Anda di halaman 1dari 19

ANALISI JURNAL KEPERAWATAN ANAK

DI POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI”

Oleh :

NAMA : AYU YULIA


NIM : 22221017

Pembimbing Akademik : Efroliza. M. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM


STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU
KESEHATAN IKesT MUHAMMADIYAH
PALEMBANG 2021

1
BAB I
KONSEP TEORI

A. Definisi
Diare adalah peningkatan frekuensi atau penurunan konsistensi feses.
Diare pada anak dapat bersifat akut atau kronik (Carman, 2016). Diare merupakan
gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari
dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender
(Riskesdas, 2013).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya,
dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi
tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).
WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali
sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi
selama ≥ 14 hari.

B. Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai
infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan
salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di
luar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”,
karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan
penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan
tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bisa terlambat.
Faktor penyebab diare, antara lain :
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteraladalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno-
virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lainlain.

2
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides); protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis); jamur
(Candida albicans)
2) Infeksi parenteral adalah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti:
a) otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan
Faktor makanan,makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis
Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar). Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat
meningkatan resiko terjadinya diare, yaitu :
a) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari
kehidupan.
b) Menggunakan botol susu.
c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
d) Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja,
atau sebelum menjamaah makanan.
Menurut Wong (2009), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :
1. Agens virus
 Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam (38ºC
atau lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi
saluran pernapasan atas dan diare dapat berlangsung lebih dari 1 minggu.
Biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi
di usia lebih dari 3 tahun.

3
 Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam, nafsu
makan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa didapat Poltekkes
Kemenkes Padang 12 dari air minum, air di tempat rekreasi (air kolam
renang, dll), makanan. Dapat menjangkit segala usia dan dapat sembuh
sendiri dalam waktu 2-3 hari.
2. Agens bakteri
 Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada strainnya.
Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen, demam, vomitus,
BAB berupa cairan berwarna hijau dengan darah atau mukus bersifat
menyembur. Dapat ditularkan antar individu, disebabkan karena daging
yang kurang matang, pemberian ASI tidak eksklusif.
 Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk
gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa mengalami nausea atau
vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB kadang berdarah dan ada lendir,
peristaltik hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit kepala,
kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan lainnya.
3. Keracunan makanan
 Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan kram yang
hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh makanan yang kurang
matang atau makanan yang disimpan di lemari es seperti puding,
mayones, makanan yang berlapis krim.
 Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan
mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan intensitas yang
sedang hingga berat. Penularan bisa lewat produk makanan komersial
yang paling sering adalah daging dan unggas.
 Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan mengalami
nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia. Ditularkan lewat makanan
yang terkntaminasi. Intensitasnya bervariasi mulai dari gejala ringan
hingga yang dapat Poltekkes Kemenkes Padang 13 menimbulkan
kematian dengan cepat dalam waktu beberapa jam.

4
C. Patofisiologi
Menurut Muttaqin & Sari (2011) secara umum kondisi peradanganpada
gastrointestinal disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi padamukosa,
memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin.Mekanisme ini
menghasilkan peningkatan sekresi cairan atau menurunkanabsorpsi cairan sehingga
akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi danelektrolit.

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare meliputi hal-hal sebagaiberikut:


1) Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atauzat yang
sukar diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkantekanan osmotik dalam
rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseranair dan elektrolit ke dalam rongga
usus. Isi rongga usus yang berlebihanini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2) Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinalakibat
produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan responspeningkatan aktivitas
sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalamrongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isirongga usus.
3) Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperperistaltik akanmengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanansehingga timbul diare,
sebaliknya bila peristaltik usus menurun akanmengakibatkan bakteri timbul
berlebihan yang selanjutnya dapatmenimbulkan diare.Usus halus menjadi bagian
absorpsi utama dan usus besar melakukanabsorpsi air yang akan membuat solid dari
komponen feses, dengan adanyagangguan dari gastroenteritis akan menyebabkan
absorpsi nutrisi danelektrolit oleh usus halus, serta absorpsi air menjadi
terganggu.Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya mokroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
Mikroorganisme tersebut berkembangbiak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan
diare. Mikroorganisme memproduksi toksin. Enterotoksin yang di produksi agen
bakteri (seperti E. Coli dan Vibrio cholera) akan memberikan efek lansung dalam
peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam lumen gastrointestinal. Beberapa agen
bakteri bisa memproduksi sitotoksin (seperti Shigella dysenteriae, vibrio
parahaemolyticus, clostridium difficilr, enterohemorrhagic E. Coli) yang
menghasilkan kerusakan sel-sel yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan beberapa

5
miktoba seperti Shigella, organisme campylobacter, dan enterovasif E. Coli yang
menyebabkan terjadinya destruksi, serta inflamasi.
Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit mamberikan
manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa dan gangguan sirkulasi yaitu
terjadinya gangguan keseimbangan asama basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi
karena kehilangan Na-bikarbonat bersama feses. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh dan terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anoreksia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan eksraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare berat adalah
dehidra, pemahaman perawat sangatlah penting mengenai bagaimana patofisiogi
dehidrasi dapat membantu dalam menyusun rencana intervensi sesuai kondisi
individu. Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disebabkan
output melebihi intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Meskipun yang
hilang adalah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit.
Dehidrasi dapat terjadi karenakekurangan air (water deflection), kekurangan natrium
(sodium defletion), serta kekurangan air dan natrium secara bersama-
sama.Kekurangan air atau dehidrasi primer (water deflection): padaperadangan
gastroenteritis, fungsi usus besar dalam melakukan absorpsicairan terganggu sehingga
masuknya air sangat terbatas. Gejala-gejala khaspada dehidrasi primer adalah haus,
saliva sedikit sekali sehingga mulut kering,oliguria sampai anuri, sangat lemah, serta
timbulnya gangguan mental sepertihalusinasi dan delirium.
Pada stadium awal kekurangan cairan, ion natriumdan klorida ikut menghilang
dengan cairan tubuh, tetapi akhirnya terjadireabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang
berlebihan sehingga cairanekstrasel mengandung natrium dan klor berlebihan, serta
terjadi hipertoni. Halini menyebabkan air keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi
intasel, inilahyang menimbulkan rasa haus. Selain itu, terjadi perangsangan pada
hipofisisyang kemudian melepaskan hormon antidiuretik sehingga terjadi
oliguria.Dehidrasi sekunder (sodium depletion).
Pada gastroenteritis, dehidrasisekunder merupakan dehidrasi yang terjadi
karena tubuh kehilangan cairantubuh yang mengandung elektrolit. Kekurangan
natrium sering terjadi akibatkeluarnya cairan melalui saluran pencernaan pada
keadaan muntah-muntahdan diare yang hebat. Akibat dari kekurangan natrium terjadi

6
hipotoniekstrasel sehingga tekanan osmotik menurun. Hal ini
menghambatdikeluarkan hormon antidiuretik sehingga ginjal mengeluarkan air
agartercapai konsentrasi cairan ekstrasel yang normal. Akibatnya volume plasmadan
cairan interstisial menurun. Selain itu, karena terdapat hipotoni ekstrasel,air akan
masuk ke dalam sel. Gejala-gejala dehidrasi sekunder adalah nausea,muntah-muntah,
sakit kepala, serta perasaan lesu dal lelah. Akibat turunnyavolume darah, maka curah
jantung pun menurun sehingga tekanan darah jugamenurun dan filtrasi glomerulos
menurun, kemudian menyebabkan terjadinyapenimbunan nitrogen yang akan
meningkatkan risiko gangguan kesimbanganasam basa dan hemokonsentrasi.
Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan renjatan
(syok)hipovolemik. Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
defisiensirkulasi akibat disparitas (ketidakseimbangan) antara volume darah dan
ruangvascular. Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan ini adalahbertambahnya
kapasitas ruang susunan vascular dan berkurangnya volumedarah. Syok dibagi dalam
syok primer dan syok sekunder. Pada syok primerterjadi defisiensi sirkulasi akibat
ruang vascular membesar karenavasodilatasi. Ruang vaskular yang membesar
mengakibatkan darah seolaholah ditarik dan sirkulasi umum dan segera masuk ke
dalam kapiler danvenula alat-alat dalam (visera). Pada syok sekunder terjadi
gangguankeseimbangan cairan yang menyebabkan defisiensi sirkulasi perifer
disertaijumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang kurang,
sertahemokosentrasi dan fungsi ginjal yang terganggu. Sirkulasi yang kurang
tidaklangsung terjadi setelah adanya kena serangan/kerusakan, tetapi baru
beberapawaktu sesudahnya, oleh karena itu disebut syok sekunder atau delayed shock.
Gejala-gejalanya adalah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah, kolaps
venaterutama vena-vena supervisial, pernapasan dangkal, nadi cepat dan
lemah,tekanan darah yang rendah, oliguria, dan terkadang disertai muntah.
Faktoryang menyebabkan terjadinya disparitas pada gastroenteritis adalah
karenavolume darah berkurang akibat permeabilitas yang bertambah
secaramenyeluruh. Hal ini membuat cairan keluar dari pembuluh-pembuluh
dankemudian masuk ke dalam jaringan sehingga terjadi
pengentalan(hemokonsentarsi).

7
D. Pathway

Makan

Keracunan makanan,
alergi makanan

Hiperperistaltik usus

Didorong keluar melalui


anaus

Bab encer >4x/hari

Penerapan sari makanan


Diare
menurun

Tinja cair berlendir,


berulang Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Output cairan meningkat

Gangguan integritas
kulit
Cairan kurang dari
kebutuhan tubuh

8
E. Manifestasi Klinik

Menurut Kusuma (2016) Manifestasi klinis dapat di jadikan dua yaitu diare

akut dan diare kronis:

a. Diare akut

a) Buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak dan nyeriperut

b) Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut

c) Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau


infeksibakteri atau peradangan karena penyakit

b. Diare kronik

a) Penurunan berat badan dan napsu makan

b) Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksibakteri


atau peradangan karena penyakit

c) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah

F. Penatalaksanaan
Menurut Lia dewi (2014) prinsip perawatan diare adalah sebagai berikut:
a. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan).
b. Dietetik (pemberian makanan).
c. Obat-obatan.
1) Jumlah cairan yang diberikan adalah 100ml/kgBB/hari sebanyak 1 kali
setiap 2 jam, jika diare tanpa dehidrasi. Sebanyak 50% cairan ini diberikan
dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitum.
2) Sesuaikan dengan umur anak:
a) < 2 tahun diberikan ½ gelas,
b) 2-6 tahun diberikan 1 gelas,
c) > 6 tahun diberikan 400 cc (2 gelas).
3) Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan
25-100ml/kg/BB dalam sehari atau setiap 2 jam sekali.

9
4) Oralit diberikan sebanyak ±100ml/kgBB setiap 4-6 jam pada kasus
dehidrasi ringan sampai berat.
Beberapa cara untuk membuat cairan rumah tangga (cairan RT): 1) Larutan gula
garam (LGG): 1 sendok the gula pasir + ½ sendok teh garam dapur halus + 1 gelas
air hangat atau air the hangat, 2) Air tajin (2 liter + 5g garam).
a) Cara tradisional.
3 liter air + 100 g atau 6 sendok makan beras dimasak selama 45-60 menit.
b) Cara biasa.
2 liter air + 100 g tepung beras + 5 g garam dimasak hingga mendidih.
d. Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan daya tahan
tubuh anak

G. Komplikasi
Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), komplikasi yang dapat terjadi dari
diare akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik),
karena:
a) Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja.
b) Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak sempurna,
sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.
c) Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya .
d) Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria).
e) Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi beberapa asam non-
volatil, maka akan terjadi hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2
menyebabkan pernafasan bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan
kusmaul) (Suharyono, 2008).
2. Hipoglikemia
Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare
dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita
kekurangan kalori protein (KKP), karena :
a) Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu.

10
b) Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi. Gejala
hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40%
pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal tersebut dapat berupa lemas, apatis,
peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
3. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga
terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena:
a) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntahnya
akan bertambah hebat, sehingga orang tua hanya sering memberikan air teh
saja.
b) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dalam
waktu yang terlalu lama.
c) Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat
terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat
perfusi jaringan berkurang dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat
sehingga dapat mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun,
dan bila tidak segera ditolong maka penderita dapat meninggal.
5. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na<130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari
hampir semua anaka dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer
Laktat atau Normal Saline (Juffrie, 2010).

11
BAB II

PEMBAHASAN

1. KASUS

Pasien An. T datang dari Rumah tanggal 20 Oktober 2021 diantar oleh kedua
orang tuanya ke Poli anak atau IGD ,ibu mengatakan sebelum An. T mengalami
demam tinggi, rewel, badannya panas dan diare lebih dari 5x/hari feses cair dan
berlendir. Pemeriksaan tanda-tanda vital di dapatkan hasil N : 118x/menit, RR :
30x/ menit, T : 39 c, Spo2 : 99.

2. APA HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENCEGAHAN


DIARE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA ?

12
BAB III

ANLISIS JURNAL

1. Nama Penulis : Wonda Yonditera, Wijayati Erida Agnes, Febriani Heni

2. Tujuan penelitian : Mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang pencegahan


diare dengan kejadian diare pada balita di Posyandu Serejo, Desa Pondowoharjo
Sleman Yogyakarta.

3. Tempat penelitian : Di Posyandu Serejo, Desa Pondowoharjo Sleman


Yogyakarta.

4. Metode dan Desain : Teknik pengambilan sampel ini adalah total sampling dan uji
statistic menggunakan Uji Spearman Rank.

5. PICO

P : Pengetahuan ibu tentang pencegahan diare

I : Pencegahan diare

C:-

O : Kejadian diare pada balita

6. SEARCHING LITERATURE ( JOURNAL ) : Setelah di lakukan Searching


Literature ( Journal ) di google scholar, didapatkan 553 journal yang terkait dan dipilih
jurnal “ Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan Diare Dengan Kejadian Diare
Pada Balita Di Posyandu Serejo Desa Pondowoharjo Sleman Yogyakarta” Dengan alas
an :

a. Jurnal tersebut sesuai denan kasus

b. Jurnal tersebut up to date

13
7. VIA

a. Validity :
1) Desain : Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan rancangan penelitian Cross
sectional. Teknik pengambilan sampel ini adalah total sampling dan uji
statisticmenggunakan Uji Spearman Rank.

2) Sample : Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki
balita(Berumur 1-5 tahun) yang bertempat tinggal di Posyandu Serejo yaitu
sebanyak 60orang. Teknik pengambilan sampel ini adalah total sampling dan
uji statisticmenggunakan Uji Spearman Rank.

b. Importance dalam Hasil :

1) Karasteristik Subjek : pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan kejadian


diare
2) Beda Proporsi : Berdasarkan Hasil analisis menggunakan SPSS dengan
perangkat lunak komputer maka didapatkan correlation coefficient yaitu 0,673
Menunjukkan bahwa terdapat hubungan atau korelasi yang kuat. Artinya jika
seseorang memiliki pengetahuan yang baik maka tau cara pencegahan diare.
Tetapi kejadian diare tinggi maka seseorang pola hidup sehat seperti kebiasaan
tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan belum tercipta dengan baik.
Seperti penelitian Dyah Ragil WL tentang hubungan antara kebiasaan cuci
tangan pengasuh sebelum memberi makan dengan kejadian diare pada balita di
Kelurahan Bandarharjoan. Hasil penelitian yaitu ada hubungan signifikansi
antara pengetahuan dengan kebiasaan cuci tangan sebelum memberi makan (p
=0,001) dengan kejadian diare pada balita.
3) Beda Mean : Komsumsi nutrisi responden cederung pada komsumsi street food,
fast food yang dapat dijadikan faktor pencetus kejadian diare. Asumsi peneliti
didukung oleh hasil penelitian Dyah Ragil WL diare dapat menular melalui
makanan dengan perantara tangan yang kotor atau terkontaminasi bakteri diare.
Tangan yang kotor kemudian menyiapkan makanan maka kuman akan menempel
pada makanan dan terkontaminasi oleh bakteri menyebabkan diare. Makanan
yang berasal dari tangan bersih dapat membawa dampak baik bagi perkembangan
balita sedangkan makanan dari tangan yang kotor dapat menyebabkan berbagai
masalah kesehatan termasuk diare pada balita.

14
Hasil analisis spearman rank untuk menguji hubungan tingkat pengetahuan ibu
tentang pencegahan diare dengan kejadian diare di Posyandu Serejo, Desa
Pondowoharjo Sleman Yogyakarta didapatkan nilai signifikan 0,000 < 0,005
artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang
pencegahan diare dengan kejadian diare pada balita di Posyandu Serejo, Desa
Pondowoharjo Sleman Yogyakarta. Correlation coefficient sebesar 0,673
menunjukan bahwa ada keeratan dalam ketegori kuat antara pengetahuan ibu
tentang pencegahan diare dengan kejadian diare pada balita di Posyandu Serejo,
Desa Pandowoharjo Sleman Yogyakarta.

Hasil penelitian ini terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang


pencegahan diare dengan kejadian diare pada balita. Hal ini disebabkan tingkat
pendidikan ibu dalam penelitian ini sebagian besar kategori SMA. Informasi
kesehatan mengenai diare mudah di dapatkan melalui sosial media pada smart
phone yang dimiliki ibu, dan juga mudah didapatkan informasi kesehatan
mengenai diare melalui penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan
mudah didapatkan informasi tentang kesehatan melalui buku tentang kesehatan
khususnya tentang diare. Dengan alas an inilah maka pengetahuan mengenai
diare dapat dengan mudah diperoleh sehingga membantu ibu dalam mencegah
terjadinya kejadian diare pada balita.
c. Applicability
1) Dalam Diskusi : Menurut asumsi peneliti responden jarang terpapar edukasi
tentang diare dan jarang terpapar informasi melalui media cetak atau media
elektronik tentang diare. Hasil wawancara peneliti dengan petugas kesehatan di
puskesmasa sleman bahwa edukasi tentang diare terakhir dilakukan pada tahun
2018. Asumsi ini diperkuatkan oleh hasil penelitian Dwi Arini tentang Pengaruh
Edukasi Cara Pencegahan Diare Terhadap Pengetahuan Orang Tua Anak
Prasekolah Di TK Darma Bakti 4 Kasihan Bantul Yogyakarta. Hasil penelitian
yaitu nilai signifikan sebelum dilakukan edukasi 0,475 (p<0,05) dan sesudah
dilakukan edukasi 0,000 (p<0,05). Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan
pengetahuan responden sebelum dan sesudah dilakukan edukasi.

Hasil analisis spearman rank untuk menguji hubungan tingkat pengetahuan ibu
tentang pencegahan diare dengan kejadian diare di Posyandu Serejo, Desa
Pondowoharjo Sleman Yogyakarta didapatkan nilai signifikan 0,000 < 0,005
artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang
pencegahan diare dengan kejadian diare pada balita di Posyandu Serejo, Desa
Pondowoharjo Sleman Yogyakarta. Correlation coefficient sebesar 0,673
menunjukan bahwa ada keeratan dalam ketegori kuat antara pengetahuan ibu
tentang pencegahan diare dengan kejadian diare pada balita di Posyandu Serejo,
Desa Pandowoharjo Sleman Yogyakarta.

15
Hasil penelitian ini terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang pencegahan
diare dengan kejadian diare pada balita. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan ibu
dalam penelitian ini sebagian besar kategori SMA. Informasi kesehatan mengenai
diare mudah di dapatkan melalui sosial media pada smart phone yang dimiliki ibu,
dan juga mudah didapatkan informasi kesehatan mengenai diare melalui
penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan mudah didapatkan informasi
tentang kesehatan melalui buku tentang kesehatan khususnya tentang diare.
Dengan alas an inilah maka pengetahuan mengenai diare dapat dengan mudah
diperoleh sehingga membantu ibu dalam mencegah terjadinya kejadian diare pada
balita.
2) Karasteristik Klien : pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan kejadian diare.
3) Fasilitas biaya : Tidak dicantumkan jumlah biaya yang digunakan
4) Diskusi ( membandingkan jurnal dan kasus )
Asumsi ini diperkuatkan oleh hasil penelitian Dwi Arini tentang Pengaruh Edukasi
Cara Pencegahan Diare Terhadap Pengetahuan Orang Tua Anak Prasekolah Di TK
Darma Bakti 4 Kasihan Bantul Yogyakarta. Hasil penelitian yaitu nilai signifikan
sebelum dilakukan edukasi 0,475 (p<0,05) dan sesudah dilakukan edukasi 0,000
(p<0,05). Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pengetahuan responden
sebelum dan sesudah dilakukan edukasi.

Hasil analisis spearman rank untuk menguji hubungan tingkat pengetahuan ibu
tentang pencegahan diare dengan kejadian diare di Posyandu Serejo, Desa
Pondowoharjo Sleman Yogyakarta didapatkan nilai signifikan 0,000 < 0,005 artinya
terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang pencegahan diare
dengan kejadian diare pada balita di Posyandu Serejo, Desa Pondowoharjo Sleman
Yogyakarta. Correlation coefficient sebesar 0,673 menunjukan bahwa ada keeratan
dalam ketegori kuat antara pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dengan
kejadian diare pada balita di Posyandu Serejo, Desa Pandowoharjo Sleman
Yogyakarta.

Hasil penelitian ini terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang pencegahan
diare dengan kejadian diare pada balita. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan ibu
dalam penelitian ini sebagian besar kategori SMA. Informasi kesehatan mengenai
diare mudah di dapatkan melalui sosial media pada smart phone yang dimiliki ibu,
dan juga mudah didapatkan informasi kesehatan mengenai diare melalui penyuluhan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan mudah didapatkan informasi tentang
kesehatan melalui buku tentang kesehatan khususnya tentang diare. Dengan alas an
inilah maka pengetahuan mengenai diare dapat dengan mudah diperoleh sehingga
membantu ibu dalam mencegah terjadinya kejadian diare pada balita.

16
17
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis jurnal yang berjudul “ hubungan pengetahuan ibu tentang pencegahan
diare dengan kejadian diare pada balita di posyandu serejo desa pondowoharjo sleman
Yogyakarta” Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dengan
kejadian diare pada balita di Posyandu Serejo, Desa Pondowoharjo, Sleman Yogyakarta

18
DAFTAR PUSTAKA

Carman Susan. 2016. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC

Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jilid 1. Jogjakarta

Muttaqin arif dan Sari Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Salemba Medika

Nanda Diagnosis Keperawatan. 2017. Definisi & klasifikasi. Edisi 10. Indonesia.

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta

Wong, D. L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta : EGC

19

Anda mungkin juga menyukai