Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

GEA (GASTROENTERITIS AKUT

Oleh:

Erlina Ariesetyawati
Kelompok II

RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA

MALANG

2018
GEA (GASTROENTRITIS AKUT)

A. Definisi dan Anatomi Fisiologi


1. Definisi
Gastroentritis merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran, dan
frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/ hari dan pada neonatus lebih
dari 4 kali/ hari. (A. Aziz Hidayat, 2008).
Selain itu menurut Sudoyo Aru Gastroenteritis atau diare adalah buang air besar (defikasi)
dengan tinja berbentuk cair/setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
pada biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Penularan diare karena infeksi melalui
makan/minum yang terkontaminasi pathogen yang berasal/hewan atau muntahan penderita dan
juga melalui udara atau melalui aktivitas seksual kontak oral/general atau melalui aktivitas seksual
kontak oral/genetal atau aral-anal.(Sudoyo Aru,dll 2009).
Dapat disimpulkan Gastroentritis merupakan inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh
bakteri, usus, dan pathogen, yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (>3 kali/sehari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair).

2. Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan meliputi mulut, kerongkongan, esophagus, lambung, dan usus.
Makanan yang masuk kedalam tubuh kita melalui beberapa tahap, yaitu ingesti; dimana intake
makanan masuk ke dalam tubuh kita melalui proses memasukan makanan ke dalam mulut,
pengunyahan dan menelan; digesti dimana terjadi perubahan fisik dan kimia zat makanan untuk
dapat di absorbsi. Absorbsi dimana partikel zat makanan dari saluran cerna ke dalam aliran darah
dan pembuluh limfe. Setelah tahap digesti dan absobsi dilalui,molekul-molekul kecil siap di
gunakan oleh tubuh kita. Beberapa dari molekul molekul kecil tersebut di gunakan untuk alergi,
yang lainnya seperti asam amino di gunakan untuk membangun, memperbaiki dan memproduksi
sel. Bahan-bahan yang tidak dapat di digesti dan di absorbsi akan di eliminasi oleh tubuh.
Sistem pencernaan terbagi atas organ utama dan organ aksesoris atau tambahan. Organ
utama sistem pencernaan terdiri atas rongga mulut yang di dalamnya terdapat palatum, pipi dan
bibir, lidah gigi, kelenjar ludah, faring, esofagus (kerongkongan), lambung (gaster), duodenum
(usus halus), jejenunum, ileum, kolon yang terdiri atas kolon asenden (naik), transversum
(horizontal) dan desenden (menurun) dan rektum. Sedangkan organ aksesorisnya terdiri atas
kelenjar kelenjar ludah (glandula saliva), dimana terdapat kelenjar parotis, kelenjar sublingualis
dan kelenjar submandibularis. Organ aksesoris lain yaitu hati/hepar dan pancreas.

B. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2009) penyebab terjadinya gastroenteritis ada 5 faktor, yaitu :
1. Faktor Infeksi adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
gastroentritis pada infeksi internal, meliputi :

a. Infeksi bakteri
Vibrio, E Coli, Samonela, Shigella, Campylobachter, yersinia, aeromonas dan sebagainya.
b. Infeksi virus
Ento (virus echo), coxsackie, poliomytis, adenovirus, rotavirus, astovirus, dan lain-lain.
c. Infeksi parasit
Cacing, protozoo, dan jamur
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat meliputi air di sakarida (intoleransi lactora, maltose, dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, friktosa, dan gluktosa), pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering intoleransi laktosa. Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi
mengandung 50 mg laktosa perliter). Maka pada bayi dam balita diare intoleransi laktosa
mendaat perhatian khusus. Penyababnya karena pada bayi pembentukan enzim lipase yang
berfungsi memecah laktosa belum sempurna, sehingga menyababkan bayi diare, dan lipase
akan berfungsi optimal saat berusia 4-6 bulan. Kondisi ini biasanya terjadi pada usia bayi 1-2
bulan dan tidak menyababkan berat badannya turun. Selain itu malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor Kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci tangan
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum mengkonsumsi makanan.
5. Faktor Psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan gastoentritis karena dapat merangsang peningkatan
peristaltic usus.

C. Klasifikasi
Menurut Sunato gastroentritis dapat diklasifikasikan mejadi tiga, yaitu : (Sunato,2009)
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan :
a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan Enterotolitis
nektrotikans.
b. Diare non spesifik : diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan oleh bakteri,
virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya: diare karena
bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak, berlangsung
cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang
berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
b. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak
Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang, disetujui bahwa definisi diare kronik
ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih. (sunato,2009).
D. Patofisologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena
infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi
dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan
gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina
propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat
mengalami invasi sistemik. Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia
coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme
patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana
merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan
Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui
penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar
penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit
meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik
dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi)
yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi
(intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.(Sudoyo Aru,2009).
Pathway
E. Gejala Klinis
Menurut Kliegman tanda gejala gastroenteritis, yaitu : (Kliegman,2010)
1. Secara umun :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b. Terdapat tanda gejala dehidrasi : turgor kuit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun dan
mata cekung, membrane mukosa kering.
c. Demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Mual dan muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Nyeri abdomen
j. Perih di ulu hati
k. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat Menurun atau tidak adanya
pengeluaran urine.

Bila penderita telah banyak kehilangan banyak cairan elektrolit, maka gejala dehidrasi tampak.
Menurut Nelson (2009), ada 3 tingkatan dehidrasi, yaitu:
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis,
suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok, ubun-ubun dan mata cekung, minum
normal, kencing normal.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara
serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. gelisah, sangat haus, pernafasan agak
cepat, ubun-ubun dan mata cekung, kencing sedikit dan minum normal.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku
sampai sianosis, denyut jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah turun, warna urine pucat,
pernafasan cepat dan dalam, turgor sangat jelek, ubun-ubun dan mata cekung sekali, dan tidak
mau minum. Atau yang dikatakan dehidrasi bila:
1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB.

F. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan psikologis :
keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi
cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
2. Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
Auskultasi : terdengarnya bising usus.(Hudack&Gallo,2007).

G. Pemeriksaan Penunjang/Diangnostik
1. Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan Darah

a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor)
dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.

b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

3. Intubasi Duodenum (Doudenal Intubation).

Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan
pada penderita diare kronik.

H. Terapi/Tindakan Penanganan
1. Terapi Famakologi
a. Obat-obatan Antiemetik
Untuk mengatasi muntah
b. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare serta dapat
diberikan oralit.
c. Pemberian air minum
Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk mengatasi
ketidakseimbangan yang terjadi.
d. Pemberian cairan intravena
Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan intravena. Larutan
garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih untuk kasus-kasus dengan kadar
natrium mendekati normal, karena akan menambah volume plasma. Segera setelah pasien
mencapai normotensi, separuh dari larutan garam normal (0,45%) diberikan untuk
menyediakan air bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa
metabolisme.
e. Pemberian bolus cairan IV
Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk mengetahui apakah
aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan fungsi ginjal normal.
2. Terapi Non Farmakalogi
Penanganan penderita gastroenteritis secara non farmakologi antara lain:
b. Pemberian Makanan.
c. Makanan yang diberikan pada penderita gastroenteritis adalah makanan yang mudah
dicerna seperti makanan setengah padat (bubur). Pada bayi dapat diberikan susu (ASI
atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh). Air
susu ibu (ASI) mempunyai khasiat preventif secara imunologi dengan adanya antibodi
dari zat-zat lain yang dikandungnya.
d. Menjaga kebersihan lingkungan disekitar tempat penderita.
e. Selalu membiasakan untuk mencuci tangan dengan bersih.

I. Komplikasi
Menurut Kliegman ada 8 komplikasi gastroenteritis, yaitu : (kliegman,2010)
1. Demam
2. Dehidrasi
3. Hipokalemia
4. Hipokalsemia
5. Ilues peristaltic
6. Hiponatremi
7. Syok hipovalemik
8. Asidosis
J. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data, dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik.
1. Indentitas Klien
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan / penyakit sekarang
c. Riwayat kesehatan / penyakit dahulu
d. Riwayat kesehatan / penyakit keluarga
e. Riwayat tumbuh kembang (usia 2 tahun)
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan tumbuh kembang
5. Pemeriksaan penunjang

K. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit berhubungan dengan kehilangan natrium dan
klorida
5. Anoreksia berhubungan dengan metabolism oleh bakteri.(Nanda,2011)

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:


Salemba Medika.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Ngastiyah. 2009. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.

Behrman., Kliegman. & Arvin. 2010. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol
2). Jakarta : EGC. 854 – 856.

Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.
Jakarta: EGC, 2009 : (1): 561-3.

Hudak & Gallo, 2007. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai