Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI Pengujian Efek Antidiare

I. TUJUAN

Mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat menghambat diare dengan metode uji antidiare
yaitu metode transit intestinal.

II. PRINSIP

· Metode Transit Instestinal

Aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus dengan mengukur rasio normal jarak yang
ditempuh marker terhadap panjang usus sepenuhnya.

· Parameter – Parameter Obat Antidiare

Waktu muncul diare, jangka waktu berlangsung diare, bobot feses di evaluasi setelah pemberian obat
dengan metode ANAVA dan Student’s t test.

III. TEORI

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat dihubungkan
dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB
dengan atau tanpa inkontinensia fekal (Daldiyono, 1990).

Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang terus menerus disertai
keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan, atau memiliki kandungan air yang berlebih dari
keadaan normal. Umumnya diare menyerang balita dan anak-anak. Namun tidak jarang orang dewasa
juga bisa terjangkit diare. Jenis penyakit diare bergantung pada jenis klinik penyakitnya (Anne, 2011).

Klinis tersebut dapat diketahui saat pertama kali mengalami sakit perut. Ada lima jenis klinis penyakit
diare, antara lain:
Diare akut, bercampur dengan air. Diare memiliki gejala yang datang tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari. Bila mengalami diare akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan penurunan berat
badan jika tidak diberika makan dam minum.

Diare kronik. Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang disebabkan oleh virus, Bakteri dan
parasit, maupun non infeksi.

Diare akut bercampur darah. Selain intensitas buang air besar meningkat, diare ini dapat menyebabkan
kerusakan usus halus,spesis yaitu infeksi bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan dehidrasi.

Diare persisten. Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari. Dengan bahaya utama adalah
kekurangan gizi. Infeksi serius tidak hanya dalam usus tetapi menyebar hingga keluar usus.

Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare yang lainnya, karena mengakibatkan
infeksi yang sifatnya sistemik atau menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamin dan mineral.
Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain (National Digestive Diseases Information
Clearinghouse, 2007) :

· infeksi bakteri

beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan atau minuman, contohnya Campylobacter,
Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli (E. coli).

· infeksi virus

beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, Norwalk virus, cytomegalovirus, herpes simplex
virus, and virus hepatitis.

· intoleransi makanan

beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan, misalnya pemanis buatan dan laktosa.

· parasit

parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman dan menetap di dalam system
pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare misalnya Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, and
Cryptosporidium.

· reaksi atau efek samping pengobatan

antibiotik, penurun tekanan darah, obat kanker dan antasida mengandung magnesium yang mampu
memicu diare.

· gangguan intestinal

· kelainan fungsi usus besar


Pada anak anak dan orang tua diatas 65 tahun diare sangat berbahaya. Bila penanganan terlambat dan
mereka jatuh ke dalam dehidrasi berat maka bisa berakibat fatal. Dehidrasi adalah suatu keadaan
kekurangan cairan, kekurangan kalium (hipokalemia) dan adakalanya acidosis (darah menjadi asam),
yang tidak jarang berakhir dengan shock dan kematian. Keadaan ini sangat berbahaya terutama bagi
bayi dan anak-anak kecil, karena mereka memiliki cadangan cairan intrasel yang lebih sedikit sedangkan
cairan ekstra-selnya lebih mudah lepas daripada orang dewasa (Adnyana, 2008).

Mekanisme timbulnya diare.

Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa menyebabkan diare dan muntah.
Keracunan pangan yang menyebabkan diare dan muntah, disebabkan oleh pangan dan air yang
terkontaminasi oleh mikroba. Pada tulisan ini akan dijelaskan mekanisme diare dan muntah yang
disebabkan oleh mikroba melalui pangan terkontaminasi. Secara klinis, istilah diare digunakan untuk
menjelaskan terjadinya peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan peningkatan berat atau
volume tinja dan frekuensinya. Seseorang dikatakan diare jika secara kuantitatif berat tinja per-24 jam
lebih dari 200 gram atau lebih dari 200 ml dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari (Putri, 2010).

Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa mekanisme. Beberapa patogen
menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit, seringkali dengan melibatkan enterotoksin yang akan
menurunkan absorpsi garam dan air dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini
tidak terjadi gap osmotic dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga tidak bisa dihentikan
dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory. Contoh dari diare sekretori adalah kolera
dan diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic E coli (Putri, 2010).

Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong pada kontraksi otot,
sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan
daya dorong ini mungkin secara langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang diaktivasi oleh
patogen, atau oleh peningkatan tekanan luminal karena adanya akumulasi fluida. Pada umumnya,
peningkatan daya dorong tidak dianggap sebagai penyebab utama diare tetapi lebih kepada faktor
tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh
patogen (Putri, 2010).

Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan mukosa dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran, karakteristik dan daerah yang terinfeksi akan bervariasi
antar organisme. Kerusakan mukosa yang terjadi bisa berupa difusi nanah oleh pseudomembran sampai
dengan luka halus yang hanya bisa dideteksi secara mikroskopik. Kerusakan mukosa atau peningkatan
permeabilitas tidak hanya menyebabkan pengeluaran cairan seperti plasma, tetapi juga mengganggu
kemampuan mukosa usus untuk melakukan proses absorbsi yang efisien karena terjadinya difusi balik
dari fluida dan elektrolit yang diserap. Diare jenis ini dikenal sebagai diare eksudatif. Penyebabnya
adalah bakteri patogen penyebab infeksi yang bersifat invasive (Shigella, Salmonella) (Putri, 2010).
Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai kerusakan mucosal yang diinduksi oleh
patogen. Kegagalan pencernaan dan penyerapan karbohidrat (CHO) akan meningkat dengan hilangnya
hidrolase pada permukaan membrane mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-isomaltase) atau kerusakan
membran microvillus dari enterosit. Peningkatan solut didalam luminal karena malabsorbsi CHO
menyebabkan osmolalitas luminal meningkat dan terjadi difusi air ke luminal. Diare jenis ini dikenal
sebagai diare osmotik dan bisa dihambat dengan berpuasa (Putri, 2010).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri
pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau
sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus (Putri, 2010).

Adhesi.

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili dengan
reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga
sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti
Enterotoxic E. Coli (ETEC).

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen
EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur
sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi
EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.

Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC (Putri, 2010).

Invasi.

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi
multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler
menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya
mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi
toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik
seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya
Salmonella.

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat
sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup
0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V.
Parahemolyticus (Putri, 2010).
Enterotoksin.

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis sangat
aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B.
Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler
sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan
HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heatStabile
toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein
membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida (Putri, 2010).

Penggolongan obat diare :

A. Kemoterapeutika

Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada beberapa pengecualian dimana obat
antimikroba diperlukan pada diare yag disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri dan protozoa.
Pemberian antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya diare dan mungkin mempercepat
pengeluaran toksin. Kemoterapi digunakan untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab
diare dengan antibiotika (tetrasiklin, kloramfenikol, dan amoksisilin, sulfonamida, furazolidin, dan
kuinolon) (Schanack, 1980).

B. Zat penekan peristaltik usus

Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler
dan longitudinal usus. Contoh: Candu dan alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan loperamin), dan
antikolinergik (atropin dan ekstrak beladona) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).

C. Adsorbensia

Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini adalah mengikat atau menyerap
toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta melapisi permukaan mukosa usus sehingga toksin dan
mikroorganisme tidak dapat merusak serta menembus mukosa usus. Obat-obat yang termasuk kedalam
golongan ini adalah karbon, musilage, kaolin, pektin, garam-garam bismut, dan garam-garam
alumunium ) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).

Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan antara adsorben dengan
penghilang nyeri (paregorik). Adsorben mengikat bakteri dan toksin sehingga dapat dibawa melalui usus
dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben yang digunakan dalam sediaan diare antara lain attapulgit
aktif, karbon aktif, garam bismuth, kaolin dan pektin (Harkness, 1984).

Loperamida

Pemerian: serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada suhu lebih kurang 225oC disertai
peruraian.
Kelarutan: sukar larut dalam air dan asam encer, mudah larut dalam metanol dan kloroform.

(Farmakope Indonesia IV, 1995).

Obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal
usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh
ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Obat ini sama efektifnya dengan difenoksilat untuk
pengobatan diare kronik. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen, sedangkan toleransi
terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi. Pada sukarelawan yang mendapatkan dosis besar
loperamid, kadar puncak pada plasma dicapai dalam waktu empat jamsesudah makan obat. Masa laten
yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami
sirkulasi enterohepatik. Waktu paruhnya adalah 7-14jam. Loperamid tidak diserap dengan baik melalui
pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik; sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerja
loperamid. Sebagian besar obat diekskresikan bersama tinja. Kemungkinan disalahgunakannya obat ini
lebih kecil dari difenoksilat karena tidak menimbulkan euphoria seperti morfin dan kelarutannya rendah
(Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).

Contoh Uraian obat Diare

Racecordil

Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik
yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak
menyebabkan ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993
memenuhi semua syarat ideal tersebut. Berdasarkan uji klinis didapatkan bahwa anti diare ini
memberikan hasil klinis yang baik dan dapat ditoleransi oleh tubuh. Produk ini juga merupakan anti
diare pertama yang cara kerjanya mengembalikan keseimbangan sistem tubuh dalam mengatur
penyebaran air dan elektrolit ke usus. Selain itu, Hidrasec pun mampu menghambat enkephalinase
dengan baik. Dengan demikian, efek samping yang ditimbulkannya sangat minimal.

Loperamide

Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat motilitas saluran
cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan
reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor
tersebut. Efek samping yang sering dijumpai ialah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek
konstipasi jarang sekali terjadi.

Nifuroxazide
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella
dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal
pada saluran pencernaan.

Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari obat anti infeksi intestinal biasa seperti
kloroyodokuin.

Pada konsentrasi encer (1 : 25.000) Nifuroxazide masih memiliki daya bakterisidal.

Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus,
kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.

Dioctahedral smectite

Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro telah
terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite
mengubah sifat fisik mukus lambung dan melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga
dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulose-manitol
urin pada anak dengan diare akut (Putri, 2010).

IV. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

· Alas bedah

· Alat bedah

· Penggaris

· Sonde ral

2. Bahan

· Loperamide HCl

(0,24 dan 0,48 mg/ml)


· Suspensi PGA 2%

(diwarnai hitam dengan tinta cina/norit 0,1/10 gram sebagai marker)

· Tinta cina

3. Hewan

Mencit putih, dipuasakan 18 jam sebelum percobaan dan minum tetap di berikan.

V. PROSEDUR

Pertama yang harus dilakukan adalah bobot mencit ditimbang kemudian dikelompokkan secara acak
menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol diberi PGA 2%, kelompok uji Loperamid dosis I dan dosis II
di berikan secara per oral. Pada waktu ke- 45 menit, semua kelompok hewan diberikan tinta cina 0,1
ml/10 g mencit secara per oral dan pada waktu ke- 65 menit semua hewan dikorbankan dengan cara
dislokasi tulang leher.

Kemudian setelah semua hewan dikorbankan, usus dikeluarkan secara hati-hati sampai usus teregang.
Setelah usus teregang, di ukur panjang usus yang dilalui norit mulai dari pilorus sampai ujung akhir
(berwarna hitam) dan panjang seluruh usus dari pilorus sampai rektum.

Setelah itu, dihitung rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya dan
hasil-hasil pengamatan disajikan dalam tabel beserta grafiknya. Kemudian, evaluasi hasil pengamatan
pada ketiga kelompok hewan untuk waktu muncul diare, jangka waktu berlangsung diare, bobot feses
dievaluasi masing-masing secara statistik dengan metode ANAVA dan Student’s test.

VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

1. Dosis Pemberian Obat

a. PGA 2% (mencit ke-1)

26/20 x 0,5 = 0,65 mL

b. Loperamid Dosis I (0,24 mg/20g BB) (mencit ke-2)

26/20x 0,5 = 0,65 mL


c. Loper2amid Dosis II (0,48 mg/20g BB) (mencit ke-3)

29,2/20x 0,5 = 0,73 mL

2. Dosis Pemberian Tinta Cina

a. Mencit ke-1

26/10 x 0,1 = 0,26 mL

b. Mencit ke-2

26/10 x 0,1 = 0,26 mL

c. Mencit ke-3

29,2/10 x 0,1 = 0,23 mL

HASIL PENGAMATAN

KEL.

JARAK TINTA CINA (X-Z) cm

JARAK USUS SELURUHNYA (X-Y) cm

RASIO

(X-Z/X-Y)

KONTROL (PGA 2%)

13,6

65,6

0,207

2
25

57

0,44

25

60

0,417

14

57,6

0,246

LOPERAMID DOSIS I (0,24 mg/20g BB)

13,5

61

0,221

14

58

0,240

14,6

60

0,242

4
-

LOPERAMID DOSIS II (0,48 mg/20g BB)

6,5

60

0,108

23

61

0,377

7,5

69

0,1

62

0,574

OBAT

RASIO

JUMLAH

RATA-RATA
1

KONTROL (PGA2%)

0,207

0,44

0,417

0,246

1,31

0,3275

LOPERAMID DOSIS I (0,12mg/20g BB)

0,221

0,240

0,242

0,703

0,243

LOPERAMID DOSIS II (0,24mg/20g BB)

0,108

0,377

0,1

0,574

1,132

0,283
JUMLAH

0,536

1,057

0,759

0,82

3,145

Perhitungan dengan tabel ANAVA

Hipotesis:

Ho : s2P = 0 ; rata-rata setiap perlakuan memberikan efek anti diare yang relatif sama terhadap mencit

H1 : rata-rata setiap perlakuan memberikan efek anti diare yang berbeda

Statistik uji : a = 5 % = 0,05

Ry = (1,31+0,703+1,132) 2 = 0,824

4x3

Ay = (1, 31) 2 + (0,703) 2 + 1,132)2 - 0,824

= 0,8729 – 0,824

= 0,0489

S y2 = 0,2072 + 0,442 + ..... + 0,12 + 0,5742

= 1,1283

Dy = S y2 – Ry – Ay

= 1,1283 – 0,824– 0,0489


= 0,2554

Untuk tabel ANAVA :

k =3

S ni = 12

S (ni – 1) =9

Tabel Anava

Sv

dk

JK

KT

Fhit

Rata-rata

0,824

0,824

0,857

Antar kelompok

0,0489

0,024

Dalam kelompok

0,2554

0,028
Jumlah

12

1,1283

Untuk perlakuan:

F0,05 (2,9) = 4,26

4,26 > 0,857

F tabel > F hitung, maka Ho diterima.

Artinya, rata-rata setiap perlakuan (PGA, Loperamida dosis I, maupun Loperamida dosis II) memberikan
efek anti diare yang relatif sama terhadap mencit.

VII . PEMBAHASAN

Tujuan percobaan pada praktikum kali ini adalah mengetahui sejauh mana aktivitas obat antidiare yaitu
loperamid HCl dapat menghambat diare dengan metode transit intestinal.

Diare merupakan keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan merupakan gejala dari
penyakit-penyakit tertentu. Diare disebabkan oleh adanya rangsangan pada saraf otonom di dinding
usus sehingga dapat menimbulkan reflek yang mempercepat peristaltik sehingga timbul diare.

Diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh melebihi frekuensi normal, serta konsistensi feses
yang encer. Penyebab diare pun bermacam-macam. Pada dasarnya diare merupakan mekanisme
alamiah tubuh untuk mengeluarkan zat-zat racun yang tidak dikehendaki dari dalam usus. Bila usus
sudah bersih maka diare akan berhenti dengan sendirinya.

Diare pada dasarnya tidak perlu pemberian obat, hanya apabila terjadi diare hebat dapat digunakan
obat untuk menguranginya. Obat antidiare yang banyak digunakan diantaranya adalah Loperamid yang
daya kerjanya dapat menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu
memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi pada keadaan resorpsi normal kembali.
Loperamid merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan khasiat
obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak mengakibatkan ketergantungan.

Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit. Selain karena anatomi
fisiologinya sama dengan anatomi fisiologi manusia,juga karena mencit mudah ditangani, ukuran
tubuhnya kecil sehingga waktu penelitian dapat berlangsung lebih cepat. Sebelum digunakan untuk
percobaan, mencit dipuasakan selama 18 jam sebelum percobaan tetapi minum tetap diberikan. Hal
tersebut dikarenaka makanan dalam usus akan berpengaruh terhadap kecepatan peristaltik.

Tiap kelompok diberi 3 ekor mencit. Prosedur pertama yang dilakukan adalah menimbang masing-
masing mencit untuk menentukan banyaknya dosis sediaan uji yang akan diberikan pada tiap mencit.
Mencit pertama memiliki bobot 26 gram dan setelah dikonversi dengan 0,5 mL/20 gram maka
banyaknya dosis untuk mencit pertama adalah 0,65 mL (kontrol negatif). Sedangkan untuk mencit kedua
bobotnya adalah 26 gram maka dosisnya 0,65 mL (loperamid HCl 0,24 mg/mL) dan untuk mencit ketiga
dengan bobot 29,2 gram dosisnya adalah 0,73 mL (loperamid HCl 0,48 mg/mL).

Mencit pertama merupakan mencit kontrol negatif karena akan diberikan PGA 2% , mencit kedua akan
diberikan loperamid HCl 0,24 mg/mL, dan mencit ketiga akan diberikan loperamid HCl 0,48 mg/mL.
Pemberian ketiga zat tersebut dilakukan secara peroral karena yang akan diamati adalah kecepatan
peristaltik usus, kemudian mencit-mencit tersebut didiamkan selama 45 menit agar obat-obat tersebut
dapat terabsorpsi secara sempurna di dalam tubuh mencit, sehingga didapat efek yang diharapkan.

Setelah itu, tiap-tiap mencit diberikan tinta cina 0,01mL per gram dari berat mencit secara peroral. Tinta
cina ini berguna sebagai indikator untuk megetahui kecepatan motilitas usus. Karena obat antidiare yang
digunakan adalah loperamid HCl. Loperamid HCl merupakan obat antidiare golongan opioid yang
mekanisme kerjanya adalah menekan kecepatan gerak peristaltik. Secara in vitro pada binatang
Loperamide menghambat motilitas / perilstaltik usus dengan mempengaruhi langsung otot sirkular dan
longitudinal dinding usus serta mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar. Pada
manusia, Loperamide memperpanjang waktu transit isi saluran cerna. Loperamide menurunkan volum
feses, meningkatkan viskositas dan kepadatan feses dan menghentikan kehilangan cairan dan elektrolit.

Sehingga pemberian loperamid HCl berdasarkan literatur seharusnya dapat menurunkan kecepatan
peristaltik usus. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari rasio panjang usus yang dilalui oleh tinta cina
terhadap panjang usus keseluruhan. Setelah 20 menit pemberian tinta cina masing-masing mencit
didislokasi dan dibedah untuk melihat kecepatan peristaltik antara mencit kontrol dan mencit yang telah
diberikan loperamid HCl dengan dosis yang berbeda. Karena panjang usus yang dilewati tinta cina dapat
dijadikan sebagai indikator kecepatan peristaltik usus.

Berdasarkan teori rasio antara jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada mencit uji
kontrol seharusnya lebih besar daripada rasio jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus
pada mencit uji I dan uji II karena mencit uji kontrol tidak mendapatkan loperamid sebagai penghambat
gerak peristaltik usus sehingga gerak peristaltik ususnya lebih cepat dan jarak usus yang dilalui tinta cina
lebih panjang. Rasio antara jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada mencit uji I
seharusnya lebih besar daripada rasio jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada
mencit uji II karena mencit uji I mendapatkan loperamid dengan dosis yang lebih kecil dibandingkan
mencit uji II sehingga penghambatan gerak peristaltik usus pada mencit uji I lebih kecil daripada
penghambatan gerak peristaltik usus pada mencit uji II.
Dari hasil percobaan, urutan nilai rasio antara jarak tinta dan panjang usus mulai dari yang
terbesar adalah: mencit uji kontrol (0,3275cm), mencit uji I (0,243cm), mencit uji II (0,283cm). Hal ini
tidak sepenuhnya sesuai dengan teori karena adanya mencit yang mati saat percobaan sehingga tidak
dapat memberikan data yang sesuai.

Loperamid dengan dosis yang lebih tinggi memberikan persen inhibisi atau keefektifan yang lebih
baik daripada loperamid dengan dosis yang lebih kecil.

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil percobaan, pengamatan dan perhitungan dapat disimpulkan bahwa aktivitas
obat anti diare yaitu Loperamid HCl dapat menghambat diare dengan metode uji antidiare yaitu metode
transit intestinal. Makin besar dosis Loperamid HCl yang diberikan, makin besar pengurangan gerak
peristaltik usus mencit dan makin pendek ukuran usus yang dilewati marker.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, Ketut. 2004. Sekilas Tentang Diare. http://www.blogdokter.net/2008/10/30/sekilas-tentang-


diare/. [Diakses tanggal 10 April 2011]

Anne, Ahira. 2011. Penyakit Diare Akut. http://www.anneahira.com/diare-akut.htm. [Diakses tanggal 10


April 2011]

Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Infomedika. Hal : 14-4.

Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta : Penerbit UI Press.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung : Penerbit ITB.


National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007. Diarrhea. Available online at
www.digestive.niddk.nih.gov . [Diakses tanggal 10 April 2011]

Putri, Titian.2010.Diare. http://titianputri.blogspot.com/2010/02/diare-adalah.html . [Diakses tanggal 10


April 2011

Anda mungkin juga menyukai