Anda di halaman 1dari 63

IMPLEMENTASI SASARAN

KESELAMATAN PASIEN DI RS
DAN MONITORING
KEPATUHANNYA

Dr.dr.Sutoto,M.Kes, FISQua
SASARAN KESELAMATAN
PASIEN

1. Mengidentifikasi pasien dengan benar;


2. Meningkatkan komunikasi yang efektif;
3. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang
harus diwaspadai;
4. Memastikan sisi yang benar, prosedur yang
benar, pasien yang benar ada pembedahan /
tindakan invasif;
5. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan
kesehatan
6. Mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh.
CURICULUM VITAE: DR.Dr.Sutoto,M.Kes

• Ketua Eksekutif KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia),


• Board Member of ASQua (Asia Society for Quality in Health Care),
• Regional Advisory Council dari JCI (Joint Commission Internasioanl) sejak 2013,
• Anggota Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Kemenkes R.I.
• Dewan Pembina MKEK IDI Pusat.
• Dewan Pembina AIPNI
• Pernah menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Rumah sakit seluruh Indonesia
Periode tahun 2009-2012 dan 2012-2015, Direktur Utama RSUP Fatmawati
Jakarta, Direktur Utama RS Kanker Dharmais Pusat Kanker Nasional, serta Plt
Dirjen Pelayanan Medis Kementerian Kesehatan R.I thn 2010

KARS
MENGIDENTIFIKASI
PASIEN DENGAN BENAR

• Standar SKP 1
Rumah sakit menerapkan proses
untuk menjamin ketepatan identifikasi
pasien
TUJUAN DARI IDENTIFIKASI
PASIEN SECARA BENAR

• a) mengidentifikasi pasien sebagai


individu yang akan diberi layanan,
tindakan atau pengobatan tertentu
secara tepat.
• b) mencocokkan layanan atau
perawatan yang akan diberikan
dengan pasien yang akan menerima
layanan.
Maksud dan Tujuan SKP 1
• Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit
mengharuskan terdapat paling sedikit 2 (dua) dari
4 (empat) bentuk identifikasi, yaitu nama pasien,
tanggal lahir, nomor rekam medik, nomor induk
kependudukan atau bentuk lainnya (misalnya,
barcode/QR code).
• Nomor kamar pasien tidak dapat digunakan untuk
identifikasi pasien. Dua (2) bentuk identifikasi ini
digunakan di semua area layanan rumah sakit
seperti di rawat jalan, rawat inap, unit darurat,
kamar operasi, unit layanan diagnostik, dan lainnya.
IDENTITAS PASIEN
1. Nama pasien dalam e KTP
2. Tanggal lahir
3. Nomer rekam medis
4. N.I.K. Nomer Induk Kependudukan

KARS
1. melakukan tindakan intervensi/terapi (misalnya
pemberian obat, pemberian darah atau produk darah,
melakukan terapi radiasi)
2. melakukan tindakan (misalnya memasang jalur
intravena atau hemodialisis)
3. sebelum tindakan diagnostik apa pun (misalnya
mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan laboratorium penunjang, atau sebelum
melakukan kateterisasi jantung ataupun tindakan
radiologi diagnostik
4. menyajikan makanan pasien.

8
• Situasi khusus, seperti pada
pasien koma
• bayi baru lahir yang tidak segera
diberi nama
• identifikasi pasien pada saat
terjadi darurat bencana.
GELANG IDENTITAS
• Biru: Laki Laki
• Pink: Perempuan
GELANG PENANDA:
• Merah: Alergi
• Kuning: Risiko Jatuh
• Ungu : Do Not Resucitate

10
1. Secara verbal: Tanyakan nama dan tgl lahir pasien,
untuk pasien yg tidak menggunakan gelang identitias
misal pasien rawat jalan
2. Secara visual: Lihat ke gelang pasien dua dari empat
identitas, (nama dan tgl lahir) cocokkan dengan
perintah dokter, untuk pasien yg bergelang identitas,
contoh pasien rawat inap.

Sutoto.KARS 11
MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

Standar SKP 2
• Rumah sakit menerapkan proses untuk
meningkatkan efektivitas komunikasi lisan
dan/atau telepon di antara para profesional
pemberi asuhan (PPA), proses pelaporan
hasil kritis pada pemeriksaan diagnostic
termasuk POCT dan proses komunikasi saat
serah terima (hand over) .
Pancuronium (Pavulon)
vs Pantoprazole

• Paralytic agent
KARS vs antacid
Maksud dan Tujuan SKP 2
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang
• tepat waktu,
• akurat,
• lengkap,
• jelas, dan
• dipahami oleh resipien/penerima pesan akan mengurangi
potensi terjadinya kesalahan serta
• meningkatkan keselamatan pasien.

Komunikasi: bisa dilakukan secara lisan, tertulis dan elektronik.


KOMUNIKASI YANG PUNYA
POTENSI ERROR ADALAH:

1. Pemberian instruksi secara lisan atau melalui


telpon,
2. Saat pelaporan hasil kritis dan
3. Saat serah terima pasien.
• Communication error bisa terjadi bila:
• Ada gangguan latar belakang suara,
• Obat NORUM/LASA (look alike, sound alike),
seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta
lainnya.,
• Istilah atau singkatan yg tidak terstandardisasi
KOMUNIKASI YG SERING SALAH DAN MEMBAHAYAKAN PASIEN: LISAN/LEWAT TELEPON

Dr DPJP

LAPORAN KONDISI PASIEN TERKINI


(dapat dgn SBAR/ISOBAR.SOAP)

Memberikan perintah
pengobatan/tindakan
TULBAKON

Dr Jaga/Prwt
SUTOTO KARS
▪ ISI PERINTAH
▪ NAMA LENGKAP DAN TANDA TANGAN
PEMBERI PERINTAH

18
NAMA LENGKAP DAN TANDA TANGAN
PENERIMA PERINTAH
▪ TANGGAL DAN JAM

TULBAKON
1. Tulis Lengkap/input komputer
2. Baca Ulang- Eja untuk
NORUM/LASA
3. Konfirmasi→lisan

Sutoto.KARS
Definisi Hasil kritis

• Adalah sebagai varian dari rentang


normal yang menunjukkan adanya
kondisi patofisiologis yang berisiko
tinggi atau mengancam nyawa, yang
dianggap gawat atau darurat, dan
mungkin memerlukan tindakan medis
segera untuk menyelamatkan nyawa
atau mencegah KTD
KEBIJAKAN PELAPORAN
HASIL PEMERIKSAAN KRITIS
• Hasil kritis dapat dijumpai pada Rajal dan Ranap:
• Rumah sakit menentukan mekanisme pelaporan hasil
kritis di rawat jalan dan rawat inap.
• Pemeriksaan diagnostik mencakup:
• semua pemeriksaan seperti laboratorium,
pencitraan/radiologi,
• diagnostik jantung juga pada hasil pemeriksaan yang
dilakukan di tempat tidur pasien (point-of-care testing
)/POCT.
• Rentang waktu pelaporan hasil kritis < 30 menit sejak
hasil di verifikasi oleh PPA yang berwenang di unit
pemeriksaan penunjang diagnostik.

Sutoto.KARS 20
SERAH TERIMA ASUHAN PASIEN (HAND OVER)

1. Antara PPA (misalnya, antar dokter, dari dokter ke


perawat, antar perawat, dan seterusnya);
2. Antara unit perawatan yang berbeda di dalam
rumah sakit (misalnya saat pasien dipindahkan
dari ruang perawatan intensif ke ruang perawatan
atau dari instalasi gawat darurat ke ruang
operasi);
3. Dari ruang perawatan pasien ke unit layanan
diagnostik seperti radiologiatau fisioterapi.

• PPA mencatat serah terima telah dilakukan dan


kepada siapa tanggung jawab pelayanan
diserahterimakan, kemudian dibubuhkan tanda
tangan, tanggal dan waktu pencatatan
MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT
YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH
ALERT MEDICATIONS)

• Standar SKP 3
• Rumah sakit menerapkan
proses untuk meningkatkan
keamanan penggunaan obat
yang memerlukan
kewaspadaan tinggi (high alert
medication) termasuk obat
Look- Alike Sound Alike (LASA).
Maksud dan
Tujuan SKP 3
• Obat-obatan yang perlu diwaspadai
(high-alert medications) adalah
obat-obatan yang memiliki risiko
menyebabkan cedera serius pada
pasien jika digunakan dengan tidak
tepat.
OBAT YANG PERLU DIWASPADAI
(HIGH ALERT MEDICATION):
• a) Obat risiko tinggi, yaitu obat dengan zat
aktif yang dapat menimbulkan kematian atau
kecacatan bila terjadi kesalahan (error) dalam
penggunaannya (contoh: insulin, heparin atau
sitostatika).
• b) Obat NORUM/LASA : Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound
Alike/LASA)
• c) Elektrolit konsentrat
KEBIJAKAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI
(HIGH ALERT MEDICATIONS)
• Rumah sakit harus menetapkan dan menerapkan strategi untuk mengurangi risiko dan
cedera akibat kesalahan penggunaan obat high alert, antara lain:
1. Penataan penyimpanan,
2. Pelabelan yang jelas,
3. Penerapan double checking,
4. Pembatasan akses,
5. Penerapan panduan penggunaan obat high alert.
• Rumah sakit perlu membuat daftar obat-obatan berisiko tinggi berdasarkan pola
penggunaan obat-obatan yang berisiko dari data internalnya sendiri tentang laporan
inisiden keselamatan pasien.
• Daftar ini sebaiknya diperbarui setiap tahun. Daftar ini dapat diperbarui secara sementara
jika ada penambahan atau perubahan pada layanan rumah sakit.
Elemen Penilaian SKP 3

• a) Rumah sakit menetapkan daftar obat kewaspadaan tinggi


(High Alert) termasuk obat Look -Alike Sound Alike (LASA).
• b) Rumah sakit menerapkan pengelolaan obat kewaspadaan
tinggi (High Alert) termasuk obat Look -Alike Sound Alike
(LASA) secara seragam di seluruh area rumah sakit untuk
mengurangi risiko dan cedera
• c) Rumah sakit mengevaluasi dan memperbaharui daftar
obat High-Alert dan obat Look -Alike Sound Alike (LASA)
yang sekurang-kurangnya 1(satu) tahun sekali berdasarkan
laporan insiden lokal, nasional dan internasional.
CONTOH LASA (LOOK ALIKE SOUND ALIKE)
NORUM ( NAMA OBAT RUPA MIRIP)

• hidraALAzine ▪ hidrOXYzine
• ceREBYx ▪ ceLEBRex LASA LASA

• vinBLASTine ▪ vinCRIStine
• chlorproPAMIDE ▪ chlorproMAZINE
• glipiZIde ▪ glYBURIde
• DAUNOrubicine ▪ dOXOrubicine

Sutoto.KARS 31
Look Alike Sound Alike

LASA LASA

Sutoto.KARS 32
LASA

Sutoto.KARS 33
Standar SKP 3.1
• Rumah sakit
menerapkan proses
untuk meningkatkan
keamanan
penggunaan elektrolit
konsentrat
ELEKTROLIT KONSENTRAT
1. Kalium/potasium klorida = > 2 mEq/ml
2. Kalium/potasium fosfat => 3 mmol/ml !
3. Natrium/sodium klorida > 0.9% HIGH
ALERT
4. Magnesium sulfat : => 50% atau lebih
pekat

Sutoto.KARS 36
Elemen Penilaian SKP 3.1

• a) Rumah sakit menerapkan proses penyimpanan


elektrolit konsentrat tertentu hanya di Instalasi
Farmasi, kecuali di unit pelayanan dengan
pertimbangan klinis untuk mengurangi risiko dan
cedera pada penggunaan elektrolit konsentrat.
• b) Penyimpanan elektrolit konsentrat di luar
Instalasi Farmasi diperbolehkan hanya dalam
untuk situasi yang ditentukan sesuai dalam
maksud dan tujuan.
TERLAKSANANYA PROSES TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR,
TEPAT-PASIEN YANG MENJALANI TINDAKAN DAN PROSEDUR

Standar SKP 4
• Rumah sakit menetapkan
proses untuk melaksanakan
verifikasi pra operasi,
penandaan lokasi operasi dan
proses time-out yang
dilaksanakan sesaat sebelum
tindakan pembedahan/invasif
dimulai serta proses sign-out
yang dilakukan setelah tindakan
selesai.
MAKSUD DAN TUJUAN
SKP 4
• Salah-sisi, salah-prosedur, salah-pasien
operasi, dapat terjadi di RS
• Kesalahan ini terjadi akibat:
• Adanya komunikasi yang tidak efektif atau
tidak adekuat antara anggota tim bedah,
• Kurangnya keterlibatan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking),
• Serta tidak adanya prosedur untuk
memverifikasi sisi operasi.

Perlu upaya kolaboratif untuk


mengembangkan proses dalam
mengeliminasi masalah ini.
KEBIJAKAN SKP 4
• Tindakan operasi dan invasif meliputi semua tindakan yang
melibatkan insisi atau pungsi, termasuk, tetapi tidak terbatas pada,
operasi terbuka, aspirasi perkutan, injeksi obat tertentu, biopsi,
tindakan intervensi atau diagnostik vaskuler dan kardiak perkutan,
laparoskopi, dan endoskopi.
• Rumah sakit perlu mengidentifikasi semua area di rumah sakit mana
operasi dan tindakan invasif dilakukan

Protokol umum (universal protocol) untuk pencegahan salah sisi, salah


prosedur dan salah pasien pembedahan meliputi:
• a) Proses verifikasi sebelum operasi.
• b) Penandaan sisi operasi.
• c) Time-out dilakukan sesaat sebelum memulai tindakan.
Elemen Penilaian SKP 4
• a) Rumah sakit telah melaksanakan proses verifikasi pra
operasi dengan daftar tilik untuk memastikan benar pasien,
benar tindakan dan benar sisi.
• b) Rumah sakit telah menetapkan dan menerapkan tanda
yang seragam, mudah dikenali dan tidak bermakna ganda
untuk mengidentifikasi sisi operasi atau tindakan invasif.
• c) Rumah sakit telah menerapkan penandaan sisi operasi
atau tindakan invasif (site marking) dilakukan oleh dokter
operator/dokter asisten yang melakukan operasi atau
tindakan invasif dengan melibatkan pasien bila
memungkinkan.
• d) Rumah sakit telah menerapkan proses Time-Out
menggunakan “surgical check list” (Surgical Safety Checklist
dari WHO terkini pada tindakan operasi termasuk tindakan
medis invasif.
SIGN IN TIME OUT SIGN OUT

Sutoto.KARS 42
PENANDAAN DAERAH OPERASI
1. Di Tempat Dilakukan Operasi/Prosedur Invasif
2. Melibatkan pasien dan
3. Dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali.
4. Tanda yang dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat di
rumah sakit,
5. Harus dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur operasi,
6. Saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus
masih terlihat jelas setelah pasien sadar.
7. Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda,
termasuk pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel
(multiple structure), jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang
belakang.
Time-Out
• Time-out dilakukan sesaat sebelum tindakan dimulai dan dihadiri
semua anggota tim yang akan melaksanakan tindakan operasi.
Selama time-out, tim menyetujui komponen sebagai berikut:
• a) Benar identitas pasien.
• b) Benar prosedur yang akan dilakukan.
• c) Benar sisi operasi/tindakan invasif.
• Time-out dilakukan di tempat di mana tindakan akan dilakukan
dan melibatkan secara aktif seluruh tim bedah. Pasien tidak
berpartisipasi dalam time-out.
• Keseluruhan proses time-out didokumentasikan dan meliputi
tanggal serta jam time-out selesai. Rumah sakit menentukan
bagaimana proses time-out didokumentasikan.
Sign-Out
Sign out yang dilakukan sebelum pasien meninggalkan ruangan.
konfirmasi secara lisan untuk komponen sign-out sebagai berikut:
• a) Nama tindakan operasi/invasif yang dicatat/ditulis.
• b) Kelengkapan perhitungan instrumen, kasa dan jarum (bila ada).
• c) Pelabelan spesimen (ketika terdapat spesimen selama proses sign-out,
label dibacakan dengan jelas, meliputi nama pasien, tanggal lahir).
• d) Masalah peralatan yang perlu ditangani (bila ada).

• Rumah sakit dapat menggunakan Daftar tilik keselamatan operasi (Surgical


Safety Checklist dari WHO terkini)
KARS
MENGURANGI RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN
KESEHATAN

Standar SKP 5
• Rumah sakit menerapkan kebersihan
tangan (hand hygiene) untuk
menurunkan risiko infeksi terkait
layanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan SKP 5
• PPI merupakan tantangan praktisi dalam tatanan yankes,
dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan
hal yang sangat membebani pasien serta profesional
pemberi asuhan (PPA) pada pelayanan kesehatan.
• Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk:
1. infeksi saluran kemih-terkait kateter,
2. infeksi aliran darah (blood stream infections) dan
3. pneumonia (sering kali dihubungkan dengan
ventilasi mekanis).
Maksud dan Tujuan SKP 5
• Kegiatan utama dari upaya eliminasi infeksi ini
maupun infeksi lainnya adalah dengan melakukan
tindakan cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
• Pedoman hand hygiene yang berlaku secara
internasional dapat diperoleh di situs web WHO.
Rumah sakit harus memiliki proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand
hygiene yang diterima secara luas untuk
implementasinya di rumah sakit.
Elemen
Penilaian SKP 5
• a) Rumah sakit telah
menerapkan kebersihan
tangan (hand hygiene)
yang mengacu pada
standar WHO terkini.
• b) Terdapat proses
evaluasi terhadap
pelaksanaan program
kebersihan tangan di
rumah sakit serta upaya
perbaikan yang dilakukan
untuk meningkatkan
pelaksanaan program.
ANGKA INFEKSI PELAYANAN KESEHATAN
YANG HARUS DIKUMPULKAN
• Infeksi Saluran kemih terkait
penggunaan kateter
• Infeksi Luka/Daerah Operasi
• Infeksi Saluran Pernapasan
terkait penggunaan ventilator
• Infeksi aliran darah primer
terkait pemasangan Central
Venous Pressure (CVP)
• Infeksi aliran darah Perifer

KARS
Contoh: PENGGGUNAAN JEMBATAN KELEDAI, UNTUK MEMUDAHKAN MENGINGAT URUTAN
ENAM AREA DALAM HAND-WASH/RUB
• TELAPAK TANGAN
• PUNGGUNG TANGAN TEPUNG SELACI PUPUT
• SELA- SELA JARI
LAMA CUCI TANGAN:
• PUNGGUNG JARI-JARI (GERAKAN KUNCI)
HAND RUB : 20-30 DETIK
• SEKELILING IBU JARI (PUTAR- PUTAR) HAND WASH 40-60 DETIK
• KUKU DAN UJUNG JARI (PUTAR-PUTAR)
Sutoto.KARS
Acknowledgement : WHO World Alliance for Patient Safety 56
MENGURANGI RISIKO CEDERA KARENA PASIEN
JATUH
Standar SKP 6
• Rumah sakit menerapkan proses untuk
mengurangi risiko cedera pasien
akibat jatuh.
Standar SKP 6.1
• Rumah sakit menerapkan proses untuk
mengurangi risiko cedera pasien
akibat jatuh di rawat inap.
Maksud dan Tujuan SKP 6
• Risiko jatuh pada pasien rawat jalan berhubungan
dengan kondisi pasien, situasi, dan/atau lokasi di
rumah sakit.
• Di unit rawat jalan, dilakukan skrining risiko jatuh
pada pasien dengan kondisi, diagnosis, situasi,
dan/atau lokasi yang menyebabkan risiko jatuh.
Jika hasil skrining pasien berisiko jatuh, maka
harus dilakukan intervensi untuk mengurangi risiko
jatuh pasien tersebut.
Skrining risiko jatuh di rawat jalan
meliputi:
• A) kondisi pasien misalnya pasien geriatri, dizziness, vertigo, gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan obat, sedasi, status
kesadaran dan atau kejiwaan, konsumsi alkohol.
• B) diagnosis, misalnya pasien dengan diagnosis penyakit parkinson.
• C) situasi misalnya pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien
dengan riwayat tirah baring/perawatan yang lama yang akan
dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan
posisi akan meningkatkan risiko jatuh.
• d) lokasi misalnya area-area yang berisiko pasien jatuh, yaitu tangga,
area yang penerangannya kurang atau mempunyai unit pelayanan
dengan peralatan parallel bars, freestanding staircases seperti unit
rehabilitasi medis. Ketika suatu lokasi tertentu diidentifikasi sebagai
area risiko tinggi yang lebih rumah sakit dapat menentukan bahwa
semua pasien yang mengunjungi lokasi tersebut akan dianggap berisiko
jatuh dan menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi risiko jatuh
yang berlaku untuk semua pasien.
Skrining risiko jatuh di rawat jalan
• Skrining dapat dilakukan oleh petugas registrasi, atau
pasien dapat melakukan skrining secara mandiri,
seperti di anjungan mandiri untuk skrining di unit rawat
jalan.
• Contoh pertanyaan skrining sederhana dapat meliputi:
• a) Apakah Anda merasa tidak stabil ketika berdiri
atau berjalan?;
• b) Apakah Anda khawatir akan jatuh?;
• c) Apakah Anda pernah jatuh dalam setahun
terakhir?
Skrining risiko jatuh di rawat jalan
Rumah sakit dapat menentukan pasien rawat jalan mana
yang akan dilakukan skrining risiko jatuh.
• Contoh:
• semua pasien di unit rehabilitasi medis,
• semua pasien dalam perawatan lama/tirah baring
lama datang dengan ambulans untuk pemeriksaan
rawat jalan,
• pasien yang dijadwalkan untuk operasi rawat jalan
dengan tindakan anestesi atau sedasi,
• pasien dengan gangguan keseimbangan,
• pasien dengan gangguan penglihatan,
• pasien anak di bawah usia 2 (dua) tahun, dll
Skrining risiko jatuh di rawat inap
• Pasien rawat inap baik dewasa maupun anak harus
dilakukan pengkajian risiko jatuh menggunakan metode
pengkajian yang baku sesuai ketentuan rumah sakit.
• Kriteria risiko jatuh dan intervensi yang dilakukan harus
didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
• Pasien yang sebelumnya risiko rendah jatuh dapat
meningkat risikonya secara mendadak menjadi risiko
tinggi jatuh.
• Perubahan risiko ini dapat diakibatkan:
1. Tindakan pembedahan dan/atau anestesi,
2. Perubahan mendadak pada kondisi pasien,
3. Penyesuaian obat-obatan yang diberikan sehingga
pasien memerlukan pengkajian ulang jatuh selama
dirawat inap dan paska pembedahan.
Sutoto.KARS 63
Pediatric Patient Falls Scale
Scale Characteristics
General Risk Assessment Humpty-Dumpty Scale- CHAMPS Pediatric Fall Pediatric Fall Risk
of Pediatric Inpatient Falls Inpatient Risk Assessment Tool Assessment Scale
(GRAF-PIF) (PFRA)
Used at NCH

Physical & physiological All types of falls except All types of falls All types of falls
falls (not developmental) when child is “dropped”

5 items 7 items 4 items 10 items

Scale 0 to 5+ Scale 7 to 23 Scale 0 to 4 Scale 0 to 30

Cut-off score = 2 Cut-off score = 12 Cut-off score = 1 Cut-off score = 5


Sutoto.KARS 64
Intrinsik (berhubungan dengan kondisi Ekstrinsik (berhubungan dengan lingkungan)
pasien)
Dapat di antisipasi • Riwayat jatuh sebelumnya • Lantai basah/silau, ruang berantakan,
(Physiological antisipated • Inkontinensia pencahayaan kurang, kabel longgar/lepas
fall) • Gangguan kognitif/psikologis • Alas kaki tidak pas
• Gangguan keseimbangan/mobilitas • Dudukan toilet yang rendah
• Usia > 65 tahun • Kursi atau tempat tidur beroda
• Osteoporosis • Rawat inap berkepanjangan
• Status kesehatan yang buruk • Peralatan yang tidak aman
• Peralatan rusak
• Tempat tidur ditinggalkan dalam posisi
tinggi

Tidak dapat dii antisipasi • Kejang • Reaksi individu terhadap obat-obatan


(an unanticipated • Aritmia jantung
physiological fall) • Stroke atau Serangan Iskemik Sementara
(Transient Ischaemic Attack-TIA)
• Pingsan
• ‘Serangan jatuh’ (Drop Attack)
CONTOH:
ASESMEN RISIKO
JATUH
MORSE FALL SCALE

Sutoto.KARS 67
No/low risk: < 45
• Pencegahan jatuh akibat kecelakaan
• Pastikan lingkungan aman
• Edukasi pasien dan keluarga
High risk: > 45
• Strategi proteksi dari jatuh:
• Monitoring
• Proteksi jatuh dari tempat tidur/kursi
• Proteksi dari lingkungan berbahaya
• Proteksi dari cedera
• Strategi pencegahan jatuh
• Tranfer pasien dengan aman
• Cegah kencing yang urgen
• Evaluasi kemampuan komunikasi
• Latihan /exercise keseimbangan
• Optimalisasi kondisi fisik
Morse, Janice M..Preventing Patient Falls. Establishing a Fall Intervention Program, 2 nd Ed. Springer Publishing Company, New York. 2009.

Sutoto.KARS 68
Elemen Penilaian SKP 6
• a) Rumah sakit telah melaksanakan skrining
pasien rawat jalan pada kondisi, diagnosis, situasi
atau lokasi yang dapat menyebabkan pasien
berisiko jatuh, dengan menggunakan alat
bantu/metode skrining yangditetapkan rumah sakit
• b) Tindakan dan/atau intervensi dilakukan untuk
mengurangi risiko jatuh pada pasien jika hasil
skrining menunjukkan adanya risiko jatuh dan
hasil skrining serta intervensi didokumentasikan.
Elemen Penilaian SKP 6.1

• a) Rumah sakit telah melakukan pengkajian risiko


jatuh untuk semua pasien rawat inap baik dewasa
maupun anak menggunakan metode pengkajian
yang baku sesuai dengan ketentuan rumah sakit.
• b) Rumah sakit telah melaksanakan pengkajian
ulang risiko jatuh pada pasien rawat inap karena
adanya perubahan kondisi, atau memang sudah
mempunyai risiko jatuh dari hasil pengkajian.
• c) Tindakan dan/atau intervensi untuk mengurangi
risiko jatuh pada pasien rawat inap telah dilakukan
dan didokumentasikan.
Dr.dr.Sutoto,M.Kes,FISQua
WA : 081381134839 78

Anda mungkin juga menyukai