Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE CAIR AKUT

PADA AN. S DI RS PKU MUHAMMADIYAH SELOGIRI

Laporan ini dibuat guna memenuhi tugas Praktik Klinik Stase Keperawatan Anak

Pembimbing Klinik : Danik Astuti, S.Kep.,Ns.

Dosen Pembimbing klinik : Irdawati,S.Kep,Ns.,Mi.Med

DISUSUN OLEH :

SAFIRA BELA ANNISA

J210190004

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2021
PEMBAHASAN

A. Definisi
Diare cair akut merupakan frekuensi buang air besar yang lebih sering dari biasanya
dengan konsistensi yang lebih encer (Nursalam, 2008). Diare adalah suatu keadaan buang
air besar dengan konsistensi lembek hingga encer serta dengan frekuensi lebih dari 3 kali
sehari (WHO, 2009). Menurut Riskesdas, 2013 diare merupakan gangguan buang air besar
yang ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan tinja yang cair dan bisa saja
disertai dengan darah atau lendir. Sedangkan menurut Dinkes, 2016 seseorang dapat
dikatakan terkena diare apabila feses lebih berair dari biasanya, dan jika buang air besar
lebih dari 3 kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.
Diare akut dapat berlangsung selama 3 – 7 hari, sedangkan diare persisten dapat terjadi
selama lebih dari 14 hari. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang
abnormal (>3 kali perhari) serta perubahan dalam isi (>200 gr/ hari) dan konsistensi feses
cair atau encer (Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddart).

B. Etiologi
Diare merupakan suatu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit
lain diluar saluran perncrnaan. Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan
tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bisa terlambat. Adapun faktor
penyebab diare, antara lain :
- Faktor infeksi
 Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
- Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan lain sebagainya
- Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis)
Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain sebagainya
- Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis);
jamur (Candida albicans)
 Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis
media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun
 Faktor malabsorbsi
- Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan yang tersering (intoleransi
laktosa)
- Malabsorbsi lemak
- Malabsorbsi protein
 Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
 Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar)

Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :

 Agens virus
Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam (38ºC atau
lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi saluran
pernapasan atas dan diare dapat berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya
terjadi pada bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi di usia lebih
dari 3 tahun
- Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam, nafsu
makan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa di dapat dari air minum,
air di tempat rekreasi (air kolam renang, dll), makanan. Dapat menjangkit
segala usia dan dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari
- Agens bakteri
Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada strainnya.
Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen, demam, vomitus, BAB
berupa cairan berwarna hijau dengan darah atau mukus bersifat
menyembur. Dapat ditularkan antar individu, disebabkan karena daging
yang kurang matang, pemberian ASI tidak eksklusif
- Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk
gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa mengalami nausea atau
vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB kadang berdarah dan ada lendir,
peristaltik hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit kepala,
kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan lainnya
 Keracunan makanan
- Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan kram yang
hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh makanan yang kurang
matang atau makanan yang disimpan di lemari es seperti puding,
mayones, makanan yang berlapis krim
- Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan
mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan intensitas yang
sedang hingga berat. Penularan bisa lewat produk makanan komersial
yang paling sering adalah daging, dan unggas
- Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan mengalami
nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia yang dapat ditularkan lewat
makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya bervariasi mulai dari gejala
ringan hingga yang dapat menimbulkan kematian dengan cepat dalam
waktu beberapa jam

Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko

terjadinya diare, yaitu antara lain :


a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari kehidupan
b. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
c. Menggunakan botol susu
d. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja, atau
sebelum menjamah makanan
e. Air minum tercemar dengan bakteri tinja

C. Klasifikasi
Menurut pedoman dari laboratorium/ UPF ilmu kesehatan anak, Universitas
Airlangga dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi beberapa yaitu :
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3
hingga 5 hari
b. Diare berkepanjangan yaitu diare yang berlangsung hingga hari ke-7 bahkan
bisa lebih
c. Diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

Sedangkan menurut Wong 92008), klasifikasi diare adalah sebagai berikut :

a. Diare akut
Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut didefenisikan
sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens
infeksius dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai infeksi
saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK). Diare akut biasanya sembuh
sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika
dehidrasi tidak terjadi
b. Diare kronis
Diare kronis yaitu keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan air dalam feses
dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena
keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan,
alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat
dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai
c. Diare intraktabel
Diare intraktabel yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi
dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya
mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya dan bersifat resisten atau membandel
terhadap terapi. Penyebab yang paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak
ditangani secara memadai
d. Diare kronis nonspesifik
Diare kronis juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare todler,
merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6
hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan
yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anakanak yang menderita diare
kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak
ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat muncul pada penyakit diare cair akut antara lain :
a.Demam > 38˚C
b. Nyeri abdomen berat
c.Riwayat perawatan di rumah sakit
d. Riwayat penggunaan antibiotik
e.Disentri (darah dan mukus di tinja)
f. > 6 kali buang air besar dalam waktu 24 jam
g. Gejala memburuk setelah 48 jam
h. Diare dapat terjadi karena infeksi dapat disertai muntah-muntah,
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut
i. Kehilangan cairan dapat menyebakan haus, berat badan menurun, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turtor kulit menurun
serta suara menjadi serak
j. Tanda – tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah
dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kemudian timbul diare
k. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun
darah
l. Warna tinja bisa lam – kelamaan berubah menjadi kehijau – hijauan karena
tercampur dengan empedu
m. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja
makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal
darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare
n. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit (Kliegman, 2006)
o. Bila telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak
p. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun – ubun
besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering (Hasan dkk, 1985)
Berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi
menjadi beberapa antara lain :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat ini, penderita tidak/ belum mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda – tanda dehidrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3% - 5%)
Pada diare ini, penderita sudah mengalami diare sebanyak 3 kali atau bahkan lebih,
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, menurunnya nafsu
makan, tekanan darah masih normal atau takikardia yang minimum, aktifitas mulai
menurun dan berkurang, serta pemeriksaan fisik dalam batas normal
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5% - 10%)
Pada tingkatan diare ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
berkurang atau malah tidak ada kencing, irritabillitas atau lesu, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun – ubun terlihat cekung, selaput lndir bibir dan mulut serta
kulit nampak kring, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (>2
detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10% - 15%)
Pada tingkatan ini, penderita banyak kehilangan cairan tubuh dan biasanya pada
keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi
dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun
besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan
keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler
sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat (Kliegman et al,
2006).

E. Patofisiologi
Proses diar disbabkan olh brbagai kmungkinan faktor mnurut Hidayat (2008) yaitu :
a. Faktor infeksi
 Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi rotavirus.
Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh
bersama dengan makanan dan minuman yang masuk ke dalam saluran
pencernaan yang kemudian melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel
mukosa usus menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang
berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi
sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus
mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan menyebabkan sistem
transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat
 Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam
mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini
dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti
demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang
telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah berlendir. Penyebab utama
pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella sp, E.coli. Diare ini bersifat
self-limiting dalam waktu kurang lebih lima hari tanpa pengobatan, setelah
sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013)
 Faktor malabsorpsi
- Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di usus
halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Akibatnya akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat. Gangguan
osmotik meningkat menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit
ke dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke
dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik
usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar
melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2008)
- Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus
(Nursalam, 2008)
- Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan pada
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan
elektrolit yang dapat menyebabkan cairan ekstraseluler secara tiba-tiba
cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan
syok hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera diobati
(Nursalam, 2008)
 Faktor makanan
Faktor makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu
diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang
kemudian menyebabkan diare (Hidayat, 2008). Diare akut berulang dapat
menjurus ke malnutrisi energi protein, yang mengakibatkan usus halus
mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke
defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan
terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan
respons imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat,
berkurangnya jumlah limfosit dan jumlah sel T yang beredar. Setelah
mengalami gastroenteritis yang berat anak mengalami malabsorpsi.
Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami malnutrisi, keadaan
malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor infeksi silang usus yang
berulang menyebabkan malabsorpsi, enteropati dengan kehilangan protein.
Enteropati ini menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin yang
mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat (Suharyono,
2008)
 Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan
peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan
yang dapat menyebabkan diare. Proses penyerapan terganggu (Hidayat,
2008)
F. Pathway
Infeksi Makanan Psikologi

Berkembang Toksik tak Ansietas


diusus dapat (D0080)
dise9rap

Hipersekresi hiperperistaltik Malabsorbsi,


air & KH, Lemak
elektrolit
Penyerapan Meningkatkan
makanan diusus tekanan
Isi usus
menurun osmotik

Pergeseran
air dan
elektrolit ke
usus

Diare (D0020)

frekuensi BAB Mual muntah


meningkat

Nafsu makan
Hilang cairan & Gangguan menurun
elektrolit Integritas Kulit
berlebihan (D0129)berlebih
Defisit Nutrisi
Gangguan Asidosis
keseimbangan metabolik
cairan &
elektrolit
Sesak

Dehidrasi
Gangguan
pertukaran gas
Hipovolemia

Dehidrasi
G. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan diare di Indonesia telah ditetapkan oleh Kementrian


Kesehatan yaitu Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas Diare) pada balita yaitu rehidrasi
menggunakan oralit osmolaritas rendah, pemberian zinc selama 10 hari berturut – turut,
meneruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotik slktif, nashat kepada orang tua atau
pngasuh (KEMENKES RI, 2011)

Menurut Ngastiyah (2014) penatalaksanaan yaitu :

a. Penatalaksanaan Medis
 Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu
diperhatikan antara lain :
- Jenis cairan: oral: pedialyte atau oralit, ricelyte. Parenteral: NaCl,
isotonic, infuse RL
- Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan
- Jalan masuk atau cairan pemberian
1. Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan
NaHCO3, KCL, dan glukosa
2. Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
beberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat
ringan dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan
sesuai dengan umur dan berat badannya
 Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status
hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan. Identifikasi penyebab diare.
Terapi sistemik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas dan
sekresi usus, antimetik
 Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanan: susu (ASI atau susu formula yang
mengandung laktosa rendah ada asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM.
Almiron atau sejenis lainnya). Makan setengah padat (bubur) atau makan
padat (nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa.
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang
atau tidak jenuh
b. Penatalaksanaan keperawatan
 Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien
defekasi. Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit
dapat diberikan larutan garam dan 1 gelas air matang yang agak dingin
dilarutkan dalam satu sendok teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur. Jika
anak terus muntah tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melalui
sonde. Bila cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infuse dengan
cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang
penting diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam
– jam pertama karena diperlukan untuk mengatasi dehidrasi
 Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat.untuk mengetahui kebutuhan sesuai
dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung
dengan cara :
1. Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai set infuse
yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infuse waktu
memantaunya
2. Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu
3. Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer
atau sudah berubah konsistensinya
4. Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir
dan selaput lendir mulut kering
5. Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberikan makan
lunak atau secara realimentasi
a. Pemeriksaan penunjang
 Darah : darah perifer lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit serum (Na,
K, Cl), analisa gas darah, immunoassay (toksin bakteri, antigen virus, antigen
protozoa)
 Feses : feses lengkap (mikroskopis : peningkatan jumlah leukosit
pada diare inflamatori, amoeba bentuk tropozoit, hyfa pada infeksi karena
jamur, dan biakan feses
 Tes serologi : Untuk penyakit celiac yang merupakan penyebab enteropati
usus kecil terbanyak di negara barat yang ditandai dengan diare karena
steatore dan malabsorpsi

H. Konsep Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
Menurut (Nursalam, Rekawati Susilaningrum, 2008), pengkajian yang
dilakukan pada pasien dengan hipovolemia adalah sebagai berikut :
a. Identitas pasien / biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan.
Untuk umur pada pasien diare akut, sebagian besar adalah anak dibawah dua
tahun. Insiden paling tinggi umur 6-11bulan karena pada masa ini mulai
diberikan makanan pendamping
b. Keluhan utama
Buang air besar ( BAB ) lebih tiga kali sehari. BAB kurang dari empat kali
dengan konsistensi cair ( diare tanpa dehidrasi ). BAB 4-10 kali dengan
konsistensi cair ( dehidrasi ringan/sedang ). Diare lebih dari sepuluh kali
(dehidrasi berat ). Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari adalah diare akut.
Bila berlangsung 14 hari atau lebih adalah diare persisten
c. Riwayat penyakit sekarang
 Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
mungkin meningkat. Nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemungkinan timbul diare
 Tinja makin cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja berubah
menjadi kehijauan karena bercampur empedu
 Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam
 Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare
 Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi
mulai nampak
 Diuresis, yaitu terjadi oliguria ( kurang 1 ml/kg/bb/jam ) bila terjadi
dehidrasi urin normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada
dehidrasi ringan/sedang. Tidak ada urine dalam waktu enam jam
( dehidrasi berat )
d. Riwayat kesehatan
 Riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi campak. Diare
lebih sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak dengan campak
atau yang menderita campak dalam empat minggu terakhir, yaitu akibat
penurunan kekebalan pada pasien
 Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan ( antibiotic ) karena
factor ini salah satu kemungkinan penyebab diare
 Riwayat penyakit yang sering pada anak dibawah dua tahun biasanya
batuk, panas, pilek dan kejang yang terjadi sebelum, selama atau setelah
diare. Hal ini untuk melihat tanda atau gejala infeksi lain yang
menyebabkan diare
e. Status imunisasi anak
Status imunisasi anak adalah dimana anak pernah mendapatkan imunisasi seperti
BCG, Difteri, Pertussis, Tetanus, Polio dan Campak atau tambahan imunisasi
lainnya yang dianjurkan oleh petugas
f. Pertumbuhan dan perkembangan
 Pertumbuhan fisik
Untuk menentukan pertumbuhan fisik anak, perlu dilakukan pengukuran
antropometri dan pemeriksaan fisik, pengukuran antropometri yang
sering digunakan dilapangan untuk mengukur pertumbuhan anak adalah
TB, BB, dan lingkar kepala, sedangkan lingkar lengan dan lingkar dada
baru digunakan bila dicurigai adanya gangguan pada anak
 Perkembangan anak
Untuk mengkaji keadaan perkembangan anak usia bulan – 72 bulan,
dapat dilakukan dengan menggunakan kuisioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP), untuk menilai dalam 4 sektor perkembangan
pada anak yang meliputi : motorik kasar, motorik halus, bicara atau
bahasa dan sosialisasi atau kemandirian (kementerian kesehatan RI,
2016)
g. Riwayat nutrisi
 Pemberian asi penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi risiko
diare dan infeksi yang serius
 Pemberian susu formula, apakah menggunakan air masak, diberikan
dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah terjadi
pencemaran
 Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus
( minum biasa ), pada dehidrasi ringan / sedang anak merasa haus, ingin
minum banyak, sedangkan pada dehidrasi berat anak malas minum atau
tidak bisa minum
h. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
- Baik, sadar ( tanpa dehidrasi )
- Gelisah, rewel ( dehidrasi ringan/sedang )
- Lesu, lunglai, atau tidak sadar ( dehidrasi berat )
 Berat badan
Anak yang diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat
badan
 Kulit
Elastisitas kulit dapat diketahui dengan cara melakukan pemeriksaan
turgor, yaitu dengan mencubit daerah perut dengan kedua ujung jari.
Turgor kembali cepat kurang dari dua detik berarti diare tanpa dehidrasi.
Turgor kembali lambat dalam waktu dua detik berarti diare dengan
dehidrasi ringan / berat. Turgor kembali sangat lambat lebih dari dua
detik ini termasuk diare dengan dehidrasi berat
 Kepala
Anak dibawah dua tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya
biasanya cekung
 Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata normal. Bila
dehidrasi ringan/sedang kelopak mata cekung ( cowong ). Sedangkan
dehidrasi berat kelopak mata sangat cekung
 Mulut dan lidah
Anak diare tanpa dehidrasi mulut dan lidah basah. Bila dehidrasi
ringan/sedang mulut dan lidah kering. Sedangkan dehidrasi berat mulut
dan lidah sangat kering
 Abdomen kemungkinan distensi, kram, bising usus meningkat
 Anus, adakah iritasi pada kulitnya
i. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis
( kausal ) yang tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada balita diare yaitu; pemeriksaan tinja, tes
darah, Biopsi dengan mengambil sampel jarigan tertentu dari dalam saluran
pencernaan, Endoskopi, pemindaian seperti foto Rontgen, CT Scan, atau MRI,
dan tes malabsorbsi yang meliputi karbohidrat.
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis yang ditunjukkan
mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan ataupun proses kehidupan yang
dialaminya baik yang bersifat aktual ataupun risiko, yang bertujuan untuk
mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Menurut
Nurarif & Kusuma (2015), adapun masalah yang lazim muncul pada diare adalah :
a. Diare berhubungan dengan iritasi gastrointestinal
b. Hipovolemia berhubungan dengan Kehilangan cairan secara aktif
c. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan kekurangan volume
cairan
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

3) Perencanaan
Perencanaan adalah teori dari prilaku keperawatan dimana tujuan yang
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.Selama perencanaan, dibuat
prioritas. Selain berkolaborasi dengan klien dan keluarganya, perawatan
berkonsultasi dengan anggota tim perawat kesehatan lainnya, menelaah literatur
yang berkaitan memodifikasi asuhan, dan mencatat informasi yang relevan tentang
kebutuhan keperawatan kesehatan klien dan penatalaksanaan klinik (Potter & Perry,
2010).

Diagnosa Tujuan dan Intervensi

Kriteria Hasil

(D.0020) (L.03019) Fungsi (I.03101) Manajemen Diare

Diare b.d Gastroinstinal Observasi :


1) Identifikasi penyebab diare
iritasi Setelah dilakukan (mis. Inflamasi
gastrointestinal, iritasi
gastrointestin intervensi gastrointestinal, proses
infeksi, malabsorbsi,
al keperawatan 3x24 ansietas, stres, efek obat –
obatan, pemberian botol
jam maka fungsi susu)
2) Identifikasi riwayat
gastrointestinal pemberian makanan
3) Identifikasi gejala
membaik, dengan invaginasi (mis. Tangisan
keras, kepucatan pada bayi)
Kriteria Hasil : 4) Monitor warna, volume,
frekuensi, dan konsistensi
1) Toleransi tinja.
5) Monitor tanda dan gejala
terhadap hipovolemia (mis.
Takikardia, nadi teraba
makanan lemah, tekanan darah turun,
mukosa mulut kering, CTR
meningkat melambat, BB menurun)
6) Monitor iritasi dan ulserasi
2) Muntah kulit didaerah perineal
7) Monitor jumlah pengeluaran
menurun diare
8) Monitor keamanan
3) Jumlah penyiapan makanan

residu cairan Terapeutik :


1) Berikan asupan cairan oral
lambung saat (mis. Larutan garam gula,
oralit, pedialyte, renalyte)
aspirasi 2) Pasang jalur intravena
3) Berikan cairan intravena
menurun (mis. Ringer asetat, ringer
laktat), jika perlu
4) Frekuensi 4) Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap
BAB dan elektrolit
5) Ambil sampel feses untuk
membaik kultur, jika perlu
Edukasi :
5) Konsistensi 1) Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara
feses bertahap
2) Anjurkan menghindari
membaik makanan,  pembentuk gas,
pedas, dan mengandung
6) Jumlah feses lactose
3) Anjurkan melanjutkan
membaik pemberian ASI

7) Warna feses Kolaborasi :

membaik 1) Kolaborasi pemberian obat


antimotilitas (mis.
Loperamide, difenoksilat)
2) Kolaborasi pemberian obat
antispasmodic/ spasmolitik
(mis. Papaverin, ekstak
belladonna, mebeverine)
3) Kolaborasi pemberian obat
pengeras feses (mis.
Atapulgit, smektit. Kaolin –
pektin)

(D. 0023) (L. 03028) Status (I. 03116) Manajemen

Hipovolemia cairan hipovolemia


berhubungan Setelah dilakukan Observasi :

dengan intervensi 1) Periksa tanda dan gejala

Kehilangan keperawatan 3x24 hipovolemia (mis.

cairan aktif jam maka status Frekunsi nadi

cairan membaik, meningkat, nadi teraba

dengan lemah, tekanan darah

Kriteria Hasil : menurun, tekanan nadi

1) Turgor kulit menyempit, turgor kulit

meningkat menurun, membran

2) Output urine mukosa kering, volume

meningkat urin menurun,

3) Berat badan hematokrit meningkat,

membaik haus, lemah)

4) Intake cairan Terapeutik :

membaik 1) Hitung kebutuhan cairan

5) Suhu tubuh 2) Berikan asupan cairan

membaik oral

Edukasi :

1) Anjurkan

memperbanyak asupan

cairan oral

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian

cairan IV isotonis (mis.

NaCl, RL)

Kolaborasi pemberian cairan IV


hipotonis (mis. Glukosa 2,5 %,

NaCl 0,4%)

(D. 0129) (L. 14125) (I. 11353) Perawatan

Gangguan Integritas kulit dan integritas kulit

Integritas jaringan Observasi :

Kulit/Jaringa Setelah dilakukan 1) Identifikasi penyebab

n intervensi gangguan integritas kulit

berhubungan keperawatan 3x24 (mis. Perubahan

dengan jam maka integritas sirkulasi, pvrubahan

kekurangan kulit dan jaringan status nutrisi, penurunan

volume membaik, dengan kelembaban, suhu

cairan Kriteria Hasil : lingkungan ekstrem,

1) Elastisitas pvnurunan mobilitas)

meningkat Terapeutik :

2) Kerusakan 1) Ubah posisi tiap 2 jam

jaringan jika tirah baring

menurun 2) Lakukan pemijatan pada

3) Kerusakan arva penonjolan tulang,

lapisan kulit jika perlu

menurun 3) Bersihkan perineal

4) Suhu kulit dengan air hangat,

membaik terutama selama periode

5) Tekstur diare

membaik 4) Gunakan produk

berbahan petrolium atau

minyak pada kulit kering


5) Gunakan produk

berbahan ringan/ alami

dan hipoalergik pada

kulit sensitif

6) Hindari produk berbahan

alkohol pada kulit kerig

Edukasi :

1) Anjurkan minum air

yang cukup

2) Anjurkan meningkatkan

asupan nutrisi

3) Anjurkan meningkatkan

asupan buah dan sayur

4) Anjurkan menghindari

terpapar suhu ekstrem

(D. 0019) (L. 03030) Status (I. 03119) Manajemen nutrisi

Defisit Nutrisi Observasi :

nutrisi Setelah dilakukan 1) Identifikasi status nutrisi

berhubungan intervensi 2) Identifikasi alergi dan

dengan keperawatan 3x24 intoleransi makanan

Ketidakmam jam maka status 3) Identifikasi makanan

puan nutrisi membaik, yang disukai

mengabsorbs dengan 4) Identifikasi kebutuhan

i nutrien Kriteria Hasil : kalori dan jenis nutrien

1) Porsi 5) Monitor asupan

makanan makanan
yang 6) Monitor berat badan

dihabiskan 7) Monitor hasil

meningkat pemeriksaan

2) Verbalisasi laboratorium

keinginan Terapeutik :

untuk 1) Lakukan oral hygiene

meningkatka sebelum makan, jika

n nutrisi perlu

meningkat 2) Fasilitasi menentukan

3) Pengetahuan pedoman diet (mis.

tentang Piramida makanan)

pilihan 3) Sajikan makanan

makanan secara menarik dan suhu

yang sehat yang sesuai

meningkat 4) Berikan makanan tinggi

4) Pengetahuan serat untuk mencegah

tentang konstipasi

pilihan 5) Berikan makanan tingi

minuman kalori dan tinggi protein

yang sehat 6) Berikan suplemen

meningkat makanan, jika perlu

5) Pengetahuan Edukasi :

tentang 1) Anjurkn posisi duduk,

standar jika mampu

asupan 2) Ajarkan diet yang

nutrisi yang diprogramkan


tepat Kolaborasi :

meningkat 1) Kolaborasi pemberian

6) Penyiapan medikasi sebelum makan

dan (mis. Pereda nyeri,

penyimpanan antiemetik), jika perlu

makanan 2) Kolaborasi dengan ahli

yang aman gizi untuk menentukan

meningkat jumlah kalori dan jenis

7) Penyiapan nutrien yang dibutuhkan,

dan jika perlu

penyimpanan

minuman

yang aman

meningkat

8) Perasaan

cepat

kenyang

menurun

9) Nyeri

abdomen

menurun

10) Diare

menurun

11) Berat badan

membaik

12) Frekuensi
makan

membaik

13) Nafsu makan

membaik

14) Bising usus

membaik

15) Membran

mukosa

membaik

I. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru. Pada proses keperawatan, implementasi
adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan yang
telah direncanakan. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan tindakan keperawatan yang khusus yang diperlukan untuk
melaksanakan intervensi atau rencana keperawatan. Perawat melaksanakan dan
mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap
perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap dalam implementasi dengan mencatat
tindakankeperawatan yang telah dilaksanakan dan respon pasien terhadap tindakan
keperawatan tersebut.

J. Evaluasi
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah
ketika pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan pasien menuju
pencapaian tujuan atau hasil, dan keefektifan rencana asuhan keperawatan. Tujuan
evaluasi keperawatan yaitu untuk menilai pencapaian tujuan pada rencana keperawatan yang
telah ditetapkan, mengidentifikasi variable-variabel yang akan
mempengaruhi pencapaian tujuan, dan mengambil keputusan apakah rencana
keperawatan diteruskan, dimodifikasi, atau dihentikan (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., &
Snyder, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization. (2009). Diarrhea: Why Children Are Dying And What Can

Be Done. Switzerland. Diakses tanggal 11 Januari 2017

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44174/1/9789241598415_eng.pdf

Riset Keperawatan Dasar (RISKESDAS). 2013. Diakses tanggal 9 Januari 2017

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas

%202013.pdf

Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan anak.

Jakarta : Salemba Medika

Marlia, D. L.; Dwipoerwantoro, P. G. & Advani, Najib. 2015. Defisiensi Zinc sebagai

Salah Satu Faktor Risiko Diare Akut menjadi Diare Melanjut. Jurnal Sari

Pediatri, Volume 16, No. 5. Dari

https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/142/146 diakses

tanggal 22 Januari 2017

Kemenkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Diakses tanggal 9 Januari 2017

http://www.depkes.go.id/download.php? file=download/pusdatin/buletin/buletin-

diare.pdf

Adyanastri, Festy. 2012. Etiologi Dan Gambaran Klinis Diare Akut Di RSUP Dr.

Kariadi Semarang. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro. Diakses tanggal 7 Januari 2017 dari

http://eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdf

Anda mungkin juga menyukai