Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ANAK DENGAN GANGGUAN KESEIMBANGAN


CAIRAN (DIARE)

OLEH:
NI KADEK SRI WAHYUNI ANTARI
NIM. 223213467

PROGRAM STUDI NERS PROGRAM PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2023
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Diare adalah peningkatan frekuensi atau penurunan konsistensi feses.
Diare pada anak dapat bersifat akut atau kronik (Susan, 2016). Diare adalah
peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan berbagai kondisi
patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi di sertai muntah-
muntah atau ketidaknyaman abdomen (Arif & Kumala, 2011).
Diare adalah tinja yang lunak atau cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam
satu hari. Berdasarkan hal tersebut, secara praktis diare pada anak balita bisa
didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar tiga kali atau
lebih, tinja konsistensinya menjadi lebih lunak dari biasanya, sehingga hal itu
dianggap tidak normal oleh ibunya (Wijaya, 2013).

2. Etiologi
Penyebab utama diare akibat virus adalah rotasi virus banyak organisme
yang menyebabkan diare akibat bakteri, yaitu campylobacter, shigella,
salmonella, staphylococcus aureus dan escherichia coli. Salah satu agen
parasit yang paling sering menyebabkan diare pada anak. Kebanyakan
organisme patogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal, oral
melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia
dengan kontak yang erat. Kurangnya air bersih, tinggal berdesakan, hygiene
yang buruk, kurang gizi dan merupakan faktor resiko utama, khususnya untuk
terjangkit infeksi bakteri atau parasit yang pathogen (Sharon, 2014).

3. Patofisiologi
Menurut Arif & Kumala (2011) secara umum kondisi peradangan pada
gastrointestinal disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada
mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin.
Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan atau menurunkan
absorpsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan
elektrolit.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1). Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan
atau zat yang sukar diserap oleh mukosa intestinal dan akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
2). Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal
akibat produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons
peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke
dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
3). Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare.
Usus halus menjadi bagian absorpsi utama dan usus besar melakukan
absorpsi air yang akan membuat solid dari komponen feses, dengan adanya
gangguan dari gastroenteritis akan menyebabkan absorpsi nutrisi dan
elektrolit oleh usus halus, serta absorpsi air menjadi terganggu.
4. Pathway

Faktor Mal Absorbsi Faktor Makanan Faktor Psikologi


Karbohidrat Makanan Besi Rasa takut
Lemak Beracun Cemas
Protein Alergi Makanan

Penyerapan sari-sari makanan dalam


saluran pencernaan tidak adekuat

Gangguan mortilitas
Terdapatnya zat-zat Peradangan isi usus usus
yang tidak diserap

Gangguan sekresi
Tekanan osmotif
Hiperperistaltik
meningkat Sekresi air dan
elektrolit dalam usus
Reabsorbsi didalam meningkat Kesempatan usus
usus besar terganggu menyerap makanan
Merangsang usus
mengeluarkan isinya

Diare

BAB sering dengan Inflamasi saluran


konsistensi cair pencernaan

Kulit disekitar Kehilangan Frekuensi Proses penyakit Mual dan


anus lecet dan cairan aktif defekasi muntah
teriritasi Suhu tubuh
meningkat
meningkat
Dehidrasi Anoreksia
Kemerahan & BAB encer
gatal dengan atau
Hipovolemia tanpa darah
Hipertermia Defisit Nutrisi
Sering digaruk

Inkontinensia
Kerusakan Fekal
integritas kulit
5. Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: (Nurarif & Hardhi, 2015)
1) Lama waktu diare
- Diare akut: berlangsung kurang dari 2 minggu
- Diare kronis: berlangsung lebih dari 2 minggu
2) Mekanisme patofisiologis: osmotik atau sekretorik
a. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
- Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin
dan mineral.
- Kurang kalori protein.
- Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
b. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
- Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti
shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus,
clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus
halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya
keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam),
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin,
alergi dan sebagainya.
- Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imunoglobulin A)
yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata
usus dan jamur terutama canalida.

6. Gejala Klinis
Menurut Wijaya (2013) tanda dan gejala diare sebagai berikut:
1) Suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang kemudian
timbul diare.
2) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
mugnkin disertai lender atau lender dan darah
3) Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu.
4) Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa
yang diabsorpsi oleh usus selama diare.
5) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
6) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
7) Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, TD turun, denyut
jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) Diuresis berkurang (oliguria sampai
anuria).
8) Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam (Kusmaul).
9) Bila tidak mendapat perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada
keadaan-keadaan seperti dehidrasi, gangguan keseimbangan asam-
basa, hipoglikemia, gangguan gizi dan sirkulasi.

7. Pemeriksaan Fisik
1) Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
2) Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
3) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
4) Mata : cekung, kering, sangat cekung
5) Sistem pencernaan
- Inspeksi
BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3x
dalam sehari, adakah bau disertai lendir atau darah, mukosa mulut
kering, distensi abdomen, nafsu makan menurun, mual muntah,
- Auskultasi: bising usus (menggunakan diafragma stethoscope),
peristaltic meningkat > 35 x/mnt,
- Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar
dan lien tidak membesar, suara tymphani
- Palpasi : memeriksa adanya nyeri tekan dan masaa
6) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
7) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tekanan
darah menurun pada diare sedang .
8) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor kulit menurun, suhu
meningkat > 37,50C, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memanjang > 2 detik, kemerahan pada daerah
perianal.
9) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

8. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1) Pemeriksaan tinja
- Makroskopis dan mikroskopis
- PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dna tablet
clinitest bila diduga terdapat intoleransi glukosa
- Bila perlu diadakan uji bakteri
2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
5) Laboratorium:
- Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
- Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
- AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun)
- Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada diare yaitu (Ngastiyah, 2014):
1) Penatalaksanaan Medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting
yang perlu diperhatikan.
a) Jenis cairan: oral: pedialyte atau oralit, ricelyte. Parenteral:
NaCl, isotonik, infuse RL.
b) Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang
dikeluarkan.
c) Jalan masuk atau cairan pemberian:
- Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan
NaHCO3, KCL, dan glukosa.
- Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
beberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat
ringan dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan
sesuai dengan umur dan berat badannya.
d) Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian
kembali status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan.
Identifikasi penyebab diare. Terapi sistemik seperti pemberian
obat anti diare, obat anti mortilitas dan sekresi usus,
antimetik.
b. Pengobatan dieretrik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg jenis makanan: susu (ASI atau susu
formula yang mengandung laktosa rendah ada asam lemak tidak
jenuh, misalnya LLM. Almiron atau sejenis lainnya). Makan
setengah padat (bubur) atau makan padat (nasi tim), bila anak
tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa. Susu khusus
yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai
sedang atau tidak jenuh.
2) Penatalaksaan keperawatan
a. Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah
pasien defekasi. Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila
tidak ada oralit dapat diberikan larutan garam dan 1 gelas air
matang yang agak dingin dilarutkan dalam satu sendok teh
gula pasir dan 1 jumput garam dapur. Jika anak terus muntah tidak
mau minum sama sekali perlu diberikan melalui sonde. Bila cairan
per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infuse dengan cairan
Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter).
Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan lancar
terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk
mengatasi dehidrasi.
b. Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat untuk mengetahui
kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang
masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:
a) Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai set
infuse yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol
infuse waktu memantaunya.
b) Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernapasan, suhu.
c) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering,
encer atau sudah berubah konsistensinya.
d) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok untuk mencegah bibir
dan selaput lendir mulut kering.
e) Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberikan
makan lunak atau secara realimentasi.
10. Komplikasi
Akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut (Maryunani,
2010):
1) Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau
anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke
dalam cairan intraseluler.
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2–3 % anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita Kekurangan
Kalori Protein (KKP). Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati dan adanya
gangguan etabol glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar
glukosa darah menurun hingga 40 % pada bayi dan 50 % pada anak–
anak.
4) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena
takut diare atau muntah yang bertambah hebat, walaupun susu
diteruskan sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer
ini diberikan terlalu lama, makanan yang diberikan sering tidak dapat
dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
Menurut Ngastiyah (2014) sebagai akibat diare baik akut maupun
kronik akan terjadi kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolis,
hipokalemia), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang,
pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas klien.
2) Riwayat keperawatan.
a. Keluhan utama
Feces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi
ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput
lendir mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 3 kali
dengan konsistensi encer.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau
lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali dan waktu
diare: diare akut dan diare kronis
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Meliputi pengkajian, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah
dialami, alergi, pola kebiasaan, status gizi (lebih, baik, kurang,
buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Pernah
mengalami diare sebelumnya, pemakaian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari
saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA,
campak.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga
yang berhubungan dengan distribusi penularan
- Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang
kurang mudah terkena kuman penyebab diare
- Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
BAB yang tidak pada tempat (sembarang) di sungai dan cara
bermain anak yang kurang hygienis dapat mempermudah
masuknya kuman lewat fecal-oral
- Persepsi Keluarga
Kondisi lemah dan diare yang berlebihan perlu suatu keputusan
untuk penanganan awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh keluarga.
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal kotor.
3) Kebutuhan dasar.
a. Pola eliminasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4
kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
b. Pola nutrisi: diawali dengan mual, muntah, anoreksia,
menyebabkan penurunan berat badan pasien.
c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Pola hygiene: kebiasaan mandi setiap harinya.
e. Aktivitas: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan
adanya nyeri akibat distensi abdomen.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun teraba cekung
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan
- Inspeksi
BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3x
dalam sehari, adakah bau disertai lendir atau darah, mukosa
mulut kering, distensi abdomen, nafsu makan menurun, mual
muntah,
- Auskultasi: bising usus (menggunakan diafragma stethoscope),
peristaltic meningkat > 35 x/mnt,
- Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar
dan lien tidak membesar, suara tymphani
- Palpasi : memeriksa adanya nyeri tekan dan masaa
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah,
tekanan darah menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor kulit menurun, suhu
meningkat > 37,50C, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memanjang > 2 detik, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-
400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal.
2) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
3) Inkontinensia fekal berhubungan dengan diare kronis.
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
5) Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.
6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan volume
cairan.
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan


Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Diare berhubungan Setelah dilakukan asuhan Observasi
dengan inflamasi keperawatan ...x24 jam 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui
gastrointestinal. diharapkan diare teratasi dengan diare peyebab munculnya
kriteria hasil: 2. Identifikasi riwayat diare
1. Mampu mengontrol pemberian makanan 2. Untuk mengetahui
pengeluaran feses makanan yang
2. Frekuensi defekasi dikonsumsi pasien
menurun sebelum diare
3. Konsistensi feses lembek 3. Monitor warna, 3. Untuk memonitor
4. Peristaltic usus normal volume, frekuensi, dan konsistensi dan
(5-35 permenit) konsistensi tinja frekuensi feses
4. Monitor jumlah dan 4. Untuk mengetahui
pengeluaran diare jumlah output yang
dikeluarkan pasien
Terapeutik
5. Berikan asupan cairan 5. Untuk menambah
oral cairan di dalam tubuh
pasien
6. Berikan cairan 6. Untuk menambah
intravena cairan, mencegah
dehidrasi
Edukasi
7. Anjurkan makanan 7. Makan dengan porsi
porsi kecil dan sering kecil secara bertahap
secara bertahap membantu pasien
mencegah terjadinya
defisit nutrisi
8. Anjurkan menghindari 8. Untuk mencegah
makanan pembentuk peningkatan terjadinya
gas, pedas, dan diare
mengandung laktosa
Kolaborasi
9. Kombinasi pemberian 9. Membantu
obat pengeras feses meningkatkan
konsistensi feses
2 Hipovolemia Setelah dilakukan asuhan Observasi
berhubungan dengan keperawatan ...x24 jam 1. Periksa tanda dan gejala 1. Mengidentifikasi
kehilangan cairan aktif. diharapkan hipovolemia teratasi hipovolemia (mis. perubahan-perubahan
dengan kriteria hasil: frekuensi nadi yang akan terjadi pada
1. Mempertahankan urin meningkat, nadi teraba keadaan umum pasien
output sesuai dengan usia lemah, tekanan darah terutama tanda dan
dan Berat Badan, BJ menurun, tekanan nadi gejala hipovolemia
urine normal (1.003- menyempit, turgor kulit
1.030), HT normal menurun, membrane
(Anak-anak 30-40%) mukosa kering, volume
2. Tekanan darah, nadi, urine menurun,
suhu tubuh dalam batas hematokrit meningkat,
normal haus, lemah).
(TD: 80-100/60 mmHg, 2. Monitor intake dan 2. Membantu dalam
Nadi: 80-90x/mnt, Suhu output cairan menganalisa
36-37,5oC) keseimbangan cairan
3. Tidak ada tanda-tanda dan derajat kekurangan
dehidrasi, turgor kulit cairan
elastisitas, membrane Terapeutik
mukosa lembab, tidak ada 3. Hitung kebutuhan 3. Menentukan jumlah
rasa haus yang berlebihan cairan pemberian cairan pada
pasien
4. Berikan posisi modified 4. Melancarkan peredaran
Trendelenburg darah ke otak

5. Berikan asupan cairan 5. Memenuhi kebutuhan


oral cairan pasien
Edukasi
6. Anjurkan 6. Untuk mempertahankan
memperbanyak asupan cairan
cairan oral
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian 7. Pemberian cairan tepat
cairan IV isotonis (mis. melalui IV line sebagai
NaCl, RL) pengganti cairan yang
hilang
3 Inkontinensia fekal Setelah dilakukan asuhan Observasi
berhubungan dengan keperawatan ...x24 jam 1. Monitor peristaltic usus 1. Memantau peristaltic
diare kronis. diharapkan inkontinensia fekal usus tetap dalam
teratasi dengan kriteria hasil: keadaan normal
1. Pengontrolan pengeluaran 2. Identifikasi penyebab 2. Untuk mengetahui
feses inkontinensia fekal baik penyebab dari
2. Frekuensi buang air besar fisik maupun psikologis timbulnya
membaik (mis. gangguan sfingter inkontinensia fekal
3. Konsistensi feses rectum, diare kronis, dll).
(lembek) 3. Identifikasi perubahan 3. Mengetahui perubahan
4. Peristaltik usus normal frekuensi defekasi dan frekuensi defekasi dan
(5-35 per menit) konsistensi feses konstensi feses
Terapeutik
4. Bersihkan daerah 4. Mencegah terjadinya
perineal dengan sabun infeksi dan menjaga
dan air kebersihan perineal
5. Membantu pasien
5. Laksanakan program mendapatkan defekasi
latihan usus (bowel normal
training) 6. Mencegah terjadinya
6. Hindari makanan yang iritasi pada usus
menyebabkan diare
Edukasi
7. Membantu pasien dan
7. Jelaskan definisi, jenis keluarga memahami
inkontinensia, penyebab terkait inkontinensia
fekal
inkontinensia fekal
8. Membantu dalam
8. Anjurkan mencatat pengkajian
karakteristik feses
Kolaborasi
9. Membantu
9. Kolaborasi pemberian mengurangi defekasi
obat diare (mis.
loperamide, atropine)
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama …x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengetahui status
kurangnya asupan diharapkan defisit nutrisi teratasi nutrisi pasien dapat
makanan. dengan kriteria hasil: membantu dalam
1. Diare menurun pengkajian
2. Bising usus normal (5-30 2. Monitor asupan makanan 2. Memantau asupan
per menit) 3. Monitor berat badan makanan pada pasien
3. Berat badan normal 3. Mengetahui berat
4. Indeks massa tubuh Terapeutik badan pasien
(IMT) normal 4. Fasilitasi menentukan 4. Membantu pasien
5. Penyiapan dan pedoman diet untuk menentukan
penyimpanan makanan program diet dengan
yang aman gizi seimbang
5. Sajikan makanan secara 5. Membantu pasien
menarik dan suhu yang makan dengan
sesuai makanan bergizi
6. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein 6. Membantu kecukupan
Edukasi nutrisi pasa pasien
7. Anjurkan diet yang
diprogramkan 7. Membantu pasien
Kolaborasi memahami diet yang
akan diberikan
8. Kolaborasi dengan ahli
8. Menentukan diet dan
gizi untuk menentukan
jenis nutrien yang akan
jumlah kalori dan jenis
diberikan secara tepat
nutiren yang dibutuhkan
kepada pasien
5 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan asuhan Observasi
dengan dehidrasi. keperawatan selama …x24jam 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
diharapkan hipertermia teratasi hipertermia hipertermia
dengan kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh 2. Memantau perubahan
1. Suhu tubuh dalam suhu tubuh
rentang normal Suhu 36- 3. Monitor komplikasi 3. Mengetahui adanya
37,5oC) akibat hipertermia komplikasi
1. Tidak ada perubahan
warna kulit Terapeutik
2. Pucat menurun 4. Sediakan lingkungan 4. Membantu pasien
3. Tidak ada kejang yang nyaman beristirahat
5. Basahi dan kipasi 5. Membantu mengurangi
permurkaan tubuh rasa panas pada pasien
Edukasi
6. Anjurkan tirah baring 6. Meminimalkan fungsi
semua sistem organ
Kolaborasi pasien
7. Kolaborasi pemberian 7. Membantu memulihkan
cairan dan elektrolit kondisi tubuh
intravena
6 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Observasi
berhubungan dengan keperawatan ...x24 jam 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
kekurangan volume diharapkan kerusakan integritas kerusakan integritas kulit kerusakan integritas
cairan. kulit teratasi dengan kriteria kulit
hasil: Terapeutik
1. Integritas kulit yang baik 2. Ubah posisi tiap 2 jam 2. Mengurangi tekanan
bisa dipertahankan. tirah baring pada daerah gangguan
2. Tidak ada luka/lesi pada integritas kulit
kulit. 3. Lakukan pemijatan pada 3. Membantu memperbaiki
3. Perfusi jaringan baik. area penonjolan tulang sirkulasi, metabolism
4. Menunjukkan dan memperlancar
pemahaman dalam peredaran darah
proses perbaikan kulit 4. Bersihkan perineal 4. Menjaga kebersihan area

dan mencegah terjadinya dengan air hangat, perineal


cedera berulang. terutama selama periode

5. Mampu melindungi kulit diare

dan mempertahankan 5. Gunakan produk


kelembaban kulit dan berbahan petroleum atau 5. Mencegah infeksi kulit
perawatan alami. minyak pada kulit kering dan mengobati kulit
Edukasi rusak
6. Anjurkan gunakan
pelembab 6. Menjaga kelembaban
7. Anjurkan minum air kulit
yang cukup 7. Menjaga kadar cairan
8. Anjurkan mandi dan tubuh dan kesegaran
menggunakan sabun kulit
secukupnya 8. Menjaga kebersihan
kulit
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi atau rencana keperawatan yang disusun
sebelumnya.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan
format SOAP.

S : Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga


O : Berdasarkan outcome yang diharapkan
A : Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai sebagian dan /atau
tidak tercapai
P : Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa: pertahankan kondisi,
lanjutkan intervensi dan/atau modifikasi intervensi

25
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M., & Kumala, S. 2011. Gangguan Gastrointestinal : : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medika.

Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Hardhi, K. 2015. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc, dalam
Berbagai Kasus Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.

Sharon, A. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Susan, C. 2016. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 2. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI.

Wijaya, AS & Putri YM. 2013. KMB (Keperawatan Medikal Bedah), Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

26
27

Anda mungkin juga menyukai