Diare akut pada anak merupakan salah satu kasus yang paling umum dijumpai pada
fasilitas kesehatan primer. Secara global (pada tahun 2016) diare merupakan penyebab
kematian paling sering kelima pada anak di bawah usia lima tahun (balita), dengan rotavirus
menjadi penyebab utamanya ; sedangkan di negara-negara yang rutin menjalani vaksinasi
rotavirus, norovirus merupakab penyebab utamanya. Sebagian besar kasus diare dapat
didiagnosis secara klinis dan jarang membutuhkan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium. Diare berair tanpa darah dapat mengarah diagnosis kea rah diare
oleh sebab virus, sedangkan diare dengan tinja berdarah, serta demam derajat tinggi dapat
menunjukkan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri.2
Diare akut, pada tahun 2017 merupakan penyebab kematian nomor dua pada anak di
bawah usia lima tahun, terutama di negara berkembang, meskipun penyebabnya mudah
dicegah dan diobati. Posisi diare sebagai penyebab kematian yang paling sering pada anak
dapat dikatakan mengalami peningkatan yang pesat, karena pada tahun 2016, WHO
menyatakan diare sebagai penyebab kematian kelima pada anak balita. 3 Setiap tahun terdapat
setidaknya 2,5 miliar kasus diare yang dilaporkan pada anak di bawah usia lima tahun,
dengan sekitar 1.400 diantaranya berakhir dengan kematian setiap harinya.4,5
Meskipun diare pada anak terjadi hampir di seluruh bagian dunia, insidensi diare
tertinggi tercatat di negara-negara berkembang ; kecuali untuk kondisi patologis neonatus dan
pneumonia, kematian anak oleh karena diare akut disebabkan oleh beberapa komplikasi yakni
: dehidrasi, hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, hingga asidosis. Data register WHO
yang sama melaporkan bahwa lebih dari 80% anak yang meninggal karena diare akut berasal
dari negara-negara di belahan benua Afrika dan Asia Selatan, dan sebagian besar berasal dari
India (380.600), Nigeria (151.700), Republik Demokratik Kongo (899.000), Afganistan
( 82.100) dan Etiopia (73.700).4,5
Berdasarkan agen penyebabnya, diare dapat bersifat infeksius maupun non – infeksius.
Penyebab diare akut pada anak yang paling sering dilaporkan adalah etiologi infeksius,
seperti virus, bakteri, serta parasit berupa protozoa. Infeksi dapat disebarkan melalui
transmisi fecal-oral, yaitu melalui pengonsumsian makanan dan/atau air yang terkontaminasi,
atau kontak langsung maupun tidak langsung dengan individu yang terinfeksi. Penyebab
paling umum dari semua kasus diare di seluruh dunia adalah virus, disusul oleh bakteri. V.
cholerae, C. botulinum, Shigella sp., C. jejuni, E. coli, Salmonella sp., dan S. aureus
merupakan patogen yang umum dijumpai pada diare akut anak.6
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium yang ada, berbagai
pathogen dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang di
sarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat
diidentifikasikan setidaknya 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada
anak dan bayi (Tabel 1).6–8
Diare oleh sebab non – infeksius umumnya memiliki durasi kronis, penyebab non – infeksius
dari diare tertera sebagaimana pada Tabel 2.
Tabel 2. Penyebab non – infeksius dari diare pada anak.6–8
Kelainan Anatomis
Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mikrovilli
Malabsorpsi & Inflamasi
Defisiensi disakaridase
Malabsorpsi glukosa- galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit Celiac
Penyakit usus inflamatorik (IBD)
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan
IV. PATOGENESIS
A. Diare Osmotik
Pada dasarnya, diare osmotik terjadi karena lumen usus halus bersifat hipertonis (lebih
pekat / memiliki konsentrasi zat terlarut seperti garam/ion, komponen makromolekul, atau
komponen lainnya yang tinggi) sehingga menyebabkan pergerakkan air dari jaringan
interstitial usus halus / kolon menuju lumen usus. Adanya bahan yang tidak diserap,
menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat
hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas.9
Gambar 1. Patogenesis diare osmotik dan sekretorik.9 Tanda panah hitam menunjukkan
pergerakkan molekul air dari jaringan interstitium usus menuju lumen usus.
Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah, maka pada segmen
usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen usus yang berujung
pada akumulasi cairan. Perlu diketahui bahwa pergerakkan air (H2O) turut diikuti oleh
pergerakkan ion natrium. Cairan yang secara berlebihan terakumulasi pada lumen usus akan
direabsorpsi, namun hanya sebagian kecil ; sehingga diare akan tetap terjadi.9,10
Kasus diare osmotik dapat terjadi pada pasien anak dengan gangguan absorpsi, seperti
anak dengan penyakit Celiac, intoleransi laktosa, serta komponen makanan/minuman berserat
tinggi yang dikonsumsi secara berlebihan. Penurunan atau kegagalan sekresi pankreas
mengakibatkan kegagalan untuk memecah protein kompleks, karbohidrat dan trigliserida,
yang kemudian menyebabkan gangguan pencernaan, malabsorpsi dan akhirnya terjadilah
diare osmotik. Steatorrhea dibedakan dari malabsorpsi protein dan karbohidrat yang
mengandung asam lemak rantai panjang intraluminal. Hal tersebut tidak hanya menyebabkan
diare osmotik, tetapi juga menyebabkan ekskresi berlebih dari ion klorida.9,10
B. Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenilil siklase yang
selanjutnya mengonversi molekul adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosine monofosfat
siklik (cAMP). Akumulasi dari cAMP intraselular akan menyebabkan sekresi aktif dari ion
klorida/Cl-, natrium, kalium, dan bikarbonat menuju lumen usus. Adenil siklase tersebut
dapat teraktivasi oleh karena beberapa faktor, seperti mikroorganisme seperti : Vibrio
cholera, Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Shigella, Clostridium, dan Campylobacter
jejuni.11,12
Gambar 2. Patogenesis dari diare sekretorik.13
C. Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke dalam mukosa
usus sehingga memicu kerusakan pada bagian mukosa usus, baik usus halus maupun kolon.
Diare invasif disebabkan oleh virus (rotavirus), bakteri (Shigella sp., Salmonella,
Campylobacter, Enteroinvasive E. coli (EIEC), dan Yersinia ; agen lain seperti parasit
(Entamoeba) juga dapat menyebabkan diare invasif.9,10
Diare disenteriform merupakan diare berdarah yang biaanya disebabkan oleh bakteri
Shigella, Salmonella, dan EIEC. Pada lambung, berbagai bakteri tersebut selanjutnya masuk
ke dalam usus halus dan berkembang biak serta mengeluarkan enzim enterotoksin.
Enterotoksin tersebut dapat meransgang aktivasi enzi, adenyl siklase dan mengubah ATP
menjadi cAMP, sehingga diare sekretorik terjadi. Bakteri tersebut akan sampai ke kolon
karena gerakan peristaltik usus dan melakukan invasi pada membran mukosa berupa ulkus,
dan disertai dengan infiltrasi dari sel radang seperti neutrofil (PMN), dan berujung pada diare
berdarah karena iritasi pembuluh darah mukosa.13
V. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Hal – hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis adalah : durasi diare, frekuensi,
volume, konsistensi feses, warna, baru, dan ada atau tidaknya lendir maupun darah. Apabila
disertai dengan muntah, tanyakan volume dan frekuensi, untuk mengukur secara klinis
derajat keparahan diare dan potensi dehidrasi yang terjadi. Pada pasien perlu juga ditanyakan
makanan dan/atau minuman apa saja yang sudah diberikan selama diare. Gejala konstitusi
lainnya seperti panas badan, kejang, batuk atau pilek dapat mengarah ke etiologi dari diare
(misal, rotavirus umum menimbulkan gejala flu – like syndrome).1,14,15
Salah satu fitur yang paling mencolok pada anak yang mengalami diare adalah :
dehidrasi. Dehdirasi juga merupakan penyebab dari kematian akibat diare pada anak di
seluruh dunia. Peemeriksaan fisik dapat menentukan rencana terapi dari diare pada anak.
Tabel 3 menunjukkan beberapa fitur klinis (sebagaimana dinyatakan oleh WHO) dari anak
dengan diare yang dapat membentu pemilihan terapi yang tepat.1,14,15
C. Pemeriksaan Penunjang
Gambar 4. Bagan evaluasi diare anak terbaru berdasarkan panduan manajemen terpadu
balita sakit (MTBS) tahun 2022.16
VI. TATALAKSANA.1,16
3. Tablet zinc tetap diberikan selama 10 hari beruturut – turut meskipun diare sudah
berhenti
4. Pantau klinis setelah 3 jam
o Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya
o Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan
o Mulailah memberi makan
5. Edukasi pengelolaan diare di rumah (lihat rencana terapi A)
C. Rencana Terapi C
D. Antibiotik Spesifik
Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengakibatkan resistensi dari bakteri dan
mempersulit penanganan diare, khususnya pada anak. Tabel 4 menunjukkan pemilihan
antibiotik berdasarkan jenis bakterinya.6
Patogen Antibiotik Dosis antibiotik harian Durasi pemberian
terapi
Salmonella Ampicillin 50-100 mg/kg per os atau IV dalam 5-7
4 dosis
Ceftriaxone 50-100 mg/kg IV atau im dalam 1 5-7
dosis
Ciprofloxacin 20-30 mg/kg per os dalam 2 dosis 7-10
Shigella Ampicillin 50-100 mg/kg per os atau IV dalam 5-7
4 dosis
Ceftriaxone 50-100 mg/kg IV atau im dalam 1 5-7
dosis
Ciprofloxacin 20-30 mg/kg per os dalam 2 dosis 7-10
Campylobacter Erythromycin 50 mg/kg per os dalam 3-4 dosis 5
jejuni Azithromycin 5-10 mg/kg per os dalam 1 dosis 5
Yersinia TMP/SMX 10/50 mg/kg per os dalam 2 dosis 7-10
enterocolitica Gentamicin 3-5 mg/kg im atau IV dalam 1-3 7
dosis
EPEC, ETEC, Ampicillin 100 mg/kg per os atau IV dalam 4 5
EIEC dosis
TMP/SMX 10/50 mg/kg per os dalam 2 dosis 5
Ciprofloxacin 20-30 mg/kg per os dalam 2 dosis 5-10
Clostridium Metronidazole 30 mg/kg per os dalam 3-4 dosis 5
difficile Vancomycin 40 mg/kg per os dalam 4 dosis 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Viegelmann GC, Dorji J, Guo X, Lim HY. Approach to diarrhoeal disorders in
children. Singapore Med J. 2021;62(12):623–9.
2. Troeger C, Blacker BF, Khalil IA, Rao PC, Cao S, Zimsen SR, et al. Estimates of the
global, regional, and national morbidity, mortality, and aetiologies of diarrhoea in 195
countries: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2016. Lancet
Infect Dis. 2018;18(11):1211–28.
3. Sanyaolu A, Okorie C, Marinkovic A, Jaferi U, Prakash S. Global Epidemiology and
Management of Acute Diarrhea in Children from Developing Countries. Ann Pediatr
Child Heal. 2020;8(8):1205.
4. Pinzón-Rondón ÁM, Zárate-Ardila C, Hoyos-Martínez A, Ruiz-Sternberg ÁM, Vélez-
Van-Meerbeke A. Country characteristics and acute diarrhea in children from
developing nations: A multilevel study. BMC Public Health. 2015;15(1):1–11.
5. Platts-Mills JA, Babji S, Bodhidatta L, Gratz J, Haque R, Havt A, et al. Pathogen-
specific burdens of community diarrhoea in developing countries: A multisite birth
cohort study (MAL-ED). Lancet Glob Heal. 2015;3(9):e564–75.
6. Radlović N, Leković Z, Vuletić B, Radlović V, Simić D. Acute diarrhea in children.
Srp Arh Celok Lek. 2015;143(11–12):755–62.
7. Imanadhia A, Ranuh IRG, Nuswantoro D. Etiology Based on Clinical Manifestation of
Acute Diarrhea Incidence of Children Hospitalized in Dr. Soetomo General Hospital
Surabaya Period 2011-2013. Biomol Heal Sci J. 2019;2(1):31.
8. Shrestha SK, Shrestha J, Mason CJ, Sornsakrin S, Dhakhwa JR, Shrestha BR, et al.
Etiology of Acute Diarrheal Disease and Antimicrobial Susceptibility Pattern in
Children Younger Than 5 Years Old in Nepal. Am J Trop Med Hyg. 2023;108(1):174–
80.
9. Guarino A, Albano F. Textbook of Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition. Textb Pediatr Gastroenterol Hepatol Nutr. 2016;(October 2016).
10. Whyte LA, Jenkins HR. Pathophysiology of diarrhoea. Paediatr Child Heal (United
Kingdom) [Internet]. 2012;22(10):443–7. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.paed.2012.05.006
11. Velazquez C, Calzada F, Bautista M, A. J. Management of Secretory Diarrhea. Curr
Concepts Colon Disord. 2012;(June 2014).
12. Ameen N, Kopic S, Ahsan K, Figueroa-Hall LK. Secretory Diarrhea. 2020. 41–76 p.
13. Camilleri M, Sellin JH, Barrett KE. Pathophysiology, Evaluation, and Management of
Chronic Watery Diarrhea. Gastroenterology [Internet]. 2017;152(3):515-532.e2.
Available from: http://dx.doi.org/10.1053/j.gastro.2016.10.014
14. Smilie C, Gupta P. 50 Years Ago in TheJournalofPediatrics: Diagnosing the Etiology
of Childhood Diarrhea by Clinical Features: An Update. J Pediatr. 2021 Mar;230:45.
15. Bandsma RHJ, Sadiq K, Bhutta ZA. Persistent diarrhoea: current knowledge and novel
concepts. Paediatr Int Child Health. 2019 Feb;39(1):41–7.
16. Mulati E, Tarmizi SN, Probhoyekti D, Budijanto D. Buku Bagan Manajemen Terpadu
Balita Sakit. Kementrian Kesehatan RI; 2022.