Tingkat III.A
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
JURUSAN PRODI D-III KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “KATETERISASI URINE”.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat kami harapkan demi sempurnanya
makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman-teman dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke
dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop dan
Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara
memasukkan selang plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih. Kateter
ini berfungsi untuk mengalirkan urin pada klien yang tidak mampu mengontrol
perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi. Kateterisasi pada kandung kemih dapat
beresiko infeksi pada saluran kemih dan trauma pada uretra, sehingga untuk
meminimalisir resiko itu dilakukan tindakan lain pada pengambilan spesimen dan
inkontinensia (Potter & Perry, 2005).
Kateter diindikasikan untuk beberapa alasan yaitu untuk menghasilkan drainase
setelah operasi dan menentukan jumlah urin sisa pada kandung kemih setelah pasien
berkemih (Brunner & Suddarth, 2002). Pemasangannya pun dilakukan atas program
dokter karena penggunaan kateter tergantung dari kebutuhan dan indikasi. Selain itu
digunakan untuk memantau pengeluaran urin pada pasien yang mengalami gangguan
hemodinamik.
Biasanya pemasangan kateter urin dilakukan di ruang Instalasi Gawat Darurat
(IGD), kemudian di bangsal bedah dilakukan pemasangan ulang atau penggantian kateter
urin. Sekitar 60% - 70% pasien yang akan dipasang kateter mengeluh takut, cemas dan
merasa nyeri saat kateter sudah dipasang. Sehingga jika masalah tersebut tidak di atasi
akibat yang ditimbulkan akan berdampak pada klien itu sendiri, seperti klien tidak akan
kooperatif, tidak bisa istirahat, kateter akan sulit dimasukkan, klien akan mangalami
trauma sehingga tidak mau dipasang kateter lagi, dan bagi klien wanita akan mengejan
saat dipasang kateter, dan itu semua akan mempengaruhi tingkat kesehatan seorang
pasien. Untuk menangani hal tersebut dari pihak RSUD menerapkan peraturan yaitu
melakukan pemberitahuan secara lisan sebelumnya pada pasien yang akan dipasang
kateter.
Pengkajian awal yang detail tentang klien, lingkungan dan sistem pendukung
berperan dalam rencana perawatan individual yang efektif. Perawat harus menjelaskan
setiap tindakan yang dilakukan, dan jika reaksi klien atau keluarga meragukan maka
informed consent sangat diperlukan.
B. RumusanMasalah
Bagaimanakah hubungan pemberian informasi prosedural tentang pemasangan kateter
dengan tingkat kecemasan klien?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pemberian informasi prosedural tentang pemasangan kateter
dengan tingkat kecemasan klien
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kategori pemberian informasi prosedural tentang pemasangan
kateter
b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien yang terpasang kateter setelah diberikan
informasi prosedural.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kemajuan di
bidang ilmu keperawatan terutama tentang hubungan pemberian informasi prosedural
terhadap tingkat kecemasan klien. Sehingga sebagai seorang perawat yang profesional
untuk meningkatkan komunikasi teraupetik dalam memberikan informasi prosedural
sehingga dapat meminimalisir tingkat kecemasan klien.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Memberi masukan pada rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan
kepada pasien untuk lebih memperhatikan tingkat kecemasan pasien yang akan
dilakukan tindakan medis.
b. Bagi Ilmu Keperawatan
Memberi gambaran tentang hubungan pemberian informasi prosedural terhadap
tingkat kecemasan klien yang terpasang kateter.
c. Bagi Pasien
Membantu untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien dengan informasi yang
jelas mengenai tindakan medis yang akan dilakukan.
BAB II
PEMBAHASAN
KATETERISASI
A. PENGERTIAN
Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan. Kateter
terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk dan silicon.
Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk menampung air seni yang
be rubah-ubah jumlahnya yang dialirkan oleh sepasang ureter dari sepasang ginjal.
Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui urethra ke dalam
kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau urine. Kateterisasi urine adalah
tindakan memasukan selanng kateter kedalam kandung kemih melalui uretra ,dengan
tujuan mengeluarkan urin.
B. KEGUNAAN
1. Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih.
2. Untuk pengumpulan spesimen urine.
3. Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih.
4. Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan .
5. Pelaksana harus memiliki pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan
sterilitas dalam rangka tindakan preventif memutus rantai penyebaran infeksi
nosokomial.
6. Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan dimaksud
7. Usahakan jangan sampai menyinggung perrasaan pasien, melakukan tindakan harus
sopan, perlahan-lahan dan berhati-hati .
8. Diharapkan pasien telah menerima penjelasan yang cukup tentang prosedur dan tujuan
tindakan.
9. Pasien yang telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang akan
dilakukan pasien atau keluarga diharuskan menandatangani informed consent .
Tindakan memasukkan kateter kedalam buli-buli melalui uretra dinamakan
kateterisasi uretra. Indikasi kateterisasi dapat untuk membantu menegakkan diagnosis dan
tindakanterapi.
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan yaitu menilai informasi yang dihasilkan dari pengkajian
skrining untuk menentukan normal atau abnormal yang nantinya akan dipertimbangkan
dalam kaitannya dengan diagnosa yang berfokus masalah atau risiko. Pengkajian terdiri
dari dua yaitu pengkajian skrinning dan pengkajian mendalam. Keduanya membutuhkan
pengumpulan data, keduanya mempunyai tujuan yang berbeda. Pengkajian skrinning
adalah langkah awal pengumpulan data.
Pengkajian mendalam lebih fokus, memungkinkan perawat untuk mengeksplorasi
informasi yang diidentifikasi dalam pengkajian skrinning awal, dan untuk mencari
petunjuk tambahan yang mungkin mendukung atau menggugurkan bakal diagnosa
keperawatan. Terdapat 14 jenis subkategori data yang harus dikaji 16 yakni respirasi,
sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas dan istirahat, neurosensori, reproduksi
dan seksualitas, nyeri dan kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan,
kebersihan diri, penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, keamanan dan proteksi.
Pengkajian mendalam mengenai retensi urine, dengan kategori fisiologi dan
subkategori eliminasi. Pengkajian dilakukan sesuai dengan gejala dan tanda mayor retensi
urine yaitu dilihat dari data subjektifnya pasien mengalami sensasi penuh pada kandung
kemih. Dilihat dari data objektif yaitu disuria/anuria dan distensi pada kandung kemih
Selain itu, pengkajian keperawatan pada pasien dengan retensi urine meliputi data
umum mengenai identitas pasien, anamnesis riwayat penyakit, dan pengkajian psikososial
(Asmadi, 2008)
a. Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan
diagnosa medis.
b. Data keluhan utama merupakan keluhan yang sering menjadi alasan pasien untuk
meminta bantuan kesehatan, seperti pada gangguan sistem perkemihan, meliputi
keluhan sistemik, antara lain gangguan fungsi ginjal (sesak nafas, edema, malaise,
pucat, dan uremia) atau demam disertai menggigil akibat infeksi/urosepsis, dan
keluhan lokal pada saluran perkemihan antara lain nyeri akibat kelainan pada saluran
perkemihan, keluhan miksi (keluhan iritasi dan keluhan obstruksi), hematuria,
inkontinensia, disfungsi seksual, atau infertilitas. Keluhan utama pada subjek retensi
urin adalah sensasi penuh pada kandung kemih, disuria/anuria, dan distensi kandung
kemih (Muttaqin, 2011)
c. Data riwayat penyakit saat ini merupakan pengumpulan data yang dilakukan untuk
mendukung keluhan utama seperti menanyakan tentang perjalanan sejak timbul
keluhan hingga subjek meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan keluhan retensi
urin dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat
dan hebatnya keluhan. Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada subjek
sedetail-detailnya, dan semuanya diterangkan pada riwayat kesehatan sekarang
(Muttaqin, 2011).
d. Data riwayat penyakit dahulu merupakan suatu riwayat penyakit yang pernah dialami
oleh pasien sebelumnya terutama yang mendukung atau memperberat kondisi
gangguan sistem perkemihan pada subjek saat ini seperti pernakah subjek menderita
penyakit kencing manis, riwayat kaki bengkak (edema), hipertensi, penyakit kencing
batu, kencing berdarah, dan lainnya. Tanyakan: apakah subjek pernah dirawat
sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat, dan
sebagainya. Perawat perlu mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat alergi,
catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu dan penting perawat ketahui
bahwa Subjek mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat (Muttaqin,
2011).
e. Data pengkajian psikososial berhubungan dengan kondisi penyakitnya serta dampak
terhadap kehidupan sosial pasien. Keluarga dan pasien akan menghadapi kondisi
yang menghadirkan situasi kecemasan atau rasa takut terhadap penyakitnya.
f. Data pasien retensi urine termasuk dalam kategori fisiologi dan subkategori
eliminasi, perawat harus mengkaji data gejala dan tanda mayor dan minor (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) meliputi :
1) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif: sensasi penuh pada kandung kemih
b) Objektif: disuria/ anuria dan distensi kandung kemih.
2) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif: dribbling
b) Objektif: inkontinensia berlebih dan residu urin 150 ml atau lebih
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya, baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons individu, keluarga atau komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. Terdapat dua jenis diagnosa keperawatan yaitu diagnosa
negatif dan diagnosa positif.
Diagnosa negative menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sakit atau berisiko
mengalami sakit sehingga penegakan diagnosa ini akan mengarahkan pemberian
intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan.
Diagnosa ini terdiri atas diagnosa aktual dan diagnosa risiko. Sedangkan diagnosa positif
menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih
sehat atau optimal. Diagnosa ini disebut juga dengan diagnosa promosi kesehatan.
Diagnosa keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu masalah (problem)
yang merupakan label diagnosa keperawatan yang menggambarkan inti dari respons klien
terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya dan indikator diagnostik yang
terdiri atas penyebab (etiology), tanda (sign)/gejala (symptom) dan faktor risiko. Proses
penegakan diagnosa (diagnostic process) merupakan suatu proses yang sistematis yang
terdiri atas tiga tahap yaitu analisa data, identifikasi masalah dan perumusan diagnosa.
Diagnosa keperawatan yang diambil dalam masalah ini adalah retensi urine.
Retensi urine merupakan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam hal ini
retensi urine termasuk dalam jenis kategori diagnosa keperawatan negative yaitu diagnosa
actual. Metode perumusan diagnosa actual, yaitu masalah (Problem) berhubungan dengan
penyebab (Etiology) dibuktikan dengan tanda (Sign) dan gejala (Symptom) .
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan. Komponen perencanaan keperawatan terdiri atas tiga komponen yaitu
label merupakan nama dari perencanaan yang menjadi kata kunci untuk memperoleh
informasi terkait perencanaan tersebut. Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang
diawali dengan kata benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskriptor atau penjelas dari
perencanaan keperawatan.
Terdapat 18 deskriptor pada label perencanaan keperawatan yaitu dukungan,
edukasi, kolaborasi, konseling, konsultasi, latihan, manajemen, pemantauan, pemberian,
pemeriksaan, pencegahan, pengontrolan, perawatan, promosi, rujukan, resusitasi, skrining
dan terapi. Definisi merupakan komponen yang menjelaskan makna dari label
perencanaan keperawatan. Tindakan merupakan rangkaian aktivitas yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimplementasikan perencanaan keperawatan.
Tindakan pada perencanaan keperawatan terdiri dari empat komponen meliputi
tindakan observasi, tindakan terapeutik, tindakan edukasi dan tindakan kolaborasi.
Sebelum menentukan perencanaan keperawatan, perawat terlebih dahulu menetapkan
luaran (outcome). Luaran (outcome) terdiri dari dua jenis yaitu luaran positif (perlu
ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan).
Adapun luaran yang diharapkan pada klien dengan retensi urine yaitu eliminasi
urine membaik dengan kriteria hasil meliputi sensasi berkemih meningkat, distensi
kandung kemih menurun, urin menetes menurun, disuria/anuria menurun . Setelah
menetapkan tujuan dilanjutkan dengan perencanaan keperawatan. Perencanaan
keperawatan pasien dengan retensi urine yaitu menggunakan perencanaan utama.
Perencanaan utama yaitu kateterisasi urine.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau perencanaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimplementasikan perencanaan keperawatan. Tindakan-tindakan
pada perencanaan keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi.
Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa
tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap.
Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi
rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan
puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan.
Fase ketiga merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi
keperawatan selesai dilakukan.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan . Evaluasi
dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif
yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi
sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas
pengambilan keputusan . Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk
SOAP (subjektif, objektif, assesment, planing) .
Adapun komponen SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan
pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah
data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada
pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) adalah
interpretasi dari data subjektif dan objektif, P (Planing) adalah perencanaan keperawatan
yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan
masalah yang pasien hadapi yang telah di buat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil.
BAB IV
SOP KATETERISASI URINE
A. Kesimpulan
Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter
dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta
mempertahankan kepatenan posisi kateter. Perawatan ini berguna untuk mencegah
timbulnya infeksi serta memberikan rasa nyaman pada klien. Sehingga dengan perawatan
kateter yang baik dapat mengurangi kejadian ISK di rumah sakit yang disebabkan oleh
kateter. Sedangkan Melepas kateter adalah Melepas drainage urine pada pasien yang
dipasang kateter.
B. Saran
Untuk mempertahankan eliminasi pada klien dengan tepat maka diharapkan
perawatan secara komprehensif mampu mengatasi penyebaran infeksi yang disebabkan
oleh pemasangan kateter. Perlu ditingkatkan perawatan kateter secara tepat untuk
menghindari keadaan klien yang semakin memburuk dan dapat memberikan klien rasa
yang nyaman terhadap pemasangan kateter.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36351838/PEMASANGAN_KATETER_URIN
https://sucirahmadanisafitri.wordpress.com/2012/03/26/kateterisasi-makalah/