Pembimbing :
Evy Noorhasanah,S.Kep., Ns, M.Imun
Rakhmad Heriyadi, S.Kep., Ns
DAFTAR ISI
SAMPUL....................................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................
BAB 2 TINJAUAN TEORI........................................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................................
BAB 4 ANALISIS JURNAL....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
2
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam febris merupakan suhu tubuh di atas normal akibat peningkatan pusat
pengatur suhu tubuh di hipotalamus. Pada anak-anak yang mengalami
peningkatan suhu ringan pada kisaran 37,50 C - 380 C (Sodikin dalam Mulyani
dan Lestari, 2020). Hipertermia dapat membahayakan apabila timbul peningkatan
suhu tubuh yang tinggi. Jika hipertermia tidak ditangani dapat menyebabkan
kerusakan otak, hyperpirusia (suatu kondisi yang dapat menyebabkan syok),
epilepsi, keterbelakangan mental, atau ketidakmampuan belajar (Marcdante dkk
dalam Mulyani dan Lestari, 2020).
Suhu tubuh pada kondisi meningkat dapat dipergunakan sebagai salah satu ukuran
penting yang dapat memberikan petunjuk mengenai memburuk atau membaiknya
keadaan penderita. Hipertermia merupakan suatu pertanda adanya gangguan
kesehatan dan hanyalah suatu keluhan dan bukan merupakan suatu diagnosis.
Sebagai suatu keluhan hipertermia merupakan keluhan kedua terbanyak setelah
nyeri, jadi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui tentang
hipertermia (Hastomo & Suryadi, 2018).
Hipertermia merupakan suatu tanda bahwa tubuh sedang melawan infeksi atau
bakteri yang membuatnya sakit. Hipertermia tersebut juga dapat terjadi setelah
anak mendapatkan imunisasi. Pengukuran suhu tubuh diberbagai tubuh memiliki
batasan nilai atau derajat demam yaitu axila/ ketiak > 37,20 C, suhu oral/ mulut >
37,80 C, suhu rektal/ anus > 380 C, suhu dahi dan suhu dimembran telinga diatas
380 C. Pengukuran suhu pada oral dan rektal lebih menunjukkan suhu tubuh
sebenarnya, namun hal ini tidak direkomendasikan kecuali benar-benar dapat
dipastikan keamanannya (Mansur dalam Astuti, 2018).
Sebagian besar hipertermia berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi
lokal atau sistemik. Oleh karena itu pada kasus hipertermia harus ditangani
4
Pada suhu tubuh yang tinggi akan melakukan pendinginan melalui pengeluaran
keringat. Kemudian ketika kelembaban udara yang tinggi, keringat tidak akan
menguap dengan cepat. Selanjutnya, tanpa adanya asupan cairan yang mencukupi,
maka terjadi kehilangan cairan yang berlebihan dan ketidakseimbangan elektrolit
juga dapat menyebabkan dehidrasi. Dalam kasus tersebut, suhu tubuh seseorang
menjadi meningkat dengan cepat. Suhu tubuh yang sangat tinggi dapat merusak
otak dan organ vital lainnya (Mulyani dan Lestari, 2020).
Pemberian tepid water sponge merupakan suatu metode pemandian tubuh yang
dilakukan dengan cara mengelap sekujur tubuh dan melakukan kompres pada
bagian tubuh tertentu dengan menggunakan air yang suhunya hangat untuk jangka
waktu tertentu. Selain itu pemberian tepid water sponge akan mempercepat
pelebaran pembuluh darah perifer memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh ke
lingkungan sekitar sehingga mempercepat penurunan suhu tubuh (Perry & Potter
dalam Mulyani dan Lestari, 2020).
Kompres tepid water sponge dapat diberikan pada penderita yang mengalami
hipertermia pada dewasa dengan tindakan pemberian kompres tepid water sponge
selama 20 menit dan efektif menurunkan suhu tubuh dapat dilakukan selama 3
hari. Ketika tindakan ini dilakukan, suhu tubuh akan menurun karena penerapan
tepid water sponge yang mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer di
seluruh tubuh sehingga proses penguapan panas dari kulit ke lingkungan sekitar
akan lebih cepat dibandingkan dengan kompres hangat (Wardiyah et al., 2016).
5
Tiga dalam pemberian tepid water sponge pada penderita demam dengan
peningkatan suhu tubuh merupakan salah satu tindakan non farmakologis yang
dapat dilakukan. Tepid water sponge tidak hanya diberikan pada balita, anak usia
pra sekolah, anak usia sekolah, tetapi dapat diberikan pada semua usia termasuk
usia dewasa yang mengalami hipertermia. Dalam pemberian tepid water sponge
dapat diberikan pada penderita yang mengalami hipertermia untuk menurunkan
suhu tubuh yaitu dengan cara menyeka tubuh dengan air hangat akan membuat
penurunan suhu tubuh dengan cara konveksi dan evaporasi. Tindakan non
farmakologis menggunakan kompres tepid water sponge dengan menggunakan air
hangat lebih efektif dalam menurunkan demam pada pasien hipertermi (Linawati
et al., 2019).
Di daerah Jawa Barat terdapat 157 kasus per 100.000. Kasus demam ditemukan di
Jakarta mencapai 182,5 kasus setiap hari. Diantaranya, sebanyak 64% infeksi
demam terjadi pada penderita berusia 3-19 tahun. Hasil data yang diperoleh dari
ruang Melati RSUD dr. Soekardjo pada bulan April-Mei 2019 terdapat 80 kasus
demam (Rangki, Halu, Kendari, & Tenggara, 2019). Khusus di Kalimantan
Selatan berdasarkan data tercatat bahwa kasus hipertermia menempati posisi
kedua dengan kasus terbanyak 16.043 kasus pada akhir tahun 2018 (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2019).
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan dan elektrolit maka
keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior mengalami
gangguan.
Perubahan pengaturan homeostatis suhu normal oleh hipotalamus dapat
diakibatkan oleh adanya infeksi, vaksin, agen biologis, jejas jaringan,
keganasan, obat-obatan, gangguan imunologik-reumatologik, penyakit
radang, penyakit granulomatosis, gangguan endokrin, gangguan
metabolik, dan wujud-wujud yang belum diketahui. Berbagai macam agen
infeksius, imunologis, atau agen yang berhubungan dengan toksin (zat
pirogen eksogen) mengimbas produksi zat pirogen endogen oleh sel-sel
radang hospes. Zat pirogen endogen adalah sitokin, seperti interleukin (IL-
1 β IL-1, α IL-6), faktor nekrosis tumor (TNF, α TNF-β), dan interferon-α
(INF). Zat pirogen yang menyebabkan hipertermia dalam waktu 10-15
menit, sedangkan respons hipertermia terhadap zat pirogen eksogen
(misalnya endotoksin), timbul lambat memerlukan sintesis dan pelepasan
sitokin pirogenik. Sitokin endogen yang sifatnya pirogenik secara
langsung menstimulasi hipotalamus untuk memproduksi prostaglandin E,
yang kemudian mengatur kembali ke titik ambang pengatur suhu,
selanjutnya transmisi neuronal ke perifer menyebabkan konservasi dan
pembentukan panas, dengan demikian suhu dibagian dalam tubuh
meningkat (Sodikin, 2012).
10
Nyeri Nyeri
Demam menelan Akut
Anoreksia
Kehilangan volume Hipertermia
cairan aktif
Intake makanan
berkurang
Resiko
Hipovolemia
Resiko Defisit Nutrisi
2.1.6.6 Mikrobiologik
Pemeriksaan mikrobiologik meliputi serotologi dan biakan bakteri/ virus.
2.1.6.7 Histopatologik
Pemeriksaan histopatologik berfokus pada pemeriksaan jaringan tubuh
yang diperoleh melalui biopsi atau operasi.
2.2.1.1 Identitas
Nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat, suku,
bangsa, status pernikahan, perkerjaan.
b. Tanda-tanda vital
d. Head to toe
1) Kepala dan leher
Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
2) Kulit, rambut, kuku
Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan/ kelainan.
3) Mata
Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak
4) Telingga, hidung, tenggorokan dan rambut
Bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan
atau tidak, biasanya pada penderita hipertermia mukosa
bibir akan kering dan pucat.
5) Thorak dan abdomen
Biasa pernapasan cepat dan dalam, abdomen biasanya
nyeri dan dada peningkatan bising usus bising usus normal
pada dewasa 5 – 30 x/ menit.
6) Sistem respirasi
Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.
7) Sistem kardiovaskuler
Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya dalam.
8) Sistem muskuloskeletal
Terjadi gangguan apa tidak.
9) Sistem pernapasan
Pada kasus ini tidak terdapat napas yang tertinggal/
gerakan napas dan biasanya kesadarannya gelisah, adaptis
atau koma.
Intervensi Keperawatan :
Observasi :
a. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator
b. Monitor suhu tubuh
c. Monitor kadar elektrolit
d. Monitor haluran urine
e. Monitor komplikasi hipertermia Terapeuntik :
a. Sediakan lingkungan yang dingin
b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
f. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi leher, dada, abdomen, aksila)
g. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
18
w. Fokus membaik
x. Fungsi berkemih membaik
y. Perilaku membaik
z. Nafsu makan membaik aa. Pola tidur membaik
Intervensi Keperawatan :
Observasi :
a. ldentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kuaiitas,
intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respons nyeri non verbal
d. ldentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
e. ldentifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. ldentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan anaigetik
Terapeutik :
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (misalnya: hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
(misalnya: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
20
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Intervensi Keperawatan :
Observasi :
a. Monitor tanda-tanda vital (mis. suhu tubuh, frekuensi nadi,
frekuensi napas dan tekanan darah)
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor komplikasi akibat demam (mis. kejang, penurunan
kesadaran, kadar elektrolit abnormal, ketidakseimbangan
asam-basa aritmia)
Terapeuntik :
a. Tutupi badan dengan selimut/ pakaian dengan tepat (mis.
selimut/ pakaian tebal saat merasa dingin dan selimut/
pakaian tipis saat merasa panas)
b. Lakukan tepid sponge, jika perlu
c. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan memperbanyak minum
Kolaborasi :
22
p. Diare menurun
q. Berat badan membaik
r. Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik
s. Frekuensi makan membaik
t. Nafsu makan membaik
u. Bising usus membaik
v. Tebal lipatan kulit trisep membaik
w. Membran mukosa membaik
Intervensi Keperawatan :
Observasi :
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c. Identifikasi makanan disukai
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
e. Identifikasi perlunya penggunaan selang NGT
f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
a. Lakukan oran hyegene sebelum makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet ( mis. pir. makanan)
c. Sajikan makanan secara menarik
d. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan jika perlu
g. Hentikan pemberian makanan melalui selang NGT jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
24
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
pereda nyeri, antlemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Biodata
A. Identitas Klien
Nama/Nama panggilan : An. A
Tempat tanggal lahir/usia : 15 Maret 2020 (3 tahun)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Bakarangan
Tgl masuk : 25 Januari 2024 (10.00)
Tgl pengkajian : 25 Januari 2024
Diagnosa medik : Febris e.c DF
B. Cairan
29
C. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1.Tempat pembuangan Pasien biasanya BAB Selama di rumah sakit
2.Frekuensi atau BAK di WC, 1-2 anaknya BAK 3-4x
3.konsistensi hari sekali. BAK 3-4x perhari. BAB 1x.
4.Kesulitan perhari dengan warna Untuk BAK & BAK
5.Obat pencahar kuning jernih. dibantu oleh ibunya
untuk ke kamar
mandi/WC.
D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jam tidur (siang dan Pasien biasanya di Selama di rumah sakit
malam rumah tidak mengalami pasien tidak mengalami
kesulitan tidur. biasanya gangguan maupun
30
2. Pola tidur tidur jam 8/9 malam susah tidur. pasien dapat
3. kebiasaan sebelum dan bangun jam 6/7 tertidur di rumah sakit.
tidur pagi. Pasien kadang-
4. kesulitan tidur kadang tidur siang
selama 1 jam.
E. Olahraga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Program olahraga Pasien tidak memiliki Pasien tidak ada
2.Jenis Frekuensi program olahraga. olahraga selama sakit.
3.Kondisi setelah
olahraga
F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1.Mandi (cara, frekuensi, Pasien biasanya mandi Selama sakit pasien
alat mandi) 2x sehari. Gosok gigi 2 tidak ada mandi, gosok
2.cuci x sehari dan mencuci gigi maupun mencuci
rambut(frekuensi,cara) rambut 2—3 kali dalam rambut.
3.Guntung seminggu.
kuku(frekuensi,cara)
4.Gosok
gigi(frekuensi,cara)
G. Aktivitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1.Kegiatan sehari-hari Ibu pasien mengatakan Sejak di rumah sakit
2.Pengaturan jadwal jika pasien dapat pasien hanya terbaring
harian melakukan aktivitas di tempat tidur, makan
3.Penggunaan alat bantu sehari-hari dengan di suapi oleh
aktifitas. mandiri. Pasien belum mamanya.
4.Kesulitan pergerakan sekolah jadi banyak
tubuh menghabiskan waktunya
31
H. Rekreasi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1.Perasaan saat sekolah Pasien biasanya Selama sakit pasien
2.waktu luang bermain dirumah ketika tidak dapat bermain,
3.perasaan setelah tidak sakit. pasien hanya di tempat
rekreasi tidur.
4.waktu senggang
keluarga
5.kegiatan hari libur
X. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
Pasien nampak lemah.
B. Kesadaran
Kesadaran pasien composmentis.
C. Tanda-tanda vital
T= 39.3 oC.
N=120x/menit
R=24x/menit.
D. Berat badan : 13 kg
E. Kepala
Warna rambut pasien hitam, rambut tersebar merata, kebersihan rambut
agak kurang. Tidak ada benjolan dikepala pasien, tidak terdapat nyeri
tekan, tekstur rambut pasien halus.
F. Muka
32
Muka pasien tampak simetris, bentuk wajah normal, tidak ada gerakan
yang abnormal. Tidak ada nyeri tekan.
G. Mata
Sclera pasien putih, konjungtiva pasien tampak anemis, mata pasien
simetris, tidak terdapat strabismus, gerakan bola mata normal, penutupan
kelopak mata tidak terdapat maslaah, penglihatan pasien tidak terganggu.
O. Genetalia
Ibu pasien mengatakan tidak ada gangguan ataupun masalah pada
genetalia pasien.
P. Ekstremitas
Ekstremitas atas:
Pergerakan pada ekstremitas kanan dan kiri tidak mengalami gangguan,
tidak ada pergerakan abnormal, skala kekuatan otot pasien 5, tidak ada
nyeri pada ektremitas atas, terdapat petekie di bagian lengan pasien,
terpasang infus di tangan kanan.
Ekstremitas bawah
Tidak ada masalah dari gaya berjalan pasien, tidak ada pergerakan
abnormal, skala kekuatan otot pasien 5, tidak ada nyeri pada ekstremitas
bawah.
Q. Status Neurologis
Indra penghidu dan pendengaran tidak terdapat gangguan. Pergerakan
bola mata maupun kelopak mata tidak mengalami gangguan. Refleks
menela pasien baik. Pasien dapat menggerakan kepala ke kanan dan
kekiri serta mengangkat bahu.
2. 25-02- 00002 1. Mengkaji intake pasien. 1. ibu pasien mengatakan pasien hanya makan
2024 beberapa sendok.
10.20 2. Menganjurkan meningkatkan intake 2. Ibu pasien mengatakan akan menyuapi
makan melalui: anaknya langsung setelah makanan dari rumah
41
Kurangi gangguan dari luar, sajikan sakit dibagikan agar masih hangat.
makanan dalam kondisi hangat. 3. Pasien tidak gosok gigi.
3. Menganjurkan menjaga kebersihan mulut 4. ibu mengatakan akan memberikan makanan
pasien. sedikit tapi sering.
4. Menganjurkan memberikan makan 8. Pasien mendapat 1 porsi bubur lauk pauk
sedikit tapi sering. dari rumah sakit.
8. Berkolaborasi dengan ahli gizi.
BAB 4
ANALISIS JURNAL
4.1. Pendahuluan
Menurut (Perry & Potter dalam Nadhilah, 2018) tepid water sponge
merupakan suatu metode pemandian tubuh yang dilakukan dengan cara
mengelap (seka) sekujur tubuh dan melakukan kompres pada bagian tubuh
tertentu dengan menggunakan air yang suhunya hangat untuk jangka waktu
tertentu. Hal ini berlangsung melalui dua proses yaitu konduksi dan evaporasi
dimana terjadi proses perpindahan panas melalui proses konduksi. Proses
konduksi tersebut di mulai dari tindakan mengkompres dengan waslap dan
proses evaporasi diperoleh dari adanya seka pada tubuh saat pengusapan yang
dilakukan sehingga terjadi proses penguapan panas menjadi keringat.
untuk menurunkan suhu tubuh dengan menggunakan kain atau handuk yang
telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh
tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman. Kompres tepid water
sponge dapat diberikan pada penderita yang mengalami hipertermia pada
dewasa dengan tindakan pemberian kompres tepid water sponge selama 20
menit dan efektif menurunkan suhu tubuh dapat dilakukan selama 3 hari
(Wardiyah, 2016).
Mekanisme kerja dari tepid water sponge sama dengan kompres hangat pada
umumnya, namun dengan teknik tepid water sponge sedikit dimodifikasi
yaitu dengan menggabungkan teknik blok dan seka (Efendi, 2012). Teknik
tepid water sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh karena
kompres blok langsung dilakukan di beberapa tempat yang memiliki
pembuluh darah besar, sehingga mengakibatkan peningkatan sirkulasi serta
peningkatan tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 dalam darah akan
meningkat dan pH dalam darah turun. Tepid water sponge juga dapat
dilakukan dengan cara menyeka seluruh tubuh penderita dengan air hangat
(Hamid, 2011).
Keyword:
Febris, Tepid water sponge, Terapi kompres aloevera, Menurunkan suhu tubuh
4.7. Diskusi
Pada penelitian ini, kelompok kedua menyajikan temuan terkait dua metode
pengurangan demam pasien hipertermia, yakni tepid water sponge dan
kompres aloevera untuk menurunkan demam Berikut adalah rangkuman hasil
penelitian mereka:
a) Tepid water sponge
Kelebihan:
Tepid Water Sponge memiliki beberapa kelebihan sebagai teknik non-
farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh pada anak usia pra-sekolah
dengan hipertermia, antara lain:
1. Aman dan mudah dilakukan: Tepid Water Sponge merupakan
teknik yang aman dan mudah dilakukan oleh orang tua atau
tenaga medis. Teknik ini tidak memerlukan obat-obatan dan dapat
dilakukan dengan bahan-bahan yang mudah didapat seperti air
hangat dan waslap.
2. Tidak menimbulkan efek samping: Tepid Water Sponge tidak
menimbulkan efek samping seperti obat-obatan yang dapat
menimbulkan reaksi alergi atau efek samping lainnya.
3. Menurunkan suhu tubuh secara efektif: Studi yang dilaporkan
dalam PDF tersebut menunjukkan bahwa penerapan Water Tepid
Sponge dapat menurunkan suhu tubuh pada anak usia pra-sekolah
dengan hipertermia selama 3 hari.
4. Meningkatkan kenyamanan pasien: Penerapan Water Tepid
Sponge dapat meningkatkan kenyamanan pasien dengan
mengurangi rasa panas dan tidak nyaman akibat demam.
5. Biaya yang lebih murah: Tepid Water Sponge merupakan teknik
non-farmakologis yang biayanya lebih murah dibandingkan
dengan obat-obatan atau tindakan medis lainnya.
Kekurangan:
Dalam konteks penerapan Water Tepid Sponge, beberapa kekurangan
yang mungkin perlu dipertimbangkan adalah:
51
2. Kekurangan:
Berdasarkan informasi yang tersedia, tidak terdapat informasi spesifik
mengenai kekurangan atau efek samping yang terkait dengan penggunaan
kompres bawang merah dalam penelitian pada jurnal. Namun, seperti
halnya dengan penggunaan metode pengobatan tradisional lainnya,
kemungkinan terdapat reaksi alergi atau iritasi pada kulit tertentu tidak
dapat sepenuhnya diabaikan. Selalu disarankan untuk melakukan uji
sensitivitas terlebih dahulu sebelum menggunakan kompres aloevera atau
metode pengobatan tradisional lainnya, terutama pada anak-anak yang
rentan terhadap reaksi alergi.
Selain itu, penting untuk dicatat bahwa penggunaan kompres aloevera
sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan petunjuk yang
benar. Jika terdapat kekhawatiran atau reaksi negatif setelah penggunaan,
segera konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk saran lebih
lanjut.
Dalam konteks penelitian yang disebutkan, informasi mengenai
kekurangan atau efek samping yang terkait dengan penggunaan kompres
aloevera tidak secara eksplisit disebutkan.
4.8. Kesimpulan
Dalam penelitian ini, kelompok kedua menyajikan dua metode pengurangan
demam pada pasien hipertermia, yaitu tepid water sponge dan kompres
aloevera. Tepid Water Sponge, sebagai teknik non-farmakologis, memiliki
kelebihan meliputi kemudahan pelaksanaan, keamanan, efektivitas dalam
menurunkan suhu tubuh, peningkatan kenyamanan pasien, dan biaya yang
lebih terjangkau. Namun, beberapa kekurangan perlu dipertimbangkan,
seperti memerlukan waktu dan tenaga, tidak cocok untuk kondisi medis
tertentu, ketergantungan pada kerjasama pasien, tidak menangani penyebab
demam, dan memerlukan pemantauan yang cermat.
Kompres aloevera, sebagai terapi non-farmakologis lainnya, memiliki
kelebihan berupa biaya rendah dan kemudahan pelaksanaan. Sayangnya,
tidak ada informasi spesifik mengenai kekurangan atau efek samping dalam
53
DAFTAR PUSTAKA