Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PRESENTASI KASUS DAN PRESENTASI JURNAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Keperawatan Anak (PPKA)

Pembimbing :
Evy Noorhasanah,S.Kep., Ns, M.Imun
Rakhmad Heriyadi, S.Kep., Ns

Disusun oleh : Kelompok 5


Nurliani : 2314901210167
Ridha Khairullah : 2314901210184
Ronna Abdiyati : 2314901210188
Suci Lestari : 2314901210201
Tina Iliyanti : 2314901210206

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
2

DAFTAR ISI

SAMPUL....................................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................
BAB 2 TINJAUAN TEORI........................................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................................
BAB 4 ANALISIS JURNAL....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................

2
3

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam febris merupakan suhu tubuh di atas normal akibat peningkatan pusat
pengatur suhu tubuh di hipotalamus. Pada anak-anak yang mengalami
peningkatan suhu ringan pada kisaran 37,50 C - 380 C (Sodikin dalam Mulyani
dan Lestari, 2020). Hipertermia dapat membahayakan apabila timbul peningkatan
suhu tubuh yang tinggi. Jika hipertermia tidak ditangani dapat menyebabkan
kerusakan otak, hyperpirusia (suatu kondisi yang dapat menyebabkan syok),
epilepsi, keterbelakangan mental, atau ketidakmampuan belajar (Marcdante dkk
dalam Mulyani dan Lestari, 2020).

Suhu tubuh pada kondisi meningkat dapat dipergunakan sebagai salah satu ukuran
penting yang dapat memberikan petunjuk mengenai memburuk atau membaiknya
keadaan penderita. Hipertermia merupakan suatu pertanda adanya gangguan
kesehatan dan hanyalah suatu keluhan dan bukan merupakan suatu diagnosis.
Sebagai suatu keluhan hipertermia merupakan keluhan kedua terbanyak setelah
nyeri, jadi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui tentang
hipertermia (Hastomo & Suryadi, 2018).

Hipertermia merupakan suatu tanda bahwa tubuh sedang melawan infeksi atau
bakteri yang membuatnya sakit. Hipertermia tersebut juga dapat terjadi setelah
anak mendapatkan imunisasi. Pengukuran suhu tubuh diberbagai tubuh memiliki
batasan nilai atau derajat demam yaitu axila/ ketiak > 37,20 C, suhu oral/ mulut >
37,80 C, suhu rektal/ anus > 380 C, suhu dahi dan suhu dimembran telinga diatas
380 C. Pengukuran suhu pada oral dan rektal lebih menunjukkan suhu tubuh
sebenarnya, namun hal ini tidak direkomendasikan kecuali benar-benar dapat
dipastikan keamanannya (Mansur dalam Astuti, 2018).

Sebagian besar hipertermia berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi
lokal atau sistemik. Oleh karena itu pada kasus hipertermia harus ditangani
4

dengan benar karena terdapat beberapa dampak negatif yang 2 ditimbulkan


(Kalbaca dalam Dewi, 2016). Dampak yang ditimbulkan hipertermia dapat berupa
penguapan cairan tubuh yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan dan
dapat menyebabkan terjadinya kejang. Perawat sangat berperan untuk mengatasi
demam melalui peran mandiri maupun kolaborasi. Salah satu peran mandiri
perawat dalam mengatasi demam adalah dengan memberikan kompres tepid water
sponge, dimana metode ini paling baik dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh
(Kalbaca dalam Astuti, 2018).

Pada suhu tubuh yang tinggi akan melakukan pendinginan melalui pengeluaran
keringat. Kemudian ketika kelembaban udara yang tinggi, keringat tidak akan
menguap dengan cepat. Selanjutnya, tanpa adanya asupan cairan yang mencukupi,
maka terjadi kehilangan cairan yang berlebihan dan ketidakseimbangan elektrolit
juga dapat menyebabkan dehidrasi. Dalam kasus tersebut, suhu tubuh seseorang
menjadi meningkat dengan cepat. Suhu tubuh yang sangat tinggi dapat merusak
otak dan organ vital lainnya (Mulyani dan Lestari, 2020).

Pemberian tepid water sponge merupakan suatu metode pemandian tubuh yang
dilakukan dengan cara mengelap sekujur tubuh dan melakukan kompres pada
bagian tubuh tertentu dengan menggunakan air yang suhunya hangat untuk jangka
waktu tertentu. Selain itu pemberian tepid water sponge akan mempercepat
pelebaran pembuluh darah perifer memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh ke
lingkungan sekitar sehingga mempercepat penurunan suhu tubuh (Perry & Potter
dalam Mulyani dan Lestari, 2020).

Kompres tepid water sponge dapat diberikan pada penderita yang mengalami
hipertermia pada dewasa dengan tindakan pemberian kompres tepid water sponge
selama 20 menit dan efektif menurunkan suhu tubuh dapat dilakukan selama 3
hari. Ketika tindakan ini dilakukan, suhu tubuh akan menurun karena penerapan
tepid water sponge yang mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer di
seluruh tubuh sehingga proses penguapan panas dari kulit ke lingkungan sekitar
akan lebih cepat dibandingkan dengan kompres hangat (Wardiyah et al., 2016).
5

Tiga dalam pemberian tepid water sponge pada penderita demam dengan
peningkatan suhu tubuh merupakan salah satu tindakan non farmakologis yang
dapat dilakukan. Tepid water sponge tidak hanya diberikan pada balita, anak usia
pra sekolah, anak usia sekolah, tetapi dapat diberikan pada semua usia termasuk
usia dewasa yang mengalami hipertermia. Dalam pemberian tepid water sponge
dapat diberikan pada penderita yang mengalami hipertermia untuk menurunkan
suhu tubuh yaitu dengan cara menyeka tubuh dengan air hangat akan membuat
penurunan suhu tubuh dengan cara konveksi dan evaporasi. Tindakan non
farmakologis menggunakan kompres tepid water sponge dengan menggunakan air
hangat lebih efektif dalam menurunkan demam pada pasien hipertermi (Linawati
et al., 2019).

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa jumlah kasus


hipertermia di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian
tiap tahunnya, serta pada anak merupakan yang sangat rentan terkena hipertermia
(Wardiyah dkk, 2016). Di Indonesia penderita hipertermia sebanyak 465 (91.0%)
dari 511 ibu yang memakai perabaan untuk menilai hipertermia pada anak
mereka, sedangkan sisanya 23,1 menggunakan thermometer. Jumlah penderita
febris di Indonesia dilaporkan lebih tinggi angka kejadiannya dibandingkan
dengan negaranegara lain yaitu sekitar 80-90%, dari seluruh kasus febris yang
dilaporkan adalah febris sederhana (Kemenkes RI, 2017).

Di daerah Jawa Barat terdapat 157 kasus per 100.000. Kasus demam ditemukan di
Jakarta mencapai 182,5 kasus setiap hari. Diantaranya, sebanyak 64% infeksi
demam terjadi pada penderita berusia 3-19 tahun. Hasil data yang diperoleh dari
ruang Melati RSUD dr. Soekardjo pada bulan April-Mei 2019 terdapat 80 kasus
demam (Rangki, Halu, Kendari, & Tenggara, 2019). Khusus di Kalimantan
Selatan berdasarkan data tercatat bahwa kasus hipertermia menempati posisi
kedua dengan kasus terbanyak 16.043 kasus pada akhir tahun 2018 (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2019).
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep febris


2.1.1. Definisi
Demam febris merupakan suhu tubuh meningkat diatas normal sebagai
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Pada anak yang
mengalami peningkatan suhu ringan yaitu kisaran 37,50 C - 380 C
(Sodikin, 2012). Hipertermia merupakan keadaan ketika suhu tubuh
mengalami peningkatan melebihi suhu tubuh normal di atas 37,5 0C pada
temperatur aksila. Peningkatan suhu tubuh tersebut sebagai respon
terhadap infeksi atau peradangan, dimana hipertermia sering menjadi
alasan datang ke pelayanan kesehatan karena hipertermia dapat
membahayakan apabila timbul peningkatan suhu tubuh yang tinggi
(Mahdiyah dalam Nadhilah, 2018).

Hipertermia dapat membahayakan kondisi tubuh apabila timbul


peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Jika hipertermia tidak ditangani dapat
menyebabkan kerusakan otak, hyperpirusia (suatu kondisi yang dapat
menyebabkan syok), epilepsi, keterbelakangan mental, atau
ketidakmampuan belajar (Marcdante dkk dalam Mulyani dan Lestari,
2020).

Hipertermia merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan suhu


tubuh diatas normal, lebih dari 37,5 0C yang biasanya diakibatkan oleh
kondisi tubuh atau eksternal yang menciptakan lebih banyak panas
daripada yang dapat dikeluarkan oleh tubuh. Peningkatan suhu tubuh
tersebut dapat menjadi lebih tinggi dari biasanya dan merupakan gejala
dari suatu penyakit.
2.1.2. Etiologi
Hipertermia disebabkan oleh adanya zat pirogen. Ada 2 jenis pirogen yaitu
pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan zat yang
7

berasal dari luar tubuh dan berkemampuan untuk merangsang IL-1.


Sedangkan pirogen endogen merupakan zat yang berasal dari dalam tubuh
dan memiliki kemampuan untuk merangsang hipertermia dengan
mempengaruhi kerja pusat pengatur suhu di hipotalamus. Zat-zat pirogen
endogen, seperti interleukin-1, Tumor Necrosis Factor (TNF), serta
interferon (INF) (Sodikin, 2012).
Penyebab hipertermia sering disebabkan karena infeksi. Penyebab
hipertermia selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat
regulasi suhu sentral (misalnya perdarahan otak, koma). Pada dasarnya
untuk dapat mencapai ketepatan diagnosis penyebab hipertermia
diperlukan adanya ketelitian pengambilan riwayat penyakit pasien,
pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi
pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan holistik
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
Pada penderita hipertermia dengan adanya perdarahan internal, saat
terjadinya reabsorpsi darah dapat pula menyebabkan peningkatan
temperatur. Hipertermia dapat pula berhubungan dengan infeksi, penyakit
kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain.
Hipertermia dapat disebabkan karena adanya kelainan dalam otak sendiri
atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-
penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Sodikin dalam Thobaroni,
2015).
2.1.3. Manifestasi klinis
Menurut Sodikin (2012) menyebutkan bahwa tanda-tanda hipertermia
yang timbul sebagai hasil perubahan pada titik tetap dalam mekanisme
pengaturan suhu tubuh yang terbagi menjadi 3 fase diantaranya sebagai
berikut :
2.1.3.1 Fase I yaitu fase awal ditandai dengan adanya dingin atau
menggigil, akan disertai dengan peningkatan denyut jantung,
peningkatan laju pernapasan, kedalaman pernapasan, menggigil
8

akibat tegangan, kontraksi otot, kulit menjadi pucat teraba dingin


karena vasokontriksi, merasakan sensasi dingin, dasar kuku
mengalami sianosis karena vasokontriksi, rambut kulit berdiri,
pengeluaran keringat berlebihan, dan peningkatan suhu tubuh.
2.1.3.2 Fase II yaitu fase proses hipertermia yang ditandai dengan adanya
proses menggigil hilang, kulit teraba hangat (panas), merasa tidak
panas (dingin), peningkatan nadi, peningkatan laju pernafasan,
dehidrasi ringan sampai berat, mengantuk, delirium/ kejang akibat
iritasi sel saraf, lesi mulut herpetic, kehilangan nafsu makan
(apabila hipertermia memanjang), kelemahan, keletihan, dan nyeri
ringan pada otot akibat katabolisme protein.
2.1.3.3 Fase III yaitu fase pemulihan yang ditandai dengan adanya warna
kulit tampak merah dan hangat, berkeringat menggigil ringan, dan
kemungkinan dapat mengalami dehidrasi.
2.1.4. Patofisilogi dan pathway
Hipertermia terjadi dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap zat pirogen.
Saat mekanisme ini berlangsung bakteri atau pecahan jaringan akan
difagositosis oleh leukosit, makrofag, serta limfosit pembunuhan yang
memiliki granula dalam ukuran besar. Seluruh sel kemudian mencerna
hasil pemecahan bakteri, dan melepaskan zat interleukinke dalam cairan
tubuh (zat pirogen leukosit/ zat pirogen endogen).
Pada saat interleukin-1 sudah sampai hipotalamus akan menimbulkan
hipertermia dengan cara meningkatkan temperatur tubuh dalam waktu 8-
10 menit. Interleukin-1 juga memiliki kemampuan untuk menginduksi
pembentukan prostagladin ataupun zat yang memiliki kesamaan dengan
zat ini, kemudian bekerja dibagian hipotalamus untuk membangkitkan
reaksi demam. Kekurangan cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan
hipertermia, karena cairan dan elektrolit ini mempengaruhi keseimbangan
termoregulasi di hipotalamus anterior.
9

Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan dan elektrolit maka
keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior mengalami
gangguan.
Perubahan pengaturan homeostatis suhu normal oleh hipotalamus dapat
diakibatkan oleh adanya infeksi, vaksin, agen biologis, jejas jaringan,
keganasan, obat-obatan, gangguan imunologik-reumatologik, penyakit
radang, penyakit granulomatosis, gangguan endokrin, gangguan
metabolik, dan wujud-wujud yang belum diketahui. Berbagai macam agen
infeksius, imunologis, atau agen yang berhubungan dengan toksin (zat
pirogen eksogen) mengimbas produksi zat pirogen endogen oleh sel-sel
radang hospes. Zat pirogen endogen adalah sitokin, seperti interleukin (IL-
1 β IL-1, α IL-6), faktor nekrosis tumor (TNF, α TNF-β), dan interferon-α
(INF). Zat pirogen yang menyebabkan hipertermia dalam waktu 10-15
menit, sedangkan respons hipertermia terhadap zat pirogen eksogen
(misalnya endotoksin), timbul lambat memerlukan sintesis dan pelepasan
sitokin pirogenik. Sitokin endogen yang sifatnya pirogenik secara
langsung menstimulasi hipotalamus untuk memproduksi prostaglandin E,
yang kemudian mengatur kembali ke titik ambang pengatur suhu,
selanjutnya transmisi neuronal ke perifer menyebabkan konservasi dan
pembentukan panas, dengan demikian suhu dibagian dalam tubuh
meningkat (Sodikin, 2012).
10

Agen infeksius, agen Monosit, makrofag, Pirogen sitokin II, I,


toksin, peradangan leukosit TNF, IL -IFNs

PGE2 meningkat Hipotalamus anterior

Nyeri Nyeri
Demam menelan Akut

Peningkatan Ph berkurang Peningkatan


evaporasi suhu tubuh

Anoreksia
Kehilangan volume Hipertermia
cairan aktif
Intake makanan
berkurang
Resiko
Hipovolemia
Resiko Defisit Nutrisi

Gambar 2.2.4 Pathway (Nurarif dan Kusuma, 2015)

2.1.5. Klasifikasi Derajat Hipertermia


Menurut Lusia (2015) mengungkapkan cara pengukuran melalui rektal
(anus) peningkatan suhu atau demam berdasarkan derajat peningkatan
temperature dibedakan sebagai berikut :
2.1.5.1 Subfebris : 37,5 - 38°C
2.1.5.2 Demam ringan : 38 - 39°C
2.1.5.3 Demam tinggi : 39 - 40°C
2.1.5.4 Demam yang sangat tinggi (Hiperpireksia) : ≥ 41,2°C

Pengukuran melalui ketiak peningkatan suhu atau demam berdasarkan


derajat peningkatan temperature dibedakan sebagai berikut :

2.1.5.5 Demam rendah : 37,2 – 38,3°C


11

2.1.5.6 Demam sedang : 38,3 – 39,5°C


2.1.5.7 Demam tinggi : > 39,5°C

Suhu oral berdasarkan derajat peningkatan temperature dibedakan sebagai


berikut :
2.1.5.8 Demam rendah : 37,7 – 38,8°C
2.1.5.9 Demam sedang : 38,8 - 40°C
2.1.5.10 Demam tinggi : > 40°C

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Widagdo (2012), mengungkapkan bahwa terdapat beberapa jenis


pemeriksaan penunjang dapat dilakukan secara rutin atau atas dasar indikasi
sesuai dengan keluhan atau jenis penyakit primer yang diduga diderita oleh yang
bersangkutan. Pemeriksaan tersebut di bawah ini yang diperlukan untuk maksud
keperluan diagnostik adalah :

2.1.6.1 Pemeriksaan Laboratorium Darah


Pemeriksaan hematologi meliputi jumlah sel darah merah (eritrosit), kadar
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), jumlah sel darah putih (leukosit),
hitung jenis, jumlah keping darah (trombosit), dan laju endapan darah
(LED).

2.1.6.2 Pemeriksaan Urin


Pemeriksaan urin meliputi makroskopik dan mikroskopik, fisis dan kimia
serta biakan.

2.1.6.3 Pemeriksaan Feses (Tinja)


Pemeriksaan feses meliputi makroskopik dan mikroskopik, fisis dan kimia
serta biakan.

2.1.6.4 Pemeriksaan Kimia Darah


Pemeriksan kimia darah bertujuan untuk menguji fungsi berbagai organ
atau sistem seperti hati, ginjal, keseimbangan elektrolit, pH dan asam basa.
12

2.1.6.5 Pemeriksaan Analisis Cairan


Analisis cairan meliputi cairan serebrospinalis, cairan aspirasi pleura,
perikard dan abses.

2.1.6.6 Mikrobiologik
Pemeriksaan mikrobiologik meliputi serotologi dan biakan bakteri/ virus.

2.1.6.7 Histopatologik
Pemeriksaan histopatologik berfokus pada pemeriksaan jaringan tubuh
yang diperoleh melalui biopsi atau operasi.

2.1.7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Kania dalam Wardiyah (2016) mengungkapkan bahwa penanganan


terhadap hipertermia dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non
farmakologis maupun kombinasi keduanya.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani hipertermia :
2.1.7.1 Tindakan Farmakologis
Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik
berupa :
a. Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama
untuk menurunkan suhu tubuh. Paracetamol dapat diberikan dengan
jarak 4-6 jam dari dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan
1,2-1,4o C, sehingga jelas bahwa pemberian obat paracetamol bukan
untuk menormalkan suhu namun untuk menurunkan suhu tubuh.
Pemberian paracetamol pada dewasa untuk menurunkan suhu tubuh
pada penderita hipertermia, namun apabila suhu tubuh tidak kunjung
turun pemberian paracetamol diulang 4-6 jam dengan dosis maksimal
4000 mg per hari. Selain pemberian paracetamol, sebaiknya juga
mengkonsumsi banyak cairan, makan makanan bergizi, dan istirahat
cukup.
13

Pemberian paracetamol dapat menimbulkan efek samping antara lain :


muntah, nyeri perut, reaksi, alergi berupa urtikaria (biduran), purpura
(bintik kemerahan di kulit karena perdarahan bawah kulit),
bronkospasme (penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat
meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada cacar air
(memperpanjang masa sakit).
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun hipertermia yang juga memiliki
efek anti peradangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada
penderita hipertermia, apabila alergi terhadap paracetamol. Ibuprofen
dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis
sebelumnya.
Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1 jam dan berlangsung 3-4
jam. Efek penurun demam lebih cepat dari paracetamol. Ibuprofen
memiliki efek samping yaitu mual, muntah, nyeri perut, diare,
perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh, dan gelisah. Pada
dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal
ginjal. Efek samping lainnya yang dapat terjadi yaitu nyeri dada,
lemas, sesak, nyeri atau lemah otot, dan menggigil

2.1.7.2 Tindakan Non Farmakologis


Menurut Berman, Snyder, dan Fradsen (2016) mengungkapkan bahwa
tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat
dilakukan seperti :
a. Sediakan lingkungan yang dingin
b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
c. Basahi atau kipasi permukaan tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
f. Berikan kompres tepid water sponge
14

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan


4.5.1 Pengkajian

2.2.1.1 Identitas
Nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat, suku,
bangsa, status pernikahan, perkerjaan.

2.2.1.2 Keluhan utama


Klien yang biasanya menderita mengeluh suhu tubuh panas >
37,5° C, berkeringat, mual/ muntah.

2.2.1.3 Riwayat penyakit sekarang


Pada umumnya didapatkan peningktan suhu tubuh diatas 37,5°
C, gejala yang biasanya yang kan timbul menggigil, mual/
muntah, berkeringat, nafsu makan berkurang, gelisah, nyeri otot
dan sendi.

2.2.1.4 Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh pasien.

2.2.1.5 Riwayat kesehatan keluarga


Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik
atau tidak.

2.2.1.6 Pemeriksaan fisik


a. Kesadaran
Biasanya kesadaran penderita hipertermia dengan GCS 1513,
dan adanya respon yang kooperatif.

b. Tanda-tanda vital

c. Biasanya klien dengan febris suhunya > 37,5° C, nadi > 80 x/


menit
15

d. Head to toe
1) Kepala dan leher
Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
2) Kulit, rambut, kuku
Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan/ kelainan.
3) Mata
Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak
4) Telingga, hidung, tenggorokan dan rambut
Bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan
atau tidak, biasanya pada penderita hipertermia mukosa
bibir akan kering dan pucat.
5) Thorak dan abdomen
Biasa pernapasan cepat dan dalam, abdomen biasanya
nyeri dan dada peningkatan bising usus bising usus normal
pada dewasa 5 – 30 x/ menit.
6) Sistem respirasi
Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.
7) Sistem kardiovaskuler
Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya dalam.
8) Sistem muskuloskeletal
Terjadi gangguan apa tidak.
9) Sistem pernapasan
Pada kasus ini tidak terdapat napas yang tertinggal/
gerakan napas dan biasanya kesadarannya gelisah, adaptis
atau koma.

2.2.1.7 Pemeriksaan diagnostik


a. Pemeriksaan laboratorium, urine, darah, dan biasanya
leukositnya > 10.000 (meningkat), sedangkan Hb, Ht
menurun.
16

b. Pengobatan diberikan obat antipiretik untuk mengurangi suhu


tubuh klien, seperti paracetamol, ibuprofen.

4.5.2 Diagnosis Keperawatan


Menurut SDKI (2018), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
demam yaitu :
2.2.1.2.1 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
2.2.1.2.2 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2.2.1.2.3 Risiko hipovolemia
2.2.1.2.4 Risiko defisit nutrisi
4.5.3 Intervensi Keperawatan
Menurut SLKI dan SIKI (2018), perencanaan keperawatan yang
dilakukan pada setiap diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai
berikut :

2.2.3.1 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit


Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
menunjukkan pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada
rentang normal membaik ditandai dengan kriteria hasil :
a. Menggigil menurun
b. Kulit merah menurun
c. Kejang menurun
d. Akrosianosis menurun
e. Konsumsi oksigen menurun
f. Vasokonstriksi perifer menurun
g. Kutis memorata menurun
h. Pucat menurun
i. Takikardi menurun
j. Takipnea menurun
k. Bradikardi menurun
l. Dasar kuku sianotik menurun
m. Hipoksia menurun
17

n. Suhu tubuh membaik


o. Suhu kulit membaik
p. Kadar glukosa darah membaik
q. Pengisian kapiler membaik
r. Ventilasi membaik
s. Tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan :
Observasi :
a. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator
b. Monitor suhu tubuh
c. Monitor kadar elektrolit
d. Monitor haluran urine
e. Monitor komplikasi hipertermia Terapeuntik :
a. Sediakan lingkungan yang dingin
b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
f. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi leher, dada, abdomen, aksila)
g. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
h. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :
18

a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika


perlu

2.2.3.2 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
menunjukkan pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
terjadi secara mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat dan konstan menurun ditandai dengan kriteria
hasil :
a. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
b. Keluhan nyeri menurun
c. Meringis menurun
d. Sikap protektif menurun
e. Gelisah menurun
f. Kesulitan tidur menurun
g. Menarik diri menurun
h. Berfokus pada diri sendiri menurun
i. Diaforesis menurun
j. Perasaan depresi (tertekan) menurun
k. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
l. Anoreksia menurun
m. Perineum terasa tertekan menurun
n. Uterus teraba membulat menurun
o. Ketegangan otot menurun
p. Pupil dilatasi menurun
q. Muntah menurun
r. Mual menurun
s. Frekuensi nadi membaik
t. Pola napas membaik
u. Tekanan darah membaik
v. Proses berpikir membaik
19

w. Fokus membaik
x. Fungsi berkemih membaik
y. Perilaku membaik
z. Nafsu makan membaik aa. Pola tidur membaik

Intervensi Keperawatan :
Observasi :
a. ldentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kuaiitas,
intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respons nyeri non verbal
d. ldentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
e. ldentifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. ldentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan anaigetik

Terapeutik :
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (misalnya: hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
(misalnya: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi :
20

a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2.2.3.3 Risiko hipovolemia


Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
menunjukkan kondisi volume cairan intravaskuler, interstisiel,
dan/ atau intraseluler membaik ditandai dengan kriteria hasil :
a. Kekuatan nadi meningkat
a. Turgor kulit meningkat
b. Output urine meningkat
c. Pengisian vena meningkat
d. Ortopnea menurun
e. Dispnea menurun
f. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun
g. Ederna anasarka menurun
h. Edema perifer menurun
i. Berat badan menurun
j. Distensi vena jugularis menurun
k. Suara napas tambahan menurun
l. Kongesti paru menurun
m. Perasaan lemah menurun
n. Keluhan haus menurun
o. Konsentrasi urine menurun
p. Frekuensi nadi membaik
q. Tekanan darah membaik
21

r. Tekanan nadi membaik


s. Membran mukosa membaik
t. Jugular Venous Pressure (JVP) membaik
u. Kadar Hb membaik
v. Kadar Ht membaik
w. Cental Venous Pressure membaik
x. Refluks hepatojugular membaik
y. Berat badan membaik aa. Hepatomegall membaik bb.
Oliguria membaik cc. Intake cairan membaik dd. Status
mental membaik ee. Suhu tubuh membaik

Intervensi Keperawatan :
Observasi :
a. Monitor tanda-tanda vital (mis. suhu tubuh, frekuensi nadi,
frekuensi napas dan tekanan darah)
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor komplikasi akibat demam (mis. kejang, penurunan
kesadaran, kadar elektrolit abnormal, ketidakseimbangan
asam-basa aritmia)

Terapeuntik :
a. Tutupi badan dengan selimut/ pakaian dengan tepat (mis.
selimut/ pakaian tebal saat merasa dingin dan selimut/
pakaian tipis saat merasa panas)
b. Lakukan tepid sponge, jika perlu
c. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan memperbanyak minum

Kolaborasi :
22

a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika


perlu
b. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

2.2.3.4 Risiko defisit nutrisi


Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
dapat menunjukkan keadekuatan asupan nutrisi untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme membaik ditandai dengan
kriteria hasil :
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b. Kekuatan otot pengunyah meningkat
c. Kekuatan otot menelan meningkat
d. Serum albumin meningkat
e. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
meningkat
f. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat
meningkat
g. Pengetanuan tentang pilihan minuman yang sehat
meningkat
h. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat
meningkat
i. Penyiapan dari penyimpanan makanan yang aman
meningkat
j. Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman
meningkat
k. Sikap terhadap makanan/ minuman sesuai dengan tujuan
kesehatan meningkat
l. Perasaan cepat kenyang menurun
m. Nyeri abdomen menurun
n. Sariawan menurun
o. Rambut rontok menurun
23

p. Diare menurun
q. Berat badan membaik
r. Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik
s. Frekuensi makan membaik
t. Nafsu makan membaik
u. Bising usus membaik
v. Tebal lipatan kulit trisep membaik
w. Membran mukosa membaik
Intervensi Keperawatan :
Observasi :
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c. Identifikasi makanan disukai
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
e. Identifikasi perlunya penggunaan selang NGT
f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik :
a. Lakukan oran hyegene sebelum makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet ( mis. pir. makanan)
c. Sajikan makanan secara menarik
d. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan jika perlu
g. Hentikan pemberian makanan melalui selang NGT jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi :
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
24

Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
pereda nyeri, antlemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

4.5.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah tahap ke empat dari proses keperawatan. Pada tahap
ini muncul jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien.
Tindakan yang dilakukan mungkin sama mungkin juga berbeda dengan
urutan yang telah di buat pada perencanaan. Implementasi keperawatan
membutuhkan fleksibelitas dan kreatifitas perawat. Sebelum melakukan
suatu tindakan, perawat harus mengetahui tindakan keperawatan yang
dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan
dengan rencana yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi pasien
(Debora, 2013).
4.5.5 Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
kriteria hasil yang sudah ditetapkan, serta menilai apakah masalah yang
terjadi sudah diatasi seluruhnya, hanya sebagian, atau belum teratasi
semuanya. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses
yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk
mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan tindakan
keperawatan, kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat
kesehatan lain dan perlu menyusun ulang prioritas diagnosa agar
kebutuhan klien bisa terpenuhui atau teratasi (Debora, 2013).
25

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA “AN. AZ” DENGAN DIAGNOSA


MEDIS FEBRIS DI POLI ANAK

RSUD BRIGJEND. H. HASAN BASRY KANDANGAN

RUANG PERAWATAN ANAK

I. Biodata
A. Identitas Klien
Nama/Nama panggilan : An. A
Tempat tanggal lahir/usia : 15 Maret 2020 (3 tahun)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Bakarangan
Tgl masuk : 25 Januari 2024 (10.00)
Tgl pengkajian : 25 Januari 2024
Diagnosa medik : Febris e.c DF

B. Identitas Orang Tua


Ayah/Ibu
Nama : Ny. R
Usia : 34 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Bakarangan
26

C. Identitas Saudara Kandung


Pasien anak pertama
II. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama:
Ibu pasien mengatakan anaknya sudah demam 3 hari.
Riwayat Keluahan Utama:
Pasien di bawa ke poliklinik anak tanggal 25 januari 2024 karena sudah
demam 3 hari.
Keluhan Pada Saat Pengkajian:
Ibu pasien mengeluh panas anaknya naik turun.
B. Riwayat Kesehatan Lalu
1. Prenatal care
Ibu pasien biasanya memeriksakan kehamilannya rutin di puskesmas.
Ibu mengalami mual muntah saat sedang mengandung pasien. Ibu
pasien tidak memiliki riwayat terkena radiasi. Riwayat imunisasi TT 1
x. Golongan darah ibu B dan golongan darah ayah O.
2. Intranatal care
Tempat melahirkan pasien adalah di puskesmas dengan jenis
persalinan normal dibantu oleh bidan yang ada di puskesmas. Tidak
terdapat komplikasi baik itu saat ibu melahirkan maupun setelah
melahirkan.
3. Post natal
Kondisi pasien saat dilahirkan adalah menangis kencang dengan BBL
3100 gram dengan sehat tanpa ada masalah saat lahir.

Pasien sebelumnya belum pernah terkena penyakit seperti sekarang.


Biasanya pasien hanya sakit demam biasa, batuk ataupun pilek. Pasien
tidak memiliki riwayat kecelakaan. Pasien juga tidak mengkonsumsi
obat-obat berbahaya tanpa anjuran dokter dan menggunakan zat kimia
27

yang berbahaya. Perkembangan pasien dibanding saudara-saudara


yang lain tidak ada maslaah.

C. Riwayat Kesehatan Keluarga


Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: meninggal
: menikah
: anak
: pasien

III. Riwayat Imunisasi


Ibu pasien mengatakan jika pasien sudah di imunisasi semua sesuai dengan
anjuran dari bidan di puskesmas.
IV. Riwayat Tumbuh Kembang
A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : 13 kg
B. Perkembangan Tiap Tahap
Usia anak saat
1. Berguling : 2 bulan
2. Duduk : 6 bulan
3. Merangkak: 6 bulan
4. Berdiri : 10 bulan
5. Berjalan :1 tahun
V. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI
Ibu pasien mengatakan anaknya di beri ASI sampai umur 2 tahun.
B. Pemberian susu formula
28

Setelah umur 2 tahun diberikan susu formula, banyaknya tergantung jika


pasien yang menginginkan. Pemberian bisa menggunakan dot ataupun
gelas. Tapi sekarang pasien sudah tidak minum dengan dot lagi.

VI. Riwayat Psikososial


Anak di rumah tinggal bersama di rumah sendiri bersama orang tua.
Lingkungan rumah pasien dekat dengan jalan. Tidak ada tangga di rumah
pasien. Hubungan dengan anggota keluarga baik. Pasien biasanya diasuh
sendiri oleh orang tua atau neneknya.

VII. Riwayat Spiritual


Pasien belum di wajibkan untuk sholat.

VIII. Reaksi Hospitalisasi


Pasien sebelumnya belum pernah masuk rumah sakit. Biasanya jika ada
anggota keluarga yang sakit biasanya hanya di bawa ke puskesmas. Orang
tua pasien ataupun keluarganya selalu menunggu pasien di samping tempat
tidur. keluarga pasien berharap supaya keluarganya cepat pulang ke rumah.

IX. Aktivitas Sehari-hari


A. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Selera makan Anak nafsu makannya Anak susah makan.
bagus mau saja Makan di rumah sakit
menghabiskan makanan hanya dihabiskan
yang di sediakan. sedikit, tidak sampai
Biasanya makan 2-3x separuh porsi.
sehari dengan nasi dan
ikan atau ayam.

B. Cairan
29

Kondisi Sebelum Saat Sakit


Sakit
1. Jenis minuman Pasien Selama di
2. Frekuensi minum biasanya rumah sakit
3. Kebutuhan cairan minum 4-5 pasien
4. Cara pemenuhan
gelas perhari. kurang mau
Biasanya minum.
pasien
minum air
putih dan teh.
Biasanya
juga pasien
meminum
minuman
yang dibeli di
warung.

C. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1.Tempat pembuangan Pasien biasanya BAB Selama di rumah sakit
2.Frekuensi atau BAK di WC, 1-2 anaknya BAK 3-4x
3.konsistensi hari sekali. BAK 3-4x perhari. BAB 1x.
4.Kesulitan perhari dengan warna Untuk BAK & BAK
5.Obat pencahar kuning jernih. dibantu oleh ibunya
untuk ke kamar
mandi/WC.

D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jam tidur (siang dan Pasien biasanya di Selama di rumah sakit
malam rumah tidak mengalami pasien tidak mengalami
kesulitan tidur. biasanya gangguan maupun
30

2. Pola tidur tidur jam 8/9 malam susah tidur. pasien dapat
3. kebiasaan sebelum dan bangun jam 6/7 tertidur di rumah sakit.
tidur pagi. Pasien kadang-
4. kesulitan tidur kadang tidur siang
selama 1 jam.

E. Olahraga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Program olahraga Pasien tidak memiliki Pasien tidak ada
2.Jenis Frekuensi program olahraga. olahraga selama sakit.
3.Kondisi setelah
olahraga

F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1.Mandi (cara, frekuensi, Pasien biasanya mandi Selama sakit pasien
alat mandi) 2x sehari. Gosok gigi 2 tidak ada mandi, gosok
2.cuci x sehari dan mencuci gigi maupun mencuci
rambut(frekuensi,cara) rambut 2—3 kali dalam rambut.
3.Guntung seminggu.
kuku(frekuensi,cara)
4.Gosok
gigi(frekuensi,cara)

G. Aktivitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1.Kegiatan sehari-hari Ibu pasien mengatakan Sejak di rumah sakit
2.Pengaturan jadwal jika pasien dapat pasien hanya terbaring
harian melakukan aktivitas di tempat tidur, makan
3.Penggunaan alat bantu sehari-hari dengan di suapi oleh
aktifitas. mandiri. Pasien belum mamanya.
4.Kesulitan pergerakan sekolah jadi banyak
tubuh menghabiskan waktunya
31

di rumah untuk bermain


saja.

H. Rekreasi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1.Perasaan saat sekolah Pasien biasanya Selama sakit pasien
2.waktu luang bermain dirumah ketika tidak dapat bermain,
3.perasaan setelah tidak sakit. pasien hanya di tempat
rekreasi tidur.
4.waktu senggang
keluarga
5.kegiatan hari libur

X. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
Pasien nampak lemah.
B. Kesadaran
Kesadaran pasien composmentis.
C. Tanda-tanda vital
T= 39.3 oC.
N=120x/menit
R=24x/menit.
D. Berat badan : 13 kg
E. Kepala
Warna rambut pasien hitam, rambut tersebar merata, kebersihan rambut
agak kurang. Tidak ada benjolan dikepala pasien, tidak terdapat nyeri
tekan, tekstur rambut pasien halus.
F. Muka
32

Muka pasien tampak simetris, bentuk wajah normal, tidak ada gerakan
yang abnormal. Tidak ada nyeri tekan.

G. Mata
Sclera pasien putih, konjungtiva pasien tampak anemis, mata pasien
simetris, tidak terdapat strabismus, gerakan bola mata normal, penutupan
kelopak mata tidak terdapat maslaah, penglihatan pasien tidak terganggu.

H. Hidung & sinus


Hidung pasien simetris, tidak terdapat secret ataupun cairan, tidak ada
gangguan pada penciuman pasien.
I. Telinga
Telinga pasien simetris, tidak terdapat cairan, lubang telinga pasien
tampak ada serumen, pasien tidak memakai alat bantu, tidak ada
gangguan pada pendengaran pasien.
J. Mulut
Mukosa mulut pasien tampak kering dan pucat, gigi pasien ada yang
karies di bagian depan, gusi pasien tidak ada perdarahan, lidah pasien
tidak kotor, bibir pasien tampak kering, kemampuan bicara pasien baik.
K. Tenggorokan & Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan di leher.
L. Thorax & pernapasan
Bentuk dada pasien normal dan simetris, irama pernafasan pasien teratur,
terdapat pengembangan paru saat pasien bernafas, tidak terdapat nyeri
tekan, suara nafas pasien vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
M. Jantung
Suara jantung S1 S2, tidak ada pembesaran jantung.
N. Abdomen
Tidak terdapat pembesaran maupun nyeri tekan pada abdomen pasien.
33

O. Genetalia
Ibu pasien mengatakan tidak ada gangguan ataupun masalah pada
genetalia pasien.
P. Ekstremitas
Ekstremitas atas:
Pergerakan pada ekstremitas kanan dan kiri tidak mengalami gangguan,
tidak ada pergerakan abnormal, skala kekuatan otot pasien 5, tidak ada
nyeri pada ektremitas atas, terdapat petekie di bagian lengan pasien,
terpasang infus di tangan kanan.
Ekstremitas bawah
Tidak ada masalah dari gaya berjalan pasien, tidak ada pergerakan
abnormal, skala kekuatan otot pasien 5, tidak ada nyeri pada ekstremitas
bawah.
Q. Status Neurologis
Indra penghidu dan pendengaran tidak terdapat gangguan. Pergerakan
bola mata maupun kelopak mata tidak mengalami gangguan. Refleks
menela pasien baik. Pasien dapat menggerakan kepala ke kanan dan
kekiri serta mengangkat bahu.

XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan


Ibu pasien mengatakan tidak ada maslaah dalam tingkat perkembangan
anaknya. Anaknya selalu di bawa ke posyandu dan petugas posyandu tidak
pernah mengatakan atau menyampakikan bahwa terdapat masalah tumbuh
kembang anaknya.

XII. Rencana Tindakan Operasi


Pasien tidak memiliki rencana tindakan operasi.
XIII. Tes Diagnostik
WBC 8 4,0-12,0 10^3/uL
Gran% 26.3 50,0-70,0 %
HGB 11.0 12,0-16,0 g/dL
34

HCT 30.1 35,0-49,0 %


PLT 220 100-300 10^3/uL
35

XIV. Therapy saat ini


No Nama Obat Komposisi Gol.Obat Indi/Kontra Dosis Cara
. Pemberian
2. Paracetamol Paracetamol. Keras Indikasi: Terapi jangka pendek untuk nyeri 130 mg Oral
(sesuai derajat sedang, sesudah operasi; demam, jika rute /6jam
anjuran pemberian secara Intravena secara klinis
dokter) sebanding dengan besarnya kebutuhan untuk
mengobatii nyeri atau hipertermia dan atau
kondisi dimana rute pemberian lain tidak
mungkin dilakukan.

Kontraindikasi: Hipersensitivitas. Insufisiensi


hepatoseluler berat. Gagal hati atau penyakit hati
aktif.

3 cefotaxime antibiotik Indikasi : untuk penatalaksanaan infeksi saluran 600mg/ Oral


pernapasan bawah, infeksi saluran kemih, pelvic 12jam
inflammatory disease, infeksi intraabdominal,
infeksi sistem saraf pusat, infeksi pada tulang dan
kulit, serta pada bakteremia dan sepsis.

Kotraindikasi : Kontraindikasi absolut


penggunaan cefotaxime adalah pada pasien yang
36

memiliki riwayat hipersensitivitas tipe cepat


setelah penggunaan cefotaxime, komponen
penyusun cefotaxime, atau golongan
cephalosporin lain. Segera hentikan pemberian
cefotaxime bila muncul tanda-tanda
hipersensitivitas, seperti ruam kulit, urtikaria,
atau bila pasien tampak gelisah

XV. Analisis Data


No. Tanggal/jam Data Fokus Etiologi Problem
1 25-01-2024 DS: Proses penyakit Hipertermi
10.10 Ibu pasien mengatakan anaknya badannya panas.
DO:
Suhu tubuh pasien 39.3oC.
Kulit pasien teraba hangat.
2. 25-01-2024 DS: Intake yang tidak Ketidakseimbangan nutrisi:
10.10 Ibu pasien mengatakan anaknya kurang mau makan. adekuat kekurangan nutrisi
DO:
Tampak makanan yang diberikan dari rumah sakit hanya
dimakan sedikit.
Pasien tampak lemah.
37

Mukosa bibir pasien tampak pucat.

XVI. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.(00007)
2. Ketidakseimbanganan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.(00002)

XVII. Perencanaan Keperawatan


No.
No. Diagnosa NOC NIC Rasional
Dx
1. 00007 Hipertermi berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor suhu minimal setiap 1. Pemantauan suhu yang
dengan proses penyakit. keperawatan 3 jam terjadi dua jam atau sesuai dengan teratur dapat menentukan
termoregulasi. kebutuhan. perkembangan perawatan.
Kriteria hasil: 2. Monitor TD, Nadi dan RR. 2. Pemantauan tanda vital
 Suhu tubuh dalam dapat menentukan
rentang normal perkemnbangan
 Nadi dan RR dalam keperawatan.
rentang normal 3. Monitor warna dan suhu 3. Perubahan warna kulit
 Tidak ada perubahan kulit. kemerahan menunjukan
warna kulit dan tidak ada peningkatan suhu tubuh.
38

pusing, merasa nyaman 4. Proses konveksi akan


4. Kaji ketepatan jenis pakaian terhalang oleh pakaian
yang digunakan. yang ketat.
5. Daerah dahi dan lipatan-
5. Kompres pasien pada dahi lipatan terdapat pembuluh
dan pada lipatan seperti darah besar sehingga
paha, aksila, dan leher. proses vasodilatasi
pembuluh darah lebih
cepat.
6. Anjurkan pasien banyak
6. Saat demam kebutuhan
minum air putih (2-3 liter
akan cairan tubuh
perhari), diselingi minuman
meningkat.
sari buah-buahan.
7. Kolaborasi dalam pemberian
7. Dapat membantu
antipiretik
menurunkan suhu tubuh.
2. 00002 Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji intake pasien. 1. Sebagai informasi dasar
nutrisi kurang dari keperawatan 3 jam tidak untuk perencanaan awal
kebutuhan berhubungan terjadi ketidakseimbangan dan validasi data.
dengan anorexia. nutrisi, dengan kriteria hasil: 2. Tingkatkan intake makan 2. Cara khusus tingkatkan
39

- Nafsu makan pasien melalui:Kurangi nafsu makan.


meningkat. gangguan dari luar,
- IMT pasien dalam rentang sajikan makanan dalam
normal. kondisi hangat.
- Pasien mengahabiskan 1
porsi makanan. 3. Jaga kebersihan mulut 3. Mulut yang bersih
pasien. meningkatkan nafsu
makan.
4. Berikan makan sedikit 4. Meningkatkan intake
tapi sering. makanan.
5. Kolaborasi dengan ahli 5. Memberikan asupan diit
gizi. yang tepat.

XVIII. Implementasi Keperawatan


40

No Jam No dx Tindakan Evaluasi Paraf


1. 25-01- 00007 1. Memonitor suhu minimal setiap dua 1. T= 37,8 oC.
2024 jam atau sesuai dengan kebutuhan. 2. N=120x/menit, R=22x/menit.
2. Memonitor TD, Nadi dan RR. 3. Kulit pasien teraba hangat.
10.20 3. Memonitor warna dan suhu kulit. 4. Pasien sudah memakai baju yang tipis.
4. Mengkaji ketepatan jenis pakaian yang 5. Pasien segera di kompres ibunya.
digunakan.
5. Mengompres pasien pada dahi dan pada
lipatan seperti paha, aksila, dan leher. 6. Ibu pasien mengatakan akan memberikan
6. Menganjurkan pasien banyak minum air minum banyak pana anaknya.
putih (sesuai kebutuhan), diselingi
minuman sari buah-buahan.
7. Berkolaborasi dalam pemberian
antipiretik. 7. Anaknya sudah diberi obat paracetamol

2. 25-02- 00002 1. Mengkaji intake pasien. 1. ibu pasien mengatakan pasien hanya makan
2024 beberapa sendok.
10.20 2. Menganjurkan meningkatkan intake 2. Ibu pasien mengatakan akan menyuapi
makan melalui: anaknya langsung setelah makanan dari rumah
41

Kurangi gangguan dari luar, sajikan sakit dibagikan agar masih hangat.
makanan dalam kondisi hangat. 3. Pasien tidak gosok gigi.
3. Menganjurkan menjaga kebersihan mulut 4. ibu mengatakan akan memberikan makanan
pasien. sedikit tapi sering.
4. Menganjurkan memberikan makan 8. Pasien mendapat 1 porsi bubur lauk pauk
sedikit tapi sering. dari rumah sakit.
8. Berkolaborasi dengan ahli gizi.

XIX. Evaluasi Keperawatan


No. Jam No.Dx Respon Subjektif Respon Objektif Analisis Perencanaan Selanjutnya(P) Paraf
(S) (O) Masalah
(A)
1. 25- 00007 Ibu pasien Suhu tubuh pasien Masalah Intervensi dilanjutkan.
01- mengatakan 37,8oC teratasi 1. Memonitor suhu minimal setiap dua jam
2024 anaknya masih sebagian. atau sesuai dengan kebutuhan.
10.40 demam. 2. Memonitor TD, Nadi dan RR.
3. Memonitor warna dan suhu kulit.
4. Mengkaji ketepatan jenis pakaian yang
digunakan.
42

5. Mengompres pasien pada dahi dan pada


lipatan seperti paha, aksila, dan leher.
6. Menganjurkan pasien banyak minum air
putih (sesuai kebutuhan), diselingi
minuman sari buah-
buahan.Berkolaborasi dalam pemberian
antipiretik.

2. 25- 00002 ibu pasien Tampak hanya Masalah Intervensi dilanjutkan.


01- mengatakan menghabiskan ¼ belum 1. Mengkaji intake pasien.
2024 anaknya masih dari porsi makanan teratasi. 2. Menganjurkan meningkatkan intake
10.40 tidak nafsu makan. makan melalui:
Kurangi gangguan dari luar, sajikan
makanan dalam kondisi hangat.
3. Menganjurkan menjaga kebersihan mulut
pasien.
4. Menganjurkan memberikan makan sedikit
tapi sering.
43

5. Berkolaborasi dengan ahli gizi.


44

BAB 4
ANALISIS JURNAL
4.1. Pendahuluan
Menurut (Perry & Potter dalam Nadhilah, 2018) tepid water sponge
merupakan suatu metode pemandian tubuh yang dilakukan dengan cara
mengelap (seka) sekujur tubuh dan melakukan kompres pada bagian tubuh
tertentu dengan menggunakan air yang suhunya hangat untuk jangka waktu
tertentu. Hal ini berlangsung melalui dua proses yaitu konduksi dan evaporasi
dimana terjadi proses perpindahan panas melalui proses konduksi. Proses
konduksi tersebut di mulai dari tindakan mengkompres dengan waslap dan
proses evaporasi diperoleh dari adanya seka pada tubuh saat pengusapan yang
dilakukan sehingga terjadi proses penguapan panas menjadi keringat.

Kompres tepid water sponge merupakan teknik kompres hangat dengan


menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial
dengan teknik seka yang dilakukan pada seluruh tubuh menggunakan air
hangat dengan suhu air 350 C - 370 C. Pada saat pemberian tepid water sponge
otak akan menyangka bahwa suhu diluar panas, sehingga otak akan segera
memproduksi dingin dan terjadilah penurunan suhu tubuh. Kemudian dengan
pemberian kompres hangat pada daerah vaskuler yang banyak, maka akan
memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang kuat pada
kulit akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit
hingga delapan kali lipat lebih banyak (Tamsuri dalam Mulyani dan Lestari,
2020).
4.2. Mekanisme fisiologis pemberian tepid water sponge
Ada beberapa macam kompres yang dapat diberikan untuk menurunkan suhu
tubuh yaitu dan kompres air hangat (Dewi, 2016). Tepid water sponge
merupakan alternatif teknik kompres yang menggabungkan antara teknik blok
dan seka (Efendi, 2012). Kompres hangat merupakan tindakan yang diberikan
45

untuk menurunkan suhu tubuh dengan menggunakan kain atau handuk yang
telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh
tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman. Kompres tepid water
sponge dapat diberikan pada penderita yang mengalami hipertermia pada
dewasa dengan tindakan pemberian kompres tepid water sponge selama 20
menit dan efektif menurunkan suhu tubuh dapat dilakukan selama 3 hari
(Wardiyah, 2016).

Mekanisme kerja dari tepid water sponge sama dengan kompres hangat pada
umumnya, namun dengan teknik tepid water sponge sedikit dimodifikasi
yaitu dengan menggabungkan teknik blok dan seka (Efendi, 2012). Teknik
tepid water sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh karena
kompres blok langsung dilakukan di beberapa tempat yang memiliki
pembuluh darah besar, sehingga mengakibatkan peningkatan sirkulasi serta
peningkatan tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 dalam darah akan
meningkat dan pH dalam darah turun. Tepid water sponge juga dapat
dilakukan dengan cara menyeka seluruh tubuh penderita dengan air hangat
(Hamid, 2011).

Teknik kompres tepid water sponge dapat mempercepat vasodilatasi


pembuluh darah perifer di seluruh tubuh sehingga pengeluaran panas dari
tubuh melalui kulit lebih cepat dibandingkan teknik kompres air hangat yang
hanya pada daerah tertentu. Teknik kompres tepid water sponge lebih cepat
memberikan rangsangan atau sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang
belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus
dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal melalui berkeringat dan
vasodilatasi perifer. Perubahan pembuluh darah diatur oleh pusat vasometer
pada medulla oblongata dari tangkai otak di bawah pengaruh hipotalamus
bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi
ini menyebabkan pembuangan atau kehilangan energi panas melalui kulit
46

meningkat (yang ditandai dengan tubuh mengeluarkan keringat), kemudian


suhu tubuh dapat menurun atau normal (Potter dalam Wardiyah, 2016).
4.2.1 Indikasi pemberian tepid water sponge
a. Febris (demam) dengan suhu diatas 380 C .
b. Hipertermia.
c. Tidak ada luka pada daerah pemberian tepid water sponge.
d. Tidak diberikan pada neonatus.
e. Manfaat pemberian tepid water sponge
f. Memberikan rasa nyaman.
g. Menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
h. Mencegah kontraksi pada otot.
i. Melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaraan darah
dijaringan.
j. Mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer di seluruh
tubuh sehingga pengeluaran panas dari tubuh melalui kulit lebih
cepat.
k. Mengurangi nyeri dan cemas tentang penyakit yang diderita.
4.3. Kasus
Ibu pasien membawa anaknya yang berumur 3 tahun dengan berat badan
13kg, dengan keluhan anaknya sudah demam sejak 3 hari yang lalu, pasien
sudah diberikan obat penurun panas namun demam pasien masih turun naik,
badan pasien terab hangat, tidak tampak petikie ataupun tanda-tanda
perdarahan, nafsu makan klien berkurang sejak kemarin, tanda vital : spo2
98%, HR 120x/menit, resp 24x/menit, temp 39,3C, dalam tumbah kembang
pasien sesuai dengan tumbuh kembangnya.

4.4. Rumusan Masalah


1. Manakah yang lebih efektif antara tepid water sponge dengan kompres
bawang merah dalam menyelesaikan masalah hipertermia untuk
mengatasi pada anak?
47

(Patient, Population or Pasien febris yang telah menjalani


problem) perawatan

(Intervention) Tepid water sponge

(Comparasion or Inervention) Kompres aloevera

(Outcome) Terhadap hipertermia pada anak

Keyword:
Febris, Tepid water sponge, Terapi kompres aloevera, Menurunkan suhu tubuh

4.5. Metode/strategi penelusuran bukti


4.5.1 Jurnal Pertama
a. Judul Jurnal : Penerapan Pemberian Water Tepid Sponge
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Toodler Dengan
Hipertermi Di Ruang Anggrek RSUD Dr. Soeratno Gemolong
b. Alamat Jurnal : Jurnal Ilmu Kesehatan dan Gizi (JIG) Vol.1, No.4
Oktober 2023
c. Waktu Penelitian : 2023
4.5.2 Jurnal Kedua
a. Judul Jurnal : Penerapan terapi kompres aloevera untuk
menurunkan suhu tubuh pada pasien hipertermi
b. Alamat Jurnal : Jurnal of mother and child health concerns,
volume 3, no 1 June 2023
c. Waktu Penelitian : 2023
48

4.6. Hasil penelusuran


No Jurnal Validity Important Applicable
1 Penerapan Pemberian Desain: Hasil penelitian yang dilaporkan  Dapat digunakan
Water Tepid Sponge Studi ini menggunakan dalam penelitian tersebut sebagai intervensi
Terhadap Penurunan desain penelitian deskriptif menunjukkan bahwa penerapan Water mandiri
Suhu Tubuh Pada Anak dalam bentuk studi kasus. Tepid Sponge dapat menurunkan suhu
keperawatan untuk
Toodler Dengan Jumlah sampel tubuh pada anak usia pra-sekolah
Hipertermi Di Ruang dua responden anak usia dengan hipertermia. Studi kasus ini mengatasi demam
Anggrek RSUD Dr. pra-sekolah dengan menemukan bahwa Water Tepid pada anak demam
Soeratno Gemolong hipertermia. Mereka Sponge mampu menurunkan suhu  Penggunaan cukup
merupakan subjek dari tubuh pada anak usia pra-sekolah mudah dan
penerapan pemberian Water dengan hipertermia selama 3 hari. sederhana serta
Tepid Sponge selama 3 Oleh karena itu, Water Tepid Sponge
dapat dilakukan
hariPengukuran : dapat dijadikan sebagai salah satu
Formulasi PICO teknik non-farmakologis untuk oleh diri sendiri atau
Population : pasien demam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan bantuan
Intervension: tepid water usia pra-sekolah dengan hipertermia orang lain.
sponge
Comparison:-
Outcome: hipertermia
49

2 Penerapan terapi Desain: Hasil evaluasi penerapan kompres  Dapat digunakan


Desain penelitian aloevera pada pasien An. F dan An. H sebagai intervensi
kompres aloevera untuk
menggunakan metode dengan demam dalam kurun waktu 3 mandiri
menurunkan suhu tubuh penelitian deskriptif dengan hari mendapat hasil: Hipertermi
keperawatan untuk
pendekatan studi kasus berhubungan dengan proses penyakit
pada pasien hipertermi mengatasi
Sampel: teratasi.
Dua anak yang mengalami hipertermia
demam  Penggunaan cukup
Pengukuran : mudah dan
Formulasi PICO sederhana serta
Population : pasien febris
dapat dilakukan
Intervension: kompres
aloevera oleh diri sendiri atau
Comparison:- dengan bantuan
Outcome: Hipertermia orang lain
50

4.7. Diskusi
Pada penelitian ini, kelompok kedua menyajikan temuan terkait dua metode
pengurangan demam pasien hipertermia, yakni tepid water sponge dan
kompres aloevera untuk menurunkan demam Berikut adalah rangkuman hasil
penelitian mereka:
a) Tepid water sponge
Kelebihan:
Tepid Water Sponge memiliki beberapa kelebihan sebagai teknik non-
farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh pada anak usia pra-sekolah
dengan hipertermia, antara lain:
1. Aman dan mudah dilakukan: Tepid Water Sponge merupakan
teknik yang aman dan mudah dilakukan oleh orang tua atau
tenaga medis. Teknik ini tidak memerlukan obat-obatan dan dapat
dilakukan dengan bahan-bahan yang mudah didapat seperti air
hangat dan waslap.
2. Tidak menimbulkan efek samping: Tepid Water Sponge tidak
menimbulkan efek samping seperti obat-obatan yang dapat
menimbulkan reaksi alergi atau efek samping lainnya.
3. Menurunkan suhu tubuh secara efektif: Studi yang dilaporkan
dalam PDF tersebut menunjukkan bahwa penerapan Water Tepid
Sponge dapat menurunkan suhu tubuh pada anak usia pra-sekolah
dengan hipertermia selama 3 hari.
4. Meningkatkan kenyamanan pasien: Penerapan Water Tepid
Sponge dapat meningkatkan kenyamanan pasien dengan
mengurangi rasa panas dan tidak nyaman akibat demam.
5. Biaya yang lebih murah: Tepid Water Sponge merupakan teknik
non-farmakologis yang biayanya lebih murah dibandingkan
dengan obat-obatan atau tindakan medis lainnya.
Kekurangan:
Dalam konteks penerapan Water Tepid Sponge, beberapa kekurangan
yang mungkin perlu dipertimbangkan adalah:
51

1. Waktu dan tenaga: Penerapan Water Tepid Sponge memerlukan


waktu dan tenaga untuk melakukan kompres secara teratur,
terutama jika dilakukan selama periode yang panjang.
2. Tidak cocok untuk semua kondisi: Meskipun Water Tepid
Sponge efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada anak usia pra-
sekolah dengan hipertermia, teknik ini mungkin tidak cocok
untuk kondisi medis tertentu atau pada pasien dengan kondisi
kesehatan yang kompleks.
3. Memerlukan kerjasama pasien: Penerapan Water Tepid Sponge
memerlukan kerjasama pasien, terutama pada anak usia pra-
sekolah, untuk menjaga kompres tetap pada tubuh selama periode
yang diperlukan.
4. Tidak mengatasi penyebab demam: Water Tepid Sponge hanya
bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh akibat demam, namun
tidak mengatasi penyebab demam itu sendiri.
5. Perlu pemantauan yang cermat: Meskipun Water Tepid Sponge
relatif aman, tetap diperlukan pemantauan yang cermat terutama
pada anak usia pra-sekolah untuk memastikan tidak terjadi
komplikasi atau reaksi yang tidak diinginkan. Penting untuk
mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan ini dalam konteks
penerapan Water Tepid Sponge sebagai bagian dari perawatan
pasien dengan hipertermia.
b) Kompres aloevera
Kelebihan:
Biaya Rendah: Penggunaan kompres aloevera juga dianggap mudah
dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang cukup banyak. Hal ini dapat
menjadi pertimbangan penting dalam konteks aksesibilitas dan
keberlanjutan pengobatan. Dengan demikian, kompres bawang merah
memiliki kelebihan sebagai terapi non-farmakologis dalam penanganan
demam pada anak-anak, terutama dalam hal keamanan, efektivitas, dan
biaya.
52

2. Kekurangan:
Berdasarkan informasi yang tersedia, tidak terdapat informasi spesifik
mengenai kekurangan atau efek samping yang terkait dengan penggunaan
kompres bawang merah dalam penelitian pada jurnal. Namun, seperti
halnya dengan penggunaan metode pengobatan tradisional lainnya,
kemungkinan terdapat reaksi alergi atau iritasi pada kulit tertentu tidak
dapat sepenuhnya diabaikan. Selalu disarankan untuk melakukan uji
sensitivitas terlebih dahulu sebelum menggunakan kompres aloevera atau
metode pengobatan tradisional lainnya, terutama pada anak-anak yang
rentan terhadap reaksi alergi.
Selain itu, penting untuk dicatat bahwa penggunaan kompres aloevera
sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan petunjuk yang
benar. Jika terdapat kekhawatiran atau reaksi negatif setelah penggunaan,
segera konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk saran lebih
lanjut.
Dalam konteks penelitian yang disebutkan, informasi mengenai
kekurangan atau efek samping yang terkait dengan penggunaan kompres
aloevera tidak secara eksplisit disebutkan.
4.8. Kesimpulan
Dalam penelitian ini, kelompok kedua menyajikan dua metode pengurangan
demam pada pasien hipertermia, yaitu tepid water sponge dan kompres
aloevera. Tepid Water Sponge, sebagai teknik non-farmakologis, memiliki
kelebihan meliputi kemudahan pelaksanaan, keamanan, efektivitas dalam
menurunkan suhu tubuh, peningkatan kenyamanan pasien, dan biaya yang
lebih terjangkau. Namun, beberapa kekurangan perlu dipertimbangkan,
seperti memerlukan waktu dan tenaga, tidak cocok untuk kondisi medis
tertentu, ketergantungan pada kerjasama pasien, tidak menangani penyebab
demam, dan memerlukan pemantauan yang cermat.
Kompres aloevera, sebagai terapi non-farmakologis lainnya, memiliki
kelebihan berupa biaya rendah dan kemudahan pelaksanaan. Sayangnya,
tidak ada informasi spesifik mengenai kekurangan atau efek samping dalam
53

penelitian tersebut. Meskipun demikian, seperti halnya metode pengobatan


tradisional lainnya, ada kemungkinan reaksi alergi atau iritasi kulit yang
perlu diperhatikan. Penggunaan kompres aloevera sebaiknya dilakukan
dengan hati-hati dan sesuai petunjuk.
Dalam kesimpulan, kedua metode menawarkan kelebihan masing-masing,
namun perlu mempertimbangkan kelemahan dan risiko terkait. Penting
untuk memilih metode yang sesuai dengan kondisi pasien serta
mendapatkan pengawasan dan konsultasi profesional kesehatan.
54

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, P, Astuti, W. T, Nurhayati, L. (2018). Penerapan Water Tepid Sponge


(WTS) Untuk Mengatasi Demam Tipoid Abdominalis Pada An. Z. Jurnal
Keperawatan Karya Bhakti. Volume 4, Nomor 2. Hal 20-29.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2019). RISKESDAS (2019).
Laporan Nasional 2019.
Berman, A, Snyder. S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & ERB’s Fundamentals Of
Nursing (10th ed.). USA : Pearson Education.
Dewi, A.K. (2016). Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres Hangat
Hastomo, M. T., & Suryadi, B. (2018). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Skala Nyeri pada Saat Pemasangan Infus di Instalasi Gawat Darurat.
Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia. 8 (2) : 436-442.
https://doi.org/10.33221/jiiki.v8i02.320.http://www.depkes.go.id/resources
/dowload/pusdatin/infodatin/infodatin% 20.pdf. Diakses pada 4 Juni 2022.
Issemi Lestari, (2023). Penerapan Pemberian Water Tepid Sponge Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Toodler Dengan Hipertermi Di Ruang
Anggrek RSUD Dr. Soeratno Gemolong. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Gizi
(JIG) Vol.1, No.4
Kemenkes RI. (2017). Pusat Data dan Informasi Kementrian RI.
Linawati, dkk. (2019). Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres
Hangat Dan Water Tepid Sponge Di Rumah Sakit Dkt Tk Iv 02.07.04
Bandar Lampung. Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 13, No.2, Juni 2019:
143-153. Retrieved from http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/holistik/
article/view/1035.
Lusia. (2015). Pengenalan Demam dan Perawatannya. Surabaya : AUP Unair.
Muhammadiyah Jember. The Indonesian Journal Of Health Science, Vol. 3, No 1.
Mulyani, E dan Lestari, N. E. (2020). Efektifitas Tepid Water Sponge Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh pada Anak Dengan Masalah Keperawatan
Hipertermia. Jurnal Keperawatan Terpadu. P-ISSN : 2406-9698.
http://jkt.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta. Pelajar.
Sodikin, (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak.Yogyakarta : Pustaka
55

Afsani Mahda. (2023). Penerapan terapi kompres aloevera untuk menurunkan


suhu tubuh pada pasien hipertermi. Jurnal of mother and child health
concerns, volume 3 no.1.
Wardiyah, A, Setiawati, S, & Setiawan, D. (2016). Perbandingan Efektifitas
Pemberian Kompres Hangat dan Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Anak yang Mengalami Demam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Widagdo. (2012). Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam.
Jakarta: CV. Sagung Seto.
56

Kandangan, 25 Januari 2024


Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Evy Noorhasanah, Ns.,M.Imun) (Rakhmad Heriyadi, S,Kep.,Ners)

Anda mungkin juga menyukai