Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Diare Akut


Periode Praktik 30 November s.d 02 Desember 2023

Disusun Oleh :
Selman Syukur
NPM : 202391032
Kelompok : Imogene

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Armina, M.Kep, Sp. Kep. An
Ns. Dwi Kartika, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAITURRAHIM JAMBI
TAHUN 2023
DIARE AKUT
1. Defenisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya

lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,

yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer

tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Ada juga yang memberi batasan

diare akut pada anak yaitu buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan

konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu.

Diare akut diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari

14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.

2. Epidemiologi
Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas

anak-anak di berbagai negara berkembang termasuk di Indonesia. Terdapat 60

juta episode diare akut setiap tahunnya di Indonesia dimana 1-5 % daripadanya

akan menjadi diare kronik dan bila sampai terjadi dehidrasi berat yang tidak

segera ditolong, 50-60% diantaranya dapat meninggal dunia.

Berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain :

a. Faktor lingkungan

b. Gizi

c. Kependudukan

d. Pendidikan

e. Keadaan sosial ekonomi

f. Perilaku masyarakat
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan

perorangan seperti kebersihan puting susu, kebersihan botol dan dot susu, maupun

kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan. Faktor gizi

misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan meskipun anak telah

berusia 4-6 bulan. Faktor pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu tentang

masalah kesehatan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare lebih

tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan

faktor perilaku orangtua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang

tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau

membuang tinja anak. Faktor-faktor di atas terkait erat dengan faktor ekonomi

masing-masing keluarga.

3. Etiologi
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare

yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri,

dan parasit.

Etiologi diare akut dapat dihubungkan dengan bakteri, viral atau parasit yang

telah dikenal sebagai penyebab enteritis sbb:

a. Bakteri

Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium perfringens,

Clostridium difficile, Escherichia coli, Plesiomonas shigelloides, Salmonella,

Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae 01 and 0139, Vibrio

parahaemolyticus, Yersinia enterocolitica.

b. Virus

Astroviruses, Caliciviruses, Norovirus, Enteric adenoviruses, Rotavirus,

Cytomegalovirus, Herpes simplex viruses.

c. Parasit

Balantidium coli, Blastocystis hominis, Cryptosporidium parvum, Cyclospora


cayetanensis, Encephalitozoon intestinalis, Entamoeba histolytica,

Enterocytozoon bieneusi, Giardia lamblia, Isospora belli, Strongyloides

stercoralis, Trichuris trichiura.

Juga ada penyebab diare noninfeksi sbb:

a. Defek Anatomik

Malrotasi, duplikasi intestinal, penyakit Hirschsprung, impaksi fecal, sindrom

usus pendek, atrofi microvillus, striktur.

b. Malabsorpsi

Defisiensi disakaridase, malabsorsi glukosa-galaktosa, insuffisiensi pancreas,

fibrosis kistik, Sindrom Shwachman, penurunan garam empedu intraluminal,

cholestasis, Penyakit Hartnup, abetalipoproteinemia, Penyakit Celiac.

c. Endokrinopati

Thyrotoxicosis,Penyakit Addison,Sindrom Adrenogenital.

d. Keracunan

Logam berat, Scombroid, Ciguatera, jamur.

e. Neoplasma

Neuroblastomas, Ganglioneuromas, feokromositomas, Karsinoid, Sindrom

Zollinger-Ellison, Sindrom vasoaktif invasif intestinal.

f. Lain-Lain

Infeksi Nongastrointestinal, Alergi susu, Penyakit Crohn (regional enteritis),

Familial Dysautonomia, Penyakit defisiensi imun, Protein-Losing Enteropati,

Kolitis Ulseratif , Enteropatika Acrodermatitis, Penyalahgunaan Laxative,

Gangguan Motilitas, Pellagra (kekurangan vitamin B kompleks).

Diare kronik atau persisten lebih dari 14 hari dapat karena :

(1) Agen infeksiosa seperti Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum,

enteropatogenik Escherichia coli;


(2) Setiap enteropatogen yang menginfeksi pejamu yang immunocompromised ;

atau

(3) Gejala residual setelah kerusakan intestinal setelah infeksi akut.

4. Patogenesis
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi

diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri

dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang

disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti

mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala

dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan

lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang

mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.

Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan

tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan

pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi

menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif, dan gangguan motilitas. Diare

osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolalitas

dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya

adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam

magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang

berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin

yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu,

asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon
intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat

menyebabkan diare sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus

halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi

bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory

bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu

transit usus menjadi lebih cepar. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis,

sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri

paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan

penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan

mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang

invansif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit damam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen

meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,

invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat

menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi

pertahanan mukosa usus.

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :

a. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang

berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul

diare.

b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan

terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan

selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

c. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus

untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik

usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang

selanjutnya akan menimbulkan diare pula.

Patogenesis diare akut :

a. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil

melewati rintangan asam lambung.

b. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.

c. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin/toksin diaregenik).

d. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan

menimbulkan diare.

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :

a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya

gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia, dan

sebagainya).

b. Gangguan gizi sebagai akibat masukan makanan kurang dan pengeluaran

bertambah.

c. Hipoglikemia.

d. Gangguan sirkulasi darah.

Virus

Beberapa jenis virus seperti Rotavirus, berkembang biak dalam epitel vili

usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya
sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian

sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus

mensekresi air dan elekrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan

hilangnya enzim disakaridase terutama laktase. Penyembuhan terjadi bila vili

mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang.

Bakteri

Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus

pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan.

Penempelan terjadi melalui antigen yang menyerupai rambut getar, disebut pili

atau fimbria yang melekat pada reseptor di permukaan usus. Hal ini terjadi

misalnya pada E. coli enterotoksigenik dan V. Cholera. Pada beberapa keadaan,

penempelan di mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus yang

menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan sekresi

cairan.

Toksin yang menyebabkan sekresi. E. coli enterotoksigenik, V. cholerae

dan beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel

epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan mungkin

meningkatkan sekresi chlorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan

elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat

setelah 2-4 hari.

Invasi mukosa. Shigella, C. Jejuni, E. coli enteroinvasife dan Salmonella

dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel

mukosa. Ini terjadi sebagian besar di colon dan bagian distal ileum. Invasi

mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang

menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya

darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan

kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.

Parasit
Penempelan mukosa. G. Lamblia dan Cryptosporodium menempel pada

epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan

menyebabkan diare.

Invasi mukosa. E. histolytica menyebabkan diare dengan cara menginvasi

epitel mukosa di kolon atau ileum yang menyebabkan mikroabses dan ulkus.

Namun hal ini baru terjadi bila strainnya sangat ganas.

Obat-obatan

Beberapa macam obat terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab

diare. Antibiotika agaknya membunuh flora normal usus sehigga organisme yang

tidak biasa atau yang kebal terhadap antibiotik itu sendiri akan berkembang

bebas. Disamping itu sifat farmakokinetika dari antibiotika itu sendiri juga

memegang peran penting. Sebagai contoh ampisilin dan klindamisin adalah

antibiotik yang dikeluarkan di dalam empedu yang merubah flora tinja secara

intesif walaupun diberikan secara parental. Antibiotik juga bisa menyebabkan

malabsorbsi, misalnya tetrasiklin, kanamisin, polmiksin, dan neomisin.

PATHWAY
5. Manifestasi Klinis
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu

makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat

terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan

elektrolit terjadilah dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar

cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir bibir dan mulut kering.

Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu

sendiri. Terdapat 4 macam tipe klinis diare, dimana tiap macam menggambarkan

kelainan yang mendasari dan perubahan fisiologi yang berbeda-beda :

a. Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai

dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya

dehidrasi, juga dapat terjadi penurunan berat badan apabila intake makanan

kurang.

b. Diare akut dengan pendarahan (disentri) , dimana pada diare ini bahaya

utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi.

c. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya

utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi.

d. Diare dengan malnutisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya

utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan

defisiensi mineral dan vitamin.

6. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

1) Riwayat diare sekarang:

a) Sudah berapa lama diare berlangsung

b) Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan

jumlah tinja

c) Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah tidak)

d) Muntah (frekuensi dan jumlah)


e) Demam

f) Buang air kecil terakhir

g) Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun

h) Jumlah cairan yang masuk selama diare

i) Tindakan yang telah diambil (diberi cairan, ASI, makanan,

obat,oralit)

j) Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya

2) Riwayat makanan sebelum diare : ASI, susu formula, makan makanan

yang tidak biasa.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu,

kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan,

yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak, ada atau

tidaknya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah. Jangan

lupa menimbang berat badan.

Penilaian derajat dehidrasi menurut IDAI (2004) dilakukan sesuai

dengan kriteria berikut :

1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)

a) Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan

b) Keadaan umum baik dan sadar

c) Tanda vital dalam batas normal

d) Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,

mukosa mulut dan bibir basah

e) Turgor abdomen baik, bising usus normal

f) Akral hangat

2. Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)

a) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
Tambahan

b) Keadaan umum gelisah dan cengeng

c) Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata

kurang, mukosa mulut dan bibir kering

d) Turgor kurang

e) Akral hangat

f) Pasien harus rawat inap

3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)

a) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda

tambahan

b) Keadaan umum lemah, letargi atau koma

c) Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak

ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering

d) Turgor buruk

e) Akral dingin

f) Pasien harus rawat inap.

Penilaian dehidrasi menurut MTBS


Terdapat 2 atau lebih dari tanda-tanda
berikut ini :
 Letargis atau tidak sadar
 Mata cekung
 Tidak bisa minum atau malas Dehidrasi berat
minum
 Cubitan kulit perut kembalinya
sangat lambat
Terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut
ini:
 Gelisah, rewel
 Mata cekung Dehidrasi ringan/sedang
 Haus, minum dengan lahap
 Cubitan kulit perut kembalinya
lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan dehidrasi berat atau Tanpa dehidrasi
ringan/sedang

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tinja

1) makroskopis : bau, warna, lendir, darah, konsistensi

2) mikroskopis : eritrosit, lekosit, bakteri, parasit

3) kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)

4) biakan dan uji sensitivitas

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari

pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung

leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi

maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa

sesegera mungkin. Sensitivitas leukosit feses terhadap inflamasi patogen

(Salmonella, Shigella, dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses

bervariasi dari 45%-95% tergantung dari jenis patogennya.

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan

cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin,

analisa gas darah, dan pemeriksaan darah lengkap.

Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi, dan lainnya

biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

7. Pengobatan

a. Atasi dehidrasi

1) Tanpa dehidrasi

Cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan sesuai

usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis :
 <1 tahun : 50-100 cc

 1-5 tahun : 100-200 cc

 5 tahun : semaunya

2) Dehidrasi ringan sedang

Rehidrasi dengan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan

pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur sepeti

yang di atas setiap kali buang air besar.

Apabila pasien susah untuk minum, maka dapat diberikan secara

parenteral :

 BB < 10 kg = 200 cc/kgBB/24jam

 BB 10 – 15 kg = 175 cc/kgBB/24jam

 BB > 15 kg = 135 cc/kgBB/24jam

3) Dehidrasi Berat

Rehidrasi parenteral dengan cairan Ringer Laktat atau Ringer Asetat 100

cc/kgBB. Cara pemberian :

 < 1 tahun 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70 cc/kgBB

dalam 5 jam berikutnya.

 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam ½ jam pertama dilanjutkan 70 cc/kgBB

dalam 2 ½ jam berikutnya.

Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB selama proses

rehidrasi.

b. Seng (Zinc)

Pasien juga diberikan tablet zinc 1x20 mg. Tablet zinc diberikan selama 14

hari walaupun diare sudah berhenti. Zinc digunakan untuk memperbaiki epitel

usus (reepitelisasi) yang mungkin mengalami kerusakan akibat diare.

c. Nutrisi
Makanan dengan menu yang sama saat anak sehat tetap diberikan, dengan

porsi sedikit-sedikit tapi sering. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan

diberikan sedikit-sedikit tapi sering, rendah serat, buah-buahan diberikan.

d. Antibiotik yang tepat

Bila ada indikasi seperti pada Shigella dan Cholera. Antibiotik sesuai dengan

hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah kotrimoksazol,

amoksisilin dan atau sesuai hasil uji sensitivitas.

e. Edukasi

Edukasi pada orang tua pasien ini antra lain:

a) Orang tua untuk membawa anaknya ke pelayanan kesehatan bila

demam, BAB berdarah, sangat haus, makan / minum sedikit, diare lebih

sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

b) Cara penyiapan oralit yaitu 1 bungkus oralit dilarutkan dalam 200 cc

air matang.

c) Edukasi tentang langkah pencegahan:

(1) Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air

bersih yang cukup.

(2) Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah

buang air besar. Edukasi termasuk kebersihan botol susu yang digunakan

pasien.

(3) Buang air besar di jamban

(4) Selalu memasak makanan

f. Koreksi elektrolit : koreksi bila terjadi hipernatremia, hiponatremia,

hiperkalemia atau hipokalemia.

g. Probiotik

h. Vitamin A

 6 bulan- 1 tahun : 100.000 IU


 > 1 tahun : 200.000 IU

Pendidikan orangtua : penyuluhan tentang penanganan diare dan cara-cara

pencegahan diare.

8. Pemantauan

a. Terapi

Setelah pemberian cairan rehidrasi harus dinilai ulang derajat dehidrasi,

barat badan, gejala dan tanda dehidrasi. Jika masih dehidrasi maka dilakukan

rehidrasi ulang sesuai dengan dehidrasinya. Jika setelah 3 hari pemberian

antibiotik klinis dan laboratorium tidak ada perubahan maka dipikirkan

penggantian antibiotik sesuai hasil uji sensitivitas.

b. Tumbuh Kembang

Timbang berat badan sebelum dan sesudah rehidrasi, 2 minggu setelah

sembuh dan seterusnya secara periodik sesuai umur. Jika anak mengalami gizi

buruk maka dikelola sesuai dengan SPM gizi buruk.

9. Komplikasi

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat

terjadi berbagai macam komplikasi seperti :

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).

b. Syok hipovolemik

c. Hipokelemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemeh, bradikardi,

perubahan pada EKG).

d. Hipoglikemia.

e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena

kerusakan vili mukosa usus halus.

f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik

g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga

mengalami kelaparan.
10. Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,

dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya

sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.

11. Pencegahan

a. Upayakan ASI tetap diberikan.

b. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan.

c. Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban.

d. Imunisasi campak.

e. Memberikan makanan penyapihan yang benar.

f. Penyediaan air minum yang bersih

g. Selalu memasak makanan.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Keperawatan

a. Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun

pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.

Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini


membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih

besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.

Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric

menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi

juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .

b. Keluhan Utama

BAB lebih dari 3 x

c. Riwayat Penyakit Sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir

saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5

hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari

(diare kronis).

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau

kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit

menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

e. Riwayat Nutrisi

Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang

dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan

susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara

pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan,

kebiasan cuci tangan,

f. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

g. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,

lingkungan tempat tinggal.

h. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan

1. Pertumbuhan

 Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-

rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.

 Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun

kedua dan seterusnya.

 Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi

taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah

 Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.

2. Perkembangan

a. Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.

 Fase anal :

Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai

menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal

dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,

perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata

sederhana, hubungna interpersonal, bermain).

b. Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.

Autonomy vs Shame and doundt

Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak

toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario

kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan

orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua

terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka


anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya

perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.

c. Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul

dan mandiri : Umur 2-3 tahun :

 berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2

hitungan (GK)

 Meniru membuat garis lurus (GH)

 Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)

 Melepasa pakaian sendiri (BM)

3. Pemeriksaan Fisik

a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan

mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,

b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran

menurun.

c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada

anak umur 1 tahun lebih

d. Mata : cekung, kering, sangat cekung

e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,

peristaltic meningkat >35x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah,

minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus,

minum sedikit atau kelihatan bisa minum

f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat >40x/mnt karena

asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)

g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat >120x/mnt dan lemah, tensi

menurun pada diare sedang .

h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik, suhu

meningkat >37,50C, akral hangat, akral dingin (waspada syok),

capillary refill time memajang >2 detik, kemerahan pada daerah


perianal.

i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400

ml/ 24 jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami

stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap

tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,

dan kemudian menerima.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare

atau output berlebihan dan intake yang kurang

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

kehilangan cairan skunder terhadap diare.

3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder

terhadap diare

4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan

frekwensi diare.

5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB

menurun terus menerus.

6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa1 :Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

kehilangan cairan skunder terhadap diare


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan keseimbangan dan elektrolit

dipertahankan secara maksimal dengan Kriteria hasil :

- Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c,

RR : < 40 x/mnt ).

- Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong,

UUB tidak cekung.

- Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

Intervensi :

1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit

Rasional: Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan

mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian

cairan segera untuk memperbaiki deficit.

2) Pantau intake dan output

Rasional: Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat

keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.

3) Timbang berat badan setiap hari

Rasional: Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan

kehilangan cairan 1 lt

4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr

Rasional: Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

5) Kolaborasi :

- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)

Rasional: koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk

mengetahui faal ginjal (kompensasi).

- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur


Rasional:engganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)

Rasional: anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit

agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik

sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

IMPLEMENTASI:

1) Memantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit

2) Memantau intake dan output

3) Menimbang berat badan setiap hari

4) Menganjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr

5) Berkolaborasi :

- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)

- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur

Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik).

EVALUASI:

- Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : < 40

x/mnt ), turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, dan

konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

tidak adekuatnya intake dan out put

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS

kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil:

- Nafsu makan meningkat

- BB meningkat atau normal sesuai umur

Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,

berlemak dan air terlalu panas atau dingin)

Rasional: Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang

mengiritasi lambung dan sluran usus.

2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau

sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat

Rasional: situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan

Rasional: Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam

Rasional: Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.

5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :

a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu

b. obat-obatan atau vitamin ( A)

Rasional: Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

IMPLEMENTASI:

1) Mendiskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat

tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)

2) Menciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau

sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat

3) Memberikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan

4) Memonitor intake dan out put dalam 24 jam

5) Berkolaborasi dengan tim kesehtaan lain :

c. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu

d. obat-obatan atau vitamin ( A).

EVALUASI:
- Nafsu makan meningkat dan BB meningkat atau normal sesuai umur.

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi

dampak sekunder dari diare

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi peningkatan suhu

tubuh dengan kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5

C), Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio

leasa).

Intervensi :

1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam

Rasional: Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya

infeksi)

2) Berikan kompres hangat

Rasonal: merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi

panas tubuh

3) Kolaborasi pemberian antipirektik

Rasional: Merangsang pusat pengatur panas di otak

IMPLEMENTASI:

1) Memonitor suhu tubuh setiap 2 jam

2) Memberikan kompres hangat

3) Berkolaborasi pemberian antipirektik.

EVALUASI:

- suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C), Tidak terdapat tanda infeksi

(rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa).


Diagnosa4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan

peningkatan frekwensi BAB (diare)

Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit

integritas kulit tidak terganggu dengan criteria hasil: Tidak terjadi

iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga dan keluarga mampu

mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar.

Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur

Rasional: Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman

2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah

dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)

Rasional: Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena

kelebaban dan keasaman feces

3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam

Rasional: Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama

sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .

IMPLEMENTASI:

1) Mendiskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur

2) Mendemontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila

basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)

3) Mengatur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam.

EVALUASI:

- Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga dan keluarga

mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar


Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien

mampu beradaptasi dengan kriteria hasil: Mau menerima tindakan

perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel

Intervensi :

1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan

Rasional: Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga

2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS

Rasional: mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS

3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan

Rasional: menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan

kemampuannya

4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal

maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)

5) Rasional: Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa

aman pada klien.

6) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

IMPLEMENTASI:

1) Meliibatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan

2) Menghindari persepsi yang salah pada perawat dan RS

3) Memberikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan

pengobatan

4) Melakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal


maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)

5) Memberikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

EVALUASI:

- Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soebagyo B. (2008). Diare Akut Pada Anak. UNS Press. Surakarta.


2. Umar Z., Khalid H.S., dan Josia G. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri.
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf
3. Irwanto, 2002. Ilmu Penyalit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta, hal : 73 – 79.

4. IDAI, 2004. Standar Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. Hal :49-52
5. WHO, 2004. Diarrhoea : Water, Sanitation and Hygiene Links to Health.

6. Rusepno H dan Husein A. (1988). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Infomedika.


Jakarta.
7. Cahyadi E. (2006). Gastroenteritis. http://fkuii.org/tiki-read_article.php?
articleId=17&comzone=show

Anda mungkin juga menyukai