Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

GASTROENTERITIS AKUT

Disusun oleh:

dr. Rizky Manurung

Pendamping:

Dr. Ana Selowati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PUSKESMAS KETAPANG 1 SAMPIT

JANUARI 2018

0
BAB I

PENDAHULUAN

Gastroenteteritis akut merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak-


anak dan orang dewasa dan dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab
dengan variasi penyakit dari yang ringan hingga berat. Gastroenteritis biasanya
disebabkan oleh karena infeksi, meskipun demikian diet makanan yang tidak
sesuai, terjadinya malabsorpsi makanan, dan berbagai macam gangguan pada
saluran cerna juga dapat menyebabkan keadaan tersebut. Penyakit gastroenteritis
ini biasanya merupakan penyakit yang sembuh dengan sendirinya (“self-limited”),
tetapi manajemen dan tatalaksana yang tidak baik dari infeksi akut tersebut dapat
menyebabkan keadaan yang berlarut-larut.1
Komplikasi yang paling sering terjadi akibat gatroenteritis adalah
kehilangan cairan dari tubuh atau yang disebut dengan dehidrasi.1 Cairan akan
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kemudian akan diabsorpsi
di dalam tubuh. Jika kemampuan untuk minum untuk mengkompensasi
kehilangan cairan akibat diare dan muntah terganggu maka dehidrasi akan terjadi.
Kematian yang terjadi akibat gastroenteritis pada anak-anak dan orang dewasa
terutama disebabkan karena kehilangan cairan dari tubuh dalam jumlah yang
besar.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gastroenteritis akut adalah peradangan pada lambung dan usus yang ditandai
dengan gejala diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah dan seringkali
disertai peningkatan suhu tubuh. Gastoenteritis terdiri dari peradangan pada
lambung (gastritis) dan usus (enteritis).3
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan pada mukosa atau sub mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis merupakan
penyakit yang sering ditemukan dan merupakan respon mukosa terhadap berbagai
iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein, alcohol dan
aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih sering
dianggap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), sulfonamid, steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa
lambung.4
Enteritis merupakan peradangan pada usus yang ditandai dengan gejala diare.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari
200 gram atau 200ml/24 jam. Defenisi lain buang air besar cair lebih dari 3 kali
sehari, buang air besar tersebut bisa/tanpa disertai oleh lendir ataupun darah.5
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidlines 2005, diare akut
didefenisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedangkan diare kronis
adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.5
Diare infektif adalah bisa penyebabnya adalah infeksi. Sedangkan diare non
infektif adalah apabila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab diare. Dare
organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau
toksikologik. Diare fungsional adalah apabila tidak ditemukan penyebab organik.5

2
2.2 Epidemiologi

Pada tahun 1995,diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian


pada lebih dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut di negara
berkembang terjadi terutama pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun,
dimana dua pertiga diantaranya tinggal di daerah/lingkungan yang buruk,kumuh
dan padat.Dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi
syarat,keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya,kurangnya
bahan sumber makanan disertai cara penyimpanan yang tidak memenuhi
syarat,tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan
kesehatan.4

Di Amerika Serikat, dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan,


prevalensi diare karena infeksi berkurang. Data dariCenters for Disease Control
and prevetion (CDC) menunjukan bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella,
Listeria, E.coli,dan Yersinia berkurang berkisar 20-30% berkat perhatian atas
kebersihan dan keamanan makanan. Sementara dibeberapa rumah sakit di
Indonesia data menunjukkan diare karena infeksi masih menduduki peringkat
pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat kerumah
sakit.4

2.3 Etiologi4,5

Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar
10% karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, dan
sebagainya

Diare akut karenainfeksi dapat ditimbulkan oleh:

1. Bakteri
Jenis bakteri penyebab yaitu: Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella
dysentriae, Vibrio cholera non 01, Vibrio parachemolyticus, Yersinia
entero colityca, klebsiella,pseudomonas, aeromonas

3
2. Parasit
Jenis protozoa penyebab yaitu: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia,
Trichomanes hominis, Isospora sp. Jenis cacing penyebab yaitu: A.
lumbricoides, trichuris trichiura, strongiloides stercoralis.
3. Virus
Jenis virus penyebab yaitu: rotavirus, adenovirus, norwalk virus
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan
umur, tempat, dan waktu. Dinegara maju, diare akut paling sering disebabkan oleh
norwalk virus, Helicobacteri jejuni, Salmonella sp, Clostridum difficle, sedangkan
penyebab paling sering dinegara berkembang adalah Enterotoxicgenic eshericia
coli, rotavirus dan V. cholerae.

2.4 Patofisiologis6

Sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cema setiap harinya,berasal dari
luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung,empedu dan
sebagainya). Sebagaian besar(75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi
kembali di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus
besar.sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi,sehingga
tersisa jumlah 150-250 ml caran yang akan ikut membentuk tinja.

Faktor-faktor faal yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu


sama lain,misalnya,cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume,sehingga motilitas
usus meningkat. Sebaliknya, bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan
menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus
sehingga waktu penyerapan elektrolit,air dan zat-zat lain terganggu.

2.5 Patogenesis4,7

Dua hal yang harus diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi
adalah faktor kausal(agent) dan faktor penjamu(host).Faktor penjamu adalah
kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut,terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan

4
interntraktus intestinalis seperti keasaman lambung,motilitas usus,imunitas dan
juga mencakup lingkungan mikroflora usus,sekresi mukosa,dan enzim
pencernaan.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi Shigella sp.terbukti dapat
menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih
tinggi terhadap infeksi oleh V.cholera.Hipomotilitas usus pada infeksi usus dapat
memperpanjang waktu diaredan gejala penyakit,serta mengurangi absorbsi
elektrolit dan mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi.Peran imunitas
dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang
kekurangan IgA,demikian pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS
karena gangguan imunitas.Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus
dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali,akan terjadi sekresi antibodi.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya
lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa,kemampuan memproduksi
toksin yang mepengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat
membentuk koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare.
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan
menjadi:
1. Infeksi Non-Invasi
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare
sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri
yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri
non invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01 atau 0139,
Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus,
Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada
mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini
mengakibatkan kegiatan yang berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid
pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3′,5′-siklik
mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion
klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation
natrium dan kalium.

5
Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pompa
Na tidak terganggu, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O, Na+
dan K+) dapat dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh
H2O, K+, HCO3-, dan Cl-). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian
larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus. Glukosa
tersebut diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan
HCO3-. Inilah dasar terapi oralit per oral pada kolera.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan
keluar secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai
diare sekretorik isotonik voluminial (watery diarrhea).
ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin yaitu labile toxin (LT) dan
stable toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi
hanya memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim adenilat siklase.
Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan E. coli lebih ringan
dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.
Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan
makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera
yang menyebabkan diare yang singkat dan dahsyat.
2. Infeksi Invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare
inflammatory. Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC),
Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia, C.
perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C. difficile,
Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi, sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat
bercampur dengan lendir dan darah. Walaupun demikian, infeksi oleh kuman-
kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare sekretorik. Pada
pemerksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel eritrosit dan leukosit.

2.6 Manifestasi klinis4

Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung
dari penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi

6
bakteri patogen yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan
penderita. Penularan dapat juga berupa transmisi dari manusia ke manusia
melalui udara (droplet infection) misalnya: rota virus, atau melalui aktivitas
seksual kontak oral-genital atau oral-anal.
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi
toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-
gejala: mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan
disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek atau cair.
Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan
atau minuman yang terkontaminasi.
Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan
medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan
yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang
akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan
dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Kehilangan bikarbonas menyebabkan perbandingan bikarbonas dan asam
karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini
akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih
cepat dari biasa (pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan
kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung
eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada
diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal sangat
menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan
timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat
mengakibatkan gagal ginjal akut.

7
Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi
kepincangan pada pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih
banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting sekali karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan
intravena tanpa alkali.
Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare
inflamasi dengan gejala mual, muntah dan demam yang tinggi, disertai nyeri
perut, tenesmus, diare disertai darah dan lendir. Pada diare akut karena
infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan berdasarkan
anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan
anamnesis atau observasi bentuk diare (pada tabel 1).
Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon bagian
proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney
dengan gejala seperti apendisitis akut.
Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya
seperti Reiter’s syndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat
disebabkan oleh Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella
dapat menyebabkan hemolytic-uremic syndrome. Diare akut dapat juga
sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik antara lain hepatitis virus akut,
listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom.

Tabel 1. Epidemi Diare Akut


Sarana Bakteri Patogen
Air Vibrio cholerae, Norwalk agent, Giardia,
Cryptospordium (termasuk makanan yang dicuci
dengan air tersebut).
Makanan
Unggas Salmonella, Campylobacter, dan Shigella spp.
Sapi, juice buah yg Enterohemoragic escherichia coli
tidak dipasteurisasi
Babi Cacing pita (tape worm)
Sea food dan kerang V. cholerae non 01, V. parahaemolyticus; vibrio
spp, Salmonella spp., Aeromonas spp, Hepatitis
A,B,C

8
Keju, susu Listeria spp.
Telur Salmonella spp.
Mayoinase + Staphylococcus dan Clostridium
makanan & cream
Nasi goreng Bacillus cereus
Berrie segar Cycklospora spp.
Sayuran atau buah- Clostridium spp.
buahan kaleng
Kecambah Enterohemorrhagic E. coli dan Salmonella spp.
Lingkungan
Hewan ke manusia Salmonella, Campylobacter, Cryptosporodium,
Giardia spp.
Manusia ke manusia Semua bakteri enterik, virus, parasit
(termasuk seksual
kontak)
Rumah C. difficile
sakit/antibiotik
Kolam renang Giardia dan Crytosporodium spp.
Wisatawan asing E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Giardia, Entamoeba histolytica

2.7 Diagnosis4,8

Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila


anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.
Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:
1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh
penderita.
3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh
karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
4. Dimana tempat tinggal penderita.
5. Pola kehidupan seksual.
Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease.
Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai
dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-
tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita

9
berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan pada penderita dengan
daya tahan tubuh yang rendah.
Penentuan derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice king, dan lain-lain.
Derajat dehidrasi berdasarkan defisit berat badan:
 Dehidrasi ringan: defisit 2½ – 5 %
 Dehidrasi sedang: defisit 5 – 10 %
 Dehidrasi berat: defisit > 10 %

Derajat dehidrasi berdasarkan skor Maurice King:


Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan
diperiksa 0 1 2
Gelisah, cengeng, Mengigau, koma,
Keadaan umum Sehat
apatis, mengantuk atau syok

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang


Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Kering dan
Mulut Normal Kering
sianosis
Sedang (120
Denyut nadi/menit Kuat > 120 > 140
-140)

 Skor 0 – 2 : dehidrasi ringan


 Skor 3 – 6 : dehidrasi sedang
 Skor >7     : dehidrasi berat

2.8 Penatalaksanaan1,5
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
2. Memberikan terapi simptomatik
3. Memberikan terapi definitive

10
2.8.1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan1,4,5
Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat
dan akurat, yaitu:
Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan
cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah
kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja.
Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya
ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus
NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare
akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat
diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai
akibatnya.
Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang
hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan
cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara:
 BJ Plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan:
BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml
0.001
 Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:
− Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% x kgBB
− Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% x kgBB
− Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% x kgBB
 Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan
penilaian/skor sebagai berikut:
Pemeriksaan Skor
Rasa haus/muntah 1
Suara serak 2
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekwensi Nadi > 120 x/menit 1
Frekwensi nafas > 30 x/menit 1

11
Turgor kulit menurun 1
Facies cholerica/wajah keriput 2
Ekstremitas dingin 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (kg) x 1 liter


15
Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang
dewasa dapat melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan
larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 20 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5
gr Na bikarbonat dan 1,5 gr KCl per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara
komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan
dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral
pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh
baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1
cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Cairan per oral juga
digunakan untuk mempertahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.
Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung
dengan rumus BJ plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2
jam. Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal
pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3, didasarkan kepada
kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya,
rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.

2.8.2. Memberikan terapi simptomatik1,4,5


I. Obat anti diare:
a. Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya
secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat
enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara
normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit

12
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di
Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi
pertama jenis obat baru anti diare.
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein
adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg atau 3 – 4 x sehari dan
lomotil 5 mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat
memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
c. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau
smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap
bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel
mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
merangsang sekresi elektrolit.
d. Zat hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karaya(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat
membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi
frekuensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan
cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc atau 2x sehari
dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
II. Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria
atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di
saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk
nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan

13
mengurangi atau menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang
adekuat.

2.8.3. Memberikan terapi definitif1,4,5


Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik diindikasikan pada: pasien dengan
gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan
jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
 V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau
kortimoksazol dosis awal 2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau
kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari atau golongan
Fluoroquinolon.
 ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.
 S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hari
 Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2
minggu atau Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-
10 hari, atau Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 14 hari.
 Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin
atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.
 Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr
selama 5 hari.
 Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x
250 mg, anak: 30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari
atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama 5-7 hari.
 Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2
g/hr selama 3 hari.
 Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3
x 100 mg/hr selama 5 hari.
 Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari

14
Virus: simptomatik dan suportif.

2.9 Komplikasi1,5

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,


terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi syok hipovolemik yang cepat.
Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan
asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga
syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat
sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi
penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

2.10 Prognosis5

Penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi


antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Pada
negara Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.

15
2.11 Pencegahan5,6

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya


dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering
mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah
makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan
ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan
penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang
digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk
memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air
atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau
sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. Semua buah dan sayuran
harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau
olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan
sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut
harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang
tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena
kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang
tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini
tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral
kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid
parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping.
Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, hanya memerlukan 1 dosis dan
memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia,
hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi
yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

16
BAB III

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny . A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 37 tahun
Alamat : Tenayan Raya, Pekanbaru
Tanggal Masuk RS : 4 April 2014

17
Tanggal Pemeriksaan : 5 April 2014

ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis)

Keluhan Utama
Mencret dan muntah sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Riwayat Penyakit Sekarang


 2 hari SMRS pasien mengeluhkan mencret lebih dari 6 kali perhari. Satu
kali mencret lebih kurang seperlima gelas berisi cairan bercampur sedikit
ampas, lendir (+), tidak ada darah, tidak berbau menyengat,mencret seperti
cucian beras disangkal. Pasien juga mengeluhkan muntah sebanyak 4x
berisi cairan dan makanan, muntah didahului dengan mencret terlebih
dahulu, sekali muntah lebih kurang setengah gelas, tidak ada darah.
Kemudian pasien minum obat oralit dan norit tapi keluhannya sedikit
berkurang.
 3 jam SMRS pasien mengeluhkan diarenya semakin sering > 10x,
diarenya berisi cairan yang bercampur sedikit ampas, lendir (+), tidak ada
darah, tidak berbau menyengat, mencret seperti cucian beras disangkal.
Pasien juga mengeluhkan muntah sebanyak 5x berisi cairan dan makanan,
muntah didahului dengan mencret terlebih dahulu yang disertai demam (+)
Pada awal keluhan mencret, pasien mengeluhkan demam, demam tidak
terlalu tinggi, terus menerus, menggigil (-), keringat dingin (-). BAK
lancar tidak ada keluhan. Pasien juga merasakan nyeri perut. Nyeri perut
terasa hilang timbul, di seluruh bagian perut, semakin berat saat ingin
buang air besar, nyeri saat makan dan setelah makan (-), Nafsu makan
menurun, pasien masih mau minum, badan terasa lemas, Pasien dibawa ke
berobat ke RS AA pekanbaru, di IGD pasien mendapat terapi rehidrasi
IVFD RL sebanyak 3 kolf, oralit 1 sachet, ciprofloxacin 500 mg tab,
Domperidon10 mg.

Riwayat Penyakit Dahulu

18
 Pasien tidak pernah mengeluhkan hal seperti ini sebelumnya
 Riwayat gastritis (-)
 Riwayat HT (-), DM (-)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama
 HT (-), DM (-)

Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan dan Sosial Ekonomi
 Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga
 Pasien makan masakan sendiri seperti biasa, riwayat bepergian keluar
daerah tidak ada,
PEMERIKSAAN UMUM
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda-tanda vital :
Tekanan darah: 90/70 mmHg
Nadi : 110x/menit (teratur, isian cukup)
Nafas : 24x/menit
Suhu : 37,8°C
 BB = 56 kg
 Tinggi badan = 160 cm
 BMI = 19.6

Pemeriksaan fisik
Kepala dan leher
 Kulit dan wajah : Wajah tidak pucat
 Mata : Mata cekung (-)Konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, pupil bulat, isokor dengan diameter
3/3 mm, reflek cahaya (+/+), mata cekung (-)

19
 Mulut : bibir kering (-),sianosis (-), lidah tidak kotor,
suara serak (-), gusi tidak ada perdarahan, faring
tidak hiperemis
 Leher : KGB tidak membesar, JVP 5-2 cmH2O

Thorak
Paru
 Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan,
gerak nafas simetris, tidak ada bagian yang
tertinggal.
 Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler kedua lapangan paru,ronki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIK (sela interkosta) V, 1
jari medial linea midclavicularis sinistra
 Perkusi :
o Batas jantung kiri atas : SIK III garis parasternal
sinistra
o Batas jantung kiri bawah : SIK V linea midclavicularis
sinistra
o Batas jantung kanan atas : SIK III garis sternalis dextra
o Batas jantung kanan bawah : SIK V garis sternalis dextra
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
 Inspeksi : Perut datar, venektasi (-), distensi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) 24 x/menit
 Perkusi : Timpani

20
 Palpasi : Supel, turgor kulit dalam batas normal, nyeri
tekan disemua kuadran abdomen (+), hepar dan
lien tidak teraba
Ektremitas
akral hangat, capillary refilling time < 2 detik,washer womens hand (-),edema
tidak ada.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
 Leukosit : 11.800/ul (↑)
 Hemoglobin : 11,8 gr/dl
 Hematokrit : 43,4 %
 Trombosit : 214.000/ul
 Na+ : 136 mmol/L
 K+ : 3,1 mmol/L
 Cl- :108,5 mmol/L

RESUME
Ny . A 37 tahun mengeluhkan mencret dan muntah sejak 2 hari SMRS. lebih dari
6 kali perhari. 3 jam SMRS mengeluhkan diarenya semakin sering > 10x,
diarenya berisi cairan bercampur sedikit ampas, lendir (+), Pasien juga
mengeluhkan muntah sebanyak 5 kali berisi cairan dan makanan, muntah
didahului dengan mencret terlebih dahulu, sekali muntah lebih kurang setengah
gelas. Pada awal keluhan mencret, pasien mengeluhkan demam, demam tidak
terlalu tinggi, terus menerus. BAK lancar tidak ada keluhan. Pasien juga
merasakan nyeri perut. Nyeri perut terasa hilang timbul, di seluruh bagian perut,
semakin berat saat ingin buang air besar, nyeri saat makan dan setelah makan (-),
Nafsu makan menurun, pasien masih mau minum, badan terasa lemas.
Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan mata cekung, bibir kering (-), faring
hiperemis (-), lidah kotor (-), bising usus 24x/menit dan nyeri tekan pada seluruh

21
abdomen (+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan leukosit
(11800/ul).

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan kultur feses

DAFTAR MASALAH
1. Vomitus dan Diare
2. nyeri perut
3. Leukositosis dan febris

Berdasarkan dari anamnesis pasien mengeluhkan mencret sejak 2 hari


SMRS lebih dari 10 kali. Hal ini sesuai dengan kriteria gejala diare yaitu buang
air besar encer atau cair dan lebih dari 3 kali sehari. Sedangkan berdasarkan mula
dan lamanya, diare pada pasien ini termasuk akut karena onset gejalanya tiba-tiba
dan berlangsung kurang dari 14 hari. Maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini
mengalami diare akut. Adapun diare kronis biasanya bersifat hilang timbul
(berulang) dan berlangsung lebih dari 14 hari.4

Keluhan diare pada pasien ini diduga disebabkan oleh infeksi, ditandai
dengan adanya demam dan peningkatan leukosit. Pada literatur disebutkan lebih
dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi. Pada pasien dengan infeksi bakteri
biasanya terdapat leukositosis, berbeda dengan diare karena virus yang biasanya
memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit normal.4,7

Muntah dan diare yang terjadi pada pasien ini disebabkan oleh toksin
bakteri pada saluran pencernaan pasien, bakteri masuk bersama makanan yang
dikonsumsi pasien, sehingga akan menimbulkan iritan pada gatrointestinal
sehingga terjadilah ransangan pada pusat muntah yaitu pada chemoreseptor trigger
zone (CTZ), sehingga memungkinkan mengeluarkan toksin dari lambung.

Adanya nyeri perut pada pasien diduga akibat peningkatan motilitas usus
dan organisme yang menempel pada epitel intestinal. Nyeri perut yang dirasakan
terutama saat mencret juga bisa mengarahkan kita pada suatu infeksi Shigella sp,

22
sehingga dianjurkan untuk pemeriksaan feses/tinja untuk mengetahui patogen
penyebab diare.4,7 Namun pada kasus ini hal tersebut belum dilakukan.

Peningkatan kadar leukosit pada pasien ini disebabkan oleh suatu proses
infeksi. Pada pasien dengan infeksi biasanya didapatkan peningkatan leukosit,
berbeda dengan diare akibat virus yang biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis
leukosit normal.

DIAGNOSIS KERJA
Gastroenteritis akut

RENCANA PENATALAKSANAAN
Non farmakologis :
 Bedrest total
 Diet ML (makanan mudah dicerna)
Farmakologis:
 IVFD RL 10 tpm / 24 jam
 Oralit 1 sachet tiap kali mencret
 Ciprofloxacin 2x500mg tab
 Inj ranitidin 2x1g
 Inj Ondansentron 1x1
 Loperamid 2x4 mg

23
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis diare akut berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan buang
air besar cair lebih dari 3 kali sehari disertai dengan muntah 5 kali sejak 2 hari
SMRS, demam, nyeri pada perutnya dan badan terasa lemas.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pernafasan cepat dan dalam, penurunan
tekanan darah, peningkatan denyut nadi, dan nyeri abdomen pada seluruh
kuadran. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan kadar leukosit
Pasien mengeluhkan muntah dan diare semakin sering sejak 3 jam SMRS,
buang air besar lebih dari 10 kali sejak 2 hari SMRS dan demam. Muntah dan
diare yang terjadi pada pasien disebabkan oleh toksin bakteri pada saluran
pencernaan pasien, bakteri masuk bersama makanan yang dikonsumsi pasien,
muntah dan diare ini disebabkan oleh bakteri didukung peningkatan kadar leukosit
pada darah pasien dan didukung juga oleh peningkatan suhu tubuh pada pasien
ini. Infeksi bakteri menyebabkan peningkatan leukosit yang merupakan respon
imun tubuh dan respon demam yang merupakan respon kompensasi tubuh atas
masuknya antigen asing ke dalam tubuh. Diare dan muntah pada pasien ini tidak

24
terdapat darah dan lendir begitu juga pada muntahnya, bakteri penyebab diare tipe
sekretorik pada pasien ini tidak invasif terhadap saluran cerna.
Bakteri ini menghasilkan toksin sehingga merangsang usus halus sehingga
terjadi peningkatan aktifitas enzim adenil siklase. Sebagai akibat peningkatan
aktivitas enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang
mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari dalam
sel ke lumen usus (sekresi cairan yang isotonis) serta menghambat absorpsi
natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik di dalam lumen usus (hiperosmoler). Kemudian
akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan di
dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus
ke lumen usus besar (kolon).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan didapatkan pernafasan cepat dan dalam,
penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi serta nyeri pada seluruh
abdomen. Pernafasan cepat dan dalam (Kusmaul) terjadi karena pada pasien ini
terjadi sekresi bikarbonat melalul BAB dan muntah pasien, sehingga terjadi
peningkatan keasaman pada darah pasien, oleh karena itu dikompensasi oleh
pernafasan cepat dan dalam. Peningkatan denyut nadi merupakan kompensasi
tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Adanya nyeri perut pada
pasien diduga akibat peningkatan motilitas usus dan organisme yang menempel
pada epitel intestinal. Nyeri perut yang dirasakan terutama saat mencret juga bisa
mengarahkan kita pada suatu infeksi Shigella sp, sehingga dianjurkan untuk
pemeriksaan feses/tinja untuk mengetahui patogen penyebab diare.4,7 Namun pada
kasus ini hal tersebut belum dilakukan
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan peningkatan kadar leukosit
Peningkatan kadar leukosit pada pasien ini disebabkan oleh suatu proses infeksi.
Pada pasien dengan infeksi biasanya didapatkan peningkatan leukosit, berbeda
dengan diare akibat virus yang biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit
normal.
Rencana pemeriksaan untuk pasien ini adalah kultur feses untuk
mengetahui mikroorganisme penyebab diare, pemeriksaan kultur feses ini juga
bermanfaat untuk penentuan terapi yang cocok untuk pasien ini. selain itu juga

25
perlu dilakukan pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui keasaman darah
apakah berhubungan dengan pernafasan pasien yang cepat dan dalam.
Komplikasi utama pada diare akut adalah kehilangan cairan dan kelainan
elektrolit yang mendadak sehingga dapat menyebabkan dehidrasi, apabila tidak
ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok hipovolemik.1,5 Pada pasien ini
saat diperiksa tidak tampak adanya tanda-tanda dehidrasi. Hal ini dibuktikan dari
keadaan umum pasien tidak gelisah atau bahkan koma, turgor kulit masih normal,
mata tidak cekung, mulut tidak kering, dan denyut nadi masih dalam batas
normal. Sedangkan pada skor Daldiyono, didapatkan 2 karena ada rasa haus dan
muntah, dan tekanan darah sistolik 90 mmHg. Prinsip pengobatan diare pada
pasien ini ada 3 yaitu pertama, penanganan dehidrasi melalui rehidrasi oral
dengan oralit dan banyak minum, ataupun parenteral dengan infus cairan. Kedua
yaitu mengatasi penyebabnya dengan memberikan antibiotikciprofloksasin,
preparat kuinolon dipilih karena efektif terhadap bakteri patogen non-invasif dan
invasif termasuk Shigella spp. Ketiga terapi simtomatis gejala diarenya dengan
obat anti diare, preparat yang dapat digunakan adalah loperamid karena tidak
adiktif dan memiliki efek samping paling kecil.1,5

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Simadibrata M, Daldiyono. Diare Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam, Jilid 1, Edisi IV. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. Hal. 410 –
415.
2. Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and constipation. In :Harrison's
Principles of Internal Medicine 16th Edition. Mc-Graw-Hill Professional.
2004.
3. Lung E. Acute Diarrheal Disease. In : Friedman SL. Current diagnosis and
treatment in Gastroenterology 2nd Ed. Mc Graw Hill & Lange. 2002.

27
4. Diare akut. Dalam : Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1,
Edisi ketiga. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2001. 500-4.
5. Kayser FH. Medical Microbiology. New York. 2005.
6. Fauci AS, et al. Harrison Manual of Medicine 17th Edition. Mc-Graw-Hill
Medical. 2009.
7. Fried M, Fox M. Diarrhea. In : Siegenthaler W. Differential Diagnosis in
Internal Medicine From Symptom to Diagnosis. Thieme. New York. 2007.
8. Gastroenteristis. Dapat diunduh dari
http://medicastore.com/penyakit_subkategori/7/index.html.
9. Mansjoer, A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran edisi III.Jakarta: Media
Aesculapius.2001.

28

Anda mungkin juga menyukai