Anda di halaman 1dari 13

DIARE PADA ANAK

I. PENDAHULUAN & DEFINISI


Berdasarkan World Health Organization (WHO), diare didefinisikan sebagai buang air
besar sebanyak tiga atau lebih dengan feses berkonsistensi lunak atau cair dalam kurun waktu
24 jam. Diare, berdasarkan durasinya, diklasifikasikan menjadi tiga jenis ; yakni diare akut,
subakut, dan kronis. Diare akut merupakan diare yang berlangsung kurang dari 2 (dua)
minggu, sedangkan diare dapat dikatakan persisten/kronis apabila terjadi dalam kurun waktu
> 4 minggu, dan diare yang berlangsung pada kurun waktu 2 – 4 minggu disebut dengan
diare subakut.1

Diare akut pada anak merupakan salah satu kasus yang paling umum dijumpai pada
fasilitas kesehatan primer. Secara global (pada tahun 2016) diare merupakan penyebab
kematian paling sering kelima pada anak di bawah usia lima tahun (balita), dengan rotavirus
menjadi penyebab utamanya ; sedangkan di negara-negara yang rutin menjalani vaksinasi
rotavirus, norovirus merupakab penyebab utamanya. Sebagian besar kasus diare dapat
didiagnosis secara klinis dan jarang membutuhkan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium. Diare berair tanpa darah dapat mengarah diagnosis kea rah diare
oleh sebab virus, sedangkan diare dengan tinja berdarah, serta demam derajat tinggi dapat
menunjukkan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri.2

II. EPIDEMIOLOGI DIARE PADA ANAK

Diare akut, pada tahun 2017 merupakan penyebab kematian nomor dua pada anak di
bawah usia lima tahun, terutama di negara berkembang, meskipun penyebabnya mudah
dicegah dan diobati. Posisi diare sebagai penyebab kematian yang paling sering pada anak
dapat dikatakan mengalami peningkatan yang pesat, karena pada tahun 2016, WHO
menyatakan diare sebagai penyebab kematian kelima pada anak balita. 3 Setiap tahun terdapat
setidaknya 2,5 miliar kasus diare yang dilaporkan pada anak di bawah usia lima tahun,
dengan sekitar 1.400 diantaranya berakhir dengan kematian setiap harinya.4,5

Meskipun diare pada anak terjadi hampir di seluruh bagian dunia, insidensi diare
tertinggi tercatat di negara-negara berkembang ; kecuali untuk kondisi patologis neonatus dan
pneumonia, kematian anak oleh karena diare akut disebabkan oleh beberapa komplikasi yakni
: dehidrasi, hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, hingga asidosis. Data register WHO
yang sama melaporkan bahwa lebih dari 80% anak yang meninggal karena diare akut berasal
dari negara-negara di belahan benua Afrika dan Asia Selatan, dan sebagian besar berasal dari
India (380.600), Nigeria (151.700), Republik Demokratik Kongo (899.000), Afganistan
( 82.100) dan Etiopia (73.700).4,5

III. ETIOLOGI DIARE

Berdasarkan agen penyebabnya, diare dapat bersifat infeksius maupun non – infeksius.
Penyebab diare akut pada anak yang paling sering dilaporkan adalah etiologi infeksius,
seperti virus, bakteri, serta parasit berupa protozoa. Infeksi dapat disebarkan melalui
transmisi fecal-oral, yaitu melalui pengonsumsian makanan dan/atau air yang terkontaminasi,
atau kontak langsung maupun tidak langsung dengan individu yang terinfeksi. Penyebab
paling umum dari semua kasus diare di seluruh dunia adalah virus, disusul oleh bakteri. V.
cholerae, C. botulinum, Shigella sp., C. jejuni, E. coli, Salmonella sp., dan S. aureus
merupakan patogen yang umum dijumpai pada diare akut anak.6

Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium yang ada, berbagai
pathogen dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang di
sarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat
diidentifikasikan setidaknya 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada
anak dan bayi (Tabel 1).6–8

Tabel 1. Etiologi diare infeksius.7,8


Bakteri (10 – 20%) Virus (~ 70%) Parasit (10 – 15%)
Aeromonas Astrovirus Balantidium coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Blastocystis homonis
Campylobacter jejuni Sapovirus) Cryptosporidium parvum
Clostridium perfringens Enteric adenovirus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Coronavirus Giardia lamblia
Escherichia coli Rotavirus Isopora belli
Plesiomonas shigeloides Norwalk virus Strongyloides stercoralis
Salmonella sp. Trichuris trichiura
Shigella sp.

Diare oleh sebab non – infeksius umumnya memiliki durasi kronis, penyebab non – infeksius
dari diare tertera sebagaimana pada Tabel 2.
Tabel 2. Penyebab non – infeksius dari diare pada anak.6–8
Kelainan Anatomis
Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mikrovilli
Malabsorpsi & Inflamasi
Defisiensi disakaridase
Malabsorpsi glukosa- galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit Celiac
Penyakit usus inflamatorik (IBD)
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan

IV. PATOGENESIS

Diare memiliki beragam patogenesis dan diklasifikasikan menjadi diare : osmotik,


sekretorik, gangguan motilitas traktus GI, dan inflamatorik.6–8

A. Diare Osmotik

Pada dasarnya, diare osmotik terjadi karena lumen usus halus bersifat hipertonis (lebih
pekat / memiliki konsentrasi zat terlarut seperti garam/ion, komponen makromolekul, atau
komponen lainnya yang tinggi) sehingga menyebabkan pergerakkan air dari jaringan
interstitial usus halus / kolon menuju lumen usus. Adanya bahan yang tidak diserap,
menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat
hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas.9
Gambar 1. Patogenesis diare osmotik dan sekretorik.9 Tanda panah hitam menunjukkan
pergerakkan molekul air dari jaringan interstitium usus menuju lumen usus.

Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah, maka pada segmen
usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen usus yang berujung
pada akumulasi cairan. Perlu diketahui bahwa pergerakkan air (H2O) turut diikuti oleh
pergerakkan ion natrium. Cairan yang secara berlebihan terakumulasi pada lumen usus akan
direabsorpsi, namun hanya sebagian kecil ; sehingga diare akan tetap terjadi.9,10

Kasus diare osmotik dapat terjadi pada pasien anak dengan gangguan absorpsi, seperti
anak dengan penyakit Celiac, intoleransi laktosa, serta komponen makanan/minuman berserat
tinggi yang dikonsumsi secara berlebihan. Penurunan atau kegagalan sekresi pankreas
mengakibatkan kegagalan untuk memecah protein kompleks, karbohidrat dan trigliserida,
yang kemudian menyebabkan gangguan pencernaan, malabsorpsi dan akhirnya terjadilah
diare osmotik. Steatorrhea dibedakan dari malabsorpsi protein dan karbohidrat yang
mengandung asam lemak rantai panjang intraluminal. Hal tersebut tidak hanya menyebabkan
diare osmotik, tetapi juga menyebabkan ekskresi berlebih dari ion klorida.9,10

B. Diare Sekretorik

Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenilil siklase yang
selanjutnya mengonversi molekul adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosine monofosfat
siklik (cAMP). Akumulasi dari cAMP intraselular akan menyebabkan sekresi aktif dari ion
klorida/Cl-, natrium, kalium, dan bikarbonat menuju lumen usus. Adenil siklase tersebut
dapat teraktivasi oleh karena beberapa faktor, seperti mikroorganisme seperti : Vibrio
cholera, Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Shigella, Clostridium, dan Campylobacter
jejuni.11,12
Gambar 2. Patogenesis dari diare sekretorik.13

C. Diare Invasif

Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke dalam mukosa
usus sehingga memicu kerusakan pada bagian mukosa usus, baik usus halus maupun kolon.
Diare invasif disebabkan oleh virus (rotavirus), bakteri (Shigella sp., Salmonella,
Campylobacter, Enteroinvasive E. coli (EIEC), dan Yersinia ; agen lain seperti parasit
(Entamoeba) juga dapat menyebabkan diare invasif.9,10

Diare invasif memiliki dua bentuk/tipe, yakni : 1) diare invasif non –


disenteriformis (berupa diare yang tidak berdarah, umumnya disebabkan oleh Rotavirus).
Pada diare yang disebabkan oleh rotavirus, sesudah masuk ke dalam saluran cerna, virus akan
berkembang biak dan masuk ke dalam apeks usus halus yang kemudian menyebabkan
kerusakan dari struktur mikrovili. Sebagai kompensasi dari kerusakan jaringan yang begitu
cepat, sel – sel basal akan kemudian melakukan regenerasi dan menggantikan sel epitel yang
rusak dengan sel epitel kripa (yang bukan berfungsi untuk absorpsi, melainkan untuk
sekresi).9,10
Sel – sel kripta ini juga berbentuk kuboid yang imatur dan tidak dapat berfungsi layak sel
epitel usus halus, karena tidak memiliki enzim laktase, sehingga akan memicu diare
malabsorpsi sekaligus diare osmotik. Diare jenis ini paling sering diderita oleh anak berusia
di bawah 2 tahun dan dapat disertai gejala konstitusi/tambahan lainnya seperti batuk, pilek,
dan gejaal dehidrasi.13

Gambar 3. Patogenesis dari diare invasif oleh karena rotavirus.9

Diare disenteriform merupakan diare berdarah yang biaanya disebabkan oleh bakteri
Shigella, Salmonella, dan EIEC. Pada lambung, berbagai bakteri tersebut selanjutnya masuk
ke dalam usus halus dan berkembang biak serta mengeluarkan enzim enterotoksin.
Enterotoksin tersebut dapat meransgang aktivasi enzi, adenyl siklase dan mengubah ATP
menjadi cAMP, sehingga diare sekretorik terjadi. Bakteri tersebut akan sampai ke kolon
karena gerakan peristaltik usus dan melakukan invasi pada membran mukosa berupa ulkus,
dan disertai dengan infiltrasi dari sel radang seperti neutrofil (PMN), dan berujung pada diare
berdarah karena iritasi pembuluh darah mukosa.13

V. DIAGNOSIS
A. Anamnesis

Hal – hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis adalah : durasi diare, frekuensi,
volume, konsistensi feses, warna, baru, dan ada atau tidaknya lendir maupun darah. Apabila
disertai dengan muntah, tanyakan volume dan frekuensi, untuk mengukur secara klinis
derajat keparahan diare dan potensi dehidrasi yang terjadi. Pada pasien perlu juga ditanyakan
makanan dan/atau minuman apa saja yang sudah diberikan selama diare. Gejala konstitusi
lainnya seperti panas badan, kejang, batuk atau pilek dapat mengarah ke etiologi dari diare
(misal, rotavirus umum menimbulkan gejala flu – like syndrome).1,14,15

B. Pemeriksaan Fisik dan Presentasi Klinis

Salah satu fitur yang paling mencolok pada anak yang mengalami diare adalah :
dehidrasi. Dehdirasi juga merupakan penyebab dari kematian akibat diare pada anak di
seluruh dunia. Peemeriksaan fisik dapat menentukan rencana terapi dari diare pada anak.
Tabel 3 menunjukkan beberapa fitur klinis (sebagaimana dinyatakan oleh WHO) dari anak
dengan diare yang dapat membentu pemilihan terapi yang tepat.1,14,15

Tabel 3. Fitur klinis dari diare pada anak.16


Fitur Klinis A B C
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Letargik, kesadaran

Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Normal Kering Sangat kering
Mulut/lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum normal, *Tampak kehausan *Sulit, tidak dapat
tidak haus minum
Kulit Turgor kembali *Turgor kembali *Turgor kembali
dengan cepat lambat dengan sangat
lambat
Derajat dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehdirasi berat
ringan/sedang Bila ada 1 tanda *
Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Defisit cairan < 5% atau < 50 5-10% atau 50-100 >10% atau > 100
mL/kgBB mL/kgBB mL/kgBB

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang memiliki beberapa tujuan, seperti evaluasi hemodinamik dan


komplikasi (elektrolit, pH darah) dan etiologi dari diare (pemeriksaan feses rutin) untuk
melihat adanya telur, cacing, ameba, atau lemak. Pada anak dengan dehidrasi lengkap, perlu
pemeriksaan laboratorium yang lengkap seperti : pemeriskaan darah rutin, elektrolit, dan
analisis gas darah.1,14,15

Gambar 4. Bagan evaluasi diare anak terbaru berdasarkan panduan manajemen terpadu
balita sakit (MTBS) tahun 2022.16

VI. TATALAKSANA.1,16

Tatalaksana diare dilakukan secara komprehensif dan terdiri atas :


 Terapi rehidrasi dengan menggunakan oralit atau i.v.; cdiberikan selama 10-14 hr
berturut-turut meskipun an sembuh dari diare
 Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF sudah menganjurkan pemberian zinc pada anak
diare dengan dosis sebagai berikut :
o Bayi usia <6 bulan : 10 mg/hari
o Usia 26 bulan : 20 mg/hari selama 10-14 hari
 ASI dan makanan lain tetap diteruskan
 Antibiotik selektif
 Nasihat atau penyuluhan kepada orangtua.
A. Rencana Terapi A : Penanganan Dehidrasi Ringan
1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
o Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian
o Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang sebagai
tambahan
o Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan berikut :
oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matan
2. Anak harus diberikan larutan oralit di rumah, jika :
o Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam kunjungan ini
o Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah
o Berikan sebanyak setidaknya 6 oralit di rumah
o Ajari/edukasi ibu cara membarikan oralit di rumah
3. Langkah memberikan oralit di rumah :
o Cuci tangan sebelum menyiapkan
o Siapkan satu gelas (200 cc) air matang
o Gunting ujung pembungkus oralit
o Masukkan seluruh isi oralit ke dalam gelas yang berisi air tersebut
o Aduk hingga bubuk oralit larut
o Siap untuk diminum
4. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak oralit/cairan lain yang harus diberikan setiap
kali anak buang air besar
o Sampai umur 1 tahun : 50 - 100 ml setiap kali buang air besar
o Umur 1 sampai 5 tahun : 100 - 200 ml setiap kali buang air besar
5. Tablet zinc tetap diberikan selama 10 hari beruturut – turut meskipun diare sudah
berhenti
6. Pemberian makan dilanjutkan dan atur jadwal follow – up.

B. Rencana Terapi B : Penanganan Dehidrasi Ringan/Sedang


Berikan oralit di klinik / sarana kesehatan sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam
Umur 4 bulan 4 - < 12 bulan 1 - < 2 tahun 2 - < 5 tahun
Berat Badan < 6 kg 6 - < 10 kg 10 - < 12 kg 12 - 19 kg
Jumlah 200 - 400 ml 400 - 700 ml 700 - 900 ml 900 - 1400 ml
1. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
o Jumlah oralit yang diperlukan = berat badan (dalam kg) x 75 ml
o Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman di atas
o Bagi anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan juga 100 - 200
ml air matang selama periode ini
2. Tunjukkan cara memberikan larutan oralit
o Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/mangkuk/gelas
o Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih lambat
o Lanjutkan ASI selama anak mau
o Bila kelopak mata bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI

3. Tablet zinc tetap diberikan selama 10 hari beruturut – turut meskipun diare sudah
berhenti
4. Pantau klinis setelah 3 jam
o Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya
o Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan
o Mulailah memberi makan
5. Edukasi pengelolaan diare di rumah (lihat rencana terapi A)

C. Rencana Terapi C
D. Antibiotik Spesifik
Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengakibatkan resistensi dari bakteri dan
mempersulit penanganan diare, khususnya pada anak. Tabel 4 menunjukkan pemilihan
antibiotik berdasarkan jenis bakterinya.6
Patogen Antibiotik Dosis antibiotik harian Durasi pemberian
terapi
Salmonella Ampicillin 50-100 mg/kg per os atau IV dalam 5-7
4 dosis
Ceftriaxone 50-100 mg/kg IV atau im dalam 1 5-7
dosis
Ciprofloxacin 20-30 mg/kg per os dalam 2 dosis 7-10
Shigella Ampicillin 50-100 mg/kg per os atau IV dalam 5-7
4 dosis
Ceftriaxone 50-100 mg/kg IV atau im dalam 1 5-7
dosis
Ciprofloxacin 20-30 mg/kg per os dalam 2 dosis 7-10
Campylobacter Erythromycin 50 mg/kg per os dalam 3-4 dosis 5
jejuni Azithromycin 5-10 mg/kg per os dalam 1 dosis 5
Yersinia TMP/SMX 10/50 mg/kg per os dalam 2 dosis 7-10
enterocolitica Gentamicin 3-5 mg/kg im atau IV dalam 1-3 7
dosis
EPEC, ETEC, Ampicillin 100 mg/kg per os atau IV dalam 4 5
EIEC dosis
TMP/SMX 10/50 mg/kg per os dalam 2 dosis 5
Ciprofloxacin 20-30 mg/kg per os dalam 2 dosis 5-10
Clostridium Metronidazole 30 mg/kg per os dalam 3-4 dosis 5
difficile Vancomycin 40 mg/kg per os dalam 4 dosis 7

DAFTAR PUSTAKA
1. Viegelmann GC, Dorji J, Guo X, Lim HY. Approach to diarrhoeal disorders in
children. Singapore Med J. 2021;62(12):623–9.
2. Troeger C, Blacker BF, Khalil IA, Rao PC, Cao S, Zimsen SR, et al. Estimates of the
global, regional, and national morbidity, mortality, and aetiologies of diarrhoea in 195
countries: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2016. Lancet
Infect Dis. 2018;18(11):1211–28.
3. Sanyaolu A, Okorie C, Marinkovic A, Jaferi U, Prakash S. Global Epidemiology and
Management of Acute Diarrhea in Children from Developing Countries. Ann Pediatr
Child Heal. 2020;8(8):1205.
4. Pinzón-Rondón ÁM, Zárate-Ardila C, Hoyos-Martínez A, Ruiz-Sternberg ÁM, Vélez-
Van-Meerbeke A. Country characteristics and acute diarrhea in children from
developing nations: A multilevel study. BMC Public Health. 2015;15(1):1–11.
5. Platts-Mills JA, Babji S, Bodhidatta L, Gratz J, Haque R, Havt A, et al. Pathogen-
specific burdens of community diarrhoea in developing countries: A multisite birth
cohort study (MAL-ED). Lancet Glob Heal. 2015;3(9):e564–75.
6. Radlović N, Leković Z, Vuletić B, Radlović V, Simić D. Acute diarrhea in children.
Srp Arh Celok Lek. 2015;143(11–12):755–62.
7. Imanadhia A, Ranuh IRG, Nuswantoro D. Etiology Based on Clinical Manifestation of
Acute Diarrhea Incidence of Children Hospitalized in Dr. Soetomo General Hospital
Surabaya Period 2011-2013. Biomol Heal Sci J. 2019;2(1):31.
8. Shrestha SK, Shrestha J, Mason CJ, Sornsakrin S, Dhakhwa JR, Shrestha BR, et al.
Etiology of Acute Diarrheal Disease and Antimicrobial Susceptibility Pattern in
Children Younger Than 5 Years Old in Nepal. Am J Trop Med Hyg. 2023;108(1):174–
80.
9. Guarino A, Albano F. Textbook of Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition. Textb Pediatr Gastroenterol Hepatol Nutr. 2016;(October 2016).
10. Whyte LA, Jenkins HR. Pathophysiology of diarrhoea. Paediatr Child Heal (United
Kingdom) [Internet]. 2012;22(10):443–7. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.paed.2012.05.006
11. Velazquez C, Calzada F, Bautista M, A. J. Management of Secretory Diarrhea. Curr
Concepts Colon Disord. 2012;(June 2014).
12. Ameen N, Kopic S, Ahsan K, Figueroa-Hall LK. Secretory Diarrhea. 2020. 41–76 p.
13. Camilleri M, Sellin JH, Barrett KE. Pathophysiology, Evaluation, and Management of
Chronic Watery Diarrhea. Gastroenterology [Internet]. 2017;152(3):515-532.e2.
Available from: http://dx.doi.org/10.1053/j.gastro.2016.10.014
14. Smilie C, Gupta P. 50 Years Ago in TheJournalofPediatrics: Diagnosing the Etiology
of Childhood Diarrhea by Clinical Features: An Update. J Pediatr. 2021 Mar;230:45.
15. Bandsma RHJ, Sadiq K, Bhutta ZA. Persistent diarrhoea: current knowledge and novel
concepts. Paediatr Int Child Health. 2019 Feb;39(1):41–7.
16. Mulati E, Tarmizi SN, Probhoyekti D, Budijanto D. Buku Bagan Manajemen Terpadu
Balita Sakit. Kementrian Kesehatan RI; 2022.

Anda mungkin juga menyukai