Disusun oleh:
Citra Mega Tazmadi 22221023
Devi Melyasari 22221031
Dhora Surya Amanda 22221032
Diana Novita 22221033
Diki Anuwari 22221034
Dimas Prayoga 22221035
Dinny Dwi Haryanti 22221036
Dwi Aris Kurniawan 22221037
Dwi Mega Lestari 22221038
Dwi Pawestri Handayani 22221039
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena
berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan “Analisis Jurnal Terapi
Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi Pendengaran”. Asuhan
keperawatan berdasarkan data yang telah didapatkan dari hasil pengkajian pada
pasien yang berada di RS. Ernaldi Bahar Palembang. Dalam kesepakatan ini kami
berterima kasih kepada, Bapak/Ibu/Saudara/I :
1. Kepada Rumah Sakit Ernaldi Bahar
2. Heri Shatriadi, CP., M.Kes Selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan Dan
Teknologi Muhammadiyah Palembang
3. Maya Fadhillah, S.Kep.,Ns.,M.Kep Selaku dekan Institut Ilmu Kesehatan Dan
Teknologi Muhammadiyah Palembang
4. Yudi Abdul Majid, S.Kep.,Ns.,M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan dan Profesi Ners Institut Ilmu Kesehatan Dan Teknologi
Muhammadiyah Palembang
5. Ns. Eva Kristin, S.Kep Selaku pembimbing lapangan atau CI
6. Agus Suryaman, S.Kep.,Ns., M.Kep Selaku Pembimbing Mata Kuliah
Keperawatan jiwa.
7. Ns. Morlina Syafrida, S.Kep Selaku kepala ruangan Bangau I RS Ernaldi
Bahar
8. Kepada anggota kelompok yang telah bekerja sama dalam proses pembuatan
proposal dan juga kegiatan yang akan berlangsung.
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dorongan secara langsung
maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu-satu.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari akademik maupun lahan praktik, sangat sulit untuk menyelesaikan laporan
kasus ini. Akhir kata saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu kedepannnya. Aamiin.
Palembang, April 2022
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) 2018 menyatakan kesehatan jiwa
adalah ketika seseorang dalam keadaan sehat dan bisa merasakan
kebahagiaan serta mampu dalam menghadapi tantangan hidup, bersikap
positif terhadap diri sendirii maupun orang lain, dan bisa menerimaa orang
lain sebagimana mestinya. Selain itu, dikatakan kesehatan jiwa adalah dimana
kondisi seorang individu berkembangg secara fisik, mental, spiritual, dan
sosial sehingga menyadari kemampuan sendiri, mampu mengatasi tekanan,
bekerja secara produktif, dan memberikann kontribusi untuk komunitasnya,
namun jika kondisi perkembangan individu tersebut tidak sesuai disebut
gangguan jiwa (UU No.18 tahun 2014).
American Psychiatric Association (APA) Gangguan jiwa adalah suatu
sindrom atau psikologis atau pola perilaku secara klinis, yang terjadi pada
individu dan dihubungkan dengan adanya distress, disabilitas atau disertai
adanya peningkatan resiko yang bermakna seperti kehilangan kebebasan,
ketidakmampuan, menyebabkan sakit atau bahkan kehilangan nyawa
(Prabowo, 2016).
Berdasarkan fenomena saat ini kejadian gangguan jiwa jenis halusinasi
semakin meningkat. Bentuk persepsi atau pengalaman indera yang tidak
distimulasi terhadap reseptornya dikenal sebagai gangguan jiwa halusinasi,
yang bisa menimbulkan dampak seperti histeria, kelemahan, ketidakmampuan
mencapai tujuan, rasa takut berlebihan, pikiran yang buruk serta risiko tindak
kekerasan jika tidak ditangani dengan segera (Rahmawati, 2014). Upaya
Pemerintah dengan melakukan pendekatan manajemen pelayanan kesehatan
jiwa berbasis komunitas melalui pemberdayaan masyarakat untuk
penanganan masalah ganguan jiwa selama ini belum berhasil dengan
maksimal (Ersida, Hermansyah, & Muriawati, 2016).
WHO (2018) mengatakan prevalensi kejadian gangguann mental mental
kkronik dan parah yang menyerang 21 jutaa jiwa dan secara umum terdapat
23 juta jiwa di seluruh dunia, ≥ 50% jiwa dengan skizofrenia tidak menerima
1
pperawatan yang ttepat, 90% jiwa dengan skizoprenia yang tidak diiobati
tinggal di Negara dengan penghasilan rendah dan menengah. Prevalensi
pasien dengan gangguan jiwa di Indonesia tahun 2013 sebanyak 1,7 per mil
dan terjadi peningkatan jumlah menjadi 7 per mil tahun 2018 (Riskesdas,
2018).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan persepsi sensori yang
dialami oleh penderita gangguan jiwa (Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni,
2013). Halusinasi merupakan distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon
neurobiologist maladaptive, penderita sebenarnya mengalami distorsi sensori
sebagai hal yang nyata dan meresponnya. Diperkirakan ≥ 90% penderita
gangguan jiwa jenis halusinasi. dengan bentuk yang bervariasi tetapi sebagian
besarnya mengalami halusinasi pendengaran yang dapat berasal dari dalam
diri individu atau dari luar individu tersebut, suara yang didengar bisa
dikenalnya, jenis suara tunggal atau multiple yang dianggapnya dapat
memerintahkan tentang perilaku individu itu sendiri (Yosep & Sutini, 2016).
Cara meminimalkan komplikasi atau dampak dari halusinasi dibutuhkan
pendekatan dan memberikan penatalaksanaan untuk mengatasi gejala
halusinasi. Penatalaksanaan yang diberikan meliputi terapi farmakologi,
electro convulsive therapy (ECT) dan non farmakologi. Sedangkan terapi
farmakologi lebih mengarah pada pengobatan antipsikotik dan pada terapi
non farmakologi lebih pada pendekatan terapi modalitas. Terapi modalitas
adalah terapi kombinasi dalam keperawatan jiwa, dimana perawat jiwa
memberikan praktek lanjutan untuk menatalaksanaan terapi yang digunakan
oleh pasien gangguan jiwa (Videbeck, 2008). Ada beberapa jenis terapi
modalitas, antara lain: terapi individual, terapi lingkungan (milliu therapi),
terapi biologis atau terapi somatik, terapi kognitif, terapi keluarga, terapi
perilaku, terapi bermain, terapi spiritual. Dampak yang terjadi pada pasien
halusinasi seperti munculnya histeria, rasa lemah, dan tidak mampu mencapai
tujuan, ketakutan yang berlebihan, pikiran yang buruk (Yosep, 2007).
Modifikasi tindakan keperawatan sangat dibutuhkan untuk membantu pasien
mengurangi halusinasi sehingga pasien dapat mengoptimalkan
kemampuannya dan pasien dapat hidup sehat dimasyarakat. Nilai spiritual
2
dapat disandingkan karena spiritual mempengaruhi terjadinya sakit dan nilai
spiritual dapat mempercepat penyembuhan (Stuart, G, 2016).
Terapi psikoreligius: dzikir menurut bahasa berasal dari kata ”dzakar”
yang berarti ingat. Dzikir juga di artikan “menjaga dalam ingatan”. Jika
berdzikir kepada Allah artinya menjaga ingatan agar selalu ingat kepada Allah
ta’ala. Dzikir menurut syara’ adalah ingat kepada Allah dengan etika tertentu
yang sudah ditentukan Al-Qu’an dan hadits dengan tujuan mensucikan hati
dan mengagungkan Allah. Menurut Ibnu Abbas R.A. Dzikir adalah konsep,
wadah, sarana, agar manusia tetap terbiasa dzikir (ingat) kepadaNya ketika
berada diluar sholat. Tujuan dari dzikir adalah mengagungkan Allah,
mensucikan hati dan jiwa, mengagungkan Allah selaku hamba yang
bersyukur, dzikir dapat menyehatkan tubuh, dapat mengobati penyakit dengan
metode Ruqyah, mencegah manusia dari bahaya nafsu (Fatihuddin, 2010).
Terapi spiritual atau terapi religius yang antara lain dzikir, apabila
dilafalkan secara baik dan benar dapat membuat hati menjadi tenang dan
rileks. Terapi dzikir juga dapat diterapkan pada pasien halusinasi, karena
ketika pasien melakukan terapi dzikir dengan tekun dan memusatkan
perhatian yang sempurna ( khusyu’ ) dapat memberikan dampak saat
halusinasinya muncul pasien bisa menghilangkan suara-suara yang tidak
nyata dan lebih dapat menyibukkan diri dengan melakukan terapi dzikir
(Hidayati, 2014).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah di paparkan pada latar belakang maka
rumusan masalah dalam analisis jurnal ini yaitu Aapakah dengan Terapi
Psikoreligi: Dzikir dapat mengontrol dan mengurangi bisikan pada pasien
Halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera
Selatan?
3
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah penerapan Terapi Psikoreligi dapat membantu
mengurangi Halusinasi pendengaran di RS Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahahui manfaat Terapi Psikoreligi terhadap pasien gangguan
jiwa dengan Halusinasi pendengaran
b) Meningkatkan pengetahuan perawat tentang Terapi Psikoreligi pada
pasien Halusinasi pendengaran
c) Meningkatkan motivasi pada pasien untuk megurangi dan mengontrol
Halusinasi pendengaran dengan mengucapkan Dzikir.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Memberikan refrensi mengenai Terapi Psikoreligi dalam penatalaksanaan
untuk pasien dengan Halusinasi pendengaran.
2. Mahasiswa
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang Terapi Psikoreligi
untuk pasien Halusinasi pendengaran
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
3) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
4) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
5) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien
adanya kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau
overprotektif.
6) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi
(Prabowo, 2014) :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
6
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
d. Fase-fase Halusinasi
Fase-fase Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai
berikut (Kusumawati, 2012) :
1) Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
7
a) Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan
perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak
dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-
hal yang menyenangkan, cari ini hanya menolong sementara.
b) Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan
suka menyendiri.
2) Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
a) Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berpikir
sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak
jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
b) Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien
asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3) Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
a) Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya.
b) Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik
berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi
perintah.
4) Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
8
a) Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain di lingkungan.
b) Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.
9
Keterangan :
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan
masalah tersebut. Respon adaptif meliputi :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b. Respon psikososial meliputi :
1) Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca
indra
3) Emosi berlebihan atau kurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas untuk menghindari interaksi dengan orang lain
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
c. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada
10
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati
4) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
11
e) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan
sedang memadamkan api.
4) Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami
gangguan halusinasi pengecapan adalah :
a) Meludahkan makanan atau minuman.
b) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
c) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
5) Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi
perabaan adalah :
a) Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.
g. Penatalaksanaan Halusinasi
Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien
dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan
keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Prabowo,
2014).
1) Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi
adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain (Muhith,
2015).
a) Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala
halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada
klien skizofreniaadalah obat anti psikosis. Adapun kelompok
yang umum digunakan adalah :
Kelas kimia Nama generic (dagang) Dosis harian
Fenotiazin Tiodazi (Mellaril) 2-40 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tractan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
12
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (Clorazil) 300-900
b) Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran
listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Penerapan Strategi Pelaksanaan.
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang
dilakukan : Melatih klien mengontrol halusinasi
- Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
- Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
- Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
- Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang
terjadwal.
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak
hanya ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada
keluarga , sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam
mengontrol halusinasi.
- Strategi Pelaksanaan 1 keluarga
Mengenal masalah dalam merawat klien halusinasi dan
melatih mengontrol halusinasi klien dengan menghardik
- Strategi Pelaksanaan 2 keluarga
Melatih keluarga merawat klien halusinasi dengan enam
benar minum obat
- Strategi Pelaksanaan 3 keluarga
Melatih keluarga merawat klien halusinasi dengan
bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
13
- Strategi Pelaksanaan 4 keluarga
Melatih keluarag memnafaatkan fasilitas kesehatan untuk
follow up klien halusinasi.
b) Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat
membantu karena klien kembali ke masyarakat, selain itu
terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan
orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya
klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang
terdiri dari :
c) Terapi aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi psikoreligi, terapi seni, terapi
menari, terapi relaksasi, terapi sosial, terapi kelompok , terapi
lingkungan.
14
menyehatkan tubuh, dapat mengobati penyakit dengan metode Ruqyah,
mencegah manusia dari bahaya nafsu (Arham, 2015).
Menurut Anshori dzikir bermanfaat mengontrol prilaku. Pengaruh
yang ditimbulkan secara konstan, akan mampu mengontrol prilaku
seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang melupakan dzikir
atau lupa kepada Allah, terkadang tanpa sadar dapat berbuat maksiat,
namun mana kala ingat kepada Tuhan kesadaran akan dirinya sebagai
hamba Tuhan akan muncul kembali. Dzikir juga bermanfaat sebagai
pembersih hati. Dzikir merupakan lawan kelalaian (nisyan), jika manusia
mengingat Allah dalam keadaan apapun dan menyadari dirinya ada
dihadapan dzat suci, tentu akan menahan diri dari masalah –masalah yang
tidak sesuai dengan keridhaan-Nya, dan mengendalikan diri agar tidak
bersikap durhaka. Semua malapetaka dan penderitaan yang timbulkan oleh
hawa nafsu dan setan, disebabkan oleh kelupaan akan Allah. Ingat Allah
dapat mebersihkan hati dan mensucikan jiwa.
15
memberikan perlindungan bagi mereka yang mengucapkan. Keyakinan
diri sendiri menjadi factor yang paling utama agar mantra dapat
bertuah. Selain keyakinan, kebenaran cara mengucapkan dan irama
pengucapan juga berpengaruh. Mantra yang diucapkan dengan yakin,
benar dan hikmat akan dapat mengabulkan apa yang diinginkan oleh
mereka yang mengucapkan. (Anuar Bin Mat Isa, 2018).
Sloka adalah ajaran suci yang ditulis dalam bentuk syair yang
berbahasa Jawa Kuno atau Sansekerta. Teknik pengucapan sloka
berbeda dengan teknik mengucapkan mantra. Pada umumnya, sloka
mempergunakan Bahasa Jawa Kuno yang berisi pujipujian tentang
kemuliaan dan kemahakuasaan Sang Hyang Widhi. (Anuar Bin Mat Isa,
2018).
c. Nyanyian Pemujaan Tuhan
Nyanyian Pemujaan Tuhan dalam Agama Hindu salah satu
contohnya adalah Dharmagita. Dharmagita sering juga disebut sebagai
lagu-lagu rohani atau lagu ketuhanan Hindu. Dalam praktik keagamaan
umat Hindu tidak dapat dipisahkan dengan Dharmagita yang bisa
menggugah rasa religiusitas, menggetarkan hati nurani untuk senantiasa
tetap dalam keadaan suci. (Anuar Bin Mat Isa, 2018)
d. Shalat
Terapi shalat adalah terapi psikoreligius dengan pendekatan
keagamaan berupa doa dan gerakan shalat yang bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Gerakangerakan shalat merupakan
gerakan-gerakan teratur yang dilakukan sedikitnya lima kali dalam satu
hari. (Wulandari, 2014)
e. Dzikir
Dzikir berarti ingat kepada Allah, ingat ini tidak hanya sekedar
menyebut nama Allah dalam lisan atau dalam pikiran dan hati, akan
tetapi dzikir yang dimaksud adalah ingat akan Zat, Sifat dan Perbuatan-
Nya kemudian memasrahkan hidup dan mati kepada-Nya. Sehingga
tidak takut maupun gentar menghadapi segala macam mara bahaya dan
cobaan (Sangkan, 2012)
16
Terapi dzikir yaitu terapi yang merupakan media zikir mengingat
Allah yang bertujuan untuk menenangkan hati dan memfokuskan
pikiran. Dengan bacaan doa dan zikir, orang akan menyerahkan segala
permasalahan kepada Allah, sehingga beban stress yang dihimpitnya
mengalami penurunan. (Wulandari, 2014)
f. Yoga
Yoga telah dikenal sebagai filosofi kehidupan masyarakat India
kun. Saat ini, yoga telah berkembang menjadi terapi kesehatan yang
komperensif dan menyeluruh. Teknik yoga klasik dikembangkan oleh
Patanjali melalui Kitab Yoga Sutra. (Stiles, 2017). Istilah yoga berasal
dari kata Yuj dan Yoking dalam Bahasa Sansekerta yang bermakna
penyatuan secara harmonis dari yang terpisah (Sindhu, 2017).
Penyatuan tersebut adalah prosespenyatuan antara tubuh, pikiran, dan
spiritual dalam diri manusia (Sindhu, 2017)
g. Meditasi
Istilah meditasi (meditation) dalam kamus lengkap psikologi
berarti satu upaya yang terus menerus pada kegiatan berfikir, biasanya
semacam kontemplasi (perenungan dan pertimbangan religious) dan
meditasi juga berarti refleksi mengenai hubungan antara orang yang
tengah bersemedi (mediator) dengan Tuhan. Dalam agama, meditasi
berarti menggunakan pikiran secara terus-menerus untuk merenungkan
beberapa kebenaran, misteri, atau objek penghormatan yang bersifat
keagamaan sebagai latihan ibadah. (Hijriyan, 2014).
4. Indikasi
Seseorang yang berdzikir akan merasakan beberapa manfaat, selain
merasakan ketenangan batin, juga terdapat manfaat-manfaat yang lain
yaitu :
a. Menentramkan, membuat hati menjadi damai
Apabila manusia mengalami kesulitan, kesusahan dan kegelisahan
maka berdzikirlah, insyaallah hati manusia akan menjadi lebih tenang
dengan rahmatnya. Melalui dzikir, hati menjadi tentram, damai, melalui
17
kedamaian ini maka jiwa dipenuhi oleh emosi positif seperti bahagia
dan optimis.
b. Menambah keyakinan dan keberanian
Melalui dzikir jiwa bertambah yakin akan kebesaran Allah SWT.
Sehingga bisa menjadikan kita berani menghadapi tantangan apapun.
c. Mendapatkan keberuntungan
Keberuntungan bisa diartikan sebagai mendapatkan kemudahan
ketika kita sedang diliputi oleh masalah pelik. Ketika jiwa mulai putus
asa dan lemah, Allah memberikan jalan terang kepada kita sehingga kita
mampu menyelesaikan masalah dengan baik.
d. Menghilangkan rasa takut
Melalui dzikir, rasa takut yang meliputi jiwa perlahan-lahan dapat
ditundukan. Hilangnya ketakutan ini membuat teguh pendirian.
Keteguhan membuat pantang berputus asa sehingga tetap berusaha
secara maksimal mencapai keridhoannya dalam kehidupan.
Mendapatkan kenikmatan dan keselamatan lahir batin. Melalui dzikir
senantiasa dilindungi Allah dari segala bencana. Keselamatan selalu
menyertai, sehingga kehidupan menjadi tentram. Keselamatan
merupakan rahmat yang besar dari Allah, yang akan menjamin
tercapainya kehidupan yang damai dan sejahtera di dunia dan akhirat
kelak.
e. Melepaskan manusia dari kesulitan hidup
Melalui dzikir, mampu melewati ujian yang diberikan Allah
dengan sabar dan tawakal. Karena dalam setiap kesulitan pasti ada
kemudahan. Sekuat kuatnya manusia, tetaplah ia makhluk yang lemah
dan tak berdaya tanpa pertolongan dari Allah.
5. Kontraindikasi
Dzikir tidak memiliki kontraindikasi karena dengan melafazkan dzikir
tidak penyebabkan adanya kerugian.
18
6. Prosedure Pemberian
Adapun prosedur pelaksanaan terapi dzikir menurut (Arif Munandar,
2019) antara lain sebagai berikut :
a. Klien duduk dengan nyaman, tenang dan khusyu’
b. Berpakaian bersih dan rapi
c. Posisi duduk menghadap ke arah kiblat
d. Sebelum mulai terapis meminta do’a agar diberikan kemudahan dan
kelancaran
e. Mulai dzikir dengan melafazkan kalimat tahlil (Laillahaillahlah),
kalimat takbir (Allahu Akbar) kalimat Tasbih (Subhanallah) dan
terakhir kalimat istighfar (Astagfirullahal’adzim). Dilafazkan
masingmasing 33 kali 6.
f. Menutup dzikir dengan ucapan hamdallah (Alhamdulillah)
19
BAB III
ANALISIS JURNAL
A. Resume Jurnal
Nama Peneliti
1. Citra Mega Tazmadi, Devi Melyasari, Dhora Surya Amanda, Diana
Novita, Diki Anuwari, Dimas Prayoga, Dinny Dwi Haryanti, Dwi Aris
Kurniawan, Dwi Mega Lestari, Dwi Pawestri Handayani.
(Mahasiswa Profesi Ners IkesT Muhamaadiyah Palembang)
2. Ns. Eva kristin, S.Kep
3. Agus Suryaman, S.Kep, Ns, M.Kep
B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh terapi Psikoreligious: dzikir dalam
mengontrol halusinasi pada pasien Skizofrenia.
20
E. PICO
P : Halusinasi Pendengarn
I : Terapi Psikoreligious: Dzikir
C : Tidak ada perbandingan intervensi
O : Mengetahui tingkat kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran
F. Implementasi Keperawatan
Prosedur pelaksanaan penerapan dilakukan setelah pengkajian
kemudian dilakukan 4 terapi generalis cara mengontrol halusinasi secara
bertahap, anatara lain:
1. Menghardik
2. Mengonsumsi obat dengan teratur
3. Bercakap-cakap atau berbincang-bincang,
4. Melakukan aktifitas yang terjadwal dan pemberian terapi psokoreligius:
dzikir.
Selanjutnya dilakukan persiapan dengan kontrak waktu, jelaskan
prosedur, tujuan tindakan, dan persiapan lingkungan. Pasien diajarkan terapi
psikoreligius: dzikir dengan membaca istighfar (Astaqfirullahal’adzim)
sebanyak 33 kali, dilanjutkan dengan tasbih (Subhannallah) 33 kali, tahmid
(Alhamdulillah) 33 kali, dan takbir (Allahu akbar) 33 kali, terapi ini
dilakukan selama 3 hari dengan durasi waktu 10-20 menit. Terapi
psikoreligius: dzikir dapat dilakukan ketika pasien mendengar suara - suara
palsu, ketika waktu luang.
G. Kriteria Responden
1. Kriteria inklusi yaitu
a. Responden yang bersedia menjadi responden
b. Responden yang terdiagnosa halusinasi pendengaran
c. Responden yang kooperatif dan stabil
d. Responden yang beragama islam.
21
2. Kriteria ekslusi yaitu
a. Responden yang dirawat diruang isolasi
b. Responden yang mengalami gangguan pendengaran.
H. Keterbatasan penelitian
1. Keterbatasan jurnal
a. Keterbatasan jurnal adalah peneliti tidak mencantumkan karakteristik
subjek seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan.
b. Peneliti tidak mencantumkan saran untuk peneliti selanjutnya.
2. Keterbatasan penelitian
a. Keterbatasan penelitian adalah peneliti tidak melakukan observasi
selama 24 jam.
b. Keterbatasan waktu penelitian.
c. Keterbatasan responden karena kebanyakan di ruangan terdiagnosa
resiko perilaku kekerasan.
d. Jenis kelamin hanya laki-laki karena diruangan tidak ada wanita.
22
I. Tabel Analisa Data
Critical Point Critical Ya Tidak Keterangan
Appraisal Appraisal
Judul Apakah judul √ Judul dicetak tebal (blod)
memenuhi kaidah dengan huruf kapital pada
penulisan judul? setiap awal kata, kecuali
kata sambung. Dibawah
judul, ditulis nama lengkap
(tidak disingkat) semua
penulis berserta nama dan
alamat lembaga afilasi
penulis. Beri tanda * pada
nama penulis untuk
korespondensi.
23
Metodologi Apakah tujuan √ Tujuan penelitian
Penelitian penelitian disebutkan yaitu untuk
disebutkan ? mengetahui apakah
penerapan Terapi
Psikoreligius: Dzikir Pada
Pasien Halusinasi
Pendengaran.
24
Apakah daftar √ Daftar pustaka sesuai
pustaka yang dengan pembahasan topik
digunakan sesuai
topik penelitian?
25
Tabel 1.3 Resume Artikel
Identitas Tujuan Desain Sampel & Pengumpulan Analisis Data Hasil Diskusi Simpulan dan
Jurnal Setting Data Rekomendasi
Pengaruh Terapi Tujuan Desain Penelitian ini Teknik Pada durasi Hasil Dzikir dapat Berdasarkan hasil
Psikoreligious: penelitian ini penelitian peneliti pengambilan didapatkan penelitian membersihkan penelitian
Dzikir dalam adalah untuk adalah quasy menggunakan sampel dalam rata-rata nilai menunjukkan pikiran secara didapatkan bahwa
Mengontrol mengetahui expriemental 20 orang penelitian ini selisih bahwa psikologis, mengontrol
Halusinasi pengaruh dengan sebagai menggunakan sebelum dan terdapat menimbulkan halusinasi
Pendengaran terapi rancangan sampel. teknik sesudah pengaruh ketenangan sebelum diberikan
Pada Pasien Psikoreligious: One Group Teknik nonprobability diberikan terapi batin dan terapi psikorelius:
Skizofrenia dzikir dalam pretest- pengambilan sampling intervensi psikoreligiou keteduhan jiwa dzikir jumlah
yang Muslim di mengontrol posttest sampel dalam dengan jenis adalah 0,900 s:dzikir sehingga responden yang
Rumah Sakithalusinasi dimana penelitian ini accidental dengan standar dalam terhindar dari tidak terkontrol
Jiwa Tampan pada pasien rancangan menggunakan sampling yaitu deviasi 0,553. mengontrol stress, rasa halusinasinya
Provinsi Riau Skizofrenia yang tidak teknik teknik halusinasi cemas, takut sebanyak 10
ada nonprobability pengambilan Pada lokasi pada pasien dan gelisah. orang, sedangkan
Pratiwi Gasril kelompok sampling sampel rata-rata nilai skizofrenia Hal ini sesuai sesudah diberikan
Suryani pembanding dengan jenis berdasarkan selisih (p value = dengan terapi
Heppi Sasmita (kontrol) accidental kebetulan yakni sebelum dan 0,000) pendapat yang psikoreligius:
sampling yaitu siapa saja yang sesudah dikemukakan dzikir responden
Dosen teknik kebetulan diberikan Hasil oleh Suryani yang terkontrol
Keperawatan pengambilan bertemu dengan intervensi penelitian ini (2013) yang halusinasinya
Universitas sampel peneliti dan adalah 1,000 dapat mengatakan sebanyak 15
Muhammadiyah berdasarkan sesuai dengan dengan standar dijadikan bahwa pada orang.
Riau kebetulan kriteria inklusi deviasi 0,324. terapi orang yang
Dosen Ilmu yakni siapa tambahan mengalami Hasil uji statistik
Keperawatan saja yang Pada suara dalam halusinasi dependent simple
Universitas kebetulan nyaring rata- mengontrol mereka merasa t-test diperolah
Padjajaran bertemu rata nilai halusinasi cemas, gelisah, bahwa nilai p
Dosen Poltekes dengan selisih pada pasien tidak bisa value< α yang
26
Kemenkes peneliti dan sebelum dan dengan tidur, maka artinya terdapat
Padang sesuai dengan sesudah halusinasi dengan pengaruh antara
kriteria inklusi diberikan pendengaran. berzikir terapi
Correspondence intervensi mereka bisa psikoreligius:
email: Penelitian di adalah 0,950 mengatasi dan dzikir terhadap
pratiwi@umri.a lakukan di tiga dengan standar terhindar dari mengontrol
c.id ruangan yaitu deviasi 0,510. halusinasi. halusinasi pada
ruangan Siak, Dengan responden
Kuantan dan Pada demikian skizofrenia.
Indragiri di keyakinan terapi
Rumah Sakit rata-rata nilai psikoreligius
Jiwa Tampan selisih dzikir
Provinsi Riau sebelum dan mempunyai
sesudah pengaruh yang
diberikan signifikan
intervensi terhdap
adalah 0,950 kemampuan
dengan standar mengontrol
deviasi 0,605. halusinasi
pendengaran
Pada jumlah pada pasien
isi suara skizofrenia di
negatif rata- Rumah Sakit
rata nilai Jiwa Tampan
selisih Pekanbaru.
sebelum dan
sesudah
diberikan
intervensi
adalah 0,600
dengan standar
27
deviasi 0,598.
Pada
jumlah/tingkat
kesedihan rata-
rata nilai
selisih
sebelum dan
sesudah
diberikan
intervensi
adalah 0,800
dengan standar
deviasi 0,616.
Pada intensitas
kesedihan rata-
rata nilai
selisih
28
sebelum dan
sesudah
diberikan
intervensi
adalah 0,850
dengan standar
deviasi 0,366.
Pada gangguan
untuk hidup
akibat suara
rata-rata nilai
selisih
sebelum dan
sesudah
diberikan
intervensi
adalah 0,600
dengan standar
deviasi 0,503.
Dan pada
kemampuan
mengontrol
rata-rata nilai
selisih
sebelum dan
sesudah
diberikan
intervensi
adalah 0,600
29
BAB IV
SATUAN ACARA KEGIATAN
30
stimulasi, konsentrasi dan senang.
4. Menetapkan / menanyakan
ketertarikan klien terhadap Terapi
Psikoreligi: Dzikir
5. Identifikasi pilihan Terapi
Psikoreligi: Dzikir
6. Batasi stimulasi eksternal seperti
cahaya, suara, dll.
7. Klien duduk dengan nyaman, tenang
dan khusyu’
8. Berpakaian bersih dan rapi
9. Sebelum mulai terapis meminta do’a
agar diberikan kemudahan dan
kelancaran
10. Mulai dzikir dengan melafazkan
kalimat tahlil (Laillahaillahlah),
kalimat takbir (Allahu Akbar)
kalimat Tasbih (Subhanallah) dan
terakhir kalimat istighfar
(Astagfirullahal’adzim). Dilafazkan
masingmasing 33 kali 6.
11. Menutup dzikir dengan ucapan
hamdallah (Alhamdulillah)
Evaluasi Menanyakan kepada klie tentang 5 Menit
perasaan, materi, yang telah diberikan
dan memberikan reinforcement kepada
klien
Terminasi 1. Mengucapkan reinfoecement atas 5 menit
peran peserta
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Berikan umpan balik positif’
4. Kontak waktu pertemuan selanjutnya
5. Akhiri kegiatan dengan cara yang
baik
6. Bereskan alat
31
7. Cuci Tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil kegiatan didalam catatan 5 Menit
perkembangan
2. Catat keluhan utama
3. Catat tindakan yang dilakukan
4. Catat jenis terapi Psikoreligi: Dzikir
yang diberikan
5. Catat lama tindakan
6. Catat reaksi selama, setelah
pemberian terapi Psikoreligi: Dzikir
7. Catat respon pasien
8. Catat tanggal dan waktu tindakan
32
BAB V
PEMBAHASAN
33
Pada proses Terapi Psikoreligi yang dilakukan oleh kelompok Pasien
diajarkan terapi psikoreligius: dzikir dengan membaca istighfar
(Astaqfirullahal’adzim) sebanyak 3 kali, dilanjutkan dengan tasbih
(Subhannallah) 33 kali, tahmid (Alhamdulillah) 33 kali, dan takbir (Allahu
akbar) 33 kali, terapi ini dilakukan selama 3 hari dengan durasi waktu 10-20
menit Terapi psikoreligius: dzikir dapat dilakukan ketika pasien mendengar
suara - suara palsu, ketika waktu luang, dan ketika pasien selesai
melaksanakan sholat wajib.
Pelaksanaan terapi ini dilaksanakan pada 09 – 12 Maret 2022 di ruang
Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan. Kegiatana ini
dilakukan oleh 10 mahasiswa Co-Ners IkesT Muhammadiayah Palembang
dan diikuti 3 orang pasien dengan halusinasi pendengaran. Setelah pemberian
terapi prikoreligi kembali mengevaluasi perasaan dari setiap pasien.
34
Tn. D S: S:
1. Pasien mengatakan 1. Pasien mengatakan
bersedia mengikuti halusinasi nya berkurang
terapi. Ketika melafalkan Dzikir
2. Pasien mengatakan 2. Pasien mengatakan
mendengar suara yang perasaannya terapi Dzikir
menyuruhnya pulang membuatnya merasa
dari rumah sakit nyaman
O: O:
1. Pasien tampak 1. Pasien tampak kooperatif
berbicara sendiri 2. Pasien terlihat tersenyum
2. Pasien tampak 3. Pasien tampak duduk
mengarahkan telinga berhadapan dengan
perawat
4. Ada kontak mata antara
perawat dan pasien.
Tn. J S: S:
1. Pasien mengatakan 1. Pasien mengatakan terapi
mendengar suara orang dzikir membuatnya
yang mengejeknya merasa nyaman
2. Pasien mengatakan 2. Pasien mengatakan
mendengar suara untuk halusinasi nya berkurang
menyuruh memukul Ketika melafalkan Dzikir
orang lain
O: O:
1. Pasien tampak mondar- 1. Pasien tampak duduk
mandir dengan tenang
2. Pasien tampak bingung 2. Pasien tampak tersenyum
3. Pasien tampak seseali 3. Ada kontak mata dengan
menutup telinga nya. perawat
35
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penerapan jurnal, Terapi Psikoreligi dengan Dzikir
dapat diidentifikasi terdapat beberapa fungsi pada pasien yang mengalami
Halusinasi pendengaran. Dimana manfaat dari dzikir ini adalah dapat
menghilangkan rasa resah dan gelisah, memelihara diri dari was-was setan,
ancaman manusia, dan membentengi diri dari perbuatan maksiat dan dosa,
serta dapat memberikan sinaran kepada hati dan menghilangkan kekeruhan
jiwa. Dari penerapan tersebut dapat disimpulkan :
1. Terapi Psikoreligi Dzikir dapat menurunkan frekuensi halusinasi setelah
berdzikir
2. Mahasiswa mengetahui manfaat penerapan Terapi Psikoreligi Dzikir
terhadap pasien halusinasi pendengaran.
3. Dari hasil wawancara setelah dilakukan terapi kepada pasien, pasien
mengatakan Merasa nyaman saat berdzikir setelah muncul halusinasi.
B. Saran
1. Untuk kedepannya dapat dijadikan referensi terapi dan program kegiataan
yang bisa diterapkan di Rumah Sakit Ernaldi Bahar dalam
penatalaksanaan pasien dengan Halusinasi pendengaran.
2. Terapi ini dapat diterapkan dengan kombinasi terapi lain seperti TAK dan
terapi lainnya.
36
DAFTAR PUSTAKA
Anuar Bin Mat Isa, (2018), Tri Sandhya Dalam Agama Hindu;Riau
Arham, M. U. (2015). Terapi Spiritual Melalui Dzikir Pada Santri Gangguan Jiwa
Di Pp. Al-Qodir Cangkringan Yogyakarta. FKD UIN Sunan Kalijaga.
Keliat, B. A., Akemat, Helena, C., & Nurhaeni, H. Keperawatan kesehatan jiwa
komunitas: CMHN (basic course). Jakarta: EGC; 2012.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
37
Misbakhuddin, A. D., & Siti Arofah. (2015). Zikir sebagai Terapi Penderita
Skizofrenia (Living Alquran di Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial
Eks-Psikotik Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur). 1-19.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit ANDI.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Riset Kesehatan Dasar. Riset kesehatan dasar (riskesdas) 2018.. sumatera utara:
Depkes RI; 2018.
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014, diakses dari internet
melalui website http://binfar.kemkes.go.id/?wpd
mact+process&did+MjAxLm.
Yosep, I., & Sutini, T. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental Health
Nursing. Bandung : Refika Aditama, 2016
38
LAMPIRAN
39
Evaluasi intervensi Terapi Psikoreligi pada pasien Halusinasi pendengaran
diruang Bangau RS Ernaldi Bahar
1. Tn. I
Tanda dan Gejala Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Mendengar suara akan ada orang √ √ x
yang memberinya harta
Mendengar suara yang mengajak √ √ √
bercakap-cakap
Mengarahkan telinga pada sumber √ √ x
suara
Bicara atau tertawa sendiri √ x x
Menutup telinga mulut komat x x x
kamit
Ada gerakan tangan x x x
2. Tn. D
Tanda dan Gejala Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Mendengar suara yang √ √ x
menyuruhnya pulang dari Rumah
sakit
Mendengar suara berdengung √ √ √
Mengarahkan telinga pada sumber √ √ √
suara
Bicara atau tertawa sendiri √ x x
Menutup telinga mulut komat x x x
kamit
Ada gerakan tangan x x x
40
3. Tn. J
Tanda dan Gejala Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Mendengar suara orang √ x x
mengejeknya
Mendengar suara menyuruh √ x x
memukul orang lain
Mengarahkan telinga pada sumber √ x x
suara
Bicara atau tertawa sendiri √ x x
Menutup telinga mulut komat x x x
kamit
Ada gerakan tangan x x x
Keterangan :
Berikan tanda √ jika pasien mengalami tanda gejala Halusinasi
Pendengaran
41