Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gastroenteritis yang biasanya dikenal masyarakat dengan diare, merupakan
penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak lama. Penyakit diare ini masih
merupakan masalah kesehatan dinegara berkembang seperti di Indonesia dengan
morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi. Berdasarkan data dan informasi profil
kesehatan Indonesia tahun 2014 angka kejadian diare di Indonesia sebanyak 8.713.537
dan 2.55%atau sekitar 222.561 kasus tidak dapat ditangani. Di Jawa Tengah angka
kejadian diare sebanyak 701.488 kasus. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan
kasus malaria yaitu sebanyak 44.798 dan TB paru sebanyak 27.183 kasus. Berdasarkan
data yang diperoleh daarai RSUD Kraton Pekaongan selama tahun 2015 angka kesakitan
Gastroenteritis sebanyak 560 kasus dan 21 diantaranya meninggal.
Gastroenteritis ini dapat membawa penderita dalam keadaan kekurangan cairan
atau dehidrasi sehingga mengakibatkan kurang volume cairan dan elektrolit, seperti
yanag kita ketahui 2/3 tubuh manusia terdiri dari air, dan apabila seorang mengaami
dehidrasi sudah pasti berpengaruh terhadap tubuh, mulai dari yang paling ringan seperti
lemah, lesu, peningkatan suhu tubuh, penurunan kesadaran dan yang paling berat dapat
berujung kematian. Dikutip dari Alodokter.com proporsi kematian akibat diare di
Indonesia adalah 3,5% ini membuat diare menduduki peringkat ke 13 dalam penyebab
kematian semua umur. Oleh karena itu, meihat dampak yang dapat timbul dari
gastroentoritis ini maka diperlukan penanganan yang tepat pada pasien gastroentoritis
dengan kurang volume cairan dan elektrolit agar resiko kematian dapat dihindari.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Gastroentoritis?
2. Etiologi Gastroentoritis?
3. Patofisiologi Gastroentoritis?
4. Manifestasi klinis Gastroentoritis?
5. Pemeriksaan penunjang Gastroenteritis?
6. Komplikasi Gastroentoriti?
7. Konsep asuhan keperawatan pada pasien Gastroentoritis.

1
C. Tujuan
Tujuan umum :
1. Dapat mengetahui apa itu gastroentoritis berdasarkan konsep penyakit dari
gastroentoritis.
2. Dapat memahami konsep penyakit gastroentoritis.
Tujuan khusus :
1. Memahami konsep asuhan keperawatan pada penderita Gastroentoritis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Penyakit
A. Pengertian
Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa pada lambung, usus kecil dan
usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan
manifestasi diare, tanpa atau dengan disertai muntah yang berakibat kehilangan cairan
dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit serta
ketidaknyamanan pada abdomen.
Disini, diare merupakan suatu keadaan dengan peningkatan frekuensi, konsistensi
(kekentalan atau kepadatan) feses yang lebih cair, feses dengan kandungan air yang
banyak dan feses bisa disertai dengan darah atau lendir.

B. Etiologi dan Patogenesis


Penyebab gastroenteritis ada 7 diantaranya yaitu :
1. Inveksi Virus (50% - 70%)
Norovirus (Norwak Virus) merupakan penyebab utama gastroenteritis viral
di Amerika Serikat. Cara transmisi melalui fekal - oral, manusia ke manusia serta
air yang terkontaminasi feses norovirus.
Masa inkubasi 12-48 jam dengan gejala awal mual, diare, muntah, nyeri
kepala dan abdomen serta hipertermi (RSW, 2008). Agen virus lainnya yaitu,
Caliciviruses, Rotavirus, Adenovirus, Parvovirus, Astrovirus, Coronavirus,
Pestivirus, dan Torovirus.
2. Inveksi Bakteri (15% - 20%)
Pada kondisi di Indonesia higienis dan sanitasi yang kurang, seperti musim
penghujan, dimana air membawa sampah dan kotoran lainnya, juga pada waktu
kemarau dimana lalat tidak dapat dihindari apalagi disertai tiupan angin yang
cukup besar sehingga penularan lebih mudah terjadi. Persediaan air bersih
berkurang sehingga terpaksa menggunakan air seadanya dan terkadang lupa cuci
tangan sebelum dan sesudah makan sehingga meningkatkan transmisi bakteri.
Transmisi bakteri melalui fekal - oral, manusia ke manusia serta air yang
terkontamuinasi feses dengan bakteri (Diskin, 202008). Agen bakteri meliputi,

3
Escherichia Coli Enterotoksigenik, Escherichia Coli Enteroinvasif, Escherichia
Coli Enteropatogenik, Shigella, Salmonella, Campylobacter Jejuni, Yersinia
Enterocolitica, V. Cholera, Aeromonas, B. Cereus, C. Difficile, Clostridium
Perfringens, Listeria, M. Avium Intracelluler (MAI), Immunocompromised,
Providencia, V. Parahaemolyticus dan V. Vulnificus.
3. Infeksi Parasit (10% - 15%)
Parasit dapat menginfasi saluran gastrointestinal dengan manifestasi yaitu
diare, mual dan muntah. Agen parasit meliputi Giardia, Amebiasis,
Cryptosporidium dan Cyclospora.
4. Toksisitas Makanan
Manifestasi dari toksisitas makanan yaitu diare. Agen toksisitas yaitu dapat
dihasilkan oleh toksin (S. Aureus, B. Cereus) dan postkolonisasi kuman (V.
Cholera, C. Perfringens, Enterotoxigenic, E. Coli, Aeromonasi).
5. Keracunan Kerang dan Binatang dari Laut
Kerang beberapa binatang dari laut dapat menginflamasi gangguan
gastrointestinal. Berikut beberapa kondisi keracunan bahan laut yaitu :
a. Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) : Saxitoxin
b. Neurologi Shellfish Poisoning (NSP) : Brevetoxin
c. Diarrheal Shellfish Poisoning (DSP) : Okadaic Acid
d. Amnesic Shellfish Poisoning (ASP) : Domoic Acid
e. Ciguatera (Ciguatoxin)
f. Scombroid (melakukan konversi histidine menjadi histamin)
6. Obat - Obatan
Manifestasi dari obat - obatan yaitu peningkatan diare. Adapun agen obat
obatan yaitu :
a. Antibiotik, berhubungan dengan perubahan flora normal.
b. Laksatif, magnesium yang ada di dalam antasida
c. Quinidine
d. Koinergik
e. Sorbitol
7. Makanan dan Minuman
Kondisi kekurangan zat gizi seperti kelaparan (perut kosong) dalam waktu
yang cukup lama kemudian diisi dengan makanan dan minuman dalam jumlah
yang banyak pada waktu yang bersamaan terutama makanan yang berlemak, terlalu

4
manis, banyak serat atau dapat juga karena kekurangan zat putih telur akan
meningkatkan respon peradangan pada saluran gastrointestinal.

C. Patofisiologi
Secara umum kondisi peradangan pada gastrointestinal disebabkan oleh infeksi
dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau
memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan dan
atau menurunkan absorpsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi
dan elektrolit.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare (Diskin, 2008), meliputi hal - hal
sebagai berikut.
1. Gangguan Osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau zat
yang sukar diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus sehingga terjadi pergeseran rongga air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Respons Inflamasi Mukosa, pada seluruh prmukaan intestinal akibat produksi
enterotoksindari agen infeksi memberikan respons peningkatan aktivitas sekresi air
dan elektrolit oleh dinding usus kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan Motilitas Usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare,
sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul
berlebian yanag selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Usus halus menjadi bagian absorpsi utama dan usus besar melakukan absorpsi air
yang akan membuat solid dari komponen feses, dengan adanya gangguan dari
gastroenteritis akan menyebabkan absorpsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus serta
absorpsi air menjadi terganggu.

Selain itu diare juga dapat terjadi akibat masuknya organisme hidup ke dalam
usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang seanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi

5
toksin berupa enterotoksin yang diproduksi ole bakteri (E.Coli dan Vibrio cholera) akan
memberikan efek langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air dalam lumen
gastrointestinal. Beberapa bakteri bisa memproduksi sitotoksin (Shigella dysenteriae,
Vibrio para haemolyticus, Clostridium difficile, enterohemorrhagic E. Coli) yang
menghasilkan kerusakan sel - sel mukosa, serta menyebabkan feses bercampur dengan
darah dan lendir bekas sisa sel - sel yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan
beberapa mikroba seperti Shigella, organisme Campylobacter, dan enterovasif E. Coli
yang menyebabkan terjadinya destruksi serta inflamasi (Jones, 2003).

Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit memberikan
manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa dan gangguan sirkulasi yaitu terjadinya
gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena
kehilangan Na-bikarbonat bersama feses. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga
benda kotor tertimbun dalam tubuh dan terjadinya penimbunan asam aktat karena adanya
anoreksia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na
dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler (levine, 2009).

Respons patologis pentingdari gastroenteritis dengan diare berat adalah dehidrasi,


pemahaman perawat sangatlah penting mengenai bagaimana patofisiologi dehidrasi
dapat membantu dalam keseimbangan air yang disebabkan output melebihi intake
sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Meskipun yang hilang adalah cairan tubuh,
tetapi dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena
kekurangan air (water defletion) kekurangan natrium (sodium defletion) serta kekurangan
air dan natrium secara bersama - sama (Prescila, 2009).

Kekurangan air atau dehidrasi primer (water defletion) pada peradangan


gastroenteritis fungsi usus besar dalam melakukan absorpsi cairan terganggu sehingga
masuknya air sangat terbatas. Gejala - gejala khas pada dehidrasi primer adaah haus,
saliva sedikit sekali sehingga mulut kering, oliguria sampai anuri, sangat lemah, serta
timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Pada stadium awal
kekurangan cairan, ion natrium dan klorida ikut menghiang dengan cairan tubuh, tetapi
akhirnya terjadi reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang berlebihan sehingga cairan
ekstrasel mengandung natrium dan klor berlebihan, sehingga terjadi hipertoni. Hal ini
menyebabkan air keuar dari sel sehingga terjadi dehidrasi intrasel, inilah yang

6
menimbulkan rasa haus. Selain itu terjadi perangsangan pada hipofisis yang kemudian
melepaskan hormon antidiuretik sehingga terjadi oliguria.

Dehidrasi sekunder (sodium defletion) pada gastroenteritis dehidrasi sekunder


merupakan dehidrasi yang terjadi karena tubuh kehilangan cairan tubuh yang
mengandung elektrolit. Kekurangan natrium sering terjadi akibat keluarnya cairan
melalui saluran pencernaan pada keadaan muntah muntah dan diare yang hebat. Akibat
dari kekurangan natrium terjadi hipotoni ekstrasel sehingga tekanan osmotik menurun.
Hal ini menghambat dikeluarkannya hormon antidiuretik sehingga ginjal mengeluarkan
air agar tercapai konsentrasi cairan ekstrasel yang normal. Akibatnya volume pasma dan
cairan interstinal menurun. Selain itu, karena terdapat hipotoni ekstrasel air akan masuk
ke dalam sel. Gejala - gejala dehidrasi sekunder adalah nausea, muntah - muntah, sakit
kepala serta perasaan lesu dan lelah. Akibat turunnya volume darah, maka curah jantung
pun menurun, kemudian menyebabkan terjadinya penimbunan nitrogen yang akan
meningkatkan risiko gangguan keseimbangan asam basa dan hemokonsentrasi.

Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan renjatan (syok) hipovolemik.


Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisiensi sirkulasi akibat disparitas
(ketidakseimbangan) antara volume darah dan ruang vaskular. Faktor yang menyebabkan
ketidakseimbangan ini adalah bertambahnya kapasitas ruang susunan vaskular dan
berkurangnya volume darah. Syok dibagi dalam syok primer dan syok sekunder. Pada
syok primer terjadi defisiensi sirkulasi akibat ruang vaskular membesar karena
vasodilitasi. Ruang vaskular yang membesar mengakibatkan darah seolah - olah ditarik
dari sirkulasi umum dan segera masuk kedalam kapiler dan venula alat - alat dalam
(visera). Pada syok sekunder terjadi gangguan keseimbangan cairan yang menyebabkan
sirkulasi defisiensi perifer disertai jumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang
kurang, serta hemokonsentrasi dan funsi ginjal yang terganggu. Sirkulasi yang kurang
tidak langsung terjadi setelah adanya kena serangan/ kerusakan, tetapi baru beberapa
waktu sesudahnya oleh karena itu disebut dengan syok sekunder atau delayed shock.
Gejala - gejalanya adalah rasa lesu dan emas, kulit yang basah, kolaps vena terutama
vena - vena superfisial, pernafasan dangkal, nadi dan lemah, tekanan darah yang rendah,
oliguria, dan terkadang disertai muntah. Faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas
pada gastroenteritis adalah karena volume darah berkurang akibat permeabilitas yang
bertambah secara menyeluruh. Hal ini membuat cairan keluar dari pembuluh – pembuluh

7
dan kemudian masuk kedalam jaringan sehingga terjadi pengentalan (hemokonsentrasi)
darah (Veady, 2007).

D. Manifestasi Klinis
1. Konsistensi feses cair (diare) dan frekuensi defekasi meningkat.
2. Muntah (umumnya tidak lama)
3. Demam (mungkin ada atau tidak)
4. Kram abdomen, tenesmus
5. Membran mukosa kering
6. Fontanell cekung (bayi)
7. Berat badan turun
8. Malaise
9. Regurgitasi ( keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba ).
10. Badan terasa lemah
11. Tidak selera makan

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gastroenteritis ditujukan untuk mengetahui
organisme kausal, dan menyingkirkan diagnosis banding. Dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium darah, feses, maupun CT scan apabila diperlukan.

1. Pemeriksaan Laboratorium Darah


Pada pemeriksaan darah, dapat diperiksa kadar elektrolit karena dapat terjadi
hipernatremia maupun hiponatermia pada keadaan dehidrasi, terutama pada bayi dan
anak. Pemeriksaan kadar gula darah juga dapat dilakukan karena dehidrasi pada bayi
dan anak meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia. Selain itu, hipoalbuminemia
dapat terjadi pada infeksi Pseudomembranous colitis.
Pada keadaan yang berat, dapat terjadi asidosis metabolik, sehingga analisis
gas darah sebaiknya dilakukan pada keadaan ini. Seorang dikatakan mengalami
asidosis metabolik jika serum bikarbonat ≤16 mmol/L dan pada kapnografi
didapatkan end-Tidal CO2 ≤31 mmHg. [5,18] Apabila dehidrasi sangat berat, dapat
terjadi gagal ginjal akut, sehingga fungsi ginjal sebaiknya diperiksa, yaitu
menggunakan pengukuran kadar serum ureum dan kreatinin. [19]

8
2. Pemeriksaan Laboratorium Feses
Pemeriksaan sampel feses cukup andal dalam menentukan etiologi yang
definitif. Pada infeksi Entamoeba histolytica dapat ditemukan tropozoit dan sel-sel
darah merah. Pada infeksi Clostridium difficile dapat ditemukan leukosit fekal
>5/lapang pandangan, dan tampak basil gram positif dengan spora-spora oval
subterminal. Pada Pseudomembranous colitis bisa ditemukan fekal lekosit. [5]

Sumber: Holdeman, PHIL CDC, 1965.


Gambar: Gambaran mikroskopis pewarnaan Gram bakteri Clostridium difficile.

9
Kultur Clostridium difficile. Sumber: J Gathany, M Dankel, PHIL CDC, 2014.

3. CT Scan
CT Scan pada gastroenteritis jarang diperlukan. CT scan dapat dilakukan
pada kasus dimana nyeri abdomen sangat berat, dan dicurigai adanya perforasi,
obstruksi usus, ataupun megakolon toksik. CT scan abdomen pada pasien dengan
gastroenteritis akan menunjukkan penebalan dinding usus yang abnormal yaitu >
3mm dan pertumbuhan lapisan mukosa.

F. Komplikasi
1. Dehidrasi berat, ketidakseimbangan elektrolit
2. Syok hipovolemik yang terdekompensasi (hipotensi, asidosis metabolik, perfusi
sistemik buruk)
3. Kejang demam
4. Bakteremia
5. Maldutrisi
6. Hipoglikemia
7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian pasien gastroenteritis terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pengkajian diagnostik. Keluhan yang utama yang lazim didapatkan adalah
diare dengan peningkatan frekuensi dan feses menjadi cair.

Pengkajian pada pasien Gastroenteritis


Masalah
Keperawatan
Keluhan Pengkajian
yang
Berhubungan

10
Diare P (Provoking, Presipitasi) Ketidakseimbangan
1. Faktor apa saja yang diketahui pasien atau keuarga cairan dan
yang memungkinkan menjadi penyebab terjadinya elektrolit
diare.
Q (Kualitas, Kuantitas)
1. Berapa kali pasien BAB sebelum mendapat
intervensi kesehatan.
2. Bagaimana bentuk feses BAB? Apakah encer,
cair, bercampur lendir, dan darah?
3. Apakah disertai adanya gangguan gastrointestinal
(mual, nyeri abdomen, muntah, anoreksia)?
T (Waktu, Onset)
1. Berapa lama keluhan awal mulai terjadi? Apakah
bersifat akut atau mendadak? Durasi dan
kecepatan gejala awal mulai terjadi diare menjadi
pengkajian penting dalam memberikan intervensi
langsung penanganan rehidrasi. Intervensi yang
akan dilakukan pada diare yang lebih dari satu
bulan akan berbeda dengan diare yang terjadi
kurang dari satu minggu.
Muntah Pengkajian adanya keluhan muntah pada pasien akan Ketidakseimbangan
menentukan intervensi selanjutnya. Muntah merupakan cairan dan elektroit
gejala gastroenteritis dengan keterlibatan bagian
proksimal intestinal respons dari inflamasi khususnya dari
neurotoksin yang diproduksi oleh agen infeksi.
Demam Peningkatan suhu tubuh secara umum merupakan respons Hipertermi
sistemik dari invasi agen infeksi penyebab gastroenteritis.
Penurunan volume cairan tubuh yang terjadi secara akut
juga merangsang hipotalamus dalam meningkatkan suhu
tubuh. Keluhan demam sering didapatkan pada pasien
gastroenteritis.

11
Nyeri Keluhan nyeri pada abdomen dapat dikaji dengan Nyeri
Abdomen pendekatan PQRST
P Keluhan nyeri dicetuskan akibat perasaan mules,
sering mual atau muntah dan keinginan untuk
melakukan BAB. Hal ini terjadi sekunder dari iritasi
lokal serabut saraf intestinal akibat respons inflamasi.
Pada beberapa pasien gastroenteritis, ditemukan
keluhan tidak adanya nyeri tetapi kondisi kualitas dan
kuantitas diare sangat tinggi, keadaan ini justru lebih
berbahaya untuk mengalami terjadinya dehidrasi berat.
Q Keluhan nyeri sulit digambarkan oleh pasien
khususnya pada pasien anak - anak. Ketidaknyamanan
abdomen bisa bersifat kolik akut atau perut seperti
dikocok - kocok akibat mules. Beberapa pasien
menyatakan bahwa nyeri dapat berkurang setelah
melakukan BAB atau sudah muntah.
R Keluhan nyeri berlokasi pada seluruh abdomen dengan
tidak ada pengiriman respons nyeri ke orang lain.
S Skala nyeri pada pasien gastroenteritis bervariasi pada
rentan 1-4 (nyeri ringan sampai nyeri tak tertahankan).
Perbedaan skala nyeri ini dipengaruhi oleh faktor
kecepatan onset, bila diare bersifat akut disertai mules
dan muntah skala nyeri bisa pada tingkat tidak
tertahankan.
T Tidak ada waktu spesifik untuk muncunya keluhan
nyeri. Nyeri pada gastroenteritis biasanya berhubungan
dengan adanya mules dan keinginan untuk BAB yang
tinggi.

Kondisi Stres Keluhan perubahan kondisi feses bervariasi pada pasien Ketidakseimbangan
gastroenteritis. Keluhan yang lazim adalah konsistensi cairan dan
feses yang encer, sedangkan beberapa pasien lain elektrolit
mengeluh feses dengan lendir dan darah. Keluhan
perubahan feses ini harus diperhatikan perawat sebagai
materi untuk mengklarifikasi pemeriksaan feses pada saat
melakukan pemeriksaan fisik.

12
Keluhan Riwayat penyakit ekstraintestinal diperlukan, karena pada Ketidakseimbangan
ekstraintestinal beberapa kondisi klinik respons diare dan muntah bisa cairan dan
terjadi oleh berbagai penyakit di luar gastrointestinal. elektrolit
1. Diare dan muntah dapat disebabkan oleh kondisi
penyakit atau efek dari obat obatan. Beberapa
pasien pascaterapi kanker (kemoterapi, radioterapi,
pembedahan), alergi obat dan makanan, gangguan
endokrin merupakan faktor penting yang bisa
meningkatkan risiko diare dan muntah.
2. Penyakit malaria, irirasi gastrointestinal, obstruksi
gastrointestinal tidak komplet, penyakit inflamasi,
penyakit nutrisi, kanker dan sindrom malabsorpsi
dapat memberikan respons diare.
3. Obat obatan seperti kuinidin, antimikroba dan
magnesium yang terdapat dalam antasida dapat
meningkatkan frekuensi diare (DuPont, 1997)
Keluhan gejala Perawat mengkaji adanya gejala dehidrasi dengan Ketidakseimbangan
dehidrasi mengkaji adanya keluhan ortotasis (pusing, tidak bisa cairan dan
duduk, atau ingin jatuh apabila berdiri), pusing apabila elektrolit
melihat cahaya, kapan urin terakhir dilakukan dan
seberapa banyak yang diketahui pasien, dan yang paling Risiko syok
penting mengkaji tingkat kesadaran dengan menanyakan hipovolemik
kemampuan orientasi (tempat, waktu dan orang)
khususnya apabila pasien yang dikaji adalah orang tua
karena status dehidrasi bisa lebih berat daripada orang
muda.

13
Pengkajian Berbagai pertanyaan dilakukan perawat dalam mengkaji Pemenuhan
faktor faktor epidemiologi dan disesuaikan dengan tingkat informasi
epidemiologi toleransi dan usia individu. Pengkajian riwayat penyebab
yang memungkinkan terjadinya diare atau muntah dan
faktor yang berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit, seperti :
1. Apa jenis air yang keluarga gunakan dalam
keperluan minum dan memasak? Pada beberapa
keluarga terutama didaerah terpencil pasokan air
utama bisa dari sungai atau sumur dan bukan dari
air PAM. Kondisi ini secara epidemiologis
meningkatkan transmisi agen infeksi ke saluran
cerna.
2. Bagaimana pola dalam membuang BAB? Apakah
menggunakan WC disungai?
3. Apakah pasien melakukan perjalan jauh untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan?
4. Apakah ada sumber yang berhubungan dengan
penggunaan antibiotik, asupan makanan yang
bersumber dari laut?
5. Apakah ada orang lain atau keluarga yang juga
mengalami kondisi yang sama dan pasien
mengalami kontak atau transmisi penyakit secara
fekal - oral dengan individu tersebut.
6. Apabila pasien mengalami diare muntah pada
musim kemarau, maka tanyakan dimana pasien
tinggal karena pada kondisi lingkungan
masyarakat di Indonesia terutama pada masyarakat
miskin dengan kondisi sanitasi dan higienis yang
buruk akan meningkatkan risiko gastroenteritis.

Pemeriksaan Fisik Pada Pasien Gastroenteritis


Masalah
Keperawatan
Pemeriksaan Manifestasi Klinik
Yang
berhubungan
Survei umum Pengkajian yang didapat akan berhubungan dengan Aktual/risiko
dan tingkat kndisi status hidrasi dan usia individu. Apabila status penurunan perfusi
kesadaran hidrasi menurun, pasien terlihat sangat lemas, dan pada serebral
kondisi lanjut (apatis, somnolen, sopora komatus)
sebagai respons dari hopovolemik.

14
TTV Perubahan tanda - tanda vital seperti nadi dan respirasi Risiko syok
cepat, tekanan darah turun, serta denyut jantungcepat. hipovolemik
B1 (Breathing) Sistem pernafasan akan mengalami perubahan apabila Aktual/risiko
sistem terjadi perubahan akut teradap kondisi elektrolit. Bila ketidakefektifan
pernafasan terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat dan pola nafas
pernafasan cepat dan dalam (kusmaul)
B2 (Blood) Respons akut akibat kehilangan cairan tubuh akan Aktual/risiko syok
sistem memengaruhi volume darah. Akibat turunnya volume hipovolemik
kardiovaskular darah, maka curah jantung pun menurun sehingga
dan hematologi tekanan darah, denyut nadi cepat dan lemah, serta pasien
mempunyai risiko timbulnya tanda dan gejala syok.
B3 (Brain) Pada pasien dengan dehidrasi berat akan menyebabkan Aktual/risiko
kepala, neuro penurunan perfusi serebral dengan manifestasi sakit penurunan perfusi
sensori, dan kepala, perasaan lesu, gangguan mental seperti halusinasi serebral
sistem saraf dan delirium.
pusat.
B4 (Bladder) Pada kondisi dehidrasi berat akan didapatkan penurunan Risiko gagal ginjal
sistem urine output. Swemakin berat kondisi dehidrasi, maka akut
genitourinaruis akan didapatkan kondisi oliguria sampai anuria dan
pasien mempunyai risiko untuk mengalami gagal ginjal
akut.
B5 (Bowel) Pemeriksaan sistem gastrointestinal yang didapatkan Ketidakseimbangan
sistem behunguan dengan berbagai faktor, seperti penyebab, cairan dan
gastrointestinal onset, kondisi hidrasi, dan tingkat toleransi individu elektrolit
( usia, malnutrisi, penyakit kronis dan penurunan
imunitas). Secara lazim pada pemeriksaan Ketidakseimbangan
gastrointestinal akan didapatkan: nutrisi kurang dari
1. Inspeksi : pada pasien dehidrasi berat akan kebutuhan
terlihat lemas, sering BAB; pada anak diare akut
mungkin didapatkan kembung, distensi abdomen. Pemenuhan
2. Auskultasi : didapatkan peningkatan bising usus informasi
lebih dari 25 kali/menit yang berhubungan
dengan peningkatan motilitas usus dari
peradangan pada saluran gastrointestinal.
3. Perkusi : didapatkan suara timpani abdomen yang
mengalami kembung.
4. Palpasi : apakah didapatkan supel (elastisitas
dinding abdomen optimal) dan apakah
didapatkan adanya nyeri tekan (tenderness) pada
area abdomen.

Pemeriksaan anus dan sekitarnya lecet karena seringnya


BAB dab feses menjadi lebih asam akibat banyaknya

15
asam laktat.
Pada pemeriksaan feses, didapatkan feses:
1. Konsistensi cair berhubungan dengan kondisi
lazim gastroenteritis.
2. Feses bercampur lendir dan darah yang
berhubungan dengan ulserasi kolon.
3. Feses seperti air tajin (air beras) pada pasien
kolera.
4. Feses berwarna menjadi gelap dan kehijau -
hijauan berhubungan dengan kondisi malabsorpsi
atau bercampur garam empedu.
B6 (Bone) Respons dehidrasi dab penurunan volume cairan tubuh
sistem akut akan menyebabkan kelemahan fisik umum. Pada
muskuloskeletal kondisi diare kronis dengan deplesi nutrisi dan elektrolit
dan integumen akan didapatkan kram otot ektremitas.
Pada kondisi lanjut akan didapatkan tanda dan gejala
dehidrasi, meliputi :
1. Turgor kulit menurun < 3 detik.
2. Pada anak - anak ubun - ubun dan mata cekung,
membran mukosa kering, dan disertai penurunan
berat badan akut.
3. Keringat dingin.
4. Diaforsis.

Pemeriksaan fisik didapatkan sesuai dengan kondisi patologis akibat respons


inflamasi dan dehidrasi akibat gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pemeriksaan fisik disesuaikan dengan usia pasien, apabila pada kasus pediatrik maka
pendekatan yang dilakukan adalah dengan head to toe, sedangkan pada konsep
keperawatan medikal bedah maka pendekatan yang digunakan sebaiknya adalah
modifikasi per sistem (B1 - B6). Pemeriksaan fisik dengan pendekatan modifikasi per
sistem dari pasien gastrointestinal dengan masalah keperawatan yang berhubungan.
Pemeriksaan lain yang penting adalah pemeriksaan kolaboratif untuk menentukan
status dehidrasi. Pemeriksaan status dehidrasi esensialnya merupakan pemeriksaan medis
untuk menentukan kebutuhan pengganti cairan dalam pemenuhan hidrasi, tetapi pada
kondisi klinik perawat yang dapat melakukan perhitungan skor dapat melakukan peran
kolaboratif dalam menentukan jumlah cairan yang akan diberikan.
Walaupun terdapat berbagai metode yang digunakan dalam menentukan tingkat
kebutuhan pemenuhan hidrasi, tetapi penilaian menurut Margon-Walten (1999) dapat
memudahkan perawat dalam menentukan jumlah pengganti cairan dan sering digunakan

16
pada kondisi klinik di Indonesia. Penilaian dengan menggunakan rumus Margon-Walten
yaitu dengan menggunakan parameter BJ Plasma.

Rumus BJ Plasma (Margon Walten, 1999)


𝐵𝐽 𝑃𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 − 1,025
𝑥 𝐵𝐵 (𝑘𝑔) 𝑥 4 𝑚𝑙
0,001

Contoh : Pria BB 40 kg dengan BJ Plasma pada saat itu 1,030, maka kebutuhan cairan
untuk rehidrasi inisial :

1,030 − 1,025
𝑥 40 𝑥 4 𝑚𝑙 = 800 𝑚𝑙
0,001

Metode lain yang sering digunakan adalah sistem skor dehidrasi dari Maurice
King (1974). Parameter pengukuran dari Maurice King adalah dari manifestasi klinik
yang muncul adalah sebagai berikut :

Metode Sistem Skor Dehidrasi Dari Maurice King (1974)

Skor 0 1 2
Keadaan umum Normal Gelisah, cengeng, mengantuk, apatis Delirium, koma, gejala syok
Elastisitas kulit Normal Sedikit kering Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun - ubun Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan sianosis
Denyut nadi Normal Sedang (120-140) Lemah > 140
Skor :
0-2 : dehidrasi ringan
3-6 : dehidrasi sedang
7-12 : dehidrasi berat

Pengkajian Diagnostik
Pengkajian diagnostik terdiri atas pemriksaan laboratorium, meliputi hal - hal berikut.
1. Pemeriksaan dara rutin untuk mendeteksi kadar BJ Plasma dan mendeteksi adanya
kelainan pada peningkatan kadar leukosit.
2. Pemeriksaan analisis gas darah, untuk mengidentifikasi gangguan keseimbangan
asam basa dalam darah.

17
3. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalsium, kalium dan fosfat.
4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
5. Pemeriksaan feses, untuk mengetahui agen penyebab.
6. Pemeriksaan enzim, untuk menilai keterlibatan rotavirus dengan ELISA (Enzym-
linked Immunosorbent Assay) (Levine, 2009).

Pemeriksaan endoskopik walaupun jarang dilakukan, dengan sigmoidoskopi


dapat mendeteksi penyakit kolitis pseudomemvran (Vardy, 2007).
Pengkajian penatalaksanaan medis adalah sebagai berikut :
1. Rehidrasi
2. Terapi farmakologis
3. Kausal, pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun noninfeksi. Pada diare
dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Aktaul/risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare
ditandai dengan, kehilangan cairan pada gastrointestinal, gangguan absorpsi usus
besar, pengeuaran elektrolit dari muntah.
2. Aktual/risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume
ditandai dengan efek sekunder kehilangan cairan dari gastrointestinal.
3. Aktual/risiko gangguan pola napas berhubungan dengan penurunan pH pada cairan
serebrospinal ditandai dengan penekanan pacu pernapasan, pernapasan kussmaul.
4. Aktual/risiko penurunan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan pH pada
cairan serebrospinal sekunder dari asidosis metabolik.
5. Aktual/risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat.
6. Nyeri berhubungan dengan iritasi saluran gastrointestinal.
7. Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik dari inflamasi gastrointestinal.
8. Risiko kerusakan integritas jaringan anus berhubungan dengan pasase feses yang
encer dengan asam tinggi dan mengiritasi mukosa anus.
9. Pemenuhan informasi berhubungan dengan ketidakadekuatan informasi
penatalaksanaan perawatan dan pengobatan rencana perawatan rumah.
10. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit misinterpretasi informasi.

18
C. Intervensi Keperawatan
Actual/risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare,
kehilangan cairan dari gastrointestinal, gangguan absorpsi usus besar, pengeluaran
elektrolit dari muntah.
Tujuan :Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria evaluasi :
1. Pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, kesadaran optimal.
2. Membrane mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT 3 detik.
3. Keluhan diare, mual da nmuntah berkurang.
4. Laboratorium : nilai elektrolit normal, analisis gas darah normal.
Intervensi Rasional
Intervensi pemenuhan cairan :
1. Identifikasi faktor penyebab, Parameter dalam menentukan intervensi
awitan (onset, spesifikasi usia dan kedaruratan. Adanya riwayat keracunan dan
adanya riwayat penyakit lain). usia anak atau lanjut usia memberikan
tingkat keparahan dari kondisi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Kolaborasi skor dehidrasi. Menentukan jumlah cairan yang akan di


berikan sesuai dengan derajat dehidrasi dari
individu.

3. Lakukan rehidrasi oral: Pemberiancairan oral dapat diberikan


apabila tingkat toleransi pasien masih baik.

1. Bericairansecara oral. WHO memberikan rekomendasi tentang


cairan oral yang berisikan 90 mEq/L Na+,
20 mEq/L K+, 80 mEq/L Cl-, 20 g/L
glukosa ,osmolaritas 310; CHO:Na = 1,2:1;
diberikan 250 mL setiap 15 menit sampai
keseimbangan cairan terpenuhi dengan
tandak linik yang optimal atau pemberian
11/2 liter air pada setiap 1 liter feses
(Diskin, 2009).

2. Jelaskan tentang hidrasi oral. Penting perawat disampaikan pada pasien


dan keluarga bahwa rehidrasi oral tidak
menurunkan durasi dan volume diare.

3. Berikan cairan oral. Pemberian cairan oral sedikit demi sedikit


untuk mencegah terjadinya respons muntah
apabila diberikan secara simultan.

1. Lakukan pemasangan IVFD Apabila kondisi diare dan muntah berlanjut,


(intravenous fluid drops). maka lakukan pemasangan IVFD.
Pemberian cairan intravena disesuaikan
dengan derajat dehidrasi.
Pemberian 1-2 L cairan Ringer Laktat
secara tetesan cepat sebagai kompensasi

19
awal hidrasi cairan diberikan untuk
mencegah syok hipovolemik (lihat
intervensi kedaruratan syok hipovolemik).

2. Dokumentasi secara akurat Sebagai evaluasi penting dari intervensi


mengenai intake dan output cairan. hidrasi dan mencegah terjadinya hidrasi.

3. Bantu pasien apabila muntah. Aspirasi muntah dapat terjadi terutama


pada usia lanjut dengan perubahan
kesadaran. Perawat mendekatkan tempat
muntah dan memberikan masase ringan
pada pundak untuk membantu menurunkan
respons nyeri dari muntah.
Intervensi pada penurunan kadar elektrolit:
1. Evaluasi kadar elektrolit serum. Untuk mendeteksi adanya kondisi
hiponatremi dan hipokalemi sekunder dari
hilangnya elektrolit dari plasma.

2. Dokumentasikan perubahan klinik Perubahan klinik seperti penurunan urin


dan laporan dengan tim medis. output secara akut perlu diberitahukan
kepada tim medis. Untuk mendapatkan
intervensi selanjutnya dan menurunkan
risiko terjadinya asidosis metabolik.

3. Anjurkan pasien untuk minum dan Pemberian cairan dan makanan tinggi
makan makanan yang banyak natrium dilakukan sesuai dengan tingkat
mengandung natrium seperti susu, toleransi. Kekurangan natrium
telur, daging dan sebagainya menyebabkan gejala serius yang perlu
pemberian intravenus segera, selain itu
pasien juga dianjurkan untuk intake natrium
peroral dan hindari pembatasan garam.

4. Monitor khusus Individu lansia dapat dengan cepat


ketidakseimbangan elektrolit pada mengalami dehidrasi dan menderita kadar
lansia. kalium rendah (hipokalemia) sebagai
akibaat diare. Individu lansia yang
menggunakan digitalis harus waspada
terhadap cepatnya dehidrasi dan
hipokalemia pada diare. Individu juga
diinstruksikan untuk mengenali tanda-tanda
hipokalemia karena kadar kalium rendah
memperberat kerja digitalis yang dapat
menimbulkan toksisitas digitalis.
Kolaborasi dengan tim medis: terapi
farmakologis. Antimikroba diberikan sesuai dengan
1. Antimikroba. pemeriksaan feses agar pemberian
antimikroba dapat rasional diberikan dan
mencegah terjadinya resistensi obat.

2. Antiemetik. Agen ini diberikan untuk mengontrol

20
respons muntah. Agen ini berhubungan
dengan ekstrapiramidal dan memengaruhi,
serta menekan respons muntah (king,
2003). Contoh antiemetik seperti
metoklorpamide dan prochlorperazine yang
bersifat antikolinergik.

3. Antidiare/antimotilitas Agen ini digunakan untuk menurunkan


frekuensi diare. Salah satu obat yang lazim
diberikan adalah Loperamide (Imodium).

Aktual/risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penururnan volume


darah, efek sekunder kehilangan cairan dari gastrointestinal.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria evaluasi :
1. Tidak terdapat tanda tanda syok : pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam
batas normal, kesadaran optimal, urine > 600 ml/hari.
2. Membran mukosa lembab, turgorkulit normal, CRT >3 detik.
3. Laboratorium : nilai elektrolit norma, nilai hematoktrit dan protein serum
meningkat, BUN/kreatinin menurun.

Intervensi Rasional
Intervensi kedaruratan pemenuhan
cairan:
Parameter penting dalam menentukan
1. Identivikasi adanya tanda tanda intervensi sesuai dengan kondisi klinik
syok dan status dehidrasi. individu. Pada pasien dengan perubahan
akut TTV dan dehidrasi berat maka
pemulihan hidrasi menjadi parameter
utama dalam melakukan tindakan.
2. Kolaborasi skor dehidrasi Pasien yang mengaami dehidrasi berat
ditandai dengan skor dehidrasi 7-12 dan
mempunyai risiko tinggi terjadinya syok
hipovolemik.
3. Lakukan pemasangan IVFD Pemasangan IVFD secara dua jalur harus
dapat dilakukan untuk mencegah syok
yang bersifat ireversibel. Pada saat
melakukan pemasangan IVFD dengan
kondisi koleps dilakukan keterampilan dan
pemahaman struktur anatoamis vena
karena pada kondisi klinik sangat sulit
dilakukan oleh perawat pemula.
Perawat dapat menggunakan manset
tekanan darah untuk membendung darah
agar dapat mengisi vena sehingga
memudahkan dalam melakukan fungsi
vena.

21
1. Lakukan pemasangan dan pemberian Pemasangan infus intraoseus sudah
infus secara intraoseus. dilakukan pada manusia sejak tahun 1934
dan populer dilakukan pada tahun 1940.
Intervensi hanya bersifat sementara sebagai
bagian resusitasi vaskuler apabila akses
vena tidak bisa dilakukan setelah
melakukan penusukan pada 3 tempat dan
dalam waktu 90 detik (Vreede, 2000).
Kontraindikasi pemasangan ini bila pasien
mangalami fraktur femur pada sisi
ipsilateral, fraktur tibia proksimal, dan
osteomielitis tibia (Woodall, 1992).
Pada kasus diare yang lebih berat dimana
pemasangan pada vena tidak bisa
dilakukan lagi karena syok sirkulasi tidak
bisa menghadirkan akses vena, perawat
harus melakukan pemasangan infus secara
intraoseus (dalam tulang). Intervensi
pemasangan infus intaoseus lebih mudah
dilakukan dibanding intervensi vena seksi
yang termasuk intervensi medik.
Tidak seperti pemberian cairan intravena,
akses intraoseus pada pemberian cairan
hanya dilakukan dalam kondisi gawat
darurat dengan kondisi syok yang nyata
dan perawat tidak bisa lagi melakukan
pemasangan infus secara intravena.
Cara pemasangan dan pemberian infus
secara intraoseus adalah sebagai berikut.
1. Persiapan set infus.
Seluruh set infus disiapkan seperti
biasa, tetapi dengan menggunakan
jarum dengan diameter besar (biasanya
terdapat dalam set transfusi).
2. Letakkan infus minimal 30 cm diatas
area fungsi.
3. Pasang manset tekanan darah pada
flabot infus dan buat tekanan 200
mmHg dan tahan agar kekuatan fiksasi
dari dalam flabot infus mempunyai
tekanan yang tinggi untuk mengalirkan
cairan.
4. Lakukan pungsi intraoseus.
Tulang yang paling mudah untuk
dilakukan pungsi adalah tulang tibia
dengan alasan tulang tersebut lebih di
permukaan dan memudahkan untuk
melakukan pungsi.
Desinfeksi bagian proksimal tibia dan
lakukan penusukan dengan jarum

22
besar (jarum transfusi set) dengan
teknik memutar. Parameter masuknya
jarum kedalam intraoseus adalah
terasanya jarum masuk dari bagian
keras kebagian yang ebih lemah.
Setelah yakin jarum sudah masuk
kedalam intraoseus, maka pasang
jarum yang sudah terhubung dengan
set infus bertegangan tinggi.
Periksa kecepatan tetesan infus,
apabila tetesan masih lambat, maka
periksa kepatenan selang infus,
tekanan pada manset apakah kurang
dari 200 mmHg atau pungsi intraoseus
masih belum optimal dan jarum pungsi
harus dimasukkan lebih dalam.
5. Fiksasi jarum dengan plester dan
fiksasi pasien yang gelisah agar tidak
menyebabkan injuri lainnya.
6. Beri cairan Ringer Laktat sebanyak 1
liter dengan tetesan cepat (Loss
Clamp) dan evaluasi kondisi vaskuler.
7. Seteah pemberian cairan 1 liter
terdapat perbaikan sirkulasi ditandai
dengan terdapatnya atau terlihatnya
bendungan vena, maka lakukan pungsi
vena sebagai jalan masukan cairan
secara intravena. Apabila pemasangan
cairan intravena dapat dilakukan
sebanyak 2 jalur, maka pemasangan
intraoseus dilepas. Akan tetapi, apabila
setelah pemberian 1 liter cairan
diberikan secara intraoseus tidak
menunjukkan perbaikan sirkulasi
dengan tidak didapatkannya
bendungan vena, maka pemberian
cairan intraoseus dilanjutkan atau jika
perlu koaborasi untuk dilakukan vena
seksi dengan tim medis.
2. Kolaborasi rehidrasi cairan. Indikasi untuk rehidrasi cairan, meliputi
gastroenteritis dengan muntah berat,
perubahan tingkat kesadaran, dehidrasi
berat, dan pemberian oral yang tidak
kondusif. Pemberian 1-2 liter larutan
dekstrosa 5% dalam 0,5 NaCl disertai 50
mEq NaHCO3 dan 10-20 mEq KCl selama
30-45 menit sangat penting dilakukan pada
dehidrasi berat (Branks, 2005).
Pada pemberian cairan secara cepat, maka
KCL harus diberikan secara oral atau

23
intravena 20 mEq KCl dalam 100 mL
cairan NaCl selama1 jam (DuPont, 1997).
3. Monitor rehidrasi cairan. Rehidrasi cairan harus di perhatikan dan
diberikan sampai didapatkannya perbaikan
status mental dan tanda perfusi jaringan
sudah membaik untuk menghindari
komplikasi trauma pada pasien usia lanjut
dan penyakit gagal jantung kongestif.
4. Dokumentasi dengan akurat tentang Sebagai evaluasi penting dari intervensi
intake dan output cairan. hidrasi dan mencegah terjadinya over
hidrasi.
5. Lakukan monitoring ketat pada Pasien yang mengalami syok hipovolemik
seluruh sistem organ. dari gastroenteritis setelah mendapatkan
resusitasi digawat darurat sebaiknya
mendapatkan perawatan diruang intensif
untuk memudahkan dalam memonitor
seluruh kondisi organ.

Aktual/risiko gangguan pola napas berhubungan dengan penurunan pH pada


cairan serebrospinal, penekanan pacu pernapasan, pernapasan kussmaul.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Kriteria evaluasi :
6. Pasien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20 x/menit.
7. Pemeriksaan gas arteri pH 7,40 ±0,005, HCO3 24 ±2 mEq/L dan Pa CO2 40
mmHg.
Kaji faktor penyebab asidosis metabolik. Mengidentifikasi untuk mengatasi
penyebab dasar dari asidosis metabolik.
Monitor ketat TTV. Perubahan TTV akan memberikan dampak
pada risiko asidosis yang bertambah berat
dan berindikasi pada intervensi ntuk
secepatnya melakukan koreksi asidosis.
Istirahat pasien dengan posisi fowler. Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi
paru optimal. Istirahat akan mengurangi
kerja jantung, meningkatkan tenaga
cadangan jantung dan menurunkan tekanan
darah.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung, mengakibatkan
gangguan perfusi gibjal, retensi
natrium/air, dan penurunan urine output.
Manajemen lingkungan: lingkungan tenang Lingkungan tenang akan menurunkan
dan batasi pengunjung. stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi oksigen ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung
yang berada diruangan.
Kolaborasi
1. Berikan bikarbonat. Jika penyebab masalah adalah masukan

24
klorida, maka pengbatannya adalah
ditujukan pada menghilangkan sumber
klorida.

2. Pantau data laboratorium analisis Tujuan intervensi keperawatan pada


gas dara berkelanjutan. asidosis metabolik adalah meningkatkanpH
sistemik sampaki kebatas yangb aman dan
menaggulangi sebab-sebab asidosis yang
mendasarinya.
Monitoring perubahan dari analisis gas
darah berguna untuk menghindari
komplikasi yang tidak diharapkan.

Aktual/risiko tinggi perubahan perfusi otak berhubungan dengan penurunan pH


pada serebrospinal, efek sekunder dari asidosis metabolik.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria evaluasi :
1. Pasien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual dan kejang.
2. GCS 546, pupil isokor, refleks cahaya (+), TTV normal (nadi 60-100 x/menit,
suhu 36-36,7 0C, pernafasan 16-20 x/menit)
3. Pasien tidak mengalami defisit neurologist seperti; lemas, agitasi, iritabel,
hiperefleksia dan spastisitas dapat terjadi dan akhirnya timbul koma, kejang.

Intervensi Rasional
Monitor tanda-tanda status neurologis Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
dengan GCS. lanjut.
Monitor tanda-tanda vita seperti TD, nadi, Pada keadaan normal autoregulasi
suhu, respirasi, dan hati hati pada mempertahankan keadaan tekanan darah
hipertensi sistolik. sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan menyebabkan
kerusakan vaskuler serebral yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan
sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan
diastolik, sedangkan peningkatan suhu
dapat menggambarkan perjalanan infeksi.

Bantu pasien untuk membatasi muntah dan Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan
batuk. Anjurkan pasien untuk intrakranial dan intraabdomen.
mengeluarkan napas apabila bergerak atau Mengeuarkan napas sewaktu bergerak atau
berbalik ditempat tidur. mengubah posisi dapat mlindungi diri dari
efek valsava.
Anjurkan pasien untuk menghindari batuk Batuk dan mengejan dapat meningkatkan
dan mengejan berlebihan. tekanan intrakranial dan potensial terjadi
terjadi perdarahan ulang.

25
Ciptakan lingkungan yang tenang dan Rangsangan aktivitas yang meningkat
batasi pengunjung. dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenagan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus troke
hemoragik/perdarahan lainnya.
Monitor kalium serum. Hiperkalemi terjadi dengan asidosis,
hipokalemi dapat terjadi pada kebalikan
asidosis dan perpindahan kalium kembali
ke sel.

Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


ketidakadekuatan intake nutrisi, efek sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan
lambung dan intestinal.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang
adekuat.
Kriteria evaluasi :
 Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu,
menunjukkan peningkatan BB.

Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien tentang asupan Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
nutrisi. kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat
meggunakan pendekatan yang sesuai
dengan kondisi individu pasien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan tersebut
perawat dapat lebih terarah dalam
memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien
dan efektif.
Berikan nutrisi oral secepatnya setelah Pemberian nutrisi sejak awa setelah
rehidrasi dilakukan. intervensi rehidrasi dilakukan dengan
memberikan makanan lunak yang
mengandung kompleks karbohidrat seperti
nasi lembek, roti, kentang dan sedikit
daging khususnya ayam(Levine, 2009).
Monitor perkembangan berat badan. Penimbangan berat badan dilakukan
sebagai evaluasi terhadap intervensi yang
diberikan.

Nyeri berhubungan dengan iritasi gastrointestinal, adanya mues dan muntah


Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria evaluasi :
1. Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
2. Skala nyeri 0-1 (0-4).

26
3. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
4. Pasien tidak gelisah.

Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
pereda nyeri nonfarmakologi dan dan nonfarmakologi lainnya telah
noninfasi. menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan:

1. Istirahatkan pasien pada saat nyeri Istirahat secara fisiologis akan menurunkan
muncul. kebutuhan oksigen yang diperlukan
untukmemenuhi kebutuhan metabolisme
basal.

2. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan Meningkatkan asupan oksigen sehingga


dalam pada saat nyeri muncul. akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia spina.

3. Ajarkan teknik distraksi pada saat Distraksi (pengalihan perhatian) dapat


nyeri. menurunkan stimulus internal.

4. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan


lingkungan tenang, batasi stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
pengunjung, dan istirahatkan pengunjung akan membantu meningkatkan
pasien. kondisi oksigen ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung
yang berada di ruangan. Istirahat akan
menurunkan kebutuhan oksigen jaringan
perifer.
Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab- Pengetahuan yang akan dirasakan
sebab nyeri, dan menghubungkan berapa membantu mengurangi nyerinya dan dapat
lama nyeri akan berlangsung. membantu mengembangkan kepatuhan
pasien terhadap rencana terapeutik.

Hipertermi b.d. respons inflamasi sistemik.


Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh.
Kriteria evaluasi :
 Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan, pasien
mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien dan keuarga Sebagai data dasar untuk memberikan
tentang cara menurunkan suhu tubuh. intervensi selanjutnya.
Lakukan tirah baring pada fase akut. Penurunan aktivitas akan menurunkan laju
metabolisme yang tinggi pada fase akut,
dengan demikian membantu menurunkan
suhu tubuh.

27
Atur lingkungan yang kondusif. Kondisi ruang kamar yang tidak panas,
tidak bising dan sedikit pengunjung
memberikan efektivitas terhadap proses
penyembuhan. Pada suhu ruangan kamar
yang tidak pans, maka akan terjadi
perpindahan suhu tubuh dari tubuh pasien
ke ruangan. Proses pengeluaran ini disebut
dengan radiasi dan konveksi. Proses radiasi
merupakan pengeluaran suhu tubuh yang
paling efektif, dimana sekitar 60% suhu
tubuh dapat berpindah melalui proses
radiasi sedangkan konveksi 15%. Perawat
melakukan intervensi penting agar suhu
ruangan kamar jangan secara mendadak
dingin karena memberikan risiko
penurunan suhu tubuh yang begitu cepat
dan berpengaruh terhadap tingkat toleransi
anak.
Beri kompres dengan air dingin (air biasa) Secara konduksi dan konveksi, panas tubuh
pada daerah aksial, lipat paha, dan akan berpindah dari tubuh ke material yang
temporal bila terjadi panas. dingin. Pengeluaran suhu tubuh dengan
cara konduksi berkisar antara 3% dengan
objek dan 15% dengan udara suhu kamar
secara konveksi. Kompres dingin
merupakan teknik penurunan suhu tubuh
dengan meningkatkan efek konduktivitas.
Area yang digunakan adalah tempat di
mana pembuluh darah arteri besar berada
sehingga meningkatkan efektivitas dari
proses konduksi.
Beri dan anjurkan keluarga untuk Pengeluaran suhu tubuh dengan cara
memakaikan pakaian yang dapat menyerap evaporasi berkisar 22% dari pengeluaran
keringat seperti katun. suhu tubuh. Pakaian yang mudah menyerap
keringat sangat efektif meningkatkan efek
dari evaporasi.
Lakukan dan anjurkan keluarga untuk Masasedilakukan untuk meningkatkan
melakukan masase pada ekstremitas. aliran darah ke parifer dan terjadi
vasodilastasi perifer yang akan
meningkatkan efek evaporasi. Penggunaan
cairan penghangat seperti minyak kayu puti
dapat meningkatkan efektivitas intervensi
masase.
Kolaborasi dengan dokter dalam Antipiretik bertujuan untuk memblok
pemberian obat antipiretik. respons panas sehingga suhu tubuh pasien
dapat lebih cepat menurun.

Risiko kerusakan integritas jaringan anus b.d. pasase feses yang encer dengan asam
tinggi dan mengiritasi mukosa anus.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terjadi peningkatan mukosa anus.

28
Karakteristik evaluasi :
 Anus lembab atau tidak kering, bersih, tidak ada tanda inflamasi pada anus.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
cara dan teknik peningkatan kondisi kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat
membran mukosa. menggunakan pendekatan yang sesuai
dengan kondisi individu pasien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan tersebut
perawat dapat lebih terarah dalam
memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien
dan efektif.
Lakukan perawatan kulit. Area perianal mengalami ekskoriasi
akibat feses diare yang mengandung
enzim yang dapat mengiritasi kulit.
Perawat menginstruksikan pasien untuk
mengikuti rutinitas perawatan kulit
seperti: mengelap atau mengeringkan area
setelah defekasi, membersihkan dengan
bola kapas, dan memberikan pelindung
kulit dan barier pelembap sesuai
kebutuhan.
Monitor khusus pada lansia. Kulit lansia sangat sensitif akibat
penurunan turgor dan penurunan lapisan
lemak subkutan sehingga sangat rentan
untuk mengalami risiko kerusakan
integritas jaringan anus.

Kecemasan b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi


Tujuan : secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Karakteristik evaluasi :
1. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya pada perawat.
2. Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan
perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
3. Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
4. Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi Rasional
Monitor respon fisik, kelemahan. Digunakan dalam mengevaluasi
Perubahan tanda vital, gerakan yang derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi,
berulang-ulang, catat kesesuaian respon khususnya ketika melakukan komunikasi
verbal dan nonverbal selama komunikasi. verbal.
Anjurkan pasien dan keluarga untuk Kesempatan diberikan pada pasien untuk
mengungkapkan dan mengekspresikan rasa mengekspresikan rasa takutdan
takutnya. kekhawatiran tentang perasaan malu akibat
kurang kontrol terhadap eliminasi usus.
Ketakutan akan rasa malu ini sering
menjadi masalah utama.
Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan Anggota keluarga dengan responnya pada

29
kesempatan untuk mendiskusikan apa yang terjadi dan kecemasannya dapat
perasaannya/konsentrasinya dan harapan disampaikan kepada perawat.
masa depan.
Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian Meningkatkan distraksi dari pikiran pasien
sesuai dengan kemampuan individu seperti dengan kondisi sakit.
nonton TV.

Pemenuhan informasi b.d. ketidakadekuatan informasi penatalaksanaan


perawatan dan pengobatan, rencana perawatan rumah.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam pasien mampu melaksanakan apa yang telah
diinformasikan.
Karakteristik evaluasi :
1. Pasien mampu mengulangi kembali informasi penting yang diberikan.
2. Pasien terlihat termotivasi terhadap informasi yang dijelaskan.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan pasien untuk mengikuti Kelebihan proses pembelajaran di
pembelajaran (tingkat kecemasan, pengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional
kelelahan umum, pengetahuan pasien dan lingkungan yang kondusif.
sebelumnya, suasana yang tepat).
Jelaskan dan dorong pasien untuk Pasien dibantu untuk mengidentifikasi
menghindari faktor penyebab makanan pengiritasi dan stresor yang
gastroenteritis. mencetuskan episode diare.
Menghilangkan atau mengurangi faktor ini
membantu mengontrol defekasi. Pasien
didorong untuk sensitif terhadap petunjuk
tubuh tentang adanya dorongan untuk
defekasi (kram abdomen, bising usus
hiperaktif). Celana dalam khusus yang
menyerap dan melindung pakaian bila ada
kotoran fekal tak disengaja, akan
membantu.
Pemahaman, toleransi dan sikap yang
rilekas pada pihak perawat sangat penting.
Upaya pasien untuk menggunakan
mekanisme koping harus didukung.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien.

E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut.
1. Melaporkan pola defekasi normal.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan.

30
a. Mengonsumsi cairan peroral dengan adekuat.
b. Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan otot.
c. Menunjukkan membran mukosa lembab dan turgor jaringan normal.
d. Mengalami keseimbangan intake dan output.
e. Mengalami berat jenis urine normal.
3. Mengalami penurunan tingkat ansietas.
4. Mempertahankan integritas kulit.
a. Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defekasi.
b. Menggunbakan pelembab atau salep sebagai barier kulit.
5. Tidak mengalami komplikasi.
a. Elektrolit tetap dalam rentang normal.
b. Tanda vital stabil.
c. Tidak ada disritmia atau perubahan dalam tingkat kesadaran.

31
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Nama : Tn. D
Umur : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Pendidikan : S1 Management
Pekerjaan : Karyawan PT Gajah Tunggal Tbk.
Tanggal Masuk : 6 Februari 2015
Tanggal Pengkajian : 6 Februari 2015
No. Medrek : A15020279
Diagnosa Medis : Gastroenteritis
Alamat : Desa Cikalahang blok II Kecamatan
Dukupuntang - Cirebon

b Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. Y
Umur : 39 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : S1 Akuntansi
Pekerjaan : Pegawai Bank BRI
Hubungan Dengan Klien : Adik Ipar

c. Keluhan Utama
Nyeri pada bagian perut (mules).

d. Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien datang ke Instalasi Gawat Darurat pada hari Jum’at tanggal 6 Februari 2015
pada pukul 14. 50 WIB dengan keluhan nyeri pada bagian perut (mules) dan anus akibat

32
diare. Nyeri dirasakan seperti diperas pada daerah perut dan anus terasa perih dan panas
terutama setelah buang air besar (BAB). Mules dirasakan hilang timbul, biasanya mules
dan nyeri paa anus akan berkurang sekitar 5 menit setelah BAB , dan nyeri dirasakan
kembali bertambah sekitar 20 menit setelah BAB.
Klien mengatakan BAB sudah lebih dari 10x pada hari dilakukan pengkajian (6
Februari 2015) dengan konsistensi cair dan bau khas yang tajam. Klien menceritakan
bahwa diare (BAB terus menerus) dirasakan sejak kemarin malam (5 Februari 2015)
pada pukul 22.00 WIB setelah makan bakso dan gorengan. Klien juga mengeluh demam
(suhu: 38o C) disertai mual dan muntah, dengan skala nyeri 6 yaitu nyeri sedang (skala
nyeri menurut hayward).

e. Riwayat Kesehatan Dahulu


Klien mengatakan pernah mengalami penyakit yang sama, tetapi tidak sampai dirawat di
Rumah Sakit. Klien hanya mengkonsumsi obat warung dan sembuh beberapa jam setelah
minum obat. Klien tidak pernah menderita penyakit yang serius, dan belum pernah
dirawat di Rumah Sakit.

f. Keadaan Kesehatan Keluarga


Menurut keterangan klien, sekitar 6 bulan yang lalu anaknya yang kedua, mengalami
penyakit yang sama dan dirawat di Rumah Sakit Mitra Plumbon selama 4 hari.

g. Data Psikososial
Hubungan klien dengan keluarga baik, selama klien dirawat istrinya selalu menemani
klien, begitupun anak dan adik iparnya yang menemani setelah pulang bekerja atau
sekolah. Hubungan dengan masyarakat juga baik, terlihat beberapa tetangga klien yang
datang menengok klien di rumah sakit pada jam- jam besuk.

h. Data Spiritual
Klien beragama Islam, klien percaya bahwa Allah SWT. tidak pernah tidur dan akan
segera memberi kesembuhan kepada klien. Klien yakin bahwa setiap penyakit pasti ada
obatnya dan Allah akan segera memberikan kesembuhan asalkan mau berusaha dan
berdo’a.

33
i. Aktivitas kehidupan sehari- hari
Kegiatan Di Rumah Di Rumah Sakit
a) Makan
· Frekuensi · 3x/ hari · 3x/ hari
· Jumlah · 1 Porsi habis · ½ porsi tidak habis
· Jenis · Nasi, sayur, lauk · Bubur, sayur, buah
pauk
b) Minum
· Frekuensi · Jika haus · Jika haus
· Jumlah · 8-9 gelas/ hari · 2- 3 gelas/ hari
· Jenis · Air putih, kopi · Air putih, susu
c) Personal Hygine
· Mandi · 2x/ hari · Belum pernah
· Gosok Gigi · 2x/ hari · Belum pernah
· Mencuci rambut · 3x/ minggu · Belum pernah
· Menggunting kuku · 1x/ minggu · Belum pernah
d) Istirahat – Tidur
· Kebiasaan sebelum · Menonton TV · Menonton TV
tidur
· Waktu · 21.00 – 04.00 · Tidak teratur
· Lama · 7 jam · Tidak teratur
e) Eliminasi
· BAK · 4x/ hari · 3x/ hari
· BAB · 1x/ hari · 10x/ hari
f) Rekreasi
· Rekreasi · 3x/ tahun · Tidak pernah
· Olahraga · 2x/ minggu · Tidak pernah
g) Kebiasaa/
ketergantungan
· Alkohol · Tidak pernah · Tidak pernah
· Obat- obatan · Diapet · Mengkonsumsi
· Rokok · 1 bungkus/ hari · Tidak pernah
· 2 gelas/ hari
· Kopi · Tidak pernah

j. Data Pemeriksaan Umum


1. Pemeriksaan Fisik
Penampilan : Lemah
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 68 Kg
Tinggi Badan : 178 Cm
Tekanan Darah : 120/ 80mmHg
Respirasi : 28x/ menit
Nadi : 90x/ menit

34
Suhu Tubuh : 38oC

2. Kepala
Bentuk : Bulat
Kelainan : Tidak ada kelainan
Keadaan Rambut : Pendek, sedikit beruban, bersih, tidak bau
Kulit Kepala : Bersih, tidak ada luka

3. Mata
Sclera : Ikterik
Konjungtiva : Anemis
Kornea : Normal
Lensa : Normal
Pupil : Isokor
Refleks Cahaya : Refleks baik
Kelainan : Tidak ada kelainan

4. Telinga
Fungsi Pendengaran : Normal
Bentuk : Simetris
Serumen : Ada sedikit
Kelainan : Tidak ada kelainan

5. Hidung
Fungsi Penciuman : Normal
Bentuk : Simetris
Serumen : Ada sedikit
Kelainan : Tidak ada kelainan

6. Mulut
Fungsi Pengecapan : Normal, dapat membedakan rasa
Kebersihan Gigi : Kurang baik
Mukosa Bibir : Kering
Kelainan : Tidak ada kelainan

35
7. Leher
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembengkakan
Kelenjar Tyroid : Tidak ada pembengkakan
Pergerakan Leher : Normal

8. Dada
Bentuk : Simetris
Suara napas : Vasikuler
Frekuensi napas : 28x/ menit
Nyeri : Tidak ada nyeri
Kelainan : Napas cepat

9. Abdomen
Bising Usus : 14x/ menit
Kelainan : Hiperperistaltik

10. Kulit
Warna Kulit : Sawo matang
Tekstur Kulit : Kering, turgor kulit menurun

11. Pemeriksaan Diagnostik


Laboratorium
No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Darah (Haematologi)
6
1. Haemoglobin 17,0 g/ dL 13- 16 g/ dL
F
2. E Hematokrit 51% 40- 48 %

36
3. B Leukosit 8,9rb/ mm3 3,5- 10rb/ mm3
R
U
A
R
I

2
0
1
5

4. Trombosit 211rb/ mm3 150- 400rb/ mm3

Kimia Klinik (elektrolit)

5. Natrium (Na) 140,0 mEq/ L 135- 155 mEq/ L


6. Kalium (K) 3,4 mEq/ L 3,5- 5,5 mEq /L

Feses (Makroskopis)

7. Darah Negatif Negatif


8. Warna Coklat -
9. Lendir Negatif Negatif
10. Konsistensi Encer Lembek

Feses (Mikroskopis)

11. Eritrosit 0- 1/ LPB 0- 1/ LPB


12. Leukosit 3- 6/ LPB 0- 5/ LPB
13. Kista Negatif Negatif
14. Jamur Negatif Negatif
15. Cacing Negatif Negatif
16. Telur cacing Negatif Negatif
17. Serabut Negatif Negatif
18. Amoeba Negatif Negatif

12. Penatalaksanaan
 Terafi Obat- Obatan
No Nama Obat Dosis Cara Pemberian Sediaan
1. Vomizol 1 x 1 ampul Intra Vena Ampul
2. Vomceran 3 x 1 ampul Intra Vena Ampul
3. Antrain 3 x 1 ampul Intra Vena Ampul
4. Lodia 2 x 1 tablet Peroral Tablet

37
5. Fladex 3 x 500mg Peroral Tablet
6. Infus futrolit 20 TPM Intra Vena Flabot

 Terafi Diet
Bubur Biasa

B. ANALISA DATA
No. Data Fokus Etiologi Masalah
1. DS: Klien mengeluh badanya Peningkatan suhu
panas. Saat kening diraba tubuh.
panasnya sangat terasa.

DO : Dehidrasi
 Badan klien terasa panas saat
dipalpasi.
 Bibir klien kering dan pecah-
pecah.
 TTV:
T : 120/ 80 mmHg
P : 90x/ menit
R : 28x/ menit
S : 38o C
2. DS: Klien mengeluh perutnya Gangguan rasa
mules. Mules terasa saat ingin nyaman : nyeri
BAB, dan hilang sekitar 5 menit Nyeripada
setelah BAB, anus juga sering abdomen (mules)
terasa perih setelah BAB.

DO:
 Klien terlihat meringis dan
memegangi perutnya saat terasa
mules.
 Wajah terlihat pucat. Kerusakan
 Klien terlihat memposisikan integritas kulit pada
dirinya pada posisi yang nyaman. daerah anus

3. DS: Klien mengatakan buang air Risiko kekurangan


besar cair sudah lebih dari 10x, volume cairan dan
pada hari dilakukan pengkajian Pengeluaran feses elektrolit
disertai mual dan muntah. encer sering dan
intake cairan
DO: kurang
 Klien terlihat lemah
 Klien terlihat sering ke kamar
mandi untuk BAB
 Turgor kulit menurun
 Mukosa bibir kering
 Mata cekung
 Konjungtiva anemis

38
 Berat badan sebelum sakit: 72 Kg,
setelah sakit 68 Kg.
 Minum 2- 3 gelas/ hari
 Hasil laboratorium pemeriksaan
feses secara makroskopis:
* Darah : negatif
* Warna : coklat
* Lendir : negatif
* Konsistensi : encer

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan dehidrasi, ditandai dengan:
DS: Klien mengeluh badanya panas. Saat kening diraba panasnya Sangat terasa.
DO :
1. Badan klien terasa panas saat dipalpasi.
2. Bibir klien kering dan pecah- pecah.
3. TTV:
T : 120/ 80 mmHg R : 28x/ menit
P : 90x/ menit S : 38o C

2) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan mules dan kerusakan integritas
kulit pada daerah anus, ditandai dengan:
DS:Klien mengeluh perutnya mules. Mules terasa saat ingin BAB, dan hilang
sekitar 5 menit setelah BAB, anus juga sering terasa perih setelah BAB.
DO:
1. Klien terlihat meringis dan memegangi perutnya saat terasa mules.
2. Wajah terlihat pucat.
3. Klien terlihat memposisikan dirinya pada posisi yang nyaman.

3) Risiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran


feses yang sering dan intake cairan yang kurang, ditandai dengan:
DS: Klien mengatakan buang air besar cair sudah lebih dari 10x,
pada hari dilakukan pengkajian disertai mual dan muntah.
DO:
1. Klien terlihat lemah
2. Klien terlihat sering ke kamar mandi untuk BAB

39
3. Turgor kulit menurun
4. Mukosa bibir kering
5. Mata cekung
6. Konjungtiva anemis
7. Berat badan sebelum sakit: 72 Kg, setelah sakit 68 Kg.
8. Minum 2- 3 gelas/ hari
9. Hasil laboratorium pemeriksaan feses secara makroskopis:
a) Darah : negatif
b) Warna : coklat
c) Lendir : negatif
d) Konsistensi : encer

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama : Tn. D
Umur : 48 Tahun
Diagnosa medis : Gastroenteritis
No. Medrek : A15020279

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intevensi


1. Peningkatan suhu tubuh Setelah dilakukan
berhubungan dengan tindakan keperawatan, Monitori suhu tubuh klien.
dehidrasi, ditandai dengan: diharapkan:
DS: Klien mengeluh badanya  Suhu tubuh klien normal.
panas. Saat kening diraba 36,5 – 37, 2oC Berikan kompres air
panasnya sangat terasa.  Membran mukosa lembab hangat.
DO :  Turgor kulit baik/ normal
 Badan klien terasa panas saat
dipalpasi. Kolaborasikan dengan
 Bibir klien kering dan pecah- dokter pemberian obat anti
pecah. piretik.
 TTV:
T : 120/ 80 mmHg
P : 90x/ menit
R : 28x/ menit Anjurkan klien minum
S : 38o C yang banyak.

2. Gangguan rasa nyaman : Setelah dilakukan


nyeri berhubungan dengan tindakan keperawatan,
mules dan kerusakan diharapkan: Kaji skala nyeri klien.
integritas kulit pada daerah  Klien melaporkan nyeri
anus, ditandai dengan: dan mules berkurang/

40
DS: Klien mengeluh hilang.
perutnya mules. Mules terasa Klien tampak rileks dan
saat ingin BAB, dan hilang dapat istirahat. Posisikan klien pada posisi
sekitar 5 menit setelah BAB, Klien tidak gelisah yang nyaman.
anus juga sering terasa perih ataupun meringis
setelah BAB. menahan sakit.
DO:
 Klien terlihat meringis dan Informasikan kepada klien
memegangi perutnya saat pentinganya masukan
terasa mules. nutrisi dan cairan yang
 Wajah terlihat pucat. adekuat.
 Klien terlihat memposisikan
dirinya pada posisi yang
nyaman. Kolaborasikan dengan
dokter pemberian obat anti
nyeri.

Observasi TTV
3. Risiko kekurangan volume Setelah dilakukan
cairan dan elektrolit tindakan keperawatan, Kaji adanya dehidrasi.
berhubungan dengan klien menunjukan tanda-
pengeluaran feses yang sering tanda pemenuhan cairan
dan intake cairan yang dan elektroliat yang Catat intake dan output
kurang, ditandai dengan: adekuat. Ditandai cairan.
DS: Klien mengatakan buang dengan:
air besar cair sudah lebih dari Mukosa bibir lembab
10x, pada hari dilakukan  Turgor kulit normal Ukur berat badan setiap
pengkajian disertai mual dan Mata tidak cekung hari.
muntah.  Konjungtiva ananemis
 BAB tidah lebih dari 1x
DO: dalam satu hari.
 Klien terlihat lemah  TTV normal Kolaborasikan dengan
 Turgor kulit menurun dokter pemberian cairan
 Mukosa bibir kering parenteral.
 Mata cekung
 Konjungtiva anemis
 Berat badan sebelum sakit: 72
Kg, setelah sakit 68 Kg.
 Minum 2- 3 gelas/ hari Anjurkan klien banyak
 Hasil laboratorium minum dan mengkonsumsi
pemeriksaan feses secara buah- buahan.
makroskopis:
* Darah : negatif
* Warna : coklat
* Lendir : negatif Observasi TTV
* Konsistensi : encer

41
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Tn. D
Umur : 48 Tahun
Diagnosa medis : Gastroenteritis
No. Medrek : A15020279

No Tanggal No. Dx Implementasi Nama dan


Keperawata paraf
n
1 7 Februari 2015 Jam : 11. 30 WIB
Memonitori suhu tubuh klien.
*Hasil: 39, 2o C

Jam : 11. 35 WIB


DX. 1 Memberikan kompres air hangat.

Jam : 13.00 WIB


Mengkolaborasikan dengan
dokter pemberian obat anti piretik.
*Antrain 3x 1 ampul

Jam : 13. 00 WIB


Menganjurkan klien minum yang
banyak.

2 7 Februari 2015 Jam : 08. 00 WIB


Mengkaji skala nyeri klien.
DX. 2 * Skala nyeri: 5 yaitu nyeri
sedang (Skala nyeri menurut
Hayward)

Jam : 08. 15 WIB


Memposisikan klien pada posisi
yang nyaman.

Jam : 08. 20 WIB


Menginformasikan kepada klien
pentinganya masukan nutrisi dan
cairan yang adekuat.
Jam : 10.00 WIB
Mengkolaborasikan dengan
dokter pemberian obat anti nyeri.
* Vomizol : 1x 1 ampul
* Vomceran : 3x 1 ampul
* Fladex : 3x 500 mg
* Lodia : 2x 1 tablet

42
Jam : 11.30 WIB
Mengobservasi TTV:
T : 110/ 80 mmHg
P : 98x/ menit
R : 26x/ menit
S : 39, 2o C
3 7 Februari 2015 Jam : 13. 10 WIB
Mengkaji adanya dehidrasi.
DX. 3 * Klien kehilangan 5% berat
badannya (dehidrasi ringan).
Menurut keterangan klien, sekitar
1 minggu sebelum sakit klien
menimbang berat badannya,
hasilnya adalah 72 Kg, dan berat
badannya sekarang adalah 68 Kg.

Jam : 13. 30 WIB


Catat intake dan output cairan.
*Intake:
 Minum : 3 gelas
 Makan : habis ¼ porsi dari ½
porsi

*Output:
 BAB : 8x
 BAK : 2x
Jam : 13. 35 WIB
Mengukur berat badan setiap hari.
* Hasil pengukuran : 68 Kg

Jam : 10. 00 WIB


Mengkolaborasikan dengan
dokter pemberian cairan
parenteral.
* Infus : futrolit 20 TPM

Jam : 13.00 WIB


Menganjurkan klien banyak
minum dan mengkonsumsi buah-
buahan.

Jam : 11. 30 WIB


Mengobservasi TTV:
T : 110/ 80 mmHg
P : 98x/ menit
R : 26x/ menit
S : 39,2o C

43
F. EVALUASI KEPERAWATAN

No Dx. Tanggal, Evaluasi (SOAP)


Keperawatan Waktu
7 Februari S : Klien mengeluh badanya panas.
2015,
O : Badan klien terasa panas saat di palpasi, bibir klien
Jam 14. 00 kering dan pecah- pecah, suhu tubuh 39,2o C
DX. 1 WIB
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan:
 Monitori suhu tubuh klien.
 Berikan kompres air hangat.
 Kolaborasikan dengan dokter pemberian obat anti piretik.
 Anjurkan klien minum yang banyak.
7 Februari S : Klien mengatakan nyaman dengan posisi setengah
2015, telungkup (Sim), mules dan nyeri masih sering terasa.

Jam 14. 00 O : Klien terlihat nyaman dengan posisi Sim, klien


WIB terlihat meringis dan memegangi perut saat mules terasa.
DX. 2
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan:
 Kaji skala nyeri klien.
 Posisikan klien pada posisi yang nyaman.
 Informasikan kepada klien pentinganya masukan nutrisi
dan cairan yang adekuat.
 Kolaborasikan dengan dokter pemberian obat anti nyeri.
 Observasi TTV
7 Februari S : Klien mengatakan BAB sudah sedikit bekurang, hari
2015, ini klien BAB 6x terhitung sejak pagi sampai jam 14.30,
tidak muntah, dan minum hanya 3 gelas.
Jam 14. 00
WIB O : Klien terlihat lemah, mukosa bibir kering, mata
DX. 3 cekung, berat badan 68 Kg, turgor kulit menurun, TTV:
T : 110/ 80 mmHg R : 26x/ menit
P : 98x/ menit S : 39,2o C

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan:
 Kaji adanya dehidrasi.
 Catat intake dan output cairan.
 Ukur berat badan setiap hari.
 Kolaborasikan dengan dokter pemberian cairan parenteral.
 Anjurkan klien banyak minum dan mengkonsumsi buah-
buahan.
 Observasi TTV

44
G. CATATAN PERKEMBANGAN
No Dx Tanggal Implementasi Evaluasi Nama dan
Kepera Paraf
watan
8 Februari 2015 Jam : 11.30 WIB S : Klien
1 Jam Memonitori suhu tubuh mengeluh
09. 00 WIB klien. badanya panas.
*Hasil: 39, 2o C
O : Badan
Jam: 11. 35 WIB klien terasa
Memberikan kompres air panas saat di
hangat. palpasi, bibir
klien kering
Jam : 13. 00 WIB dan pecah-
Mengkolaborasikan dengan pecah, suhu
dokter pemberian obat anti tubuh 39,2o C
piretik.
*Antrain 3x 1 ampul A : Masalah
belum teratasi
Jam : 13. 00 WIB P : Intervensi
Menganjurkan klien minum dilanjutkan:
yang banyak.  Monitori suhu
tubuh klien.
 Berikan
kompres air
hangat.
 Kolaborasikan
dengan dokter
pemberian
obat anti
piretik.
 Anjurkan klien
minum yang
banyak.

8 Februari 2015 Jam : 08. 00 WIB S : Klien


2 Jam Mengkaji skala nyeri klien. mengatakan
09. 00 * Skala nyeri: 5 yaitu nyeri nyaman
WIB sedang (Skala nyeri menurut dengan posisi
Hayward) setengah
telungkup
Jam : 08. 15 WIB (Sim), mules
Memposisikan klien pada dan nyeri
posisi yang nyaman. masih sering
terasa.
Jam : 08. 20 WIB
Menginformasikan kepada O : Klien
klien pentinganya masukan terlihat
nutrisi dan cairan yang nyaman
adekuat. dengan posisi

45
Sim, klien
Jam : 10. 00 WIB terlihat
Mengkolaborasikan dengan meringis dan
dokter pemberian obat anti memegangi
nyeri. perut saat
* Vomizol : 1x 1 ampul mules terasa.
* Vomceran : 3x 1 ampul
* Fladex : 3x 500 mg A : Masalah
* Lodia : 2x 1 tablet belum teratasi
P : Intervensi
Jam : 11. 30 WIB dilanjutkan:
Mengobservasi TTV:  Kaji skala nyeri
T : 110/ 80 mmHg klien.
P : 98x/ menit  Posisikan klien
R : 26x/ menit pada posisi
S : 39, 2o C yang nyaman.
 Informasikan
kepada klien
pentinganya
masukan
nutrisi dan
cairan yang
adekuat.

 Kolaborasikan
dengan dokter
pemberian
obat anti nyeri.
 Observasi TTV

9 Februari 2015 Jam : 13. 10 WIB S : Klien


3 Jam Mengkaji adanya dehidrasi. mengatakan
09. 00 * Klien kehilangan 5% berat BAB sudah
WIB badannya (dehidrasi ringan). sedikit
Menurut keterangan klien, bekurang, hari
sekitar 1 minggu sebelum ini klien BAB
sakit klien menimbang berat 6x terhitung
badannya, hasilnya adalah sejak pagi
72 Kg, dan berat badannya sampai jam
sekarang adalah 68 Kg. 14.30, tidak
muntah, dan
Jam : 13. 30 WIB minum hanya
Catat intake dan output 3 gelas.
cairan.
*Intake:
 Minum : 3 gelas O : Klien
 Makan : habis ¼ porsi dari terlihat lemah,
½ porsi mukosa bibir

46
*Output: kering, mata
 BAB : 8x cekung, berat
 BAK : 2x badan 68 Kg,
turgor kulit
Jam : 13.35 WIB menurun,
Mengukur berat badan TTV:
setiap hari. T : 110/ 80
* Hasil pengukuran : 68 Kg mmHg
R : 26x/ menit
Jam : 10. 00 WIB P : 98x/ menit
Mengkolaborasikan dengan S : 39,2o C
dokter pemberian cairan
parenteral.
* Infus : futrolit 20 TPM A : Masalah
belum teratasi
Jam : 13. 00 WIB P : Intervensi
Menganjurkan klien banyak dilanjutkan:
minum dan mengkonsumsi  Kaji adanya
buah- buahan. dehidrasi.
 Catat intake dan
Jam : 11. 30 WIB output cairan.
Mengobservasi TTV:  Ukur berat
T : 110/ 80 mmHg badan setiap
P : 98x/ menit hari.
R : 26x/ menit  Kolaborasikan
S : 39,2o C dengan dokter
pemberian
cairan
parenteral.
 Anjurkan klien
banyak minum
dan
mengkonsumsi
buah- buahan.
 Observasi TTV

47
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gastroenteritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus
yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et
all.1996). Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya
(FKUI,1965). Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal
yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam - macam, virus dan parasit yang
patogen (Whaley & Wong’s, 1995).

B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan, kita harus mempu memberikan tindakan asuhan
keperawatan yang baik dan benar. Dengan makalah ini, kita dapat belajar guna
memperbaiki dan menambah pengetahuan agar pengetahuan kita meluas. Apa bila
makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan dimohon kepada para pembaca auntuk
memberikan saran atau kritikan yang membangun agar penulis dapat memperbaiki
makalah ini.

48
DAFTAR PUSTAKA

http://fragranianindytha.blogspot.com/2015/05/asuhan-keperawatan-gastroenteritis.html

https://www.alomedika.com/penyakit/gastroentero-hepatologi/gastroenteritis/diagnosis

Mustaqin,A, Sari,K. 2011. Gangguan Gastrointestinal.:Salemba Medika

49

Anda mungkin juga menyukai