Anda di halaman 1dari 14

BAB VI

PENGUJIAN EFEK ANTIDIARE


I. TUJUAN
Mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat menghambat diare
dengan metode uji antidiare yaitu metode transit intestinal.
II. PRINSIP
1. Metode Transit Instestinal
Aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus dengan
mengukur rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang
usus sepenuhnya.
2. Parameter Parameter Obat Antidiare
Waktu muncul diare, jangka waktu berlangsung diare, bobot feses di
evaluasi setelah pemberian obat dengan metode ANAVA dan Students t
test.
III.

TEORI
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari)

yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak
pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal
(Daldiyono, 1990).
Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang terus
menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan, atau memiliki
kandungan air yang berlebih dari keadaan normal. Umumnya diare menyerang
balita dan anak-anak. Namun tidak jarang orang dewasa juga bisa terjangkit diare.
Jenis penyakit diare bergantung pada jenis klinik penyakitnya (Anne, 2011).

Klinis tersebut dapat diketahui saat pertama kali mengalami sakit perut. Ada
lima jenis klinis penyakit diare, antara lain:

1. Diare akut merupakan diare yang bercampur dengan air. Jenis diare ini
memiliki gejala yang datang tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Bila mengalami diare akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan
penurunan berat badan jika tidak diberika makan dam minum.
2. Diare kronik merupakan diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14
hari yang disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi.
3. Diare akut bercampur darah. Selain intensitas buang air besar meningkat,
diare ini dapat menyebabkan kerusakan usus halus,spesis yaitu infeksi
bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan dehidrasi.
4. Diare persisten,gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari. Dengan
bahaya utama adalah kekurangan gizi. Infeksi serius tidak hanya dalam
usus tetapi menyebar hingga keluar usus.
5. Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare yang
lainnya, karena mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau
menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamin dan mineral.
Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung.
Beberapa Hal Penyebab Terjadinya Diare
Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain (National Digestive
Diseases Information Clearinghouse, 2007) :
a. Infeksi bakteri
Beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan atau minuman,
contohnya Campylobacter, Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli (E.
coli).
b. Infeksi virus
Beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, Norwalk virus,
cytomegalovirus, herpes simplex virus, and virus hepatitis.
c. Intoleransi makanan
Beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan, misalnya
pemanis buatan dan laktosa.
d. Parasit

Parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman dan menetap
di dalam system pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare misalnya
Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, and Cryptosporidium.
e. Reaksi atau efek samping pengobatan
Antibiotik, penurun tekanan darah, obat kanker dan antasida mengandung
magnesium yang mampu memicu diare.
f. Gangguan intestina
g. Kelainan fungsi usus besar
Pada anak anak dan orang tua diatas 65 tahun diare sangat berbahaya. Bila
penanganan terlambat dan mereka jatuh ke dalam dehidrasi berat maka bisa
berakibat fatal. Dehidrasi adalah suatu keadaan kekurangan cairan, kekurangan
kalium (hipokalemia) dan adakalanya acidosis (darah menjadi asam), yang tidak
jarang berakhir dengan shock dan kematian. Keadaan ini sangat berbahaya
terutama bagi bayi dan anak-anak kecil, karena mereka memiliki cadangan cairan
intrasel yang lebih sedikit sedangkan cairan ekstra-selnya lebih mudah lepas
daripada orang dewasa (Adnyana, 2008).
Mekanisme timbulnya diare
Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa
menyebabkan diare dan muntah. Keracunan pangan yang menyebabkan diare dan
muntah, disebabkan oleh pangan dan air yang terkontaminasi oleh mikroba. Pada
tulisan ini akan dijelaskan mekanisme diare dan muntah yang disebabkan oleh
mikroba melalui pangan terkontaminasi. Secara klinis, istilah diare digunakan
untuk menjelaskan terjadinya peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan
dengan peningkatan berat atau volume tinja dan frekuensinya. Seseorang
dikatakan diare jika secara kuantitatif berat tinja per-24 jam lebih dari 200 gram
atau lebih dari 200 ml dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari (Putri, 2010).
Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa
mekanisme. Beberapa patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit,
seringkali dengan melibatkan enterotoksin yang akan menurunkan absorpsi garam
dan air dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini tidak
terjadi gap osmotic dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga

tidak bisa dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory.
Contoh dari diare sekretori adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh
enterotoxigenic E coli (Putri, 2010).
Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong
pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan
absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan daya dorong ini mungkin secara
langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang diaktivasi oleh patogen, atau
oleh peningkatan tekanan luminal karena adanya akumulasi fluida. Pada
umumnya, peningkatan daya dorong tidak dianggap sebagai penyebab utama diare
tetapi lebih kepada faktor tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat
patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh patogen (Putri, 2010).
Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan mukosa
dan menyebabkan peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran, karakteristik dan
daerah yang terinfeksi akan bervariasi antar organisme. Kerusakan mukosa yang
terjadi bisa berupa difusi nanah oleh pseudomembran sampai dengan luka halus
yang hanya bisa dideteksi secara mikroskopik. Kerusakan mukosa atau
peningkatan permeabilitas tidak hanya menyebabkan pengeluaran cairan seperti
plasma, tetapi juga mengganggu kemampuan mukosa usus untuk melakukan
proses absorbsi yang efisien karena terjadinya difusi balik dari fluida dan
elektrolit yang diserap. Diare jenis ini dikenal sebagai diare eksudatif.
Penyebabnya adalah bakteri patogen penyebab infeksi yang bersifat invasive
(Shigella, Salmonella) (Putri, 2010).
Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai kerusakan
mucosal yang diinduksi oleh patogen. Kegagalan pencernaan dan penyerapan
karbohidrat (CHO) akan meningkat dengan hilangnya hidrolase pada permukaan
membrane mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-isomaltase) atau kerusakan
membran microvillus dari enterosit. Peningkatan solut didalam luminal karena
malabsorbsi CHO menyebabkan osmolalitas luminal meningkat dan terjadi difusi
air ke luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai diare osmotik dan bisa dihambat
dengan berpuasa (Putri, 2010).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen


meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus (Putri, 2010).
1. Adhesi.
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur
polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan
sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai
colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada
enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC).
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic
E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF),
menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur
sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif
tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat
pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC (Putri,
2010).
2. Invasi.
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel
usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel
epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi
inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat
dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif
lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan
kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti
demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat
invasif misalnya Salmonella.
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan
sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang
dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman
EPEC serta V. Parahemolyticus (Putri, 2010).

3. Enterotoksin.
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin
(CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus.
Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan
merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP
intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus
serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya
sama dengan CT serta heatStabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar
cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran
mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida (Putri, 2010).
Penggolongan obat diare
A. Kemoterapeutika
Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada beberapa
pengecualian dimana obat antimikroba diperlukan pada diare yag disebabkan oleh
infeksi beberapa bakteri dan protozoa. Pemberian antimikroba dapat mengurangi
parah dan lamanya diare dan mungkin mempercepat pengeluaran toksin.
Kemoterapi digunakan untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab
diare dengan antibiotika (tetrasiklin, kloramfenikol, dan amoksisilin, sulfonamida,
furazolidin, dan kuinolon) (Schanack, 1980).
B. Zat penekan peristaltik usus
Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Contoh: Candu dan
alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan loperamin), dan antikolinergik
(atropin dan ekstrak beladona) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
C. Adsorbensia
Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini adalah
mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta melapisi
permukaan mukosa usus sehingga toksin dan mikroorganisme tidak dapat
merusak serta menembus mukosa usus. Obat-obat yang termasuk kedalam

golongan ini adalah karbon, musilage, kaolin, pektin, garam-garam bismut, dan
garam-garam alumunium ) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan
antara adsorben dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben mengikat bakteri
dan toksin sehingga dapat dibawa melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja.
Adsorben yang digunakan dalam sediaan diare antara lain attapulgit aktif, karbon
aktif, garam bismuth, kaolin dan pektin (Harkness, 1984).
Loperamida
Pemerian : Serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada suhu lebih
kurang 225oC disertai peruraian.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan asam encer, mudah larut dalam metanol
dan kloroform. (Farmakope Indonesia IV, 1995).
Obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot
sirkuler dan longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga
diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor
tersebut. Obat ini sama efektifnya dengan difenoksilat untuk pengobatan diare
kronik. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen, sedangkan
toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi. Pada sukarelawan yang
mendapatkan dosis besar loperamid, kadar puncak pada plasma dicapai dalam
waktu empat jamsesudah makan obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh
penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi
enterohepatik. Waktu paruhnya adalah 7-14jam. Loperamid tidak diserap dengan
baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik; sifat-sifat
ini menunjang selektifitas kerja loperamid. Sebagian besar obat diekskresikan
bersama tinja. Kemungkinan disalahgunakannya obat ini lebih kecil dari
difenoksilat karena tidak menimbulkan euphoria seperti morfin dan kelarutannya
rendah (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
Contoh Uraian obat Diare
1. Racecordil
Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi,
mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk
terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan

ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada


1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut. Berdasarkan uji klinis didapatkan
bahwa anti diare ini memberikan hasil klinis yang baik dan dapat ditoleransi
oleh tubuh. Produk ini juga merupakan anti diare pertama yang cara kerjanya
mengembalikan keseimbangan sistem tubuh dalam mengatur penyebaran air
dan elektrolit ke usus. Selain itu, Hidrasec pun mampu menghambat
enkephalinase dengan baik. Dengan demikian, efek samping yang
ditimbulkannya sangat minimal.
2. Loperamide
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara
Memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler
dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid
sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan
reseptor tersebut. Efek samping yang sering dijumpai ialah kolik abdomen,
sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi.
3. Nifuroxazide
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal
terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus
dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran
pencernaan.
a. Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari obat anti infeksi
intestinal biasa seperti kloroyodokuin.
b. Pada konsentrasi encer (1 : 25.000) Nifuroxazide masih memiliki
daya bakterisidal.
Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh
E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan
untuk anak-anak maupun dewasa.
4. Dioctahedral smectite
Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur
filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan
menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus
lambung dan melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga

dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi
rasio laktulose-manitol urin pada anak dengan diare akut (Putri, 2010).
Uraian Bahan
1. Loperamid
Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua
sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat
sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan
keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang
berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali.
Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan
penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang selektifitas
kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah minum
obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran
cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Loperamid
memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan
longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga
efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut.
Waktu paruh 7-14 jam. Kurang dari 2% dieliminasi renal tanpa diubah, 30%
dieliminasi fekal tanpa diubah dan sisanya dieliminasi setelah mengalami
metabolisme dalam hati sebagai glukoroid ke dalam empedu.
2. Oleum Ricini
Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai
laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan
menghasilkan asam risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga
mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan pengeluaran isi usus
dengan cepat. Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3 sendok makan (15 sampai 30
ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah
pemberian, berupa pengeluaran buang air besar berbentuk encer.
Adapun metode pengujian antidiare dengan penggunaan paraffin cair. Parafin
cair obat adalah mineral putih yang sangat halus minyak yang sangat digunakan
dalam kosmetik dan untuk tujuan medis, dan istilah mungkin memiliki kegunaan
yang berbeda di negara lain. Parafin cair, dianggap memiliki kegunaan yang
terbatas sebagai pencahar sesekali, tetapi tidak cocok untuk digunakan rutin
karena bias merembe sdari anus dan menyebab kaniritasi, dapat mengganggu
penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, bias diserap kedalam dinding usus
dan dapat menyebabkan tubuh granulamatous reaksi-asing, jika memasuki paruparu bisa menyebabkan lipoid, pneumonia.
IV.
ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
a. Alas bedah
b. Alat bedah
c. Penggaris
d. Sonde ral
e. Gelas kimia
f. Batang pengaduk

g. Jarum
2. Bahan :
a. Loperamide HCl (0,24 dan 0,48 mg/ml)
b. Suspensi PGA 2%
c. Karbon adsorbent
d. Oleum Ricini
3. Hewan
Mencit putih

V.

PROSEDUR
Pertama yang harus dilakukan adalah bobot mencit ditimbang kemudian

dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol diberi


PGA 2%, kelompok uji Loperamid dosis I dan dosis II di berikan secara per oral.
Pada waktu ke- 30 menit, semua kelompok hewan diberikan larutan karbon
adsorbent mencit secara per oral dan pada waktu ke- 32 menit semua mencit pada
tiap kelompok diberi oleum ricini,kemudian pada menit ke-62 semua mencit
dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher.
Kemudian setelah semua hewan dikorbankan, usus dikeluarkan secara hatihati sampai usus teregang. Setelah usus teregang, di ukur panjang usus yang
dilalui karbon adsorbent mulai dari pilorus sampai ujung akhir (berwarna hitam)
dan panjang seluruh usus dari pilorus sampai rektum.
Setelah itu, dihitung rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap
panjang usus seluruhnya dan hasil-hasil pengamatan disajikan dalam tabel beserta
grafiknya. Kemudian, evaluasi hasil pengamatan pada ketiga kelompok hewan
untuk waktu muncul diare, jangka waktu berlangsung diare, bobot feses dievaluasi
masing-masing secara statistik dengan metode ANAVA dan Students test.

VII .

PEMBAHASAN
Tujuan percobaan pada praktikum kali ini adalah mengetahui sejauh mana

aktivitas obat antidiare yaitu loperamid HCl dapat menghambat diare dengan
metode transit intestinal.
Diare merupakan keadaan buang-buang air dengan banyak cairan
(mencret) dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu. Diare disebabkan
oleh adanya rangsangan pada saraf otonom di dinding usus sehingga dapat
menimbulkan reflek yang mempercepat peristaltik sehingga timbul diare.
Diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh melebihi frekuensi
normal, serta konsistensi feses yang encer. Penyebab diare pun bermacam-macam.
Pada dasarnya diare merupakan mekanisme alamiah tubuh untuk mengeluarkan
zat-zat racun yang tidak dikehendaki dari dalam usus. Bila usus sudah bersih
maka diare akan berhenti dengan sendirinya.
Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit.
Selain karena anatomi fisiologinya sama dengan anatomi fisiologi manusia,juga
karena mencit mudah ditangani, ukuran tubuhnya kecil sehingga waktu penelitian
dapat berlangsung lebih cepat. Tiap kelompok diberi 3 ekor mencit. Kelompok
pertama merupakan mencit kontrol negatif dimana mencit diberikan
PGA 2%,karbo adsorbent lalu diberikan oleum ricini, Kontrol negatif
berfungsi untuk melihat proses defekasi pada mencit yang normal.

Dilihat dari grafik diatas mencit kontrol negatif, mengalami defekasi


normal dengan frekuensi defekasi yang jarang, dan konsistensinya juga
normal.Kelompok kedua adalah mencit diberikan loperamid dosis
1,karbo adsorbent kemudian diberi oleum ricini, dan kelompok ke tiga
mencit diberikan loperamid dosis 2,karbo adsorbent kemudian diberi
oleum ricini.Loperamid Dosis 1 dan Dosis 2 digunakan untuk membandingkan

kekuatan antara Loperamid yang diberikan dengan 1 dosis dan 2 dosis Seluruh zat
diberikan masing-masing berturut-turut diberikan pada waktu pertama,kemudian
karbo adsorbent diberikan pada menit ke-30,sedangkan oleum ricini pada menit ke
32.Pemberian ketiga zat tersebut dilakukan secara peroral karena yang akan
diamati adalah kecepatan peristaltik usus, kemudian mencit-mencit tersebut
didiamkan sampai menit ke-62 agar obat-obat tersebut dapat terabsorpsi secara
sempurna di dalam tubuh mencit, sehingga didapat efek yang diharapkan.
Loperamid HCl digunakan berguna untuk memperlambat motilitas saluran cerna
dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus serta menekan gerak
peristaltik,karbo adsorbent digunakan

sebagai indikator untuk megetahui

kecepatan motilitas usus,sedangkan oleum ricini berguna untuk merangsang


mukosa usus sehingga mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan
pengeluaran isi usus dengan cepat.
Pemberian loperamid HCl berdasarkan literatur seharusnya dapat
menurunkan kecepatan peristaltik usus. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari
rasio panjang usus yang dilalui oleh karbo adsorbent terhadap panjang usus
keseluruhan. Setelah 30 menit p emberian tinta cina masing-masing mencit
didislokasi dan dibedah untuk melihat kecepatan peristaltik antara mencit kontrol
dan mencit yang telah diberikan loperamid HCl dengan dosis yang berbeda.
Karena panjang usus yang dilewati tinta cina dapat dijadikan sebagai indikator
kecepatan peristaltik usus.
Berdasarkan teori rasio antara jarak usus yang dilalui karbo adsorbent dan
total panjang usus pada mencit uji kontrol seharusnya lebih besar daripada rasio
jarak usus yang dilalui karbo adsorbent dan total panjang usus pada mencit uji I
dan uji II karena mencit uji kontrol tidak mendapatkan loperamid HCl sebagai

penghambat gerak peristaltik usus sehingga gerak peristaltik ususnya lebih cepat
dan jarak usus yang dilalui tinta cina lebih panjang. Rasio antara jarak usus yang
dilalui Karbo adsorbent dan total panjang usus pada mencit uji I seharusnya lebih
besar daripada rasio jarak usus yang dilalui Karbo adsorbent dan total panjang
usus pada mencit uji II ,karena mencit uji I mendapatkan loperamid dengan dosis
yang lebih kecil dibandingkan mencit uji II sehingga penghambatan gerak
peristaltik usus pada mencit uji I lebih kecil daripada penghambatan gerak
peristaltik usus pada mencit uji II.
Dari hasil percobaan, urutan nilai rasio antara jarak karbo adsorbent dan
panjang usus mulai dari yang terbesar adalah: mencit uji I (0,772cm), mencit uji II
(0,584cm), mencit uji kontrol (0,542cm). Hal ini tidak sesuai dengan teori karena
Nilai rasio yang terbesar ditunjukan pada mencit yang diberi Loperamid dengan
dosis 1 seharusnya nilai rasio terbesar ditunjukan oleh mencit dengan kontrol
negatif,kemudian mencit yang diberikan Loperamid HCl dosis I,barulah mencit
yang diberikan Loperamid dosis 2 karena diberikan obat yang dosisnya paling
besar.Loperamid dengan dosis yang lebih tinggi seharusnya memberikan persen
inhibisi atau keefektifan yang lebih baik daripada loperamid dengan dosis yang
lebih kecil,hal ini terjadi mungkin dikarenakan terjadinya kesalahan saat
pengukuran dan saat melihat panjang marker pada usus.Namun jika dilihat dalam
analisis Students test,didapat hasil yang sesuai dengan literatur dimana %
proteksi Loperamid dosis 1 memiliki daya proteksi lebih kecil dibanding
Loperamid dosis 2 dengan kontrol negatif yang memiliki rata-rata panjang marker
lebih panjang dibanding dengan Mencit uji 1 dan dan uji 2. Mungkin ini
dikarenakan pada analisis dengan students test yang di gunakan langsung data
dari panjang marker (bukan dari rasio). Oleh karena itu pada saat analisis dengan
metode anava didapat rata-rata setiap perlakuan (PGA, Loperamida dosis I,
maupun Loperamida dosis II) memberikan efek anti diare yang berbeda terhadap
mencit.

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil percobaan, pengamatan dan perhitungan dapat


disimpulkan bahwa aktivitas obat anti diare yaitu Loperamid HCl dapat
menghambat diare dengan metode uji antidiare yaitu metode transit intestinal.
Makin besar dosis Loperamid HCl yang diberikan, makin besar pengurangan
gerak peristaltik usus mencit dan makin pendek ukuran usus yang dilewati
marker.

DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, Ketut. 2004. Sekilas Tentang Diare.http://www.blogdokter.net/2008/10/
30/sekilas-tentang-diare/. [Diakses tanggal 10 April 2011]
Anne, Ahira. 2011. Penyakit Diare Akut. http://www.anneahira.com/diareakut.htm. [Diakses tanggal 10 April 2011.
Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Infomedika. Hal :
14-4.
Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5.
Jakarta : Penerbit UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung : Penerbit ITB.

Anda mungkin juga menyukai