Anak kira-kira adalah 11.4 % dari seluruh penderita yang dirawat (Bagian Catatan
Medik, 1981). Angka kematian diare walaupun tampak menurun setelah seminar
rehidrasi tetapi dapat dikatakan pada beberapa rumah sakit masih harus mendapat
perhatian karena penyakit penyerta, gizi, dan infeksi, serta keterbatasan sarana
dalam pengelolaannya. Biddulph (1972) dan Morley (1974) membuat suatu bagan
cara pengelolaan diare dengan prinsip 5 D yaitu dehidrasi, diagnosa, dietetik, drug
atau pengobatan, dan dishacaridase deficiency.
Mengingat diare adalah penyebab penting kekurangan gizi hal ini
disebabkan karena adanya anoreksia pada penderita diare sehingga penderita
makan lebih sedikit daripada biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan
berkurang pula. Oleh karena itu penatalaksanaan bagi penderita diare perlu
mendapatkan penanganan yang lebih serius khususnya untuk mengembalikan
cairan yang telah banyak keluar akibat diare, agar tingkat kematian karena diare
bisa ditekan seminimal mungkin.
Kebanyakan episode diare terjadi pada anak / bayi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi pada golongan umur 6 – 11 bulan pada masa
diberikan makanan pendamping. Pola ini menggambarkan kurangnya kekebalan
aktif bayi, pengenalan makanan yang kemungkinan terpapar bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai dapat
merangkak.
Dengan uraian di atas jelas bahwa diare khususnya anak-anak sangat
membahayakan akibat komplikasi yang sering terjadi yaitu dehidrasi dan proses
terjadinya sering sangat cepat (akut), sehingga tidak jarang terjadi keterlambatan
pertolongan karena ketidakpahaman orang tua / keluarga untuk mengenal tanda-
tanda dehidrasi.
Beberapa tindakan perlu segera dilakukan untuk mengatasi kondisi
dehidrasi tersebut antara lain dengan pemberian nutrisi yang adekuat. Suatu
patokan yang tetap harus dipegang pada penatalaksanaan diare adalah tidak
memuasakan anak pada saat kejadian diare. Pemberian nutrisi dapat dilakukan
melalui enteral dan parenteran. Pemberian nutrisi akan memacu regenerasi
mukosa, meningkatkan kapasitas digesti dan absorbsi. Pemberian nutrisi enteral
harus lebih diutamakan karena lebih murah, efek sampingnya sedikit, dan
rehabilitasi mukosa lebih cepat dan sempurna.
Bila pemberian makanan secara enteral tidak dapat dilakukan maka
nutrisi dapat dilakukan secara parenteral. Nutrisi parenteral adalah memberikan
nutrisi ke tubuh penderita diare melalui intra vena. Nutrien yang diberikan dapat
berupa air, elektrolit, asam amino, emulsi lemak, mineral, dan vitamin.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan diare dehidrasi
Ringan sedang.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pengertian diare
b. Menjelaskan penyebab diare
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala diare.
d. Menjelaskan patofisiologi diare
e. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic pada kasus diare.
f. Mengetahui komplikasi diare
g. Mengetahui penanganan diare
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Diare adalah kehilangan cairan elektrolit yang berlebihan terjadi karena
frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali, dengan bentuk tinja cair atau encer
(WHO, 1980). Menurut bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran
Indonesia (1988), diare diartikan sebagai suatu kondisi buang air besar yang tidak
normal atau tinja yang encer dengan frekuensi lebih sering dari biasanya.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu
keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.

B. Etiologi Diare
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi:
- Infeksi bakteri : Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylo
bacter, Yersinia, Aeromonas dAn Kebagainya.
- Infeksi Virus : Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus
dan lain-lain.
Infestasi parasit: Cacing, Jamur (Candida
Albicans).
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dAn Kebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktrosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah
intoleransi laktrosa.
b. Malabsorbsi lemak.
c. Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan: makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas

C. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan
ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua
akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas
usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik
usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya
dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan
akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan
diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja, adanya kaosis
kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor
tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan
ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada
anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya
gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya
gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dAn
Kusu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi ronjatan (shock) hiperolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,
dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak
segera diatasi klien akan meninggal.

D. Manifestasi Klinis
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai mual dan muntah
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih
asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan
berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat
dan dalam (Kusmaul).

E. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan tinja, meliputi:
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) pH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali serta analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

F. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Rengatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
G. Derajat dehidrasi
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Yang diperiksa
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Mengigau, koma,
Apatis, ngantuk atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/mata Kuat <120 Sedang (120-140) Lemas >40

Keterangan
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat

c. Gejala klinis
Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik (CM) Gelisah Apatis-koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kusz maull

Kulit
Uub Agak cekung Cekung Cekung sekali
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Biasa Agak kurang Kurang sekali
Normal Oliguri Anuri
Normal Agak kering Kering/asidosis
H. Kebutuhan Cairan Anak
Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat seperti
protein, lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus
seimbang, bila terganggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan
parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat di gambarkan
sebagai berikut :
Kebutuhan
Umur Berat Badan Total/24 jam
Cairan/Kg BB/24 jam
3 hari 3.0 250-300 80-100
10 hari 3.2 400-500 125-150
3 bulan 5.4 750-850 140-160
6bulan 7.3 950-1100 130-155
9 bulan 8.6 1100-1250 125-165
1 tahun 9.5 1150-1300 120-135
2 tahun 11.8 1350-1500 115-125
4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100
6 tahun 20.0 1800-2000 90-100
10 tahun 28.7 2000-2500 70-85
14 tahun 45.0 2000-2700 50-60
18 tahun 54.0 2200-2700 40-50
Whaley and Wong (1997)

Menurut Ngastiyah (1997); Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998);
Suharyono, Aswitha, Halimun (1998); dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI
(1988), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi
pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut :

Derajat
PWL NWL CWL Jumlah
Dehidrasi
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250

Keterangan :
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)
I. Pentatalaksanaan
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk
diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90
mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-
sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,
sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan
rincian sebagai berikut:
- Untuk anak umur 1 bl -2 tahun berat badan 3-10 kg :
 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt
(infuse set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit
(set infus 1 ml=20 tetes).
 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt
(infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set
infus 1 ml=20 tetes).
 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
 Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250
ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% +
1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6
tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
 Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1
(4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
lemak tak jenuh
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang
berantai sedang atau tak jenuh.
Standar Nutrisi parenteral untuk anak diare adalah didasarkan atas
kebutuhan kalori, kebutuhan asam amino, dan kebutuhan mikronutrien.

Kebutuhan kalori
1. BBLR : 150 Kkal/ Kg BB
2. BBL C: 120 Kkal/ Kg BB/bulan
3. BB 0- 10 Kg : 100Kkal/ Kg BB
4. BB 11- 20 Kg : 1000 Kkal + 50 Kkal x (BB -10)
5. BB > 20 Kg : 1500 Kkal + 20 Kkal x ( BB – 20)

Kebutuhan Asam amino


1. BBLR 2,5 – 3/ Kg BB
2. Usia 0 -1 tahun : 2,5 g/ Kg BB
3. Usia 2 -13 tahun 1,5 -2g/ kg BB
Kebutuhan Mikronutrien
1. Kalium 1,5 – 2,5 meq/ kg BB
2. Natrium 2,5 – 3,5 meq/ kg BB

Salah satu contoh makanan untuk anak dengan diare adalah bubur
tempe yang bertujuan untuk memberikan diet kepada anak dengan diare.
Adapun sasaran dan kegunaannya adalah untuk meringankan kerja usus
bagi penderita diare dan diberikan kepada anak usia 6 -12 bulan dan anak
usia 1 -5 tahun. Adapun bahan yang dibutuhkan adalah tepung beras 30
gram, tempe 50 gram, margarine 10 gram dan gula pasir 20 gram, serta
air 200 ml. Adapun caranya ada 2 yaitu cara pertama: tempe di blender
ditambah 20 cc, campurkan tempe yang sudah diblender dengan tepung
beras, gula pasir, margarine dan air sebanyak 200 cc, aduk hingga rata,
lalu mask diatas api sampai mengental dan siap disajikan. Cara kedua:
tempe direbus lalu dihaluskan, campur tempe , tepung beras, margarine,
gula pasir dengAn Kisa rebusan tempe sebanyak 200 cc. Masak diatas
api sampai mengental kemudian disaring dan siap untuk disajikan.
c. Obat-obatan (farmakologik)
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.

2. Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan
sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan
nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan
lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
a. Data fokus
1) Hidrasi
- Turgor kulit
- Membran mukosa
- Asupan dan haluaran
2) Abdomen
- Nyeri
- Kekauan
- Bising usus
- Muntah-jumlah, frekuensi dan karakteristik
- Feses-jumlah, frekuensi, dan karakteristik
- Kram
- Tenesmus
b. Diagnosa keperawatan
- Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara intake dan out put.
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi usus dengan
mikroorganisme.
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang
disebabkan oleh peningkatan frekuensi BAB.
- Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, tidak
mengenal lingkungan, prosedur yang dilaksanakan.
- Kecemasan keluarga berhubungan dengan krisis situasi atau
kurangnya pengetahuan.
c. Intervensi
1) Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit
- Pantau cairan IV
- Kaji asupan dan keluaran
- Kaji status hidrasi
- Pantau berat badan harian
- Pantau kemampuan anak untuk rehidrasi
- Melalui mulut
2) Cegah iritabilitas saluran gastro intestinal lebih lanjut
- Kaji kemampuan anak untuk mengkonsumsi melalui mulut
(misalnya: pertama diberi cairan rehidrasi oral, kemudian
meningkat ke makanan biasa yang mudah dicerna seperti: pisang,
nasi, roti atau asi.
- Hindari memberikan susu produk.
- Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pemilihan makanan.
3) Cegah iritasi dan kerusakan kulit
- Ganti popok dengan sering, kaji kondisi kulit setiap saat.
- Basuh perineum dengan sabun ringan dan air dan paparkan
terhadap udara.
- Berikan salep pelumas pada rektum dan perineum (feses yang
bersifat asam akan mengiritasi kulit).
4) Ikuti tindakan pencegahan umum atau enterik untuk mencegah
penularan infeksi (merujuk pada kebijakan dan prosedur institusi).
5) Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi.
- Sediakan mainan sesuai usia.
- Masukan rutinitas di rumah selama hospitalisasi.
- Dorong pengungkapan perasaan dengan cara-cara yang sesuai
usia.
6) Berikan dukungan emosional keluarga.
- Dorong untuk mengekspresikan kekhawatirannya.
- Rujuk layanan sosial bila perlu.
- Beri kenyamanan fisik dan psikologis.
7) Rencana pemulangan.
- Ajarkan orang tua dan anak tentang higiene personal dan
lingkungan.
- Kuatkan informasi tentang diet.
- Beri informasi tentang tanda-tanda dehidrasi pada orang tua.
- Ajarkan orang tua tentang perjanjian pemeriksaan ulang.
Pathways Diare

Infeksi Molabsorbsi Makanan Beracun Faktor Psikologis


(Virus, Bakteri, Parasit) Makanan di usus

Reaksi Inflamasi Tek Osmotik Rangsang Saraf Parasimpatik

Pe sekresi cairanPergeseran cairan & Gg. Motilitas Usus


dan elektrolit elektrolit ke rongga usus

Isi Rongga Usus Hipermotilitas Hipomotilitas

Sekresi air & elektrolit Bakteri tumbuh SS

DIARE MK: < Pengetahuan

Dehidrasi Kerusakan mukosa usus Defekasi sering Output >>


Obsorbsi ber <
Dehidrasi Iritasi Kulit
MK: Nyeri
MK: Gg. Nutrisi
Tubuh kehilangan
cairan & elektrolit MK: Resti 99 integritas kulit
Kehil Na, K, H CO3
Pe vol cairan
ekstra sel Asidosis Metabolik

Pernafasan Kusmaul Pembagian darah tidak merata


Pe cairan
intertitiil
Pelepasan Aldosteron Gg. Sirkulasi

Tugor kulit
Reabsorbsi Na dalam Ginjal Perfusi jaringan <

MK: Defisit vol. cairan Produksi Urine Hipoksia, Sianosis, akral dingin
& elektrolit Gelisal, TD
Gagal Ginjal
MK: Shock hipovolemik
Sumber : Suriadi & Yuliani R ( 2001 ). Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1 ,
Jakarta, CV, Sagung Seto
BAB V
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak diare dengan masalah
keperawatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, tindakan keperawatan yang
diberikan tidak hanya berfokus pada pemberian rehidrasi cairan dan elektrolit saja,
melainkan perlu pula diperhatikan monitoring terhadap kepatenan jalur infus, kecepatan
pemberian cairan, vital signs, juga perlu dilakukan pengukuran ulang kadar elektrolit
serum sesudah pemberian cairan parenteral. Dengan demikian adanya tanda-tanda
dehidrasi maupun kelebihan cairan dan elektrolit dapat segera diketahui dan ditangani
lebih awal.

2. SARAN
1. Perlu diaktifkan kembali pengukuran vital signs sesuai protap yang telah ada,
yaitu meliputi suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
2. Perlu adanya kesepakatan di natara perawat jaga tentang pemnatauan tetesan dan
kepatenan jalur infus dan melibatkan keluarga dalam upaya pemantauan ini.
3. Perlu adanya kesepakatan antara perawat dan dokter tentang pemantauan kadar
elektrolit serum pada pasien yang mendapatkan terapi cairan parenteral,
khususnya pasien diare.
DAFTAR PUSTAKA

1. Beth cecyl L, Sowden Linda A ( 2002 ) . Buku Saku Keperawatan Pediatrik,


Jakarta : EGC

2. http://cyberwomen.cbn.net.id/detilasp?kategori=Mother&newsno=859

3. Markum,A.H.(1991). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I, Jakarta FKUI

4. Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC

5. PMPD ( 1999). Buku Ajar Diare, Jakarta, Depkes R

6. PT Otsuka ( 1998 ). Dasar Terapi Cairan dan Nutrisi, Jakarta

7. Suriadi & Yuliani R ( 2001 ). Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1 , Jakarta,
CV, Sagung Seto

8. Staf Pengajar IKA (2000), Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, FKUI

9. Whaley’s and Wong (2001) Clinical manual of pediatric Nursing Edisi 4, USA
Mosby

Anda mungkin juga menyukai