Anda di halaman 1dari 117

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR KASUS DIARE

1. Pengertian

Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi


buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang
lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai
dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat
disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas, 2013).

Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan


konsistensi feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih
berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang
air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes,
2016).

WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air


besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari
tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare
persisten terjadi selama ≥ 14 hari.

2. Klasifikasi Diare

Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak,


Uniersitas Airlangga dalam Nursalam (2008), diare dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung
paling lama 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik
bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab
dan patogenesisnya multikompleks. Mengingat banyaknya kemungkinan
penyakit yang dapat mengakibatkan diare kronik dan banyaknya
pemeriksaan yang harus dikerjakan maka dibuat tinjauan pustaka ini
untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih terarah.
Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan,
sebagai berikut:

a. Diare akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut
didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi
yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus
Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai infeksi
saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK). Diare akut
biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akan
mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.

b. Diare kronis
Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan
kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14
hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti
sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan,
alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik yang kronis,
atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak
memadai.

c. Diare intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi
dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa
ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya dan
bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya yang
paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara
memadai.

d. Diare kronis nonspesifik


Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare
todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada
anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek
dan sering disertai dengan partikel makanan yang tidak tercerna, dan
lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak-anak yang menderita diare
kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat
gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak
infeksi enterik
e. Diare kronis nonspesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare
todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada
anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek
dan sering disertai dengan partikel makanan yang tidak tercerna, dan
lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak-anak yang menderita diare
kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat
gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak
infeksi enterik.

3. Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh
berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare
sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem
gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi
sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan
penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit
diare terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena
dapat membawa bencana bisa terlambat.

Faktor penyebab diare, antara lain :


a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral
sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO,Coxsackie,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides);
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis); jamur (Candida albicans)
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti: otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi
laktosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada
anak yang lebih besar).
Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan
resiko terjadinya diare, yaitu :

a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari
kehidupan.

b. Menggunakan botol susu.

c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.

d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja.

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang


tinja, atau sebelum menjamaah makanan.
Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :
a. Agens virus
1) Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam
(38ºC atau lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri abdomen,
disertai infeksi saluran pernapasan atas dan diare dapat berlangsung
lebih dari 1 minggu. Biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan,
sedangkan pada anak terjadi di usia lebih dari 3 tahun.
2) Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam, nafsu
makan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa didapat dari air
minum, air di tempat rekreasi (air kolam renang, dll), makanan.
Dapat menjangkit segala usia dan dapat sembuh sendiri dalam
waktu 2-3 hari.
b. Agens bakteri
1) Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada
strainnya. Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen, demam,
vomitus, BAB berupa cairan berwarna hijau dengan darah atau mukus
bersifat menyembur. Dapat ditularkan antar individu, disebabkan
karena daging yang kurang matang, pemberian ASI tidak eksklusif.
2) Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk
gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa mengalami nausea atau
vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB kadang berdarah dan ada
lendir, peristaltik hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit
kepala, kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan
lainnya.
c. Keracunan makanan
1) Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan kram
yang hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh makanan yang
kurang matang atau makanan yang disimpan di lemari es seperti
puding, mayones, makanan yang berlapis krim.
2) Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan
mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan intensitas
yang sedang hingga berat. Penularan bisa lewat produk makanan
komersial yang paling sering adalah daging dan unggas.
3) Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan
mengalami nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia. Ditularkan
lewat makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya bervariasi mulai
dari gejala ringan hingga yang dapat menimbulkan kematian
dengan cepat dalam waktu beberapa jam.
4. Patofisiologi
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat
disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya :
a. Faktor infeksi
1) Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi
rotavirus. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke
dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman yang masuk ke
dalam saluran pencernaan yang kemudian melekat pada sel-sel
mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak yang dapat
menurunkan daerah permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan
digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel
epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih
belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus mengalami
atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan
elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan
menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa
mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat.
2) Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam
mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin.
Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan
gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang.
Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret
berdarah berlendir. Penyebab utama pembentukan enterotoksin ialah
bakteri Shigella sp, E.coli. diare ini bersifat self-limiting dalam waktu
kurang lebih lima hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak
diganti dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013).

b. Faktor malabsorpsi,
1) Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di
usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus Akibatnya
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat.
Gangguan osmotik meningkat menyebabkan terjadinya pergeseran
air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan
banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan
terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak
diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare
(Nursalam, 2008).
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga
usus (Nursalam, 2008).
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu
kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan cairan
ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan
elektrolit yang mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada
kematian jika tidak segera diobati (Nursalam, 2008).
c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu
diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang
kemudian menyebabkan diare (Hidayat, 2008). Diare akut berulang dapat
menjurus ke malnutrisi energi protein, yang mengakibatkan usus halus
mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke
defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan
terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi
perubahan respons imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit
terlambat, berkurangnya jumlah limfosit dan jumlah sel T yang
beredar.yang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke defisiensi enzim
yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan terjadilah diare
berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan respons
imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat,
berkurangnya jumlah limfosit dan jumlah sel T yang beredar.
Setelah mengalami gastroenteritis yang berat anak mengalami
malabsorpsi. Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami
malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor
infeksi silang usus yang berulang menyebabkan malabsorpsi, enteropati
dengan kehilangan protein. Enteropati ini menyebabkan hilangnya
albumin dan imunogobulin yang mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi
jalan nafas yang berat (Suharyono, 2008).
d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan
peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan
makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses penyerapan terganggu
(Hidayat, 2008).

5. Manifestasi Klinis

Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram


perut, muntah, demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi
bakteri invasif akan mengalami demam tinggi, nyeri kepala, kejang-kejang,
mencret berdarah dan berlendir (Wijoyo, 2013).

Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-


mula akan cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang
BAB cair mungkin disertai lender dan warna. Warna tinja maikin lama
berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitar akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam
sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang
tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak kehilangan
cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam basa dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia, hipovolemia.
Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit
kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, mukosa
bibir kering.

Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat


menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat
berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
Untuk mengetahui keadaan dehidrasi dapat dilakukan penilaian sebagai
berikut:

Penilaian Tampa Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi Berat


Ringan/Sedang
1. Lihat
Keadaan Umum Baik, sadar Gelisa, rewel Lesu, lunglai atau tidak
sadar
Mata Normal cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan Lidah Basah kering Sangat kering
Rasa Haus Minum biasa Haus ingin minum Malas minum atau tidak
banyak bisa minum
2. Periksa
Turgo Kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
3. Hasi Pemeriksaan Tampa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang
Kriteria Bila ada 1 Kriteria bila ada 1 tanda
tanda ditambah 1 * ditambah 1 atau lebih
atau lebih tanda tanda lain
lain
4. Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
*Tanda-tanda yang juga dapat diperiksa: timbang berat badan, ubun-ubun besar,
urine, nadi, dan pernapasan atau tekanan darah.
Sumber: Depkes, Buku Ajar Diare dalam Nurasalam (2008)

6. Respon Tubuh

a. Sistem Integumen

Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga berat


turgor kulit biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak
adekuatnya kebutuhan cairan dan elektrolit pada jaringan tubuh anak
sehingga kelembapan kulitpun menjadi berkurang.

b. Sistem Respirasi

Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare mengakibatkan


gangguan keseimbangan asam basa yang menyebabkan pH turun karena
akumulasi asam non-volatil. Terjadilah hiperventilasi yang akan
menurunkan pCO2 menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan dalam
(pernapasan kusmaul).

c. Sistem Pencernaan

Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada nutrisi, yang


disebabkan oleh kerusakan mukosa usus dimana usus tidak dapat
menyerap makanan. Anak akan tampak lesu, malas makan, dan letargi.
Nutrisi yang tidak dapat diserap mengakibatkan anak bisa mengalami
gangguan gizi yang bisa menyebabkan terjadinya penurunan berat badan
dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga proses penyembuhan akan
lama.
a. Sistem Muskoloskletal

Kekurangan kadar
natrium dan kalium
plasma pada anak yang
diare dapat menyebabkan
nyeri otot, kelemahan
otot, kram dan detak
jantung sangat lambat.

b. Sistem Sirkulasi

Akibat dari diare dapat


terjadi gangguan pada
sistem sirkulasi darah
menyebabkan nadi
melemah, tekanan darah
rendah, kulit pucat, akral
dingin yang
mengakibatkan terjadinya
syok hipovolemik.

c. Sistem Otak

Syok hipovolemik dapat


menyebabkan aliran
darah dan oksigen ke otak
berkurang. Hal ini bisa
menyebabkan terjadinya
penurunan
kesadaran dan bila tidak
segera ditolong dapat
mengakibatkan kematian.

d. Sistem Eliminasi

Warna tinja anak yang


mengalami diare makin
lama berubah kehijauan
karena bercampur dengan
empedu. Anus dan daerah
sekitarnya akan lecet
karena sering defekasi
dan tinja yang makin
asam sebagai akibat
makin banyaknya asam
laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi oleh usus
selama diare.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

1) Dehidrasi sebagai
prioritas utama
pengobatan. Empat hal
penting yang perlu
diperhatikan
a) Jenis cairan

(1) Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte

(2) Parenteral : NaCl, Isotonic, infus

b) Jumlah cairan

Jumlah cairan yang


diberikan sesuai dengan
cairan yang dikeluarkan.

c) Jalan masuk atau cara pemberian

(1) Cairan per oral, pada


pasien dengan
dehidrasi ringan dan
sedang cairan
diberikan per oral
berupa cairan yang
berisikan NaCl dan
NaHCO3, KCL dan
glukosa.

(2) Cairan parenteral,


pada umumnya cairan
Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di
fasilitas kesehatan
dimana saja.
Mengenai seberapa
banyak cairan yang
diberikan tergantung
dari berat
ringannya dehidrasi,
yang diperhitungkan
dengan kehilangan
cairan sesuai dengan
umur dan berat
badannya.

d) Jadwal pemberian cairan

Diberikan 2 jam pertama,


selanjutnya dilakukan
penilaian kembali status
hidrasi untuk menghitung
kebutuhan cairan.

(1) Identifikasi penyebab diare

(2) Terpai sistematik


seperti pemberian
obat anti diare, obat
anti mortilitas dan
sekresi usus,
antiemetik

2) Pengobatan dietetik

Untuk anak dibawah 1


tahun dan anak diatas 1
tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis
makanan :

(a) Susu (ASI atau susu


formula yang
mengandung laktosa
rendah dan asam
lemak tidak jenuh,
misalnya LLM,
Almiron atau sejenis
lainnya).

(b) Makanan setengah


padat (bubur) atau
makanan padat (nasi
tim), bila anak tidak
mau minum susu
karena dirumah tidak
biasa.

(c) Susu khusus yang


disesuaikan dengan
kelainan yang
ditemukan misalnya
susu yang tidak
mengandung laktosa
atau asam lemak yang
berantai sedang atau
tidak jenuh
(Ngastiyah, 2014).

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Bila dehidrasi masih ringan

Berikan minum sebanyak-


banyaknya, 1 gelas setiap
kali setelah pasien
defekasi. Cairan harus
mengandung eletrolit,
seperti oralit. Bila tidak
ada oralit dapat diberikan
larutan gula garamdenan
1
gelas air matang yang agak
dingindilarutkan dalam 1 sendok teh

gula pasir dan 1 jumput garam dapur.


Jika anak terus muntah
atau tidak mau minum
sama sekali perlu
diberikan melaluui sonde.
Bila pemberian cairan per
oral tidak dapat dilakukan,
dipasang infus dengan
cairan Ringer Laktat (RL)
atau cairan lain (atas
persetujuan dokter). Yang
penting diperhatikan
adalah apakah tetesan
berjalan lancar terutama
pada jam-jam pertama
karena diperlukan untuk
segera mengatasi
dehidrasi.

2) Pada dehidrasi berat

Selama 4 jam pertama


tetesan lebih cepat. Untuk
mengetahui kebutuhan
sesuai dengan yang
diperhitungkan, jumlah
cairan yang masuk tubuh
dapat dihitung dengan
cara:

(a) Jumlah tetesan per


menit dikalikan 60,
dibagi 15/20 (sesuai
set infus yang
dipakai). Berikan
tanda batas cairan
pada botol infus waktu
memantaunya.

(b) Perhatikan tanda vital : denyut nadi,


pernapasan, suhu.

(c) Perhatikan frekuensi


buang air besar anak
apakah masih sering,
encer atau sudah
berubah
konsistensinya.

(d) Berikan minum teh


atau oralit 1-2 sendok
jam untuk mencegah
bibir dan selaput
lendir mulut kering.

(e) Jika rehidrasi telah


terjadi, infus
dihentikan, pasien
diberi makan lunak
atau secara
realimentasi.
Penanganan diare lainnya yaitu
dengan rencana terapi A, B dan C
sebagai berikut:

1. Rencana terapi A

Penanganan diare dirumah,


dengan menjelaskan pada
ibu tentang 4 aturan
perawatan di rumah:
a. Beri cairan tambahan

1) Jelaskan pada ibu, untuk:

a) Beri ASI lebih


sering dan lebih
lama pada setiap
kali pemberian.

b) Jika anak
memperoleh ASI
Eksklusif, berikan
oralit atau air
matang sebagai
tambahan.

c) Jika anak tidak


memperoleh ASI
Eksklusif, berikan 1
atau lebih cairan
berikut ini: oralit,
cairan makanan
(kuah sayur, air
tajin) atau air
matang.

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

a) Anak telah diobati


dengan Rencana
Terapi B atau C
dalam kunjungan ini.
b) Anak tidak dapat
kembali ke klinik jika
diarenya bertambah
parah.

2) Ajari ibu cara


mencampur dan
memberikan oralit. Beri
ibu 6 bungkus oralit
(200 ml) untuk
digunakan dirumah.
Tunjukkan kepada ibu
berapa banyak oralit
atau cairan lain yang
harus diberikan setiap
kali anak berak:

a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai


100 ml setiap kali berak.

b) Umur 1 sampai
5 tahun: 100
sampai 200 ml
setiap kali berak.

Katakan kepada ibu:

a) Agar meminumkan
sedikit-sedikit tapi
sering dari mangkuk/
cangkir/ gelas.

b) Jika anak muntah,


tunggu 10 menit.
Kemudian lanjutkan
lagi dengan lebih
lambat.

c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan


sampai diare berhenti.
18

b. Beri tablet Zinc selama 10 hari

c. Lanjutkan pemberian makan

d. Kapan harus kembali untuk konseling bagi


ibu.

2. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi
ringan/ sedang dengan oralit.
Berikan oralit di klinik
sesuai yang
dianjurkan
selama periode 3
19
20

Respon Tubuh

c. Sistem Integumen

Anak yang mengalami


diare dengan dehidrasi
ringan hingga berat turgor
kulit biasanya kembali
sangat lambat. Karena
tidak
21

adekuatnya kebutuhan
cairan dan elektrolit pada
jaringan tubuh anak
sehingga kelembapan
kulitpun menjadi
berkurang.

d. Sistem Respirasi

Kehilangan air dan


elektolit pada anak yang
diare mengakibatkan
gangguan keseimbangan
asam basa yang
menyebabkan pH turun
karena akumulasi asam
non-volatil. Terjadilah
hiperventilasi yang akan
menurunkan pCO2
menyebabkan pernapasan
jadi cepat, dan dalam
(pernapasan kusmaul).

e. Sistem Pencernaan

Anak yang diare biasanya


mengalami gangguan
pada nutrisi, yang
disebabkan oleh
kerusakan mukosa usus
dimana usus tidak dapat
menyerap makanan. Anak
22

akan tampak lesu, malas


makan, dan letargi.
Nutrisi yang tidak dapat
diserap mengakibatkan
anak bisa mengalami
gangguan gizi yang bisa
menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan
dan menurunnya daya
tahan tubuh sehingga
proses penyembuhan
akan lama.

f. Sistem Muskoloskletal

Kekurangan kadar
natrium dan kalium
plasma pada anak yang
diare dapat menyebabkan
nyeri otot, kelemahan
otot, kram dan detak
jantung sangat lambat.

g. Sistem Sirkulasi

Akibat dari diare dapat


terjadi gangguan pada
sistem sirkulasi darah
menyebabkan nadi
melemah, tekanan darah
rendah, kulit pucat, akral
dingin yang
23

mengakibatkan terjadinya
syok hipovolemik.

h. Sistem Otak

Syok hipovolemik dapat


menyebabkan aliran
darah dan oksigen ke otak
berkurang. Hal ini bisa
menyebabkan terjadinya
penurunan
24

kesadaran dan bila tidak


segera ditolong dapat
mengakibatkan kematian.

i. Sistem Eliminasi

Warna tinja anak yang


mengalami diare makin
lama berubah kehijauan
karena bercampur dengan
empedu. Anus dan daerah
sekitarnya akan lecet
karena sering defekasi
dan tinja yang makin
asam sebagai akibat
makin banyaknya asam
laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi oleh usus
selama diare.

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

1) Dehidrasi sebagai
prioritas utama
pengobatan. Empat hal
penting yang perlu
diperhatikan
25

a) Jenis cairan

(1) Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte

(2) Parenteral : NaCl, Isotonic, infus

b) Jumlah cairan

Jumlah cairan yang


diberikan sesuai dengan
cairan yang dikeluarkan.

c) Jalan masuk atau cara pemberian

(1) Cairan per oral, pada


pasien dengan
dehidrasi ringan dan
sedang cairan
diberikan per oral
berupa cairan yang
berisikan NaCl dan
NaHCO3, KCL dan
glukosa.

(2) Cairan parenteral,


pada umumnya cairan
Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di
fasilitas kesehatan
dimana saja.
Mengenai seberapa
banyak cairan yang
26

diberikan tergantung
dari berat
27

ringannya dehidrasi,
yang diperhitungkan
dengan kehilangan
cairan sesuai dengan
umur dan berat
badannya.

d) Jadwal pemberian cairan

Diberikan 2 jam pertama,


selanjutnya dilakukan
penilaian kembali status
hidrasi untuk menghitung
kebutuhan cairan.

(1) Identifikasi penyebab diare

(2) Terpai sistematik


seperti pemberian
obat anti diare, obat
anti mortilitas dan
sekresi usus,
antiemetik

2) Pengobatan dietetik

Untuk anak dibawah 1


tahun dan anak diatas 1
tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis
makanan :

(d) Susu (ASI atau susu


28

formula yang
mengandung laktosa
rendah dan asam
lemak tidak jenuh,
misalnya LLM,
Almiron atau sejenis
lainnya).

(e) Makanan setengah


padat (bubur) atau
makanan padat (nasi
tim), bila anak tidak
mau minum susu
karena dirumah tidak
biasa.

(f) Susu khusus yang


disesuaikan dengan
kelainan yang
ditemukan misalnya
susu yang tidak
mengandung laktosa
atau asam lemak yang
berantai sedang atau
tidak jenuh
(Ngastiyah, 2014).

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Bila dehidrasi masih ringan

Berikan minum sebanyak-


banyaknya, 1 gelas setiap
29

kali setelah pasien


defekasi. Cairan harus
mengandung eletrolit,
seperti oralit. Bila tidak
ada oralit dapat diberikan
larutan gula garamdenan
1
30

gelas air matang yang agak


dingindilarutkan dalam 1 sendok teh

gula pasir dan 1 jumput garam dapur.


Jika anak terus muntah
atau tidak mau minum
sama sekali perlu
diberikan melaluui sonde.
Bila pemberian cairan per
oral tidak dapat dilakukan,
dipasang infus dengan
cairan Ringer Laktat (RL)
atau cairan lain (atas
persetujuan dokter). Yang
penting diperhatikan
adalah apakah tetesan
berjalan lancar terutama
pada jam-jam pertama
karena diperlukan untuk
segera mengatasi
dehidrasi.

2) Pada dehidrasi berat

Selama 4 jam pertama


tetesan lebih cepat. Untuk
mengetahui kebutuhan
sesuai dengan yang
diperhitungkan, jumlah
cairan yang masuk tubuh
dapat dihitung dengan
31

cara:

(f) Jumlah tetesan per


menit dikalikan 60,
dibagi 15/20 (sesuai
set infus yang
dipakai). Berikan
tanda batas cairan
pada botol infus waktu
memantaunya.

(g) Perhatikan tanda vital : denyut nadi,


pernapasan, suhu.

(h) Perhatikan frekuensi


buang air besar anak
apakah masih sering,
encer atau sudah
berubah
konsistensinya.

(i) Berikan minum teh


atau oralit 1-2 sendok
jam untuk mencegah
bibir dan selaput
lendir mulut kering.

(j) Jika rehidrasi telah


terjadi, infus
dihentikan, pasien
diberi makan lunak
atau secara
realimentasi.
32

Penanganan diare lainnya yaitu


dengan rencana terapi A, B dan C
sebagai berikut:

3. Rencana terapi A

Penanganan diare dirumah,


dengan menjelaskan pada
ibu tentang 4 aturan
perawatan di rumah:
33

a. Beri cairan tambahan

1) Jelaskan pada ibu, untuk:

a) Beri ASI lebih


sering dan lebih
lama pada setiap
kali pemberian.

b) Jika anak
memperoleh ASI
Eksklusif, berikan
oralit atau air
matang sebagai
tambahan.

c) Jika anak tidak


memperoleh ASI
Eksklusif, berikan 1
atau lebih cairan
berikut ini: oralit,
cairan makanan
(kuah sayur, air
tajin) atau air
matang.

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

c) Anak telah diobati


dengan Rencana
Terapi B atau C
dalam kunjungan ini.
34

d) Anak tidak dapat


kembali ke klinik jika
diarenya bertambah
parah.

2) Ajari ibu cara


mencampur dan
memberikan oralit. Beri
ibu 6 bungkus oralit
(200 ml) untuk
digunakan dirumah.
Tunjukkan kepada ibu
berapa banyak oralit
atau cairan lain yang
harus diberikan setiap
kali anak berak:

a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai


100 ml setiap kali berak.

b) Umur 1 sampai
5 tahun: 100
sampai 200 ml
setiap kali berak.

Katakan kepada ibu:

d) Agar meminumkan
sedikit-sedikit tapi
sering dari mangkuk/
cangkir/ gelas.

e) Jika anak muntah,


35

tunggu 10 menit.
Kemudian lanjutkan
lagi dengan lebih
lambat.

f) Lanjutkan pemberian cairan tambahan


sampai diare berhenti.
36

b. Beri tablet Zinc selama 10 hari

c. Lanjutkan pemberian makan

d. Kapan harus kembali untuk konseling bagi


ibu.

4. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi
ringan/ sedang dengan oralit.
Berikan oralit di klinik
sesuai yang
dianjurkan
selama periode 3

Tabel 2.2
Pemberian Oralit

Umur ≤ 4 bulan 4 - <12 bulan 1 - <2 tahun 2 - <5 tahun

Berat < 6 kg 6 - <10 kg 10 - <12 kg 12 – 19 kg

Jumlah 200 – 400 400 – 700 700 – 900 900 – 1400


Sumber: MTBS, 2011.

a) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama

(1) Jika anak


37

menginginkan, boleh
diberikan lebih
banyak dari pedoman
diatas.

(2) Untuk anak berumur


kurang dari 6 bulan
yang tidak menyusu,
berikan juga 100-200
ml air matang selama
periode ini.

b) Tunjukkan cara memberikan larutan oralit

(1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering


dari cangkir/gelas

(2) Jika anak muntah,


tunggu 10 menit.
Kemudian berikan
lagi lebih lambat.

(3) Lanjutkan ASI selama anak mau.

c) Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-


turut
38

(1) Umur <6 bulan : 10 mg/hari

(2) Umur ≥6 bulan : 20 mg/hari

d) Setelah 3 jam

(1) Ulangi penilaian


dan

klasifikasikan
kembali
derajat
dehidrasinya.

(2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk


melanjutkan pengobatan.

(3) Mulailah memberi makan anak.

e) Jika ibu memaksa pulang sebelum


pengobatan selesai

(1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan


oralit di rumah

(2) Tunjukkan berapa


banyak oralit yang
harus diberikan
dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam
pengobatan.
39

(3) Beri oralit yang cukup


untuk rehidrasi
dengan menambahkan
6 bungkus lagi

(4) Jelaskan 4 aturan


perawatan diare
dirumah (lihat rencana
terapi A).

5. Rencana terapi C

Penanganan
dehidrasi berat
dengan cepat, yaiu
dengan:

a. Memberikan cairan
intravena secepatnya.
Jika anak bisa minum,
beri oralit melalui
mulut sementara infus
dipersiapkan. Beri 100
ml/kg cairan Ringer
Laktat (atau jika tak
tersedia, gunakan cairan
Nacl yang dibagi
sebagai berikut:
40

T
a
b
e
l

2
.
3

P
e
m
b
e
r
i
a
n

C
a
i
r
a
n
41

Umur
P
e
m
b
e
r
i
a
n

P
e
r
t
a
m
a
3
0
m
l
/
k
g

Sela
ma
42

Pemberian Berikut 70 ml/kg Selama


43

Bayi 1 jam* 5 jam


(dibaw
ah
umur
12
bulan)
44
45

Anak 30 menit* 2 ½ jam


(12
bulan
sampai
5 tahun)
46

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat


lemah atau tak teraba

Sumber: MTBS, 2011.

b. Periksa kembali anak


setiap 15-30 menit. Jika
nadi belum teraba, beri
tetesan lebih cepat.

c. Beri oralit (kira-kira 5


ml/kg/jam) segera
setelah anak mau
minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi)
atau 1-2 jam (anak) dan
beri juga tablet Zinc.

d. Periksa kembali bayi


sesudah 6 jam atau anak
sesudah 3 jam.
Klasifikasikan dehidrasi
dan pilih rencana terapi
yang sesuai untuk
melanjutkan
pengobatan.

e. Rujuk segera untuk


pengobatan intravena,
jika tidak ada fasilitas
untuk pemberian cairan
intravena terdekat
47

(dalam 30 menit).

f. Jika anak bisa minum,


bekali ibu larutan oralit
dan tunjukkan cara
meminumkan pada
anaknya sedikit demi
sedikit selama dalam
perjalan menuju klinik.

g. Jika perawat sudah


terlatih menggunakan
pipa orogastrik untuk
rehidrasi, mulailah
melakukan rehidrasi
dengan oralit melalui
pipa nasogastrik atau
mulut: beri 20
ml/kg/jam selama 6 jam
(total 120 ml/kg).

h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:

(1) Jika anak muntah


terus atau perut
makin kembung,
beri cairan lebih
lambat.
48

(2) Jika setelah 3 jam


keadaan hidrasi
tidak membaik,
rujuk anak untuk
pengobatan
intravena.

i. Sesudah 6 jam, periksa


kembali anak.
Klasifikasikan
dehidrasi. Kemudian
tentukan rencana terapi
yang sesuai (A, B, atau
C) untuk melanjutkan
pengobatan.

6. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita


diare

a. Pastikan semua anak


yang menderita diare
mendapatkan tablet Zinc
sesuai dosis dan waktu
yang telah ditentukan.

b. Dosis tablet Zinc (1


tablet = 20 mg). Berikan
dosis tunggal selama 10
hari:

1) Umur < 6 bulan : ½ tablet


49

2) Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet

c. Cara pemberian tablet Zinc

1) Larutkan tablet
dengan sedikit air
atau ASI dalam
sendok teh (tablet
akan larut ± 30
detik), segera
berikan kepada anak.

2) Apabila anak muntah


sekitar setenagh jam
setelah pemberian
tablet Zinc, ulangi
pemberian dengan
cara memberikan
potongan lebih kecil
dilarutkan beberapa
kali hingga satu
dosis penuh.

3) Ingatkan ibu untuk


memberikan tablet
Zinc setiap hari
selama 10 hari
penuh, meskipun
diare sudah berhent,
karena Zinc selain
memberi pengobatan
50

juga dapat
memberikan
perlindungan
terhadap diare
selama 2-3 bulan ke
depan.

4) Bila anak menderita


dehidrasi berat dan
memerlukan cairan
infus, tetap berikan
tablet Zinc segera
setelah anak bisa
minum atau makan.
51

7. Pemberian Perbiotik Pada Penderita Diare

Probiotik merupakan
mikroorganisme hidup yang
diberikan sebagai suplemen
makanan yang memberikan
pengaruh menguntungkan
pada penderita dengan
memperbaiki keseimbangan
mikroorganisme usus, akan
terjadi peningkatan kolonisasi
bakteri probiotik di dalam
lumen saluran cerna.
Probiotik dapat meningkatkan
produksi musin mukosa usus
sehingga meningkatkan
respons imun alami (innate
immunity). Probiotik
menghasilkan ion hidorgen
yang akan menurunkan pH
usus dengan memproduksi
asam laktat sehingga
menghambat pertumbuhan
bakteri patogen.

Probiotik saat ini banyak


digunakan sebagai salah satu
terapi suportif diare akut. Hal
ini berdasarkan peranannya
52

dalam menjaga
keseimbangan flora usus
normal yang mendasari
terjadinya diare. Probiotik
aman dan efektif dalam
mencegah dan mengobati
diare akut pada anak (Yonata,
2016).

3) Kebutuhan nutrisi

Pasien yang menderita


diare biasanya juga
menderita anoreksia
sehingga masukan
nutrisinya menjadi kurang.
Kekurangan kebutuhan
nutrisi akan bertambah
jika, pasien juga
mengalami muntah-
muntah atau diare lama,
keadaan ini menyebabkan
makin menurunnya daya
tahan tubuh sehingga
penyembuhan tidak lekas
tercapai, bahkan dapat
timbul komplikasi.

Pada pasien yang


menderita malabsorbsi
pemberian jenis makanan
53

yang menyebabkan
malabsorbsi harus
dihindarkan. Pemberian
makanan harus
mempertimbangkan umur,
berat badan dan
kemampuan anak
menerimanya. Pada
umumnya anak umur 1
tahun sudah bisa makan
makanan biasa, dianjurkan
makan bubur tanpa
sayuran pada hari masih
diare dan minum teh.
Hari esoknya jika
54

defekasinya telah
membaik boleh diberi
wortel, daging yang
tidak berlemak
(Ngastiyah, 2014).

8. Komplikasi

Menurut Suharyono dalam


Nursalam (2008), komplikasi
yang dapat terjadi dari diare
akut maupun kronis, yaitu:

1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi


dehidrasi)

Kondisi ini dapat


mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam basa
(asidosis metabolik),
karena:

a. Kehilangan narium bicarbonat bersama


tinja.

b. Adanya ketosis
kelaparan dan
metabolisme lemak
yang tidak sempurna,
sehingga benda keton
tertimbun dalam
tubuh.
55

c. Terjadi penimbunan
asam laktat karena
adanya anoksia
jaringan.

d. Produk metabolisme
yang bersifat asam
meningkat karena
tidak dapat
dikeluarkan oleh
ginjal (terjadi oliguri
dan anuria).

e. Pemindahan ion
natrium dan cairan
ekstraseluler ke
dalam cairan
intraseluler.

Secara klinis, bila pH turun


oleh karena akumulasi
beberapa asam non-volatil,
maka akan terjadi
hiperventilasi yang akan
menurunkan pCO2
menyebabkan pernafasan
bersifat cepat, teratur, dan
dalam (pernapasan kusmaul)
(Suharyono, 2008).

2. Hipoglikemia
56

Hypoglikemia terjadi
pada 2-3% dari anak-anak
yang menderita diare dan
lebih sering terjadi pada
anak yang sebelumnya
sudah menderita
kekurangan kalori protein
(KKP), karena :

a. Penyimpanan persediaan glycogen


dalam hati terganggu.

b. Adanya gangguan
absorpsi glukosa
(walaupun jarang
terjadi.

Gejala hypoglikemia akan


muncul jika kadar
glukosa darah menurun
sampai 40% pada bayi
dan 50% pada anak-anak.
Hal tersebut dapat berupa
lemas, apatis, peka
rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok,
kejang sampai koma.

3. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita


57

diare, sering terjadi


gangguan gizi sehingga
terjadi penurunan berat
badan. Hal ini disebabkan
karena:

a. Makanan sering
dihentikan oleh orang
tua karena takut diare
atau muntahnya akan
bertambah hebat,
sehingga orang tua
hanya sering
memberikan air teh
saja.

b. Walaupun susu
diteruskan, sering
diberikan dengan
pengenceran dalam
waktu yang terlalu
lama.

c. Makanan diberikan
sering tidak dapat
dicerna dan diabsorpsi
dengan baik karena
adanya
hiperperistaltik.

4. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare


58

dengan atau tanpa disertai


muntah, maka dapat
terjadi gangguan sirkulasi
darah berupa renjatan
atau syok hipovolemik.
Akibat perfusi jaringan
berkurang dan terjadinya
hipoksia, asidosis
bertambah berat sehingga
dapat mengakibatkan
59

perdarahan di dalam otak,


kesadaran menurun, dan
bila tidak segera ditolong
maka penderita dapat
meninggal.

5. Hiponatremia

Anak dengan diare yang


hanya minum air putih
atau cairan yang hanya
mengandung sedikit
garam, dapat terjadi
hiponatremi (Na<
130 mol/L). Hiponatremi
sering terjadi pada anak
dengan Shigellosis dan
pada anak malnutrisi
berat dengan oedema.
Oralit aman dan efektif
untuk terapi dari hampir
semua anaka dengan
hiponatremi. Bila tidak
berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan
rehidrasi yaitu: memakai
Ringer Laktat atau
Normal Saline (Juffrie,
2010).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


60

1. Pengkajian

a. Anamnesis: pengkajian
mengenai nama lengkap,
jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir,
asal suku bangsa, nama
orang tua, pekerjaan
orang tua, dan
penghasilan.

1) Keluhan Utama

Biasanya pasien
mengalamin buang air
besar (BAB) lebih
dari 3 kali sehari,
BAB < 4 kali dan cair
(diare tanpa
dehidrasi), BAB 4-10
kali dan cair
(dehidrasi ringan/
sedang), atau BAB >
10 kali (dehidrasi
berat). Apabila diare
berlangsung <14 hari
maka diare tersebut
adalah diare akut,
sementara apabila
berlangsung selama
61

14 hari atau lebih


adalah diare persisten
(Nursalam, 2008)
62

2) R
i
w
a
y
a
t

K
e
s
e
h
a
t
a
n

S
e
k
a
r
a
n
g

B
i
a
s
63

a
n
y
a

p
a
s
i
e
n

m
e
n
g
a
l
a
m
i
:
a. Bayi atau anak
menjadi cengeng,
gelisah, suhu
badan mungkin
meningkat, nafsu
makan berkurang
atau tidak ada, dan
kemungkinan
timbul diare.
64

b. Tinja makin cair,


mungkin disertai
lendir atau lendir
dan darah. Warna
tinja berubah
menjadi kehijauan
karena bercampur
empedu.

c. Anus dan daerah


sekitarnya timbul
lecet karena sering
defekasi dan
sifatnya makin
lama makin asam.

d. Gejala muntah dapat terjadi


sebelum atau sesudah diare.

e. Apabila pasien
telah banyak
kehilangan cairan
dan eletrolit, maka
gejala dehidrasi
mulai tampak.

f. Diuresis: terjadi
oliguri (kurang 1
ml/kg/BB/jam)
bila terjadi
dehidrasi. Urine
normal pada diare
tanpa dehidrasi.
65

Urine sedikit
gelap pada
dehidrasi ringan
atau sedang. Tidak
ada urine dalam
waktu 6 jam
(dehidrasi berat)
(Nursalam, 2008).

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

a. Kemungkinan
anak tidak dapat
imunisasi campak
Diare lebih sering
terjadi pada anak-
anak dengan
campak atau yang
baru menderita
campak dalam 4
minggu terakhir,
sebagai akibat dari
penuruan
kekebalan tubuh
pada pasien.
Selain imunisasi
campak, anak juga
harus mendapat
imunisasi dasar
lainnya seperti
imunisasi BCG,
imunisasi DPT,
66

serta imunisasi
polio.
67

b. Adanya riwayat
alergi terhadap
makanan atau
obat-obatan
(antibiotik),
makan makanan
basi, karena faktor
ini merupakan
salah satu
kemungkinan
penyebab diare.

c. Riwayat air
minum yang
tercemar dengan
bakteri tinja,
menggunakan
botol susu, tidak
mencuci tangan
setelah buang air
besar, dan tidak
mencuci tangan
saat menjamah
makanan.

d. Riwayat penyakit
yang sering terjadi
pada anak berusia
dibawah 2 tahun
biasanya adalah
batuk, panas,
pilek, dan kejang
68

yang terjadi
sebelumnya,
selama, atau
setelah diare.
Informasi ini
diperlukan untuk
melihat tanda dan
gejala infeksi lain
yang
menyebabkan
diare seperti
OMA, tonsilitis,
faringitis,
bronkopneumonia,
dan ensefalitis
(Nursalam, 2008).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya anggota
keluarga yang
menderita diare
sebelumnya, yang
dapat menular ke
anggota keluarga
lainnya. Dan juga
makanan yang tidak
dijamin
kebersihannya yang
69

disajikan kepada
anak. Riwayat
keluarga melakukan
perjalanan ke daerah
tropis (Nursalam,
2008; Wong, 2008).

5) Riwayat Nutrisi

Riwayat pemberian
makanan sebelum
mengalami diare,
meliputi:

a. Pemberian ASI
penuh pada anak
umur 4-6 bulan
sangat
mengurangi resiko
diare dan infeksi
yang serius.
70

b. Pemberian susu
formula. Apakah
dibuat
menggunakan air
masak dan
diberikan dengan
botol atau dot,
karena botol yang
tidak bersih akan
mudah
menimbulkan
pencemaran.

c. Perasaan haus.
Anak yang diare
tanpa dehidrasi
tidak merasa haus
(minum biasa).
Pada dehidrasi
ringan atau sedang
anak merasa haus
ingin minum
banyak.
Sedangkan pada
dehidrasi berat,
anak malas minum
atau tidak bisa
minum (Nursalam,
2008).
71

b. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar

b) Diare dehidrasi ringan atau sedang:


gelisah, rewel

c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai,


atau tidak sadar

2. Berat badan

Menurut S. Partono
dalam Nursalam
(2008), anak yang
mengalami diare
dengan dehidrasi
biasanya mengalami
penurunan berat
badan, sebagai
berikut:
Tabel 2.4
P
e
r
s
e
n
t
72

a
s
e

K
e
h
i
l
a
n
g
a
n

B
e
r
a
t

B
a
d
a
n

B
e
r
d
73

a
s
a
r
k
a
n

T
i
n
g
k
a
t

D
e
h
i
d
r
a
s
i
74

%
T Kehilanga
ingkat Dehidrasi n Berat
Badan
Bayi
75

Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg)


3% (30 ml/kg)

Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg)


6% (60 ml/kg)

Dehidrasi berat 10-15% (100-150


ml/kg) 9% (90 ml/kg)

Sumber: Asuhan Keperawatan Bayi dan


Anak, Nursalam, 2008.
76

3. Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Anak berusia di
bawah 2 tahun
yang mengalami
dehidrasi, ubun-
ubunnya biasanya
cekung

b) Mata

Anak yang
mengalami diare
tanpa dehidrasi,
bentuk kelopak
matanya normal.
Apabila
mengalami
dehidrasi ringan
atau sedang
kelopak matanya
cekung (cowong).
Sedangkan apabila
mengalami
dehidrasi berat,
kelopak matanya
sangat cekung.

c) Hidung
77

Biasanya tidak
ada kelainan dan
gangguan pada
hidung, tidak
sianosis, tidak ada
pernapasan cuping
hidung.

d) Telinga

Biasanya tidak ada kelainan pada


telinga.

e) Mulut dan Lidah

(1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut


dan lidah basah

(2) Diare dehidrasi ringan: Mulut


dan lidah kering

(3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan


lidah sangat kering

f) Leher

Tidak ada
pembengkakan
pada kelenjar
getah bening,
tidak ada kelainan
78

pada kelenjar
tyroid.

g) Thorak

(1) Jantung

(a) Inspeksi
79

Pada anak biasanya iktus


kordis tampak terlihat.

(b) Auskultasi

Pada diare
tanpa
dehidrasi
denyut
jantung
normal, diare
dehidrasi
ringan atau
sedang
denyut
jantung
pasien
normal
hingga
meningkat,
diare dengan
dehidrasi
berat
biasanya
pasien
mengalami
takikardi dan
bradikardi.

(2) Paru-paru
80

(a) Inspeksi

Diare tanpa
dehidrasi
biasanya
pernapasan
normal, diare
dehidrasi
ringan
pernapasan
normal
hingga
melemah,
diare dengan
dehidrasi
berat
pernapasanny
a dalam.

h) Abdomen

(1) Inspeksi

Anak akan mengalami distensi


abdomen, dan kram.

(2) Palpasi

Turgor kulit
pada pasien
diare tanpa
81

dehidrasi baik,
pada pasien
diare dehidrasi
ringan kembali
< 2 detik, pada
pasien
dehidrasi berat
kembali > 2
detik.

(3) Auskultasi

Biasanya anak
yang
mengalami
diare bising
ususnya
meningkat

i) Ektremitas

Anak dengan
diare tanpa
dehidrasi
Capillary refill
(CRT) normal,
akral teraba
hangat. Anak
dengan diare
dehidrasi
82

ringan CRT
kembali < 2 detik,
akral dingin. Pada
anak dehidrasi
berat CRT
kembali > 2 detik,
akral teraba
dingin, sianosis.

j) Genitalia

Anak dengan
diare akan sering
BAB maka hal
yang perlu di
lakukan
pemeriksaan yaitu
apakah ada iritasi
pada anus.

c. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan laboratrium

(a) Pemeriksaan AGD, elektrolit,


kalium, kadar natrium serum

Biasanya
penderita diare
natrium plasma >
150 mmol/L,
83

kalium > 5 mEq/L

(b) Pemeriksaan urin

Diperiksa berat
jenis dan
albuminurin.
Eletrolit urin yang
diperiksa adalah
Na+ K+ dan Cl.
Asetonuri
menunjukkan
adanya ketosis
(Suharyono,
2008).

(c) Pemeriksaan tinja

Biasanya tinja
pasien diare ini
mengandung
sejumlah ion
natrium, klorida,
dan bikarbonat.

(d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa

Biasanya pada
pemeriksaan ini
terjadi
peningkatan kadar
protein leukosit
84

dalam feses atau


darah
makroskopik
(Longo, 2013). pH
menurun
disebabkan
akumulasi asama
atau kehilangan
basa (Suharyono,
2008).

(e) Pemeriksaan
biakan empedu
bila demam tinggi
dan dicurigai
infeksi sistemik
( Betz, 2009).
85

2) Pemeriksaan Penunjang

(a) Endoskopi

(1) Endoskopi
gastrointestinal
bagian atas dan
biopsi D2, jika
dicurigai
mengalami
penyakit seliak
atau Giardia.
Dilakukan jika
pasien mengalami
mual dan muntah.

(2) Sigmoidoskopi
lentur, jika diare
berhubungan
dengan
perdarahan segar
melalui rektum.

(3) Kolonoskopi dan


ileoskopi dengan
biopsi, untuk
semua pasien jika
pada pemeriksaan
feses dan darah
hasilnya normal,
yang bertujuan
untuk
menyingkirkan
kanker.

(b) Radiologi

(1) CT kolonografi,
jika pasien tidak
86

bisa atau tidak


cocok menjalani
kolonoskopi

(2) Ultrasonografi
abdomen atau CT
scan, jika di
curigai
mengalami
penyakit bilier
atau prankeas

(c) Pemeriksaan lanjutan

(1) Osmolalitas dan


volume feses
setelah 48 jam
berpuasa akan
mengidentifikasi
penyebab
sekretorik dan
osmotik dari
diare.

(2) Pemeriksaan
laksatif pada
pasien-pasien
yang dicurigai
membutuhkan
sampel feses dan
serologi
(Emmanuel,
2014).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diare
a. Definisi
pengeluaran fases yang sering, lunak dan tidak berbentuk
b. Penyebab
87

1) Fisiologis
a) Inflamasi gastrointestinal
b) Iritasi gastrointerstinal
c) Proses infeksi
d) Malabsorpsi
2) Psikologis
a) Kecemasan
b) Tingkat stres tinggi
3) Situasional
a) Terpapar kontamina
b) Terpapar toksin
c) Penyalahgunaan laksatif
d) Penyalahgunaan zat
e) Program pengobatan (agen tiroid, analgestik, pelunak feses, ferosulfat,
antasida, cimetidine, dan atibiotik
f) Perubahan air dan makanan
g) Bakteri pada air
c. Gejala dan tanda mayor
Subyektif ( tidak tersedia)
Objektif
a) Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam
b) Feses lembek atau cair
d. Gejala dan tanda minor
Subyektif
1) Urgecy
2) Nyeri atau kram abdomen
Obyektif
1) Frekuensi peristatlik
2) Bising usus hiperaktif
2. Defisit nutrisi
a. Defenisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
b. Penyebab
1) Ketidak mampuan menelan makanan
2) Ketidak mampuan mencerna makanan
3) Ketidak mampuan mengabsorsbsi nutria
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Factor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
6) Factor psikologis (mis. Sters, keenganaa untuk makan)
88

c. Gejala dan tanda mayor


Subjektif (tidak tersedia)
Objektif
Berat badan menurun minimal10% di bawah rentang ideal
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Cepat kenyang setelah makan
2) Kram/nyeri abdomen
3) Nafsu makan menurun
4) Objektif
5) Bising usus hiperaktif
6) Otot pengunyah lemah
7) Otot menelan lemah
8) Membrane mokosa pucat
9) Sariawan
10) Serum albumin turun
11) Rambut rontok berlebihan
12) Diare
3. Hipertermi (D.0130)
a. Defenisi
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
b. Penyebab
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
4) Ketidak sesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolism
6) Respon trauma
7) Aktifitas berlebihan
8) Penggunaan incubator
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif (tidak tersedia)
Obyektif
Suhu tubuh diatas nilai normal
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif (tidak tersedia)
Obyektif
1) Kulit merah
2) Kejang
89

3) Takikardi
4) Takkipneu
5) Kulit terasa hangat
4. Kerusakan Intrsitas Kulit ( D0129 )
a. Defense
Kerusakan kulit ( dermis dan atau epidermis ) atau jaringan ( membrane
mukosa, korena, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan atau
ligamen )
b. Penyebab
1) Perubahan sirkulasi
2) Perubahan status nutrisi
3) Kekurangan/ kelebihan volume cairan
4) Penurunan mobilitas
5) Bahan kimia iritatif
6) Suhu lingkungan yang ekstrim
7) Faktor mekanis
8) Efek samping terapi radiasi
9) Kelembabpan
10) Proses penuaan
11) Neuropati perifer
12) Kurang terpapar informasi
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif ( tidak tersedia )
Objektif
Kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif ( tidak tersedia )
Objektif
1) Nyeri
2) Perdarahan
3) Kemerahan
4) Hematoma
5. Disfungsi motilitas gastrointestinal
a. Defenisi
Peningkatan, penurunan, tidak efektif atau kurangnya aktifitas peristaltic
gastrointestinal
b. Penyebab
1) Asupan enteral
2) Intolerasi makanan
90

3) Imobilisasi
4) Makanan kontaminan
5) Malnutrisi
6) Pembedahan
7) Efek agren farmakologis (mis. Narkotik/opiate, antibiotic,
laksatif,anastesia)
8) Proses penuaan
9) Kecemasan
c. Gejala dan tanda mayor
Subyektif
1) Mengungkapkan flaktus tidak ada
2) Nyeri/kram abdomen
Obyektif
Suara peristaltic berubah (tidak ada,hipoaktif, atau hiperaktif)
d. Gejala dan tanda minor
Subyektif
Merasa mual
Obyektif
1) Residu lambung meningkat/menurun
2) Muntah
3) Regurgitasi
4) Pengosongan lambung cepat
5) Distensi abdomen
6) Diare
7) Feses kering dan sulit keluar
8) Feses keras

6. Ganguan rasa nyaman


a. Defenisi
Perasan kurang senang, lega, sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan social
b. Penyebab
1) Gejala penyakit
2) Kurang pengendalian situasional/lingkungan
3) Ketidak adekkuatan sumber daya (mis, dukungan finansial social
dan pengetahuan)
4) Kurangnya privasi
5) Ganguan stimulus lingkungan
6) Efek samping terapi (mis, medikasi, radiasi, kemoterapi)
91

7) Ganguan adaptasi kehamilan


c. Gejala dan tanda mayor
Subyektif
Mengeluh tidak nyaman
Obyektif
Gelisah
d. Gejala dan tanda minor
Subyektif
1) Mengeluh sulit tidur
2) Tidak mampu rileks
3) Mengeluh kedinginan atau kepanasan
4) Merasa gatal
5) Mengeluh mual
6) Mengeluh lelah
Obyektif
1) Menunjukan gejala distress
2) Tampak merintih/menangis
3) Pola eliminasi berubah
4) Postur tubuh berubah
5) Iritabilitas
7. Ansietas
a. Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objektif yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
b. Penyebab
1) Krisis situasional
2) Kebutuhan tidak terpenuhi
3) Krisis maturasional
4) Ancaman terhadap konsep diri
5) Ancaman terhadap kematian
6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
7) Disfungsi sistem keluaraga
8) Hubungan orang tua anak tidak memuaskan
9) Faktor keturunan (tempermen mudah teragitasi sejak lahir)
10) Penyalahgunaan zat
11) Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan, dan lain-lain)
12) Kurang terpapr informasi
c. Gejala dan Tanda Mayor
92

Subjektif
1) Merasa binggung
2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
3) Sulit berkonsentrasi
Objektif
1) Tampak gelisa
2) Tampak tegang
3) Sulit tidur
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) Mengeluh pusing
2) Anoreksia
3) Palpitasi
4) Merasa tidak berdaya
Objektif
1) Ferkuensi napas meningkat
2) Frekuensi nadi meningkat
3) Tekanan darah meningkat
4) Diafhoresis
5) Tremor
6) Muka tampak pucat
7) Suara bergetar
8) Kontak mata buruk
9) Sering berkemih
10) Berorientasi pada masa lalu
8. Resiko ketidak seimbangan elektrolit
a. Defenisi
Beresiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan
perpindahan cairan dari intravaskuler, interstisial atau intraseluler
b. Faktor resiko
1) Prosedur pembedahan mayor
2) Trauma/pendarahan
3) Luka bakar
4) Aferesis
5) Asites
6) Obstruksi intestinal
7) Peradangan pankreas
8) Penyakit ginjal
9) Disfungsi istestinal
93

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Manajemen Diare
Mengidentifikasi dan mengelola diare dan dampaknya
a. Observasi
1) Identifikasi penyebab diare (inflamasi gastronintestinal, iritasi
gastrointestinal, proses infeksi, malabsorbsi, ansietas, stres, efek obat-
obatan, pemberian botol susu).
2) Identifikasi riwayat pemberian makanan
3) Identifikasi gejala invaginasi (tangisan keras, kepucatan pada bayi)
4) Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja.
5) Monitor tanda dan gejala hypovolemia (takikardia, nadi teraba lemah,
tekanan darah turun, turgor kulit turun, mukosa mulut kering, CRT
melambat, BB menurun).
6) Monitor iritasi dan ulserasi kulit di perianal
7) Monitor jumlah pengeluaran diare
8) Monitor keamanan penyiapan makanan
b. Terapeutik
1) Berikan asupan cairan oral (larutan garam gula, oralit, pedialyte,
renalyte)
2) Pasang jalur intravena
3) Berikan cairan intravena (ringer asetat, ringer laktat) jika perlu
4) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
5) Ambil sampel feses untuk kultur jika perlu
c. Edukasi
1) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
2) Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas dan
mengandung laktosa
3) Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antimotilitas misalnya (loperamide, difenosilat)
2) Kolaborasi pemberian obat antispasmodic atau spasmolitic (papaverin,
ekstak belladonna, mebeverine)
3) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses ( atapulgit, smektit, kaolin-
pektin)
2. Manajemen nutrisi
Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.
a. Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intolenransi makanan
94

3) Identifikasi makanan yang disukai


4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan hasil laboratorium
b. Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan jika perlu
2) Fasilitasi menetukan pedoman diet misalnya (piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan jika perlu
7) Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatric jika asupan
oral dapat ditoleransi
c. Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (pereda nyeri,
antiemetic) jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan jika perlu.
3. Manajemen hipertermia
Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi
termoregulasi
a. Observasi
1) Identifikasi penyebab hipertermia (dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, penggunaan inkubator)
2) Monitor suhu tubuh
3) Monitor kadar elektrolit
4) Monitor haluaran urin
5) Monitor komplikasi akibat hipertermia
b. Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang dingin
2) Longgarkan atau lepaskan pakaian
3) Basahi dan kipas permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
95

(keringat berlebih)
6) Lakukan pendinginan eksternal (selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila).
7) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8) Berikan oksigen jika perlu
c. Edukasi
Anjurkan tirah baring
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu
4. Perawatan intergritas kulit
Mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga keutuhan, kelembaban dan
mencegah perkembangan miroorganisme
a. Observasi.
Identifikasi penyebab gangguan intergritas kulit (perubahan sirkulasi,
kelembaban dan mencegah perkembangan mikroorganisme)
b. Terapeutik.
1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulamg jika perlu
3) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
4) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
5) Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada kulit
sensitif
6) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
c. Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab (lotion, serum)
2) Anjurkan minum air yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
6) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di luar
rumah
7) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
5. Manajemen nutrisi
Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.
a. Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intolenransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
96

5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik


6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan hasil laboratorium
b. Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan jika perlu
2) Fasilitasi menetukan pedoman diet misalnya (piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan jika perlu
7) Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatric jika asupan
oral dapat ditoleransi
c. Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (pereda nyeri,
antiemetic) jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan jika perlu.
6. Manajemen nyeri
Menidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
a. Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
1) Berikan teknik non farmakoligis untuk mengurangi rasa nyeri ( TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma
97

terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin, terapi


bermain ).
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan ).
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
7. Reduksi ansietas
Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman subyektif terhadap obyek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan menghadapi ancaman
a. Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah ( kondisi, waktu, stresor )
2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor randa-tanda ansietas ( verbal dan non verbal )
b. Terapaeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkin
3) Pahami situasi yang membuat ansietas
4) Dengarkan dengan penuh perhatian
5) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
7) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
8) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
c. Edukasi
1) Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami
2) Informasikan secara faktual mengenal diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
4) Anjurkan untuk melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
98

5) Anurkan mengungkapkan orasaan dan presepsi


6) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
7) Latih penggunaan mekanisme pertahan diri yang tepatlatih teknik
relaksasi
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansitas, jika perlu.
8. Pemantauan elektrolit
Mengumpulkan dan menganalisis data terkait regulasi keseimbangan elektrolit
1) Observasi
1) Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
2) Monitor kadar elektrolit serum
3) Monitor mual muntah dan diare, jika perlu
4) Monitor tanda dan gejala hipokalemia ( kelemahan otot, interval QT
memanjang, gelombang T datar atau terbalik, depresi segmen ST,
gelombang U, kelelahan, parestesia, penurunan refleks, anoreksia,
konstipasi, motolitas usus menurun, pusing, depresi pernapasan ).
5) Monitor kehilangan cairan jika perlu
6) Monitor tanda dan gejala hiperkalemia (peka rangsang, gelisah, mual,
muntah, takikardia mengarah ke bradikardia, firbilasi atau takikardia,
takikardia ventrikel, gelombang T tinggi, gelombang P datar,
kompleks QRS tumpul, blok jantung mengarah asistol).
7) Monitor tanda dan gejala hiponatremia (disorientasi, otot berkedut,
sakit kepala, membran mukosa kering, hipotensipostural, kejang,
penurunan kesadaran)
8) Monitor tanda dan gejala hipernatremia (haus, demam, mual, muntah,
gelisa, peka rangsang,membran mukosa kering, takikardia, hipotensi,
kejang, letrgi)
9) Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (peka rangsang, tanda
chvostek, tanda trousseau, keram otot, interval QT)
10) monitor tanda dan gejala hiperkalasemia (nyeri tulang, haus, anoreksia,
letargi, kelemahan otot, gelombang T lebar, komplek QRS lebar,
interval PR memanjang)
11) monitor tanda dan gejala, hipomagnesemia (depresi pernapasan, apatis,
tanda chvostek, tanda trousseau, konfusi, disritmia)
12) monitor tanda dan gejala hipermagnesemia (kelemahan otot,
hiporefleks, bradikardia, depresi SSP, letargi, koma, depresi)
b. terapeutik
1) atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2) dokumentasikan hasil pemantauan
99

c. edukasi
1) jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) informasikan hasil pemantauan, jika perlu

D. Evaluasi
1. Diare
Eliminasi fekal
a. Defenisi
proses defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran feses mudah Dan
kosistensi, frekuensi serta bentuk feses normal.
b. Ekspetasi : membaik
c. Kriteria hasil

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat
Kontrol 1 2 3 4 5
Pengeluaran Fese
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Keluhan 1 2 3 4 5
Defekasi Lama
Dan Sulit
Mengejan Saat 1 2 3 4 5
Defekasi
Distensi 1 2 3 4 5
Abdomen
Terasa Masa 1 2 3 4 5
Pada Rektal
Urgency 1 2 3 4 5
Nyeri Abdomen 1 2 3 4 5
Kram Abdomen 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Konsitensi Fese 1 2 3 4 5
Frekuensi 1 2 3 4 5
Defekasi
Peristaltic Usus 1 2 3 4 5

2. Defisit Nutrisi
Status Nutrisi
a. Defenisi
Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolism
b. Ekspetasi satatus nutrisi membaik
c. Kriteria hasil
10
0

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat
Porsi makan yang 1 2 3 4 5
dihabiskan
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
pengunyah
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
menelan
Serum albumin 1 2 3 4 5
Verbalisasi 1 2 3 4 5
keinginan untuk
meningkatkan
nutrisi
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang pilihan
makanan yang
sehat
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang pilihan
minuman yang
sehat
Pengetahun 1 2 3 4 5
tentang standar
asupan nutrisi
yang tepat
Penyiapan dari 1 2 3 4 5
penyimpana
makana yang
aman
Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan
minuman yang
aman
Sikap terhadap 1 2 3 4 5
makanan atau
minuman sesuai
dengan tujuan
kesehatan
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Perasaan cepat 1 2 3 4 5
kenyang
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5
Sariawan 1 2 3 4 5
Rambut rontok 1 2 3 4 5
Diare 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Berat badan 1 2 3 4 5
Indeks masa (imt) 1 2 3 4 5
Frekuensi makan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Bising usus 1 2 3 4 5
Tebal lipatan kulit 1 2 3 4 5
trisep
Membra mukosa 1 2 3 4 5
10
1

3. Hepertermi
Termoregulasi
a. Defenisi .
Pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal
b. Ekspetasi termoregulasi membaik
c. Kriteria hasil

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Menggigil 1 2 3 4 5
Kulit merah 1 2 3 4 5
Kejang 1 2 3 4 5
Akrosianosis 1 2 3 4 5
Konsumsi 1 2 3 4 5
oksigen
Piloereksi 1 2 3 4 5
Vasokonstriksi 1 2 3 4 5
perifer
Kutis memorata 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
Takikardi 1 2 3 4 5
Takipnea 1 2 3 4 5
Bradikardi 1 2 3 4 5
Dasar kuku 1 2 3 4 5
sianotik
Hipoksia 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Suhu tubuh 1 2 3 4 5
Suhu kulit 1 2 3 4 5
Kadar glukosa 1 2 3 4 5
darah
Pengisian 1 2 3 4 5
kapiler
Ventilasi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
10
2

4. Intergitas Kulit dan Jaringan


a. Definisi
Keutuhan kulit dermis dan / atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa,
kornea, fasia, otot, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament).
b. Ekspektasi Meningkat
c. Kriteria Hasil

Meningkat Cukup Sedan Cukup Menurun


meningkat g menurun
Kerusakan 1 2 3 4 5
Jaringan
Kerusakan 1 2 3 4 5
Lapisan
Kulit
Nyeri 1 2 3 4 5
Perdarahan 1 2 3 4 5
Kemerahan 1 2 3 4 5
Hematoma 1 2 3 4 5
Pigmentasi 1 2 3 4 5
Abnormal
Jaringan 1 2 3 4 5
Parut
Nekrosis 1 2 3 4 5
Abrasi 1 2 3 4 5
kornea
Memburuk Cukup Sedan Cukup Membai
memburuk g membaik k

Suhu Kulit 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
Tekstur 1 2 3 4 5
1 2 3 4 5

5. Motilitas Gastrointestinal
a. Definisi
Aktivitas peristaltik gastrointestinal
b. Ekspektasi Membaik
c. Kriteria Hasil

Menurun Cukup Sedan Cukup Meningkat


menurun g meningkat

Nyeri 1 2 3 4 5
Keram 1 2 3 4 5
abdomen
Mual 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Regurgitas 1 2 3 4 5
Distensi 1 2 3 4 5
10
3

abdomen
Diare 1 2 3 4 5

Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun


t Meningkat g Menurun

Suara 1 2 3 4 5
peristatik
Pengosongan 1 2 3 4 5
lambung
Ratus 1 2 3 4 5

6. Tingkat Ansietas
a. Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik
akibat antisipasi bahaya yang, memungkinan individu melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman.
b. Ekspektasi Menurun
c. Kriteria Hasil

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun
Verbalisasi kebingunggan 1 2 3 4 5
Verbalisasi khawatir akibat 1 2 3 4 5
kondisi yang dihadapi
Perilaku gelisa 1 2 3 4 5
Perilaku tegang 1 2 3 4 5
Keluhan pusing 1 2 3 4 5
Anoreksia 1 2 3 4 5
Palpitasi 1 2 3 4 5
Frekuensi pemapasan 1 2 3 4 5
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Diaphoresis 1 2 3 4 5
Tremor 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Konsentrasi 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Perasaan keberdayaan 1 2 3 4 5
Kontak mata 1 2 3 4 5
Pola berkemih 1 2 3 4 5
Orientasi 1 2 3 4 5
7. Ganguan Rasa Nyaman
a. Defenisi
Keseluruhan rasa nyaman dan aman secara fisik psikologis spiritual, sosial,
budaya dan lingkungan
b. Ekspetasi status kenyamana meningkat
c. Kriteria hasil
10
4

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat
Kesejatraan 1 2 3 4 5
fisik
Kesejatraan 1 2 3 4 5
psikologis
Dukungan 1 2 3 4 5
social dari
keluarga
Dukungan 1 2 3 4 5
sosial dari
teman
Perawatan 1 2 3 4 5
sesuai
keyakinan
budaya
Perawatan 1 2 3 4 5
sesuai
kebutuhan
Kebebasan 1 2 3 4 5
melakukan
ibadah
Rileks 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Keluhan tidak 1 2 3 4 5
nyaman
Gelisah 1 2 3 4 5
Kebisingan 1 2 3 4 5
Keluhan sulit 1 2 3 4 5
tidur
Keluhan 1 2 3 4 5
kedinginan
Keluhan 1 2 3 4 5
kepanasan
Gatal 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Lelah 1 2 3 4 5
Merintih 1 2 3 4 5
Menagis 1 2 3 4 5
Iritabilitas 1 2 3 4 5
Meyalahkan 1 2 3 4 5
diri sendiri
Konfusi 1 2 3 4 5
Komsumsi 1 2 3 4 5
alkohol
Penggunaan zat 1 2 3 4 5
Percobaan 1 2 3 4 5
bunuh diri
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Memori masa 1 2 3 4 5
lalu
Suhu ruangan 1 2 3 4 5
Pola eliminasi 1 2 3 4 5
Postur tubuh 1 2 3 4 5
Kewaspadaan 1 2 3 4 5
10
5

Pola hidup 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5

8. Resiko ketidak seimbangan elektrolit


Keseimbangan elektrolit
a. Defenisni
Kadar serum elektrolit dalam batas normal
b. Ekspetasi keseimbangan elektrolit meningkat
c. Kriteria hasil

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat
Serum 1 2 3 4 5
natrium
Serum 1 2 3 4 5
kalium
Serum 1 2 3 4 5
klorida
Serum 1 2 3 4 5
kalsium
Serum 1 2 3 4 5
magnesium
Serum fosfor 1 2 3 4 5

Anda mungkin juga menyukai