Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

PADA PASIEN DENGAN MASALAH GEA (GASTROENTERITIS AKUT)


DI RUANG SUNAN MURIA RUMAH SAKIT SAKINAH

MOJOKERTO

Oleh :

Olivia Maulina 201803163

STIKES BINA SEHAT PPNI

PROFESI NERS

MOJOKERTO

2019
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
PADA “AN. R” DENGAN MASALAH GEA (GASTROENTERITIS AKUT)
DI RUANG SUNAN MURIA RUMAH SAKIT SAKINAH
MOJOKERTO

Oleh :

Olivia Maulina 201803163

STIKES BINA SEHAT PPNI

PROFESI NERS

MOJOKERTO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROENTERITIS AKUT

A. DEFINISI
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah
atau lendir dalam tinja. diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa
lambung atau usus. diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang
air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau
tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada
lambung atau usus.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan
normal yakni 100-200 ml/sekali defekasi. diare adalah buang air besar encer atau cair
lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan
berlangsung singkat dalam beberapa jam atau beberapa hari
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair
/setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Diare adalah buang air
besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya ,
yaitu diare akut dan kronis.
B. ETIOLOGI
Ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua
golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E.
Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan
psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
b) Kurang kalori protein.
c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

Sedangkan, penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:


1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi
bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus,
rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris,
strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homunis) jamur (canida albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah
dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis
Diare akut karena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh:

1. Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C,


Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor,
Vibrio parahemolyticus, Clostridium perfrigens, Campilobacter
(Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Yersinia
intestinalis, Coccidiosis.
2. Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis,
Isospora sp) dan Cacing ( A. lumbricodes, A. duodenale, N. americanus,
T. trichiura, O. velmicularis, S. stercoralis, T. saginata dan T. solium)
3. Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.

C. PATOFISIOLOGI
Sebanyak kira-kira 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap hari yang
berasal dari luar (asupan diet) dan dari dalam tubuh sendiri (sekresi cairan lambung,
empedu dan sebagainya). Sebagian besar jumlah tersebt diresorbsi di usus halus dan
sisanya sebanyak 1500 ml memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan usus besar
akan diresorbsi sehingga tersisa sejumlah 150-250 ml cairan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor fisiologis yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
sama lain. Misalnya, cairan dalam lumen usus yang mengkat akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis karena meningkatnya volume sehingga motilitas
usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan
menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga
penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.

Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi
adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah
kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut yang terdiri atas faktor-faktordaya tahan tubuh atau lingkungan
intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus dan juga mencakup
flora normal usus.

Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat


menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi
terhadap infeksi V.cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu
diare dan gejala penyakit serta mengurangi kecepatan eliminasi agen sumber penyakit.
Peran imunitas tubuh dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi Giardiasis yang lebih
tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-A. Percobaan lain membuktikan bahwa bila
lumen usus dirangsang suatu toksoid berulangkali akan terjadi sekresi antibodi.
Percobaan pada binatang menunjukkan berkurangnya perkembangan S. typhi murium
pada mikroflora usus yang normal.

Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang
dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan usus halus serta daya lekat kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk
koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik,
akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.

Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan


berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare
sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan
yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:

1. Kehilangan air (dehidrasi)


Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak
tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan
asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak
yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi
glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.

4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat
badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam
karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan
Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul
aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai
timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial
dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam
akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-
ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut
jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora
komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan
dalam. (Kusmaul).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan
PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

G. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.

H. DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
Yang diperiksa 0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Mengigau, koma,
Apatis, ngantuk atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/mata Kuat <120 Sedang (120-140) Lemas >40

Keterangan
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
c. Gejala klinis
Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik (CM) Gelisah Apatis-koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kusz maull
Kulit
Uub Agak cekung Cekung Cekung sekali
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Biasa Agak kurang Kurang sekali
Normal Oliguri Anuri
Normal Agak kering Kering/asidosis
I. KEBUTUHAN CAIRAN ANAK
Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat seperti protein,
lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus seimbang, bila
terganmggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan parentral, secara matematis
keseimbangan cairan pada anak dapat di gambarkan sebagai berikut :

Kebutuhan
Umur Berat Badan Total/24 jam Cairan/Kg BB/24
jam

3 hari 3.0 250-300 80-100

10 hari 3.2 400-500 125-150

3 bulan 5.4 750-850 140-160

6bulan 7.3 950-1100 130-155

9 bulan 8.6 1100-1250 125-165

1 tahun 9.5 1150-1300 120-135

2 tahun 11.8 1350-1500 115-125

4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100

6 tahun 20.0 1800-2000 90-100

10 tahun 28.7 2000-2500 70-85

14 tahun 45.0 2000-2700 50-60

18 tahun 54.0 2200-2700 40-50

Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998), Suharyono,
Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI (1988), menyatakan
bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun
adalah sebagai berikut :

Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah

Ringan 50 100 25 175

Sedang 75 100 25 200


Berat 125 100 25 250

Keterangan :

PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)

NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)

CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.


2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
3. Memberikan terapi simtomatik
4. Memberikan terapi definitif.

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.


Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi
yang cepat dan akurat, yaitu:

1) Jenis cairan yang hendak digunakan.


Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan
dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik
(0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap
satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan
cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.

2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.


Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan
dapat dihitung dengan cara/rumus:

- Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:

BJ Plasma – 1,025
---------------------- x BB x 4 ml
0,001
- Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
* diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
* diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
* diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

- Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
* Rasa haus/muntah =1
* BP sistolik 60-90 mmHg =1
* BP sistolik <60 mmHg =2
* Frekuensi nadi >120 x/mnt =1
* Kesadaran apatis =1
* Kesadaran somnolen, sopor atau koma =2
* Frekuensi napas >30 x/mnt =1
* Facies cholerica =2
* Vox cholerica =2
* Turgor kulit menurun =1
* Washer women’s hand =1
* Ekstremitas dingin =1
* Sianosis =2
* Usia 50-60 tahun =1
* Usia >60 tahun =2
Kebutuhan cairan =
Skor
-------- x 10% x kgBB x 1 ltr
15

3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan


Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan
orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g
KCl stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan
juga setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4) Jadual pemberian cairan
Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor
diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal
secepat mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3
didasarkan pada kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan
demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.

2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.


Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan
keadaan klinis diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan
biakan tinja disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.

Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui


pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.

Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan
biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat
dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus
biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring.

Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:

1) Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.


2) Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah.
Pemeriksaan penunjang yang telah disinggung di atas dapat diarahkan sesuai
manifestasi klnis diare.

3. Memberikan terapi simtomatik


Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan
keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare
yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak
bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.

4. Memberikan terapi definitif.


Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:

1) Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol.


2) V. parahaemolyticus,
3) E. coli, tidak memerluka terapi spesifik
4) C. perfringens, spesifik
5) A. aureus : Kloramfenikol
6) Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti
Siprofloksasin
7) Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
8) Helicobacter: Eritromisin
9) Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
10) Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
11) Balantidiasis: Tetrasiklin
12) Candidiasis: Mycostatin
13) Virus: simtomatik dan suportif

1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut
dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak
dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60
mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin
disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan
sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut:
- Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set
berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).
 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset
berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
 Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis
cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml
= 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

 Untuk bayi berat badan lahir rendah


Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian
glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).

b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak
jenuh
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
ASUHAN KEPERAWATAN

GASTROENTERITIS AKUT

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .

2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x

3. Riwayat Penyakit Sekarang


BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,

6. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata
2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua
dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi
taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :

Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan


keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya,
tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan
bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal,
bermain).

o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.


Autonomy vs Shame and doundt

Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari


lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk
mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut
harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada
diri anak.

o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan
(GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
PENATALAKSANAAN DIARE

Rehidrasi

1. jenis cairan
1) Cara rehidrasi oral
o Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit
setiap kali diare.
o Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral
o Cairan I : RL dan NS
o Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL

D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL

o HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3
bulan.
2. Jalan pemberian
1) Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2) Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)
3. Jumlah Cairan ; tergantung pada :
1) Defisit ( derajat dehidrasi)
2) Kehilangan sesaat (concurrent less)
3) Rumatan (maintenance).
4. Jadwal / kecepatan cairan
1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya
kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o BB (kg) x 50 cc
o BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt
Terapi

1. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg


klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari

2. onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide


3. antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta
Dietetik

a. Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan padat / makanan cair atau susu
b. Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen
atau semi elemental formula.
Supportif

Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


kehilangan cairan skunder terhadap diare

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan


elektrolit dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :

o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40
x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :

1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit

2) Pantau intake dan output


R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak
aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.

3) Timbang berat badan setiap hari


R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan
cairan 1 lt

4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).

- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur


R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)


R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


tidak adekuatnya intake dan out put

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan


nutrisi terpenuhi

Kriteria : - Nafsu makan meningkat


- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,


berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan sluran usus.

2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan


R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam


R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.

5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :


a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak
sekunder dari diare

Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi


peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)

Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)

Intervensi :

1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam


R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)

2) Berikan kompres hangat


R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh

3) Kolaborasi pemberian antipirektik


R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan
frekwensi BAB (diare)

Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu

Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga

- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan


benar
Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur


R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman

2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban
dan keasaman feces

3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak
terjadi iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu


beradaptasi

Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel

Intervensi :

1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan


R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga

2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS


R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS

3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya

4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non
verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada
klien.

5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak


DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku KeperawatanPediatik, Jakarta, EGC

Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa KeperawatanAplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC.


Jakarta.

Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4,
EGC, Jakarta

Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa : Manulang R.F. Jakarta,
EGC

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI, Jakarta.

Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta

Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta


KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh
yang secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambah
sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar.

Pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-norma tertentu. Walaupun


demikian seorang anak dalam banyak hal tergantung kepada orang dewasa, misalnya
mengkunsumsi makanan, perawatan, bimbingan, perasaana aman, pencegahan penyakit dan
sebaginya. Oleh karena itu semua orang-orang yang mendapat tugas mengawasi anak harus
mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang.
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya adalah
faktor lingkungan. Bila lingkungan karena suatu hal menjadi buruk, maka keadaan tersebut
hendaknya diubah (dimodifikasi) sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat
berjalan dengan sebaik-baiknya.

B. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan

1. Sigmeun Freud (Perkembangan Psychosexual)

a. Fase oral (0 – 1 tahun)

Pusat aktivitas yang menyenagka di dalam mulutnya, anak mendapat kepuasaan saat
mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dan tangannya atau benda
– benda sekitarnya.

2. Fase anal (2 – 3 tahun)

Meliputi retensi dan pengeluaran feces. Pusat kenikmatanya pada anus saat BAB, waktu
yang tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab.

3. Fase Urogenital atau faliks (usia 3 – 4 tahun)

Tertarik pada perbedaan antomis laki dan perempuan, ibu menjadi tokoh sentral bila
menghadapi persoalan. Kedekatan ank laki – laki pada ibunya menimbulkan gairah sexual
dan perasaan cinta yang disebut oedipus compleks.
4. Fase latent (4 – 5 tahun sampai masa pubertas )

Masa tenang tetapi anak mengalami perkembangan pesat aspek motorik dan kognitifnya.
Disebut juga fase homosexual alamiah karena anak – nak mencari teman sesuai jenis
kelaminnya, serta mencari figur (role model) sesuai jenis kelaminnya dari orang dewasa.

5. Fase Genitalia

Alat reproduksi sudah muali matang, heteroseksual dan mulai menjalin hubungan rasa
cinta dengan berbeda jenis kelamin.

2. Piaget (Perkembangan Kognitif)

Meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses


informasi, berfikir logika, memecahkan masalah kompleks menjadi simple dan memahami
ide yang abstrak menjadi konkrit, bagaimana menimbulkan prestasi dengan kemampuan yang
dimiliki anak.

1. Tahap sensori – motor (0 – 2 tahun)

Prilaku anak banyak melibatkan motorik, belum terjadi kegiatan mental yang bersifat
simbolis (berfikir). Sekitar usia 18 – 24 bulan anak mulai bisa melakukan operations, awal
kemampuan berfikir.

1. Tahap pra operasional (2 – 7 tahun)

Tahap pra konseptual (2 – 4 tahun) anak melihat dunia hanya dalam hubungan dengan
dirinya, pola pikir egosentris. Pola berfikir ada dua yaitu : transduktif ; anak mendasarkan
kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu (ayam bertelur jadi semua binatang bertelur)
atau karena ciri – ciri objek tertentu (truk dan mobil sama karena punya roda empat). Pola
penalaran sinkretik terjadi bila anak mulai selalu mengubah – ubah kriteria klasifikasinya.
Misal mula – mula ia mengelompokan truk, sedan dan bus sendiri – sendiri, tapi kemudia
mengelompokan mereka berdasarkan warnanya, lalu berdasarkan besar – kecilnya dst. Tahap
intuitif ( 4 – 7 tahun) Pola fikir berdasar intuitif, penalaran masih kaku, terpusat pada bagian
bagian terentu dari objek dan semata –mata didasarkan atas penampakan objek.

1. Tahap operasional konkrit (7 – 12 tahun)

Konversi menunjukan anak mampu menawar satu objek yang diubah bagaimanapun
bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi maka volumenya tetap. Seriasi menunjukan
anak mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam cirinya seperti : tinggi,
besar, kecil, warna, bentuk dst.
1. Tahap operasional – formal (mulai usia 12 tahun)

Anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi objek – objek yang ia
fikirkan. Pola fikir menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai sudut yang
berbeda.

1. 3. Erikson (Perkembangan Psikososial)

Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan


tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan
diri individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas
perkembangannya.

1. Trust vs. missstrust ( 0 – 1 tahun)

Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan
mistrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan
kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.

1. Autonomy vs shame and doubt ( 2 – 3 tahun)

Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan
keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan
sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan
membuat anak bertindak dan berfikir ragu – ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat
dengan anak.

1. Initiatif vs Guilty (3 – 6 tahun)

Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak akan
mengembnagkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melalukan sesuatu atas
kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap ragu-ragu, maka
ia kan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil tindakan atas kehendak sendiri.

1. Industry vs inferiority (6 – 11 tahun)

Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran dirinya
dan bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan
rendah diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan muncul rasa
percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri.
1. Identity vs Role confusion ( mulai 12 tahun)

Anak mulai dihadapkan pada harapan – harapan kelompoknya dan dorongan yang makin
kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berfikir bagaimana masa depannya, anak mulai
mencari identitas dirinya serta perannya, jiak ia berhasil melewati tahap ini maka ia tidak
akan bingung menghadapi perannya

1. Intimacy vs Isolation (dewasa awal)

Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan
orang lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu melakukannya
akan mempunyai perasaan terkucil atau tersaing.

1. Generativy vs self absorbtion (dewasa tengah)

Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat
dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan individu mampu
berbuat banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap – tahap
silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka mungkin ia terkurung dalam
kebutuhan dan persoalannya sendiri.

1. Ego integrity vs Despair (dewasa lanjut)

Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan
tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya
belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam.

4. Kohlberg (Perkembangan Moral)

1. Pra-konvensional

Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman terhadap
prilaku anak. Penilaian terhadap prilaku didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh
prilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri dengan harapan – harapan
lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau benda.

2. Konvensional

Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar
disebut anak baik atau anak manis

3. Purna konvensional
Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prinsip pribadi
mempunyai peranan penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya lebih
didasarkan atas penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain.

5. Hurolck (Perkembangan Emosi)

Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa kegairahan umum, sebelum
bayi bicara ia sudah mengembangkan emosi heran, malu, gembira, marah dan takut.
Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pengalaman
emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan yang
diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar memberikan sumbangan yang besar
terhadap perkembangan emosi, selanjutnya perkembngan emosi dipengaruhi oleh harapan
orang tua dan lingkungan.

6. Perkembangan Psikososial

Teori perkembangan ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Beliau mengemukakan


bahwa : Di dalam jiwa individu terdapat tiga komponen yaitu :

 Id : nangis, minta minum,makan, dll.


 Ego : lebih rasional, tetapi masa bodoh terhadap lingkungan.
 Super Ego : lebih memikirkan lingkungan.

Perkembangan berhubungan dengan bagian-bagian fungsi tubuh dan dipandang sebagai


aktifitas yang menyenangkan. Insting seksual memainkan peranan penting dalam
perkembangan kepribadian. Menurut Freud perkembangan manusia terjadi dalam beberapa
fase dimana setiap fasenya mempunyai waktu dan ciri-ciri tertentu dan fase ini berjalan
secara kontinyu.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak

Proses pertumbuhan dan perkembangan anak, tidak selamanya berjalan sesuai yang
diharapkan. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor
yang dapat diubah/dimodifikasi yaitu faktor keturunan, maupun faktor yang tidak dapat
diubah/dimodifikasi yaitu faktor lingkungan. Apabila ada faktor lingkungan yang
menyebabkan gangguan terhadap proses tumbuh kembang anak, maka faktor tersebut perlu
diubah (dimodifikasi).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak


tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor Keturunan (herediter)

1. Seks
kecepatan pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak wanita berbeda
dengan anak laki-laki
2. Ras
Anak keturunan bangsa Eropa lebih tinggi dan besar dibandingkan dengan
anak keturunan bangsa Asia.

2. Faktor Lingkungan

1. Kebudayaan

Kebudayaan suatu daerah akan mempengaruhi kepercayaan adat kebiasaan dan tingkah
laku dalam merawat dan mendidik anak.

2. Status sosial ekonomi keluarga

Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi pola asuhan terhadap anak.
Misalnya orang tua yang mempunyai pendidikan cukup mudah menerima dan menerapkan
ide-ide utuk pemberian asuhan terhadap anak

3. Nutrisi

Untuk tumbuh kembang, anak memerlukan nutrisi yang adekuat yang didapat dari makan
yang bergizi. Kekurangan nutrisi dapat diakibatkan karena pemasukan nutrisi yang kurang
baik kualitas maupun kuantitas, aktivitas fisik yang terlalu aktif, penyakit-penyakit fisik yang
menyebabkan nafsu makan berkurang, gangguan absorpsi usus serata keadaan emosi yang
menyebabkan berkurangnya nafsu makan.

4. Penyimpangan dari keadaan normal

Disebabkan karena adanya penyakit atau kecelakaan yang dapat menggangu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak.

5. Olahraga

Olahraga dapat meningkatkan sirkulasi, aktivitas fisiologi, dan menstimulasi terhadap


perkembangan otot-otot.

6. Urutan anak dalam keluarganya


kelahiran anak pertama menjadi pusat perhatian keluarga, sehingga semua kebutuhan
terpenuhi baik fisik, ekonomi, maupun sosial.

1. Lingkungan internal

1) Intelegensi

Pada umumnya anak yang mempunyai intelegensi tinggi, perkembangannya akan


lebih baik jika dibandingkan dengan yang mempunyai intelegensi kurang.

2) Hormon

Ada tiga hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak yaitu:


somatotropin, hormon yang mempengaruhi jumlah sel untuk merangsang sel otak pada masa
pertumbuhan, berkuragnya hormon ini dapat menyebabkan gigantisme; hormon tiroid,
mempengaruhi pertumbuhan, kurangnya hormon ini apat menyebabkan kreatinisme; hormon
gonadotropin, merangsang testosteron dan merangsang perkembangan seks laki-laki dan
memproduksi spermatozoa. Sedangkan estrogen merangsang perkembangan seks sekunder
wanita dan produksi sel telur.kekurangan hormon gonadotropin ini dapat menyebabkan
terhambatnya perkembangan seks.

3) Emosi

Hubungan yang hangat dengan ornag lain seperti ayah, ibu, saudara, teman sebaya
serta guru akan memberi pengaruh pada perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak.
Pada saat anakberinteraksi dengan keluarga maka kan mempengaruhi interaksi anak di luar
rumah. Apabila kebutuhan emosi anak tidak dapat terenuhi
KONSEP DDST

1. Pengertian DDST (Denver Development Screening Test)


DDST adalah salah satu metode screening terhadap kelainan perkembangan anak.Tes
ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ.(Soetjiningsih, 1998).
2. Fungsi DDST
DDST digunakan untuk menaksir perkembangan personal sosial, motorik halus,
bahasa dan motorik kasar pada anak umur 1 bulan sampai 6 tahun.
3. Aspek-aspek Perkembangan yang Dinilai
Dalam DDST terdapat 125 tugas-tugas perkembangan dimana semua tugas
perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4
kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi :
A. Personal Social (Perilaku Sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya, seperti:
1) Menatap muka
2) Membalas senyum pemeriksa
3) Tersenyum spontan
4) Mengamati tangannya
5) Berusaha menggapai mainan
6) Makan sendiri
7) Tepuk tangan
8) Menyatakan keinginan
9) Daag-daag dengan tangan
10) Main bola dengan pemeriksa
11) Menirukan kegiatan
12) Minum dengan cangkir
13) Membantu di rumah
14) Menggunakan sendok dan garpu
15) Membuka pakaian
16) Menyuapi boneka
17) Memakai baju
18) Gosok gigi dengan bantuan
19) Cuci dan mengeringkan tangan
20) Menyebut nama teman
21) Memakai T-shirt
22) . Berpakaian tanpa bantuan
23) . Bermain ular tangga / kartu
24) . Gosok gigi tanpa bantuan
25) . Mengambil makan

B. Fine Motor Adaptive (Gerakan Motorik Halus)


Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
dilakukan dalam:
1) Mengikuti ke garis tengah
2) Mengikuti lewat garis tengah
3) Memegang icik-icik
4) Mengikuti 1800
5) Mengamati manik-manik
6) Tangan bersentuhan
7) Meraih
8) Mencari benang
9) Menggaruk manik-manik
10) Memindahkan kubus
11) . Mengambil dua buah kubus
12) Memegang dengan ibu jari dan jari
13) . Membenturkan 2 kubus
14) . Menaruh kubus di cangkir
15) Mencoret-coret
16) . Ambil manik-manik ditunjukkan
17) . Menara dari 2 kubus
18) . Menara dari 4 kubus
19) . Menara dari 6 kubus
20) Meniru garis vertical
21) . Menara dari kubus
22) Menggoyangkan dari ibu jari
23) . Mencontoh O
24) . Menggambar dengan 3 bagian
25) . Mencontoh (titik)
26) . Memilih garis yang lebih panjang
27) . Mencontoh ð yang ditunjukkan
28) . Menggambar orang 6 bagian
29) . Mencontoh ð
C. Language (Bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan yang meliputi :
1) Bereaksi
2) Bersuara
3) Oooo ?Aaaah
4) Tertawa
5) Berteriak
6) Menoleh ke bunyi icik-icik
7) Menoleh ke arah suara
8) Satu silabel
9) Meniru bunyi kata-kata
10) . Papa/mama tidak spesifik
11) . Kombinasi silabel
12) . Mengoceh
13) . Papa/mama spesifik
14) 1 kata
15) 2 kata
16) . 3 kata
17) 6 kata
18) Menunjuk 2 gambar
19) . Kombinasi kata
20) . menyebut 1 gambar
21) . Menyebut bagian badan
22) . Menunjuk 4 gambar
23) . Bicara dengan dimengerti
24) Menyebut 4 gambar
25) . Mengetahui 2 kegiatan
26) . Mengerti 2 kata sifat
27) . Menyebut satu warna
28) . Kegunaan 2 benda
29) Mengetahui
30) Bicara semua dimengerti
31) . Mengerti 4 kata depan
32) Menyebut 4 warna
33) . Mengartikan 6 kata
34) Mengetahui 3 kata sifat
35) Menghitung 6 kubus
36) Berlawanan 2
37) . Mengartikan 7 kata

D. Gross Motor (Gerak Motorik Kasar)


Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh, meliputi
kemampuan dalam:
1) Gerakan seimbang
2) Mengangkat kepala
3) Kepala terangkat ke atas
4) Duduk kepala tegak
5) . Menumpu badan pada kaki
6) . Dada terangkat menumpu satu lengan
7) Membalik
8) Bangkit kepala tegak
9) Duduk tanpa pegangan
10) . Berdiri tanpa pegangan
11) Bangkit waktu berdiri
12) . Bangkit terus duduk
13) . Berdiri 2 detik
14) Berdiri sendiri
15) Membungkuk kemudian berdiri
16) Berjalan dengan baik
17) . Berjalan dengan mundur
18) . Lari
19) Berjalan naik tangga
20) Menendang bola ke depan
21) . Melompat
22) . Melempar bola, lengan ke atas
23) . Loncat
24) . Berdiri satu kaki 1 detik
25) Berdiri satu kaki 2 detik\
26) Melompat dengan satu kaki
27) Berdiri satu kaki 3 detik
28) Berdiri satu kaki 4 detik
29) Berjalan tumit ke jari kaki
30) . Berdiri satu kaki 6 detik
4. Cara Mengukur Perkembangan Anak dengan DDST
Pada waktu tes, tugas yang perlu diperiksa setiap kali skrining biasanya hanya
berkisar antara 20-30 tugas saja, sehingga tidak memakan waktu lama, hanya sekitar
15-20 menit saja
A. Alat yang Digunakan
1) Alat peraga : benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna
merah-kuning-hijau- biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel
kecil, kertas, dan pensil.
2) Lembar formulir DDST
3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara
melakukan tes dan cara menilainya.
B. Prosedur DDST terdiri dari dua tahap, yaitu:
1) Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang
berusia 3 – 6 bulan, 9 – 12 bulan, 18 – 24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, 5
tahun.
2) Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama kemudian dilarutkan dengan
evaluasi diagnostik yang lengkap.
C. Penilaian
Penilaian apakah lulus (Passed: P), gagal (Fail: F), ataukah anak tidak
mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity: N.O). Kemudian
ditarik garis berdasarkan umur kronologis, yang memotong garis horisontal
tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-
masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan
pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam normal, abnormal, meragukan
(Questionable) dan tidak dapat dites (Untestable). \
1) Abnormal
- Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau
lebih
- Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih
keterlambatan plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan
dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada
kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
2) Meragukan
- Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
- Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan
pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang
berpotongan dengan garis vertikal usia.
3) Tidak dapat dites
- Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi
abnormal atau meragukan.
4) Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut di atas.

Agar lebih cepat dalam melaksanakan skrining, maka dapat digunakan tahap pra
skrining dengan menggunakan :
1. DDST Short Form, yang masing-masing sektor hanya diambil 3 tugas (sehingga
seluruhnya ada 12 tugas) yang ditanyakan pada ibunya. Bila didapatkan salah satu
gagal atau ditolak, maka dianggap “suspect” dan perlu dilanjutkan dengan DDST
lengkap.
2. PDQ (Pra-Screening Development Questionnaire)
Bentuk kuisioner ini digunakan bagi orang tua yang berpendidikan SLTA ke atas
dapat diisi orang tua di rumah atau pada saat menunggu di klinik.Dipilih 10
pertanyaan pada kuisioner yang sesuai dengan umur anak.Kemudian dinilai
berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan dan pada kasus yang dicurigai
dilakukan tes DDST lengkap. (Soetjiningsih, 1998)
KONSEP IMUNISASI

A. Konsep dasar Imunisasi


1. Pengertian imunisasi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Depkes,2000).
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan antigen yang serupa tidak
terjadi penyakit (IDAI,2001)
Imunisasi beasal dari kata imun, yang artinya kebal atu resisten. Anak diimunisasi
tentu anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum kebal terhadap
penyakit lain (Notoatmodjo, 2005)
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen
lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap
penyakit tertentu(Proverawati, 2010 ).
2. Jenis - Jenis Imunisasi
Pada dasarnya imunisasi ada 2 jenis:
a. Imunisasipasif (Passive Immunization)
Imunisasi pasif adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat
kekebalan tubuhnya didapatkan dari luar.
Imunisasi pasif dibagi menjadi 2:
1) Imunisasi pasif alamiah
Imunisasi pasif alamiah adalah antibodi yang didapat seseorang karena
diturunkan oleh ibu yang merupakan orang tua kandung langsung ketika
berda dalam kandungan.
2) Imunisasi pasif buatan
Imunisasi pasif buatan adalah kekebalan tubuh yang diperoleh karena
suntikan serum untuk mencegah penyakit tertentu.
b. Imunisasi Aktif (Active Immunization)
Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang karena tubuh
yang secara aktif membentuk zat antibodi.
1) Imunisasi aktif alamiah penyakit
Adalah kekebalan tubuh yang secara otomatis diperoleh setelah sembuh dari
suatu penyakit.
2) Imunisasi aktif buatan
Adalah kekebalan tubuh yang didapat dari vaksinasi yang diberikan untuk
mendapatkan perlindungan dari suatu penyakit.
Jenis – jenis imunisasi yang diberikan untuk anak yang saat ini dipakai dalam
program imunisasi rutin di indonesia adalah :
a. Imunisasi Hepatitis B PID
Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif
terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Vaksin hepatitis B
adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktifasikan dan bersifat non
infeksius, disuntikkan secara intra muskuler sebaiknya pada anterolateral paha
dengan dosis 0,5 ml, dosis pertama diberikan pada usia 0 – 7 hari.
b. Imunisasi BCG
Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif
terhadap tuberkulosis. vaksin BCG meupakan vaksin beku kering yang
mengandung Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan, dosis pemberian
0,05 ml sebanyak 1 kali disuntikkan di lengan kanan atas (insertio musculus
deltoideus).
c. Imunisasi DPT-HB-Hib (pentavalen)
Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk pencegahan terhadap penyakit
dipteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, dan infeksi haemofilus influenza tipe b.
vaksin DPT-HB-Hib berupa suspensi homogen yang mengandung toksoid
tetanus dan difteri murni, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hapatitis B
murni yang tidak infeksius dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit
berupa kapsul polisakarida haemofilus influenza tipe b tidak infeksius yang
dikonjugasikan kapada protein tetanus toksoid, disuntikkan secara intra muskuler
dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama diberikan umur
2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu.
d. Imunisasi polio
Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif
terhadap poliomielitis, vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio trivalent yang
terdiri dari suspensi virus poliomielitis tipe 1, 2 dan 3(strain sabin) yang sudah
dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan
sukrosa, diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4
kali (dosis) pemberian dengan interval setiap dosis 4 minggu.
e. Imunisasi campak
Pemberian imunisasi ini ber tujuan untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
penyakit campak. Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan, disuntikkan secara sub kutan pada lengan kiri atas dengan dosis 0,5
ml diberikan pada usia 9–11 bulan.
3. Tujuan imunisasi
a. Tujuan Umum
Secara umum tujuan imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan,
kematian serta kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(Kementrian kesehatan, 2013)
b. Tujuan husus
1) Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi diseluruh desa atau
kelurahan pada tahun 2014
2) Tervalidasinya eliminasi tetanus maternal dan neonatal (insiden dibawah 1
per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun).
3) Eradikasi polio pada tahun 2015.
4) Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015
5) Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah
medis.
4. Reaksi Dari Imunisasi

Jenis Imunisasi Reaksi yang ditimbulkan


Imunisasi BCG Terjadi Ulkus pada daerah suntikan dan
dapat terjadi limpa denitis regional
Reaksi panas
Imunisasi DPT · Reaksi Ringan
· Pembengkakan dan nyeri pada
tempat injeksi.
· Demam
· Reaksi Berat
· Pasien dapat menangis hebat
karena kesakitan sealama 4 jam
· Kesadaran menurun
· Ensefalopati
· Shock
Imunisasi Campak · Dapat terjadi ruam pada tempat
suntikan
· Panas (febris)
Imunisasi Hepatitis Biasanya timbul seminggu setelah
imunisasi, reaksi yang ditimbulkan
berupa :
· Demam
· Diare
· Keluar bintik-bintik merah di kulit.
Namun, efek ini tergolong ringan
sehingga tak perlu ada yang
dikhawartikan, sebab akan sembuh
sendiri
Imunisasi Polio Umumnya tidak ada reaksi, namun
pada beberapa anak timbul perasaan
pusing pada anak, diare ringan dan
sakit otot. Kasus ini sangat jarang
terjadi
5. Syarat - syarat imunisasi
Dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus di perhatikan yaitu:
a. Diberikan pada bayi atau anak yang sehat
b. vaksin yang di berikan harus baik ,di simpan di lemari es dan belum lewat
masa berlakunya.
c. Pemberian imunisasi dengan tehnik yang tepat.
d. Mengetahui jadwal imunisasidengan melihat umur dan jenis imunisasi yang
telah di terima.
e. meneliti jenis vaksin yang di berikan.
f. memberikan dosis yang akan di berikan.
g. mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu imunisasi.
h. memberikaninformed consent kepada orang tua atau keluarga sebelum
melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah di jelaskan kepada
orang tuanya tentang manfaat dan efek samping atau kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi (Lisnawati,
2011).
6. Kontraindikasi
 BCG
a. Ujimontouk (+)
b. Immunodefisiensi
c. Giziburuk
d. Demamtinggi
e. Infeksikulit yang luas
f. Riwayat TB
g. Kehamilan

 Hepatitis B
Ibuhamil

 DPT
Ensefalofi

 Polio
1. Demam
2. muntah / diare
3. konsumsi obati munosupresif
4. radiasi umum
5. keganasan
6. pend HIV

 Campak
1. demam
2. TB tanpa pengobatan
3. Imunosupresi

7. Manfaat Imunisasi
a. Untuk anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan
cacat atau kematian.
b. Untuk keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak
sakit.Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya
akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara (Proverawati,2010 )

B. Konsep Dasar Imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen)


a. Pengertian
Imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen) adalah: suatu upaya untuk mendapatkan
kekebalan terhadap penyakit Diferi, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, infeksi
haemofilus influenza tipe B dengan cara memasukkan kuman difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis B, haemofilus influenza tipe B yang telah dilemahkan dan
dimatikan kedalam tubuh sehingga tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada
saatnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit tersebut.
DPT-HB-Hib merupakan singkatan dari Difteri,Pertusis, Tetanus, Hepatitis B,
Haemofilus influenza tipe B. (Direktorat survaelans, imunisasi, karantina dan
kesehatan matra, 2013)
Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspensi homogen yang berisikan difteri murni,
toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis B (HbsAG)
murni yang tidak infeksius, dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit
berupa kapsul polisakarida Haemofilus Influenzae tipe b (Hib) tidak infeksius yang
dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus
b. Penyakit – penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi DPT-HB-Hib
(Pentavalen)
1) Dipteri
Difteri merupakan penyakit yang sangat infeksius disebabkan oleh bakteri
Corynebacteriumdipthheriae.Ketika bakteri menyerang sistem pernafasan
akanmeneluarkan toksin atau racun yan dapat menyebabkan kelemahan, radang
tengorokan, panas dan pembengkakan di leher.Dalam waktu 2–3 hari terdapat
selaput keras putih keabuaan di tenggorokan atau hidung mengakibatkan sulit
bernafas dan sesak.Difteri juga menyebabkan pembengkakan otot jantung dan
kadang–kadang bisa terjadi gagal jantung.
2) Pertusis
Pertusis biasanya dikenal dengan batuk rejan merupakan penyakit yang
sangat menular disebabkan oleh bakteri Bordetellapertusis. Penyakit ini bisa
serius pada semua umur namun sangat mematikan pada usia bayi baru lahir dan
usia dibawah satu tahun. Gejala awal batuk rejan seperti halnya flu, hidung
berair, meriang dan batuk.Hal ini bisa berkembang menjadi sulit bernafas dan
kadang–kadang membiru karena kurangnya udara.Pada bayi, bukan saja batuk
yang menyulitkan namun mereka juga sulit bernafas dan nafas terhenti beberapa
saat. Sedangkan pada usia muda dan dewasa umumnya tidak demikian, biasanya
mengalami batuk lama sampai 10 minggu atau lebih sehingga penyakit ini
disebut juga batuk 100 hari.
3) Tetanus
Tetanus adalah penyakit karena bakteri clostridium tetani.Bakteri masuk
kedalam tubuh melalui luka kemudian mengeluarkan toksin yang menyebabkan
otot kaku dan penderita mengalami kesakitan.Tetanus menyebabkan kaku pada
mulut dan rahang sehingga sukar membuka mulut dan pada bayi mulutnya
mencucu. Tetanus juga mengakibatkan masalah pernafasan, spasme otot dan
kejang, jika hal ini tidak ditangani dengan baik akan berakibat fatal.
4) Hepatitis B
Penyakit Hepatitis B atau Virus Hepatitis B(VHB)didunia sangat besar
kejadianya. Penyakit ini sangat potensial menyebabkan sedikitnya 1 juta
kematian per tahun. Diperkirakan pembawa virus/karier dari 78% diantaranya di
Asia, bila program Imunisasi Hepatitis B di dunia berhasil tahun 2015 virus yang
hanya dapat hidup di manusia dan simpanse itu diharapkan tereradikasi, dan
tahun 2040 diharapkan tidak ditemukan lagi hepatitis kronis.
5) Haemofilus Influenzae tipe b
Haemofilus Influenzae tipe b (Hib) adalah salah satu bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi beberapa organ seperti meningitis, epiglotis, pneumonia,
artritis, dan selulitis. Penularan penyakit secara droplet melalui melalui
nasofaring. Sebagian besar bakteri bertahan sampai beberapa bulan di tubuh
(asymptomatis carier). Gejala yang ditimbulkan tergantung organ mana yang
diserang, pada organ selaput otak akan timbul gejala meningitis (demam, kaku
kuduk, kehilangan kesadaran), pada organ paru akan menyebabkan
pneumonia(demam, sesak, retraksi otot pernafasan), kadang menimbulkan gejala
sisa berupa kerusakan alat pendengaran.
c. Tujuan dan mamfaat pemberian imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen)
1) Tujuan pemberian imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen) adalah untuk
membuat anak kebal terhadap penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis
B, Infeksi Haemofilus Influenza Tipe b.
2) Mamfaat pemberian imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen)
a) Untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan
terhadap penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), tetanus, hepatitis B,
infeksi haemofilus influenza tipe B.
b) Apabila terjadi penyakit tersebut, akan jauh lebih ringan dibanding
terkena penyakit secara alami. Secara alamiah sampai batas tertentu
tubuh juga memiliki cara membuat kekebalan tubuh sendiri dengan
masuknya kuman-kuman kedalam tubuh. Namun bila jumlah yang
masuk cukup banyak dan ganas, bayi akan sakit. Dengan semakin
berkembangnya teknologi dunia kedokteran, sakit berat masih bisa
ditanggulangi dengan obat-obatan. Namun bagaimanapun juga
pencegahan adalah jauh lebih baik dari pada pengobatan.
c) Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen) mengurangi jumlah
suntikan kepada bayi
d. Kontraindikasi pemberian imunisasi DPT-HB-Hib
1) Hipersensitif terhadap komponen vaksin, atau reaksi berat terhadap dosis
vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk-bentuk reaksi sejenis lainnya,
merupakan kontra indikasi obsolut terhadap dosis berikutnya.
2) Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf
serius lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis.
Dalam hal ini vaksin tidak boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi
vaksin DT harus diberikan sebagai pengganti vaksin DPT vaksin hepatitis B
dan Hib diberikan secara terpisah.
e. Efek samping pemberian vaksin DPT-HB-Hib (pentavalen)
Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak berbeda secara
bermakna dengan vaksin DPT, hepatitis B dan Hib yang diberikan secara
terpisah.
Beberapa reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada
lokasi suntikan disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus.
Kadang-kadang reaksi berat seperti demam tinggi, irritabilitas(rewel) dan
menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian.
Episode hypotonic-hyporesponsive pernah dilaporkan. Kejang demam telah
dilaporkan dengan angka kejadian 1 kasus per 12.500 dosis pemberian.
Pemberian asetaminofen pada saat dan 4-8 jam setelah imunisasi mengurangi
terjadinya demam. Studi yang dilakukan oleh sejumlah kelompok termasuk
United States Institute of Medicine Advisory Commitee on Immunization
Practices dan asosiasi dokter spesialis anak di Australia, Kanada, inggris dan
Amerika, menyimpulkan bahwa ternyata tidak menunjukkan adanya hubungan
kausal antara DPT dan disfungsi sistim saraf kronis pada anak. Oleh karenanya,
tidak ada bukti ilmiah bahwa reaksi tersebut mempunyai dampak permanen
pada anak.
Vaksin Hepatitis B dapat ditoleransi dengan baik. Dalam studi
menggunakan plasebo sebagai kontrol selain nyeri lokal, dilaporkan kejadian
seperti myalgia dan demam ringan tidal lebih sering dibandingkan dengan
kelompok plasebo. Laporan megenai reaksi anafilaksis berat sangat jarang. Data
yang da tidak menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara vaksin hepatitis
B dan sindroma Guillin-Barre, atau kerusakan demyelinasi termasuk gangguan
sklerosis multipel, dan juga tidak ada data epidemiologi untuk menunjang
hubungan kausal antara vaksinasihepatitis B dan sindroma fatique kronis,
artritis, kelainan autoimun, asma, sindroma kematian mendadak pada bayi, atau
diabetes.
Vaksin Hib ditoleransi dengan baik. Reaksi lokal dapat terjadi dalan 24 jam
setelah vaksinasi dimana penerima vaksin dapat merasakan nyeri pada lokasi
penyuntikan. Reaksi ini biasanya bersifat ringan dan sementara. Pada umumnya
akan sembuh dengan sendirinya dalam dua atau tiga hari, dan tidak memerlukan
tindakan medis lebih lanjut.
f. Jadwal Pemberian Imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen)
Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib merupakan bagian dari pemberian imunisasi
dasar pada bayi sebanyak 3 dosis.
Tabel 2.1 Jadwal pemberian imunisasi dasar

No Umur Jenis imunisasi


1. 0 Bulan Hepatitis B 0
2. 1 Bulan BCG, Polio 1
3. 2 Bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
4. 3 Bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
5. 4 Bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
6. 9 Bulan Campak
Sumber : Direktorat survailens, imunisasi, karantina dan kesehatan matra,
2013.

Untuk mempertahankan tingkat kekebalan dibutuhkan imunisasi lanjutan


kepada anak batita sebanyak satu dosis dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 2.2 Jadwal pemberian imunisasi lanjutan
Jenis Interval minimum
No Umur
Imunisasi setelah imunisasi dasar
1. 1,5 tahun (18 DPT-HB-Hib 12 bulan dari DPT-HB-
bulan) Hib 3
2. 2 tahun (24 Campak 6 bulan dari campak dosis
bulan) pertama
Sumber : Direktorat survailens, imunisasi, karantina dan kesehatan matra,
2013.

g. Langkah –langkah pemberian imunisasi DPT-HB-Hib


1) Penyiapan logistik
Sebelum melakukan pelayanan imunisasi DPT-HB-Hib perlu dilakukan
beberapa persiapan sebagai berikut :
a) Vaccine carier
Periksa vaksin carier yang akan digunakan dan pastikan sesuai
dengan standar, tidak tedapat keretakan pada dindingnya, mempunyai
spon penutup dan dapat ditutup rapat.
b) Coolpack (kotak dingin cair)
Sediakan coolpack yang telah diisi dengan air dan didinginkan
dalam lemari es minimal selama 24 jam. Coolpack yang dibutuhkan
sebayak 4 buah dan diletakkan pada setiap sisi vaccine carier, jangan
menggunakan coldpack (kotak dingin beku) atau es batu.
c) Vaksin
Siapkan vaksin sesuai dengan jumlah sasaran yang akan
diimunisasi
d) Auto Disable Syiringe (ADS)
ADS 0,5 ml yang dibutuhkan sama dengan jumlah sasaran yang
akan diimunisasi.
e) Safety box
Siapkan safety box 2,5 liter untuk 50 alat suntik
f) Format pencatatan dan pelaporan
Persiapkan format pencatatan dan pelaporan.
2) Penyiapan sasaran
Setiap sasaran yang datang ke tempat pelayanan imunisasi sebaiknya
diperiksa sebelum diberikan imunisasi, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi usia sasaran
b) Mengidentifikasi jenis dan jumlah dosis imunisasi yang telah diterima
c) Menentukan jenis vaksin yang harus diberikan
d) Kontraindikasi terhadap imunisasi
(1) Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian
imunisasi kepada bayi yang sedang sakit, jangan berikan
imunisasi. Mintalah ibu untuk kembali lagi jika bayinya sudah
sehat.
(2) Jika terdapat riwayat kejang demam pada pemberian DPT-HB
atau DPT-HB-Hib sebelumnya, maka imunisasi selanjutnya
agar diberikan oleh dokter ahli.

3) Pemberian imunisasi
a) Pastikan vaksin masih berkualitas/poten
(1) VVM A atau B
(2) Belum kadaluarsa
(3) Lebel vaksin masih ada dan terbaca
(4) Vaksin DPT-HB-Hib belum pernah mengalami pembekuan
(5) Belum melewati ketentuan masa pakai (vaksin sisa pelayanan
statis)
b) Gunakan alat suntik sekali pakai atau Auto Disable Syiringe (ADS)
c) Dosis dan cara pemberian imunisasi DPT-HB-Hib
(1) Dosis pemberian 0,5 ml
(2) Cara penyuntikan intramuskuler, disuntikkan di paha
anterolateral pada bayi dan dilengan kanan atas pada batita saat
imunisasi lanjutan
(3) Bayi atau anak dipangku dengan posisi menghadap kedepan.
Pegang lokasi suntikan dengan ibu jari dan jari telunjuk
(4) Suntikkan vaksin dengan posisi jarum suntik 90° terhadap
permukaan kulit
(5) Suntikkan pelan-pelan untuk mengurangi rasa sakit
d) Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan sebelum dan sesudah pelayanan imunisasi.
Materi yang diberikan tentang alasan pemberian imunisasi DPT-HB-
Hib, mamfaat dan keluhan yang mungkin terjadi setelah imunisasi dan
cara penanggulangannya.
KONSEP BERMAIN

A. DEFINISI BERMAIN

Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social


dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak
akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan
apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2000)

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan
alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000)

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan, tanpa ada
tujuan atau sasaran yang hendak dicapai (Suhendi et al, 2001)

Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh


kesenangan/kepuasan.(Supartini, 2004)

Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam
kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress pada
anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Champbell dan Glaser,
1995). Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya
makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan menemukan kekuatan serta
kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain
(Soetjiningsih, 1995)

B. FUNGSI BERMAIN

Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,


perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.

 · Perkembangan Sensoris – Motorik

Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar


yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan
sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak
membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
 · Perkembangan Intelektual

Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur
dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk
memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya
terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan
masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini,
anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering
anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan
intelektualnya.

 · Perkembangan Social

Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan


lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima.
Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan
social dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan
aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan
bicara, dan belajar tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi
terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler
dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya
dilingkungan keluarga.

 · Perkembangan Kreativitas

Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya


kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan
bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan
merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.

 · Perkembangan Kesadaran Diri

Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur


tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba
peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.
Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis, anak
akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini
penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam
kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari
perilakunya terhadap orang lain

 · Perkembangan Moral

Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua
dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan
untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan
dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan
etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar
bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut
mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan
sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap
tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi
anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk
mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena
itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas
bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.

 · Bermain Sebagai Terapi

Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan
tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi
beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan
permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena
dengan melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.
Hal tersebut terutama terjadi pada anak yang belum mampu mengekspresikannya
secra verbal. Dengan demikian, permainan adalah media komunikasi antar anak
dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit.
Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang
ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan
anak dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya.
C. TUJUAN BERMAIN

Melalui fungsi yang terurai diatas, pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan
sebagai berikut :

1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit
anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Walaupun
demikian, selam anak dirawat di rumah sakit, kegiatan sitimulasi pertumbuhan
dan perkembangan masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga
kesinambungannya

2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.

3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuannya memecahkan masalah

4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat dirumah
sakit

D. CIRI-CIRI KEGIATAN BERMAIN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Smith et al; Garvev; Rubin, Fein dan
Vandenberg (Johnson et al, 1999) diungkapkan adanya beberapa cirri kegiatan
bermain yaitu :

1. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsic, maksud muncul atas keinginan pribadi


serta untuk kepentingan sendiri

2. Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-
emosi yang positif

3. Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas ke


aktivitas lain

4. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir

5. Bebas memilih, dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep
bermain pada anak-anak kecil.

E. KLASIFIKASI BERMAIN

Ada beberapa jenis permainan, baik ditinjau dari isi permainan, karakter social dan
kelompok usia anak. Dibawah ini akan dibahas secara rinci satu per satu :
1. Berdasarkan Isi Permainan

Berdasarkan isi permainan, ada enam jenis permainan, yaitu :

a. Social affective play

Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan


antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan
kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya dan/atau
orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara
sambil tersenyum/tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada bayi untuk
menggenggamnya , tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa. Bayi akan mencoba berespons terhadap tingkah laku orang tuanya
dan/atau orang dewasa tersebut/misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan/atau
mengoceh .

b. Sense of pleasure play

Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak
dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak akan membuat
gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya dengan pasir . Bisa
juga dengan menggunakan air anak akan melakukan macam-macam permainan, misalnya
memindah-mindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain. Cirri khas permainan ini adalah
anak akan semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan
yang dilakukannya sehingga susah dihentikan

c. Skill play

Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan


anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil
memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat
yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan tersebut
diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di lakukan. Semakin
sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.

d. Games atau permainan

Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat


tertentu yang menggunakan perhitungan dan/atau skor. Permainan ini bisa
dilakukan oleh anak sendiri dan/ atau dengan temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang
modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.

e. Unoccupied behaviour

Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,


jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada
di sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan
tertentu, dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang di gunakannya
sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan
situasi serta lingkungannya tersebut .

f. Dramatic play

Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sebagai
orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru
orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya
yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi
percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan
ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu .

2. Berdasarkan Karakter Social

Berdasarkan karakter sosialnya, ada lima jenis permainan, yaitu :

a. Onlooker play

Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi,
anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan
yang sedang dilakukan temannya.

b. Solitary play

Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak
bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut
berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama, ataupun
komunikasi dengan teman sepermainannya
c. Parallel play

Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain
sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama
lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.

d. Associative play

Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak
lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini
adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.

e. Cooperative play

Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis
ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan
mengatur dan mengarahkananggotanya untuk bertindak dalam permainan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya,
pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main
harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama,
yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan
mainnya.

3. Berdasarkan Kelompok Usia Anak

Berdasarkan kelompok usia, ada lima jenis permainan, yaitu :

a. Anak usia bayi

Permainan untuk anak usia bayi dibagi menjadi bayi usia 0 – 3 bulan, usia 4 –
6 bulan, dan usia 7 – 9 bulan. Karakteristik permainan anak usia bayi adalah
“sense of pleasure play”.

o Bayi usia 0 – 3 bulan

Seperti yang telah disinggung diatas bahwa karakteristik khas permainan bagi usia
bayi adalah adanya interaksi social yang menyenangkan antara bayi dan
orang tua dan/atau orang dewasa sekitarnya. Selain itu, perasaan senang
juga menjadi cirri khas dari permainan untuk bayi di usia ini.
Alat permainan yang biasa digunakan, misalnya mainan gantungan yang
berwarna terang dengan bunyi musik yang menarik. Dari permainan
tersebut, secara visual bayi diberi objek yang berwarna terang dengan
tujuan menstimuli penglihatannya. Oleh karena itu bayi harus
ditidurkan atau diletakkan pada posisi yang memungkinkan agar dapat
memandang bebas ke sekelilingnya. Secara auditori ajak bayi berbicara,
beri kesempatan untuk mendengar pembicaraan, musik dan nyanyian
yang menyenangkan.

o Bayi usia 4 – 6 bulan

Untuk menstimuli penglihatan, dapat dilakukan permainan seperti


mengajak bayi menonton TV, memberi mainan yang mudah dipegangnya
dan berwarna terang, serta dapat pula dengan cara memberi cermin dan
meletakkan bayi didepannya sehingga memungkinkan bayi dapat melihat
bayangan di cermin.

Untuk stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan cara selalu


membiasakan memanggil namanya, mengulangi suara yang
dikeluarkannya, dan sering berbicara dengan bayi, serta meletakkan
mainan yang berbunyi di dekat telinganya.

Untuk stimulasi taktil, berikan mainan yang dapat digenggamnya, lembut


dan lentur atau pada saat memandikan, biarkan bayi bermain air di dalam
bak mandi.

o Bayi usia 7 – 9 bulan

Untuk stimulasi penglihatan, dapat dilakukan dengan memberikan


mainan yang berwarna terang, atau berikan kepadanya kertas dan alat tulis,
biarkan ia mencoret-coret sesuai keinginannya.

Stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan memberi bayi boneka


yang berbunyi, mainan yang bias dipegang dan berbunyi jika digerakkan.
Untuk itu alat permainan yang dapat diberikan pada bayi, misalnya buku
dengan warna yang terang an mencolok, gelas dan sendok yang tidak
pecah, bola yang besar, berbagai boneka, dan/atau mainan yang dapat
didorong.

b. Anak usia toddler (>1 tahun sampai 3 tahun)


Anak usia toddler menunjukkan karakteristikyang khas, yaitu banyak
bergerak, tidak bias diam dan mulai mengembangkan otonomi dan
kemampuannya untuk mandiri. Oleh karena itu, dalam melakukan permainan,
anak lebih bebas, spontan, dan menunjukkan otonomi baik dalam memilih
mainan maupun dalam aktivitas bermainnya. Anak mempunyai rasa ingin tahu
yang besar. Oleh karena itu seringkali mainannya dibongkar-pasang, bahkan
dirusaknya. Untuk itu harus diperhatikan keamanan dan keselamatan anak
dengan cara tidak memberikan alat permainan yang tajam dan menimbulkan
perlukaan.

Jenis permainan yang tepat dipilih untuk anak usia toddler adalah “solitary
play dan parallel play”. Pada anak usia 1 sampai 2 tahun lebih jelas terlihat
anak melakukan permainan sendiri dengan mainannya sendir, sedangkan pada
usia lebih dari 2 tahun sampai 3 tahun, anak mulai dapat melakukan
permainan secara parallel karena sudah dapat berkomunikasi dalam
kelompoknya walaupun belum begitu jelas karena kemampuan berbahasa
blum begitu lancar. Jenis alat permainan yang tepat diberikan adalah
boneka, pasir, tanah liat dan lilin warna-warni yang dapat dibentuk benda
macam-macam

c. Anak usia prasekolah (>3 tahun sampai 6 tahun)

Sejalan dengan pertumbuhan dan oerkembangannya, anak usia prasekolah


mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang dari pada
anak usia toddler. Anak sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif. Demikian
juga kemampuan berbicara dan berhubungan social dengan temannya semakin
meningkat.

Oleh kerena itu jenis permainan yang sesuai adalah “associative play,
dramatic play dan skill play”. Anak melakukan permainan bersama-sama
dengan temannya dengan komunikasi yang sesuai dengan kemampuan
bahasanya. Anak juga sudah mampu memainkan peran orang tua tertentu yang
diidentifikasinya, seperti ayah, ibu dan bapak atau ibu gurunya. Permainan
yang menggunakan kemampuan motorik (skill paly) banyak dipilih anak usia
prasekolah. Untuk itu, jenis alat permainan yang tepat diberikan pada anak
misalnya, sepeda, mobil-mobilan, alat olah raga, berenang dan permainan
balok-balok besar
d. Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)

Kemampuan social anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih


mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan
dengan teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk.
Dengan demikian, permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat
untuk meningkatkan ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi juga dapat
mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja
sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat
diterima dalam kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia
sekolah adalah mengembangkan kemampuannya untuk bersaing secara sehat.
Bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan
yang ditunjukkannya.

Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis


kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik
yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi
sebagai seorang laki-laki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih
tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk
mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan
peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan
boneka.

e. Anak usia remaja (13 tahun sampai 18 tahun)

Merujuk pada proses tumbuh-kembang anak remaja, dimana anak remaja


berada dalam suatu fase peralihan, yaitu disatu sisi akan meninggalkan masa
kanak-kanak dan disisi lain masuk pada usia dewasa dan bertindak sebagai
individu. Oleh karena itu, dikatakan bahwa anak remaja akan mengalami krisis
identitas dan apabila tidak sukses melewatinya, anak akan mencari
kompensasinya pada hal yang berbahaya, seperti obat-obatan terlarang dsb.
Melihat karakteristik anak remaja perlu mengisi kegiatan yang konstruktif,
misalnya dengan melakukan permainan berbagai macam olah raga,
mendengarkan dan/atau bermain musik serta melakukan kegiatan organisasi
remaja yang positif, seperti kelompok basket, sepak bola, karang taruna dll.
Prinsip kegiatan bermainbagi anak remaja tidak hanya sekedar mencari
kesenangan dan meningkatkan perkembangan fisio-emosional, tetapi juga
lebih juga ke arah menyalurkan minat, bakat dan aspirasi serta membantu
remaja untuk menemukan identitas pribadinya. Untuk itu alat permainan yang
tepat bias berupa berbagai macam alat olah raga, alat musik dan alat gambar
atau lukis.

F. SYARAT BERMAIN

Ada beberapa hal yang dipersyaratkan untuk dapat melakukan kegiatan bermain yang
baik untuk anak, yaitu :

1. Perhatikan factor usia anak

Sesuaikan mainan/aktivitas dengan kematangan motorik anak, yaitu sejauh mana


gerakan-gerakan otot tubuh siap melakukan gerakan-gerakan tertentu. Juga
sesuaikan dengan kognisinya, yaitu sejauh mana anak mampu memahami
permainan itu. Jika terlalu sulit, anak jadi malas bermain dan jika kelewat
gampang ia cepat bosan. Untuk itu pilihlah mainan yang dapat merangsang
kreativitas anak.

2. Tidak harus sehat

Tentu akan lebih baik jika anak dalam kondisi sehat. Namun anak yang sakitpun
diperbolehkan untuk bermain, malah bias mempercepat proses
kesembuhannya.tentunya jenis permainannya disesuaikan kondisi fisik. Misalnya
pilih permainan yang bisa dilakukan ditempat tidur seperti melipat, mewarnai,
menggambar atau mendengarkan dongeng, memainkan jari-jemari sambil bercerita,
main tebak-tebakan, dll.

3. Lama bermain

Tergantung karakteristik anak, ada yang aktif dan pasif. Namun sebaiknya
bermain tak terlalu lama agar anak tak mengabaikan tugas-tugas lainnya seperti
makan, mandi dan tidur. Untuk bayi, cukup 10-30 menit karena rentang
perhatiannya pun masih terbatas. Untuk anak yang lebih besar, buatlah komitmen
lebih dulu. Missal, boleh main selama 1 jam, setelah itu makan atau mandi.
Namun kita hurus konsisten dengan aturan itu agar anak tidak bingung. Bagi anak
yang sakit, jika ia butuh banyak istirahat, jangan dipaksa

4. Pastikan mainannya aman

Terlebih untuk bayi, keamanan mainan harus diperhatikan betul. Pilih yang tidak
mudah rusak/pecah ataupun terurai seperti manik-manik karena di khawatirkan
akan masuk mulut atau lubang telingan/hidung. Jangan pula memberikan mainan
yang bertali panjang, berukurang kecil dan menggunakan listrik. Selain itu secara
umum mainan anak haruslah tidak boleh ada bagian yang mudah tertelan, tidak
tajam atau berujung runcing, catnya tidak beracun (nontoxic), tidak mudah
mengelupas, tidak menjepit dan tidak menimbulkan api.

5. Dampingi anak

Penting diingat, mainan bukan pengganti orang tua, melainkan sarana untuk
mendekatkan hubungan orang tua dengan anak jadi, selalu dampingi anak kala
bermain. Tanpa arahan kita anak akan bermain sendiri tanpa mengenal tujuan dari
permainan tersebut. Oleh karena itu kita perlu selalu mendampingi mereka dalam
bermain. Hal ini juga untuk mengatasi segala persoalan yang dihadapi tiap anak,
seperti sulitnya berkonsentrasi terhadap suatu kegiatan. Situasi ini juga dapat
memacu pertumbuhan harga diri anak dengan memberikan penghargaan pada
setiap hasil kegiatan atau penemuan-penemuan anak dalam proses bermain.

G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS BERMAIN

Ada 5 (lima) factor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak, yaitu :

 Tahap perkembangan anak

Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan pertumbuhan
dan perkembangan anak. Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena
pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dengan demikian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis
permainan yang tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.

 Status kesehatan anak

Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi, walaupun demikian, bukan


berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada
anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang penting pada
saat kondisi anak sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah
sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan
anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit.
 Jenis kelamin anak

Ada bebarapa pndangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan permainan
anak. Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-
laki atau perempuan. Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau
perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas dan kemampuan
social anak. Akan tetapi, ada pendapat lain yang meyakini bahwa permainan adalah
salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat
permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal
ini di latarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-
laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.

 Lingkungan yang mendukung

Terselenggaranya aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak salah


satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas
bermain tidak selalu harus yang dibeli di took atau mainan jadi, tetapi lebih
diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering
kali mainan tradisional yang dibuat sendiri dari/atau berasal dari benda-benda di
sekitar kehidupan anak akan lebih merangsang anak untuk kreatif, keyakinan keluarga
tentang moral dan budaya juga mempengaruhi bagaimana anak di didik melalui
permainan. Sementara lingkungan fisik sekitar lebih banyak mempengaruhi ruang
gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motorik. Lingkungan rumah yang
cukup luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai cukup ruang gerak untuk
bermain, berjalan, mondar-mandir, berlari, melompat dan bermain dengan teman
sekelompoknya.

 Alat dan jenis permainan yang cocok atau sesuai bagi anak

Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih
yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada mainan
harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai
dengan usia anak. Alat permainan tidak selalu harus yang dibeli di took atau
mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan
kreativitas anak, bahkan seringkali mainan tradisional yang dibuat sendiri dari
atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak, akan lebih merangsang
anak untuk kreatif. Alat permainan yang harus didorong, ditarik, dan
dimanipulasi, akan manegajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan
koordinasi alat gerak. Permainan membantu anak untuk meningkatkan
kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta interaksi social dengan orang
lain.

Orang tua dan anak dapat memilih mainan bersama-sama, tetapi yang harus diingat
bahwa alat permainan harus aman bagi anak. Oleh karena itu, orang tua harus membantu
anak memilihkan mainan yang aman.

 PRINSIP PERMAINAN PADA ANAK DI RUMAH SAKIT

1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan


pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat
dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan
kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruangan rawat.

2. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana

3. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak

4. Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama

5. Melibatkan orang tua

 KEUNTUNGAN BERMAIN PADA ANAK DI RUMAH SAKIT

1. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat

2. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.


Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak

3. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada
anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran
cemas, takut, sedih tegang dan nyeri

4. Permainan yang terapeutuk akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk


mempunyai tingkah laku yang positif

 TUJUAN BERMAIN DI RUMAH SAKIT

Kebutuhan bermain mengacu pada tahapan tumbuh kembang anak, sedangkan tujuan
yang ditetapkan harus memperhatikan prinsip bermain bagi anak di rumah sakit yaitu
menekankan pada upaya ekspresi sekaligus relaksasi dan distraksi dari perasaan takut,
cemas, sedih, tegang dan nyeri.
 PROSES KEGIATAN BERMAIN

Uraikan kegiatan bermain yang akan dilakukan. Ingat bahwa perawat hanya sebagai
fasilitator dan kegiatan bermain harus dilakukan secara aktif oleh anak dan orang
tuanya. Kegiatan bermain yang dijalankan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Apabila permainan akan dilakukan dalam kelompok, uraikan dengan
jelas aktivitas setiap anggota kelompok dalam permainan dan kegiatan orang tua
setiap anak.

 ALAT PERMAINAN YANG DIPERLUKAN

Alat permainan yang digunakan tidak harus yang baru dan bagus. Gunakan alat
permainan yang dimiliki anak atau yang tersedia di ruang perawatan. Yang penting
adalah alat permainan yang digunakan harus menggambarkan kreativitas perawat dan
orang tua, serta dapat menjadi media untuk eksplorasi perasaan anak.

 PELAKSANAAN KEGIATAN BERMAIN

Selama kegiatan bermain respons anak dan orang tua harus diobservasi dan menjadi
catatan penting bagi perawat, bahkan apabila tampak adanya kelelahan pada anak
permainan tidak boleh di teruskan. Proses dalam melakukan permainan merupakan
hal yang terpenting, bukan semata-mata hasilnya.

Anda mungkin juga menyukai