Disusun oleh :
Disusun Oleh :
1
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Anatyo Nizar Faiz Aulia
Dianatun Nafisah
20174011072
Telah dipresentasikan
Hari/tanggal: Kamis, 19 Juli 2018
Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,
2
TINJAUAN PUSTAKA
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya, lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO, diare adalah buang air besar encer
lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan darah maupun tidak. 1 Diare akut adalah
buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai dengan
perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.1
2.2. Epidemiologi
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
tetinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarakan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang
pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak
sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu
menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada
orang dewasa.
3
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung pada beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berparan penting dalam peyebaran banyak enteropatogen
terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan, dan
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
2.4. Etiologi
4
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut karena infeksi adalah non-
inflammatory dan inflammatory. Enteropatogen menimbulkan diare non-
inflammatory melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan vili
oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri.
Sebaliknya diare inflammatory biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi
usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1,6
5
Di samping itu penyebab diare noninfeksi yang dapat menimbulkan diare pada
anak antara lain alergi makanan, neoplasma, defek anatomis (seperti atrofi mikrovilli,
malrotasi, dan penyakit Hirschsprung), malabsorbsi, keracunan makanan, dan
penyebab lain seperti infeksi non-gastrointestinal, alergi susu sapi, keracunan
makanan, dan defisiensi imun.
2.5. Cara Penularan
Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang – barang yang telah tercemar tinja penderita atau
tidak langsung melalui lalat (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).
2.6. Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan osmotik.
Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering
ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat
terjadi bersamaan pada satu anak.1,8
6
ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan
seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlabihan akan memberikan dampak yang sama.1
7
bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini
terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau
Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase
akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga mengakibatkan perubahan
saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan
aktivitas pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.1
8
2.6.3. Gangguan Motilitas
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas
dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan
transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas usus
yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat inflamasi, dekonjugasi garam
empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi.
Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada
bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada tirotoksikosis,
malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1
9
kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.1
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen antara
lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis,
pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurologik dari
infeksi usus bias berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium
glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan diare inflammatory.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah gejala yang
nonspesifik, akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme
yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti virus, bakteri yang memproduksi
enteroroksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada non
inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut
periumbilikal tidak berat, diare cair menunjukan bahwa saluran makan bagian atas
yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromised memerlukan perhatian
khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.
10
Gejala klinis Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual, muntah Sering Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, Tenesmus,kolik - Tenesmus, Kramp
kramp kramp
Nyeri kepala - + + - - -
lamanya sakit 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Sifat tinja:
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - + Kadang - + -
Bau Langu - Busuk - - Amis khas
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- Seperti air
hijau hijau berwarna hijau cucian beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi -
sistemik+
2.8. Diagnosis
2.8.1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan lama diare, frekuensi, volume, konsistensi
tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah ditanyakan juga
volume dan frekuensinya; kencing seperti biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing
dalam 6-8 jam terakhir; makanan dan minuman yang diberikan selama diare; adakah
panas atau penyakit lain yang menyertai (seperti batuk, pilek, otitis media, campak),
tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare (memberi oralit, membawa
11
berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan), serta
riwayat imunisasinya.1
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda dehidrasi, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak,
ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah1.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare, atau
subjektif dengan menggunakan kriteria WHO dan MMWR.1
12
Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat,
dehidrasi, sedang, kehilangan kehilangan BB>9%
kehilangan BB<3% BB 3%-9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, idak
irritable sadar
Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi
(kasus berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Tabel 5. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR
13
Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak
Mata Normal Cekung sadar
Air mata Ada Tidak ada Sangat cekung
Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa haus Minum biasa,tidak *haus ingin minum Sangat kering
haus banyak *malas minum atau
tidak bias minum
Periksa: turgor Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
kulit lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel 6. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO
14
Tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa
mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yanga mengandung
darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin
bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat
pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja,
adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak
berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adnya
warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada
keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau
obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin.
Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas
dalam tinja kaibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat
menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan
di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan
adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan
kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam
dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena
fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar
15
yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6 dapat dainggap sebagai
malabsorbsi laktosa.8
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat rusaknya
mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase. Enzim laktsae
merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa,
yangs elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan
malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan
pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi
warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya
adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri
oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari tinja segar
(sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja
diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60
detik maka perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru
berarti negatif, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru
terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%).
Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai
steatore.8
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit
dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja
dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes
eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:5
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan Sudan III
yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara
mikroskopis dengan pembesaran 40 kali, dicari butiran lemak dengan warna kuning
atau jingga.8
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam tetesan NaCl
16
fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup
sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga
tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCl
fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah
dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan
dimulai dengan pembesaran objektif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.
2.9. Tatalaksana
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan
pengobatan meliputi mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang telah ada,
antibiotika selektif, Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan
selama dan setelah diare, mengurangi lama dan beratnya diare serta berulangnya
episode diare, dengan memberikan suplemen zinc, dan edukasi.8 Tujuan pengobatan
dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang sesuai.10
17
biasa tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering ( lebih
kurang 6 kali sehari ) serta rendah serat.
18
Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh yang
penting antara lain untuk sintesis DNA. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah
merekomendasikan penggunaan seng pada anak dengan diare dengan dosis 20 mg per
hari selama 10-14 hari, dan pada bayi <6 bulan dengan dosis 10 mg per hari selama
10-14 hari.
19
mg/kgBB BB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100
mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari
Amoebiasis Metronidazole 10
mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
Tabel 7. Pilihan Antibiotika Sesuai Etiologi Diare
20
B. Obat Antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk mengobati diare akut pada anak, beberapa di
antaranya:
Adsorben, Contoh: kaolin, attapulgite. Obat-oat ini dipromosikan untuk mengikat dan
menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta
dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus.
Antimotilitas, Contoh: loperamide hydrochloride. Obat ini dapat mengurangi
frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada
anak.
21
2.10. Komplikasi
2.10.1. Gangguan Elektrolit
A. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-
lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit
adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat
dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung
kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium
plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya
lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk
rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan
10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.1,3
B. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi
berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari hamper semua anak
dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan
koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na
koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan
berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1
22
C. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan
monitor detak jantung.1
D. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar
K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila
<2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam
4 jam. Dosisnya: (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan
dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukur x BB x 0,4 +
1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus,
gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan
kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium
selama diare dan sesudah diare berhenti.1
2.10.2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi Shigella dysentriae dan rotavirus. Pada
umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel
epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat
dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang
cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan yang
diberikan berupa kompres dan/atau antipiretika dan antibiotika jika ada infeksi.3
2.10.3. Edema/Overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang
tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema
otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi larutan
23
garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan,
kortikosteroid jika kejang.3
2.10.4. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa
cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai
dengan pernafasan yang dalam dan cepat (Kussmaul). Pemberian oralit yang cukup
mengadung bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.
2.10.6. Kejang
Kejang dapat terjadi akibat hipoglikemia karena anak dipuasakan terlalu lama.
Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan dosis 2,5
mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan oleh
hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih
kembali.
2.11. Pencegahan
24
itu, diperlukan upaya-upaya untuk memperbaiki daya tahan tubuh pejamu. Cara-cara
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat juga
mengurangi resiko diare antara lain memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun,
Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak, dan imunisasi campak.
Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang
etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis)
karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang
mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak,
0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.1,3
Selain imunisasi campak, dapat juga diberikan vaksin rotavirus apabila
tersedia. Di dunia telah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6
bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu. 1,8
2.12. Prognosis
Bila kita menatalaksana diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian
kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%)
akan menjadi diare persisten.8
1. DEFINISI
25
tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan.
Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera. Syok lazim ditemukan pada anak.
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal
gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera.
Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan.
Langkah selanjutnya yang cukup penting dalam menanggulangi syok adalah
berusaha mengetahui kemungkinan penyebab syok. Semua jenis syok mungkin saja
bisa terjadi pada pasien. Syok hipovolemik merupakan jenis syok yang paling sering
terjadi. Syok kardiogenik, syok neurogenik, syok septik dan juga syok anafilaktik
juga merupakan penyebab syok yang lain.
2. ETIOLOGI SYOK
Kardial
26
o Gangguan irama jantung, seperti aritmia;
Non-kardial
o Embolus pulmonal
o Tension pneumothorax
Anesthesia lumbal/spinal
d. Syok septik
Infeksi sistemik
e. Syok anafilaksis
3. PATOFISIOLOGI SYOK
27
Terdapat tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah pada keadaan
fisiologis normal, yaitu:
a. Pompa jantung Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b. Volume sirkulasi darah Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri
dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh
jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan
mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka
dapat terjadi syok.
Pada keadaan syok keseimbangan tiga hal diatas terganggu. Pada jantung
yang infark, pompa jantung tidak efisien maka cardiac output yang dihasilkan akan
rendah. Pada keadaan trauma yang berat dan terjadi perdarahan, maka volume
sirkulasi akan turun yang akan membuat suplai oksigen pada jaringan perifer semakin
sulit. Pada suhu yang panas, saat sebagian besar pembuluh darah berdilatasi maka
aliran darah yang kembali ke jantung (preload) akan berkurang. Pada keadaan-
keadaan ketidakseimbangan inilah muncul syok.
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh),
dan ireversibel (tidak dapat pulih).
28
Fase1 : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui
mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu
meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari
organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah
sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik meningkat akibat peninggian
resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit).
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara
temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat
peningkatan sekresi vasopressin danrenin ± angiotensin ± aldosteron yang akan
mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat
dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik
Fase II : Dekompensasi.
29
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah
jantung yangadekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan
perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme
berlangsung secara anaerobic yangtidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan
penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnyayang berakhir dengan asidosis.
Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asamkarbonat intra selular akibat
ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.
Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons
terhadapkatekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya
mekanisme energydependent NaK-pump ditingkat selular, akibatnya integritas
membrane sel terganggu, fungsilisosom dan mitokondria akan memburuk yang
dapast berakhir dengan kerusakan sel.
Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system
koagulasi dapatmemperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan
pembentukan trombosdisertai tendensi perdarahan.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin,
serotonin,sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin,
oxydase yang dapatmembentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor).
Pelepasan mediator olehmakrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan
stress atau injury, pada keadan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk
keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler
dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung(venous return) semakin
berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan
darah mulaiturun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary
refilling bertambah lama),oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan
dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran)
30
Fase III : Irreversible
31
4. TANDA DAN GEJALA SYOK
Sistem Kardiovaskuler
o Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya
pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan
darah.
o Nadi cepat dan halus.
o Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena
adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume
sirkulasi darah.
o Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
o CVP rendah.
Sistem Respirasi
32
o Pernapasan cepat dan dangkal.
Sistem saraf pusat
o Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai
tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin
bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
Sistem Saluran Cerna
o Bisa terjadi mual dan muntah.
Sistem Saluran Kencing
o Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa
adalah 60 ml/jam (1/5--1 ml/kg/jam).
5. ANAMNESIS
33
Cakupan anamnesis:
Kapan kejadian awal penyakit? Apa gejalanya?
6. PEMERIKSAAN FISIK
34
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara keseluruhan tubuh, tidak hanya
fokus pada lokasi yang kita curigai. Dimulai dari kepala, leher, dada, perut,
integumentum dan anggota gerak atas dan bawah. Kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan dapat mengarahkan kita ke diagnosis tertentu. Keadaan umum dan
tanda-tanda vital cukup membantu dalam penegakan diagnosis syok pada anak.
Tingkat kesadaran penderita juga mengarah pada diagnosis tertentu.
Pemantuan hemodinamik pasien merupakan tahap yang sangat penting dalam
penanganan syok. Syok yang awalnya masih dalam tahap ringan bisa secara tiba-tiba
menjadi tahap yang sangat berat bahkan mengarah ke kematian. Pemantauan tanda-
tanda vital yang penting yaitu tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu tubuh,
dan CRT. Pemantauan ini dilakukan secara ketat selang 5 menit.
Cakupan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara lengkap
Tekanan darah
Turgor kulit
35
Pemeriksaan Normal Syok ringan Syok berat
Kesadaran Sadar, berespon Cemas, gelisah Lemah, bahkan
tidak sadar
Tonus otot, posisi tubuh Normal, bisa Normal, atau Lemas
duduk lemas
Airway Terbuka Terbuka, atau Terbuka dengan
posisi tertentu posisi tertentu
baru terbuka
Breathing Normal Cepat Sangat cepat
Usaha untuk Breathing Normal Meningkat Meningkat,
kadang menurun
Nadi Normal Cepat Sangat cepat
Warna kulit (ekstremitas) Normal Normal, atau Sangat pucat,
pucat bahkan biru
Temperature kulit Normal Dingin Dingin
CRT 2-3 detik 3-5 detik > 5 detik
BP Normal sesuai Normal sesuai Menurun sesuai
umurnya umurnya umurnya
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
36
- Pengukuran CVP melalui kateter vena umbilikalis yang dipasang di atas
diafragma juga dipertimbangkan
37
8. PENANGGULANGAN SYOK
1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi
penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke
organ-organ vital.
2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan
digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari
terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama
seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
38
3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau
penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring
miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk
menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang
sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk
menghindari terjadinya asfiksia.
4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau
kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari
bagian tubuh lainnya.
Pertahankan Respirasi
1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
Pertahankan Sirkulasi
39
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan
darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
1) Syok Hipovolemik
40
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah
menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume
intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi
defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan
produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya
mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan
cairan garam seimbang.
Penanggulangan
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 20. Infus dengan cepat larutan
kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang
kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan
mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus
harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah oedema paru, terutama pasien tua.
Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan. Pemantauan
yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau
tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih
perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi
urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang,
menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan
nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi
urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan
produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran
tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala
umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin,
menunjukkan masih perlu transfusi cairan.
41
2) Syok Kardiogenik
3) Syok Septik
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada pasien
trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah
sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen
dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu,
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena
vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan
peningkatan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan
intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel
yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok
42
septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia
(takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah
sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume
intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikaridia, kulit hangat,
tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Penanggulangan
Optimalisasi volume intravaskuler
Pemberian antibiotik, Dopamin, dan Vasopresor
4) Syok Anafilaktik
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak
lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang
bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi
degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia
relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi
bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan
intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah juga
dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
Penanggulangan
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit,
asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta
dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu
yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
43
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat
kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas,
tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,
posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan, dan buka mulut.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
44
3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa
atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini
dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis
menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit.
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis
laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap
merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat
terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya,
bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan
juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan
histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah
45
harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan
transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus
tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
46
Berikut Bagan Penatalaksanaan Syok Pada Anak
47
Diagnosis Banding Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penun
nefrotik
Dehidrasi Riwayat diare yang
profus, muntah, DM,
Syok diabetes insipidus,
Hipovolemik dehidarasi yang berat
48
Miokarditis Adanya riwayat - Tensi turun < 90 - Enzim
infeksi sebelumnya, mmHg (kreatinin
- Pernafasan cepat
seperti difteri atau troponin,
dan dalam
streptokokus myoglobin)
- Takikardia
Disritmia Adanya riwayat -
- Ronki basah di
- EKG (aritm
gangguan
kedua basal paru - Ekokardiog
keseimbangan - S1 S2 sangat
dan foto
elektrolit, hipoksemia, lemah, S3 sering
dada
Syok trauma pembedahan, terdengar
kardiogenik Serangan Adanya riwayat - Sianosis
- Diaforesis
hipoksia asfiksia - Ekstremitas dingin
Kegagalan Pada aorta stenosis, - Diaforesis
jantung kelainan ductal
kongestif dependent (koartisio
karena aorta)
penyakit
jantung
kongenital
49
Septikemia - Aktivitas anak - Suhu >38oC atau - Leukositosi
- Hitung
yang lemah <36 oC
- Tidak mau - Frekuensi jantung leukosit
makan >90 x/menit bergeser ke
- Respon - Frekuensi nafas - AGD a
terhadap >20 x/menit dan ren
- Letargi
lingkungan konsentrasi
- Akral dingin,
sekitarnya oksigen
pucat, warna biru
- Kultur bakt
jelek - Apneu, RDS
- Adaynya
Syok Septik
riwayat :
gastroenteritis,
bronkopneum
onia, dan
malnutrisi
50
Hapten : - AGD (a
penisilain, dan konsen
salisilat, yang rendah
media
kontras
Syok spinal - Riwayat - Hipotensi
- Nadi normal atau
trauma kepala
bradikardia
atau tulang
- Disertai deficit
belakang
Syok neurologis
- Terpajan suhu
neurogenik panas yang
lama, terkejut
atau nyeri
yang sangat
51
DAFTAR PUSTAKA