Anda di halaman 1dari 28

Laporan Asuhan keperawatan Pada Anak A dengan

Diare di Puskesmas Kelapa Dua

Nama : EKA KURNIASIH


Nim : 211030230111

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
Jl. Pajajaran, No 1. Pamulang Barat, Tangerang Selatan – Banten
Telp. (021) 74716128
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DIARE

A. Konsep Penyakit

1. Definisi
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi
buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih
encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai
dengan darah atau lendir (Riskesdas, 2013).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
fese. Seseorang dikatakan menderita bila feses berair dari biasanya, dan bila
buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi
tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).
WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare
persisten terjadi selama kuran lebih 14 hari.
2. Etiologi
Menurut Vivian, 2010 diare dapat disebabkan oleh beberapa
faktor,seperti infeksi , malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan,
dan faktor psikologis.
1) Faktor Infeksi
Proses ini dapat di awali dengan adanya mikroorganisme (kuman)
yang masuk ke dalam saluran pencernaan bayi yang kemudian
berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat
menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya
perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi intestinal dalam absorpasi cairan dan elektrolit.
Adanya toksil bakteri juga akan menyebabkan system transfortasi
menjadi aktif dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan
akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
b. Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas.
c. Infeksi virus : Eteroovirus (virus ECHO, Coxsackie, poliomyelitis),
Adenovirus, Ratavirus, Astrivirus.
d. Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardian lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans).

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui faecal oral


antara lain melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare.
Perilaku tersebut antara, lain:
2) Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 0-6 bulan pada
pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk
menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Pemberian susu
formula pada bayi usia 0-6 bulan mempunyai hubungan dengan kejadian
diare, dan bayi yang diberikan susu formula mempunyai risiko 14,1 kali
terpapar diare, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi susu formula.
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, menunjukkan bahwa
responden yang memberikan susu formula kepada bayi nya berisiko
bayinya terkena diare. Terjadinya diare pada bayi yang diberi susu
formula karena bayi dengan usia dibawah 6 bulan sistem pencernaannya
belum sempurna, dan umur bayi berperan terhadap berkurangnya
frekuensi defekasi, dimana hal ini merupakan petunjuk dari semakin
matangnya kapasitas“waterconserving” pada usus.(Fitriya, 2010).

3) Menggunakan botol susu

Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman, karena


botol susah dibersihkan.
4) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan
disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan
kuman akan berkembang biak.
5) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah
tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran
di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau
apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari
tempat penyimpanan.
6) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
7) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.
Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal
sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
Sementara.
8) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensifalitis, keadaan ini terutama terbagi pada bayi dan anak
berumur di bawah 2 tahun.
9) Faktor malabsorpsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang
mengakibatkan tekanan osmotic meningkat kemudian akan terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan
isi rongga usus sehingga terjadilah diare
10) Faktor makanan
Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar,
basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (misal, sayuran), dan
kurang matang. Dapat terjadi pula apabila toksin yang ada tidak
mampu diserap dengan baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltic
usus yang akhirnya menyebabkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makanan.
11) Faktor Psikologi
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltic khusus
yang dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan seperti : rasa
takut dan cemas.
3. PATHWAY DIARE
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan
oleh berbagai kemungkinan factor diantaranya :
1) Faktor Infeksi
a. Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi
rotavirus. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke
dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman yang masuk ke
dalam saluran pencernaan yang kemudian melekat sel-sel mukosa usus,
akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah
permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel
enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum
matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini
menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat
menyerap cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, terjadi
perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi
usus dalam absorbs cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya
toksin bakteri virus akan menyebabkan system transport aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
b. Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke
dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin.
Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan
gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang.
Selain itu, mukosa usus, yang telah dirusak mengakibatkan mencret
berdarah berlendir. Penyebab utama pembentukan enterotoksin ialah
bakteri Shigella sp, E.colli. diare ini bersifat selflimiting dalam waktu
kurang lebih lima hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak
diganti dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013).
2) Faktor Malabsorsi
a. Gangguan Osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di usus
halus dan akan meningkatkan tekanan osmotic usus Akibatnya akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat.
Gangguan osmotik meningkatkan menyebabkan terjadinya pergeseran
air dan elektrolit kedalam rongga usus. Hal ini menyebabkan terjadinya
hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan
didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2008).
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus
(Nursalam, 2008).
c. Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaiknya bisa
peristaltic usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Akibat dari Gejala muntah
dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat di sebabkan karena
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam basa dapat
menyebabkan dehidrasi,asidosis metabolik dan
hypokalemia,hypovolemia.Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu
berat badan turun, turgor kembali sangat lambat,mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung,mucosa bibir kering.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hypovolemia,kolaps cardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik. Dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.menurut derajat dehidrasinya
bisa tanpa dehidrasi,dehidrasi ringan,dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat (juffrie,2010).
4.Manifestasi Klinis

1) Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,


nafsu makan berkurang.
2) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
3) Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu.
4) Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
6) Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah
turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun
(apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7) Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8) Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam. (Kusmaul).
5. Tanda dan Gejala
Menurut Vivian (2010) tanda dan gejala diare terdapat pembagian yaitu:
1) Cengeng dan gelisah
2) suhu meningkat
3) nafsu makan menurun
4) tinja cair kadang disertai lender dan darah
5) warna tinja lama kelamaan berwarna hijau karena bercampur dengan
empedu
6) anus lecet
7) tinja lama kelamaan menjadi asam (karena banyaknya asam laktat yang
keluar).
8) akhirnya nampak dehidrasi, berat badan menurun 9. turgor kulit
menurun 10. mata dan ubun-ubun cekung 11. selaput lendir dan mulut
juga kulit kerig 12. dehidrasi berat maka volume darah akan berkurang
13. nadi akan cepat 14. TD menurun, kesadaran menurun yang
kemudian diakhiri dengan shock
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan tinja
a. Markoskopik dan mikroskopik
b. Ph dan kadar gula tinja
c. Biakan dan resistensi feces (color )
2) Analisa gas dada apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa (pernafasan kusmaoul)
3) Pemeriksaan kadar ureum kreatif untuk mengetahui faal ginjal
4) Pemeriksaa elektrolitterutama kadar Na,K,Kalsium dan fosfat
7. Penatalaksanaan Medis
1) Pembenaan cairan Pembenaan cairan pada pasien diare dangan
memperhatikan darajat dehidrasinya dengan keadaan umum.
2) Diatetik Pembenaan makanan dan minum khusus pada klien dangan
tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan.Adapun hal yang perlu
diperhatikan adalah:
a. Memberikan ASI
b. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori
protein,vitamin,mineral dan makanan yang bersih.
3) Obat-obatan
a. Obat anti sekresi
b. Obat anti sparmolitik
c. Anti biotic

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE
(Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan
rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan
mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.
Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit
yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
- Keadaan Umum : baik
- Mata : Normal
- Rasa haus : Normal, minum biasa
- Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
 § Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
 § Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
 § Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
 Keadaan Umum : Gelisah, rewel
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
 Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan
dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
 Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
 Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.
ORALIT

2. Berikan obat Zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat
enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi
dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan
menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67
% (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
§ Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
§ Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak
diare.

ZINK

3. Pemberian ASI / Makanan :


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama
pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang
masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita
yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan
darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena
terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-
obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian
besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).

5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
§ Diare lebih sering
§ Muntah berulang
§ Sangat haus
§ Makan/minum sedikit
§ Timbul demam
§ Tinja berdarah
§ Tidak membaik dalam 3 hari.

Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates (2001),
Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
 § Mengatasi diare tanpa dehidrasi
 § Meneruskan terapi diare di rumah
 § Memberikan terapi awal bila anak diare lagi

Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :


1) Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit,
makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan terus
diberikan hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur Ddiberikan Setiap Bab Yang Disediakan
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml / hari (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml / hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml / hari
Cara memberikan oralit :
o Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
o Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
o Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih sedikit (sesendok teh
tiap 1-2 menit)
 Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan
lain atau kembali ke petugas untuk mendapatkan tambahan oralit.

2) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :


 Teruskan pemberian ASI
 Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat diberikan susu
yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
 Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
o Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan
kacang-kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1 atau 2 sendok teh minyak
sayur tiap porsi.
o Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
o Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6 kali sehari
o Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu.
o Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari atau anak
mengalami : bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali, makan
minum sedikit, demam, tinja berdarah
b. Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3 jam
pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan dilapangan, berikan
oralit sesuai tabel :

Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :


Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa
Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk melanjutkan
pengobatan :
a. Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
b. Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan
makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
c. Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
d. Rencana Pengobatan C
e. Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB
cairan RL, Asering atau garam normal
(larutan yang hanya mengandung glukosa tidak boleh diberikan).

Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB


< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian
> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam kemudian

Rehidrasi parenteral :
 RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
 D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
 D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
 Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
 Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse
 Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4
jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
 Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B,

C untuk melanjutkan pengobatan.


2. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein,
opium), adsorben (norit, kaolin, smekta).
3. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
4. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
5. Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10
menit sambil memantau detak jantung
8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS ANAK DENGAN
DIARE

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dan paling penting dalam


menyusun proses keperawatan. Pengkajian meliputi proses pengumpulan
data, validasi, dan klasifikasi data. Pengkajian keperawatan terdiri atas data
subjektif dan data objektif yang keduanya di dapatkan dari pemeriksaan
diagnostik,pengkajian individu terdiri atas riwayat kesehatan ( data subjektif)
dan pemeriksaan fisik (data objektif). ( Kardiyudiani dan Susanti,2019 )
Menurut Wijaya putri (2013) pengkajian yang akan di dapat pada pasien

diare adalah :

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Pengkajian meliputi nama,umur,jenis kelamin,agama, suku,


pendidikan,status perkawinan,pekerjaan,alamat,tanggal masuk
Rs,tanggal pengkajian
b. Riwayat kesehatan

c. Riwayat kesehatan sekarang PQRS

P : Apakah yang menyebabkan gejala diare dan apa yang telah


dilakukan, diare dapat disebabkan infeksi,faktor makanan dan
faktor malabsorbsi.

Q : Frekuensi Bab lebih dari 3x dalam sehari,dengan darah/lendir,


konsistensi cair,mual,muntah,badan terasa lemah sehingga
mengganggu aktifitas sehari-hari.

R : Perut terasa sakit, anus terasa perih.

S : Skala/keparahan, kondisi lemah dapatmenurunkan aktifitas sehari-hari

T : Diare dapat terjadi sewaktu-waktu , lamanya diare akut 3-5 hari.


Diare berkepanjangan >7 hari dan diare kronis 14 hari.
d. Riwayat penyakit sebelumnya : Infeksi parenteral seperti Infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA), infeksi saluran kemih, otitis media
akut (OMA)
e. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare
f. Lingkungan Rumah dan Komunitas

Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygine yang kurang
mudah terkena kuman penyebab diare
g. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

Bak/Bab di tempat sembarangan, tidak menggunakan jamban yang


baik, sehingga mempermudah masuknya kuman lewat fekal-oral
h. Persepsi sensori keluarga tentang kesehatan

Kondisi fisik yang lemah dan buang air besar yang berlebihan sehingga
membutuhkan keputusan untuk segera ditangani, ini bergantung pada
tingkat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh pasien dan
keluarga
i. Pola Nutrisi

Makanan dan minuman yang krang hygiene dapat berpengaruh


terhadap diare, sehingga status gizi dapat terganggu dan dapat terjadi
hipoglikemi dan dapat menyebabkan penurunan berat badan serta
dapat menyebabkan dehidrasi.
j. Pola Eleminasi

Frekuensi buang air besar meliputi (konsistensi,bau,warna) adakan


darah atau lendir, dan pola buang air kecil perlu dikaji untuk ouput
terhadap kehilangan cairan lewat urin
k. Pola Iatirahat dan tidur

Kebutuhan istirahat akan terganggu karena frekuensi buang air besar


yang berlebihan,sehingga klien tidak dapat istirahat secara optimal
l. Pola aktivitas

Klien mengalami gangguan dalam beraktifitas karena tubuh klien


yang lemah, sehingga perlu bantuan untuk kebutuhan sehari-
harinya
m. Pemeriksaan Fisik
n. Sistem Neurologi :
Kesadaran umum klien saat dikasi menggunakan GCS
(GlassgowComaSkale),(composmentis,apatis,somnolen,delirium,
sopor atau koma ).
1) Inspeksi periksa kedaan umum klien meliputi : kondisi klien
saat pertama pengkajian
2) Palpasi : adanya nyeri tekan, parase, aneshtesia

3) Perkusi : lakukan perkusi pada kesembilan regio abdomen.


Jika terdengar timpani berarti perkusi di atas organ yang berisi
udara. Jika terdengar pekak,berarti mengenai organ padat
4) Auakultasi : untuk mendengarkan bising usus pada beberapa
area perut selama beberapa menit. Dengarkan bising usus
apakah normal,hiperaktif,hipoaktif, atau tidak ada bising
usus,serta perhatikan frekuensi dan karakternya.
o. Sistem penginderaan

1) Subyektif, klien mengatakan merasa mudah haus dan


penglihatan berkunang-kunang
2) Inspeksi : Kepala kesimetrisan muka, warna rambut dan
kebersihan kepala.
3) Mata : apakah ada gangguan penglihatan, konjungtiva adakah
anemis,sklera adakah ikterus,reflek mata dan pupil terhadap
cahaya,pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syock
hipovolemik reflek pupil (-)
4) Hidung : pada klien yg mengalami dehidrasi berat dapat
menimbulkan asidosis metabolik sehingga kompensasinya
adalah alkalosis respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan
mengambil O2, nampak adanya pernafasan cuping hidung
p. Sistem Integumen

1) Subjektif : kulit kering

2) Inspeksi : kulit kering,sekresi sedikit, selaput mukosa kering,


turgor kulit tidak efektif
q. Sistem pernafasan

1) Subjektif : Adakah sesak atau tidak

2) Inspeksi : bentuk simetris, kaji frekuensi,irama, dan tingkat


kedalaman pernafasan,adakah penumpukan sekresi stidor
3) Palpasi : Kaji adanya massa, nyeri tekan

4) Auskultasi : dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas


vaskuler, adakan suara nafas tambahan .
r. Sistem Pencernaan

1) Subjektif, merasa lapar atau haus

2) Inspeksi, buang air besar, konsistensi,bau,warna, frekuensi


lebih dari 3 kali dalam 1 jam. Adakah disertai dengan lendir
atau darah
3) Auskultasi, bising usus meningkat >20 detik dengan durasi 1
menit
4) Perkusi : mendengar adanya gas,cairan atau massa (-),hepar
dan lkien tidak membesar suara tymphani.
s. Sistem perkemihan

1) Subjektif urin lebih sedikit dari biasanya,dengan warna kuning


pekat,dan bau khas urin
2) Ispeksi : observasi output tiap 24 jm
t. Sistem Muskoloskeletal

1) Subjektif : lemah
2) Inspeksi, klien tampak lemah,aktivitas menurun

3) Palpasi, hipotoni,kulit kering,turgor kulit tidak elastisit.

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doengose M (2000), diagnosa yang muncul berdasarkan hasil


pengkajian pada kasus gastroenteritis didapatkan diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
1) Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (Diare dan
muntah)

2) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan

3) Gangguan pola tidur b.d Faktor lingkungan

4) Resiko infeksi pada orang lain berhubungan terinfeksi kuman


diare, kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebab
penyakit.
5) Resiko syok hipovolemik berhuubungan dengan kehilangan
cairan yang berlebihan
6) Risiko injuri kulit (area perinial) berhubungan dengan
peningkatan frekuensi diare
7) Gangguan pola eleminasi Bab : diare berhubungan dengan
proses inflamasi usus.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

C. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan yang diberikan harus melibatkan penetapan


tujuan dan outcomes(hasil). Langkah pertama adalah menetapkan outcome
yang terukur.Selanjutnya, mengidentifikasi intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk memenuhi tujuan dan outcomes. Penetapan intervensi
keperawatan dapat merujuk pada Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI).
D. Implementasi

Pelaksanaan intervensi keperwatan dilakukan dalam rangka mencapai


tujuan dan hasil. Ketika tahap pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan,
perawat harus mengkaji respons pasien dan memodifikasi setiap rencana
sesuai kebutuhan pasien. Selanjutnya, perawat perlu memastikan terdapat
pendokumentasian setiap tahapan proses pelaksanaan asuhan keperawatan
(Kardiyudiani dan Susanti,2019)

E. Evaluasi

Tahap evaluasi dilakukan untuk menentukan tingkat keefektifan


pelaksanaan asuhan keperawatan. proses evaluasi dilakukan dengan
melakukan pengkajian respons pasien berdasarkan kriteria tujuan. Apabila
tujuan dan outcomes tidak tercapai, perlu dipikirkan kembali rencana kerja
melalui suatu proses untuk mengembangkan rencana perawatan yang lebih
efektif. (Kardiyudiani dan Susanti,2019)
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 2 3 4
Hipovolemia berhubungan Keseimbangan cairan Manajemen Cairan (4120)
1 dengan kehilangan cairan aktif (601) Tindakan:
(diare dan muntah) (D.0023) Kriteria Hasil : 1. Observasi tanda-tanda vital
1. Tekanan darah
Gejala dan Tanda Mayor : 2. Tentukan apakah pasien
normal (5)
mengalami hidrasi
1) Frekuensi nadi meningkat
2. Denyut nadi (misal,membran mukosa
2) Nadi teraba lemah radial teratur (5) lembab,denyut nadi
adekuat,dan tekanan darah
3. Bebat badan
normal )
stabil (5)
3. Berikan cairan dengan tepat.
4. Keseimbangan
4. Berikan dan anjurkan
intake
keluarga untuk
dan output
memberikan minum yang
dalam 24 jam
banyak kurang lebih
(5)
2000cc/hari
5. Kehausan tidak
ada (5)
6. Tidak kehausan

1 2 3 4
1) Tekanan darah menurun Hidrasi ( 602 ) Manajemen Hipovolemi (4180)
2) Turgor kulit menurun Kriteria Hasil : Tindakan :

3) Membran mukosa kering


1. Turgor kulit elastis 1. Tentukan adanya tanda-
4) Volume urin menurun (5) tanda dehidrasi (misalnya,
Hematrokit meningkat turgor kulit buruk,sangat
5) 2. Membran
haus,membran mukosa
6) Status mental mening mukosa (5)
kering)
Lembab
7) Suhu tubuh meningkat 2. Monitor rongga mulut dari
3. Diare teratasi (5)
kekeringan membran
8) Merasa lemah mukosa yang kering .
9) Merasa lemas 3. Tawarkan pilihan minum
Penyebab : setiap 1 sampai 2 jam saat
terjaga,jika tidak ada
1) Kehilangan cairan aktif kontraindikasi
2) Kegagalan mekanisme 4. Monitor integritas kulit
regulasi pasien
3) Peningkatan 5. Fasilitasi kebersihan mulut.
permeabilitas kapiler
4) Kekurangan intake
cairan
5) Evaporasi
2 Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi (1004) Manajemen Nutrisi (1100)
Kriteria Hasil : Tindakan :
Gejala dan Tanda Mayor : 1. Tentukan status gizi pasien
1) Berat badan menurun 1. Asupan gizi terp 2. Identifikasi adanya alergi
minimal 10% dibawah 2. enuhi (5) makanan
rentang ideal
2) Bising usus hiperaktif 3. Asupanmakanan 3. Atur diet yang diperlukan
tercukupi (5)
3) Cepat kenyang setelah 4. Ciptakan lingkungan
4. Asupan cairan
makan yang optimal pada
tercukupi (5) saatmengkonsumsi
4) Kram/nyeri abdomen 5. Energi (5) makanan
5) Nafsu makan menurun (misalnya,bersih,santai,
6. Hidrasi (5)
dan tebebas dari bau
6) Membran mukosa pucat Berat badan ideal (5)
7. yang menyengat )
7) Diare 5. Ajarkan pasien untuk
duduk posisi tegak, jika
memungkinkan
6. Pastikan makanan yang
disajikan menarik dan
konsumsi makanan
selagi hangat .
7. Tawarkan makanan
ringan yang padat gizi
3. Defisit Pengetahuan Tingkat pengetahuan Edukasi Kesehatan
tentang Diare (D.0111) (L.12111) (I.12383)

Gejala dan tanda mayor Kriteria Hasil : Tindakan :


-Subjektif : 1. Perilaku sesuai ajaran - Identifikasi kesiapan dan
1. Menanyakan masalah (meningkat level 5) kemampuan menerima
yang dihadapi 2. Verbalisasi minat dalam informasi
-Objektif : belajar (meningkat level 5) - Identifikasi faktor-faktor
1. Menunjukkan 3. Kemampuan menjelaskan yang dapat meningkatkan
perilaku tidak sesuai pengetahuan tentang suatu dan menurunkan motivasi
anjuran perilaku hidup bersih dan
topik (meningkat level 5)
2. Menunjukkan sehat
4. Kemampuan
persepsi yang keliru -Sediakan materi dan
terhadap masalah menggambarkan media pendidikan
pengalaman sebelumnya kesehatan
Gejala dan tanda minor yang sesuai dengan topik - Jadwalkan pendidikan
-Subjektif : (tidak tersedia) (meningkat level 5) kesehatan sesuai
-Objektif : 5. Perilaku sesuai dengan kesepakatan
1. Menjalani pengetahuan (meningkat -Berikan kesempatan
pemeriksaan yang level 5) untuk bertanya
tidak tepat 6. Pertanyaan tentang masalah Edukasi
2. Menunjukkan yang dihadapi (menurun -Jelaskan faktor resiko
perilaku berlebihan level 5) yang dapat mempengaruhi
(mis. Apatis, kesehatan
7. Persepsi yang keliru
bermusuhan, - Ajarkan perilaku hidup
terhadap masalah (menurun
bersih dan sehat
agitasi, histeria) level 5) - Ajarkan strategi yang
8. Menjalani pemeriksaan dapat digunakan untuk
yang tidak tepat (menurun meningkatkan perilaku
level 5) hidup bersih sehat
9. Perilaku (5)
DAFTAR PUSTAKA

Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal
preschool children of central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal
Epidemiology, No. 22, 40–46.
Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of Enterotoxigenic Escherichia
coli in an Outbreak of Cholera Caused by Vibrio cholera O1 and O139 in Ahmedabad,
India. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 3241–3246.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku
Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito.
Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan
komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan
Komunitas, Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi
dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI.
Tjaniadi, Periska, dkk. 2003. ANTIMICROBIAL RESISTANCE OF BACTERIAL
PATHOGENS ASSOCIATED WITH DIARRHEAL PATIENTS IN INDONESIA. Am. J.
Trop. Med. Hyg., 68(6) pp. 666–670.
The Ohio State University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses
padawww.healthinfotranslations.com

Anda mungkin juga menyukai