Anda di halaman 1dari 34

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Diare pada Anak

Oleh Kelompok 9 :
1. I Nyoman Swandipa NIM. 22089144045
2. Delvia Restiatri NIM. 22089144034
3. I Made Indra Irawan NIM. 22089144037
4. Putu Merliani NIM. 22089144044
5. I Ketut Dorbiana NIM. 22089144035
6. I Made Rio Kinantya P. NIM. 22089144023

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Diare Pada Anak

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk tinja
dengan intensitas buang air besar secara berlebihan (lebih dari 3 kali dalam kurun
waktu satu hari). Penanganan cepat sangat dibutuhkan untuk mengatasi penyakit diare
karena apabila terlambat maka akan dapat menyebabkan kekurangan cairan yang
dapat menyebabkan kematian (Prawati & Dani, 2019).
Diare merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh, yang dengan
adanya diare, cairan yang tercurah kelumen saluran pencernaan akan membersihkan
saluran pencernaan dari bahan-bahan patogen (cleansing effect). Apabila bahan
patogen ini hilang, maka diare bisa sembuh sendiri. Namun pada sisi lain, diare
menyebabkan kehilangan cairan (air, elektrolit, dan basa) dan bahan makanan dari
tubuh. Sering kali dalam diare akut timbul berbagai penyulit, seperti dehidrasi dengan
segala akibatnya, gangguan keseimbangan elektrolit, dan gangguan keseimbangan
asam-basa. Penyulit tersebut akan mengakibatkan pasien yang menderita diare
meninggal (Wasliah, 2020).
Diare adalah keadaan tidak normalnya pengeluaran feses yang ditandai dengan
peningkatan volume dan keenceran feses serta frekuensi buang air besar lebih dari 3
kali sehari (pada neonatus lebih dari 4 kali sehari) dengan atau tanpa lendir dan darah
(Utami & Nabila, 2016).

2. Epidemiologi
Berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2015 diare adalah penyebab kematian
nomor 2 di dunia pada anak-anak dibawah usia 5 tahun, menyebabkan sekitar 760.000
anak-anak meninggal setiap tahun. Studi mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari
tahun ke tahun diketahui bahwa, diare masih menjadi penyebab utama kematian balita
di Indonesia (Wasliah, 2020).
Di Indonesia, diare merupakan penyakit endemis dan penyakit potensial
kejadian luar biasa yang sering berhubungan dengan kematian. Pada tahun 2016,
penderita diare semua umur yang dilayani di fasilitas kesehatan berjumlah 3.176.079
jiwa dan pada tahun 2017 meningkat menjadi 4.274.790 jiwa. Di tahun tersebut telah
terjadi 21 kali KLB yang tersebar di 12 provinsi, 17 kabupaten/kota. Di tahun 2017,
cakupan pelayanan penderita diare balita di Indonesia sebesar 40,07% dengan
tertinggi Nusa Tenggara Barat (96,94%). Tidak berbeda dengan tahun sebelumnya,
tahun 2018 kasus diare juga meningkat menjadi 4.504.524 jiwa yang terdata di
fasilitas kesehatan. Telah terjadi 10 kali KLB yang tersebar di 8 provinsi, 8
kabupaten/kota. Pada tahun 2018 cakupan pelayanan penderita balita di Indonesia
sebesar 40,90% dengan tertinggi Nusa Tenggara Barat (75,88%). Dan pada tahun
2019, kasus diare mengalami penurunan sedikit daripada tahun sebelumnya menjadi
4.485.513 jiwa. Pada tahun 2019 cakupan pelayanan penderita diare balita di
Indonesia sebesar 40% dengan tertinggi masih Nusa Tenggara Barat (68,6%). Insiden
diare tersebut secara nasional adalah 270/1.000 penduduk. Ini menunjukkan bahwa
kasus diare menjadi sorotan di dunia kesehatan Indonesia (Iryanto, dkk, 2021).

3. Klasifikasi
Menurut Sodikin (2011), Secara klinis diare dibedakan menjadi tiga macam sindrom,
yaitu diare akut, disentri, dan diare persisten, masing-masing mencerminkan
patogenesis berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam
pengobatannya.
a. Diare akut (Gastroenteritis)
Diare Akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat. Penyakit diare akut dapat ditularkan dengan cara fekal oral
melalui makanan dan minuman yang tercemar. Peluang untuk mengalami diare
akut antara anak laki-laki dan perempuan hampir sama. Diare cair akut
menyebabkan dehidrasi dan bila asupan makanan berkurang, juga mengakibatkan
kurang gizi.
b. Disentri
Disentri adalah diare yang disertai darah dalam feses, menyebabkan anoreksia,
penurunan berat badan dengan cepat dan kerusakan mukosa usus akibat bakteri
invasif. Penyakit utama disentri akut adalah Shigella, sedangkan penyebab lain
adalah Campylobacter jenuni dan penyebab yang jarang adalah E. Coli
enteroninvasife atau Salmonella. Pada orang dewasa muda, disentri yang serius
sering kali disebabkan oleh Etamoeba histolytica. Akan tetapi, bakteri tersebut
jarang menjadi penyebab disentri pada anak-anak.
c. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang pada mulanya akut, tetapi berlangsung lebih dari
14 hari. Diare jenis ini mengakibatkan kehilangan berat badan yang nyata, dengan
volume feses dalam jumlah yang banyak sehingga klien beresiko mengalami
dehidrasi. Diare persisten tidak disebabkan oleh penyebab mikroba tunggal. E.
coli enteroaggregative, Shigella, dan Crystospordium mungkin berperan lebih
besar dari penyebab lain.
Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:
a. Diare Akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut didefenisikan
sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi yang sering disebabkan
oleh agens infeksius dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini
dapat menyertai infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih
(ISK). Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan
akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
b. Diare Kronis
Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan
air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare
kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit
inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare
nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut yang
tidak memadai
c. Diare Intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi dalam usia
minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya
mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya dan bersifat resisten atau
membandel terhadap terapi. Penyebabnya yang paling sering adalah diare
infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.
d. Diare Kronis Non Spesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare todler,
merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang
berusia 6 hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan
partikel makanan yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu.
Anakanak yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal
dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak
tampak infeksi enterik.

4. Etiologi
Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare dapat dibedakan menjadi 3
bagian yaitu :
a. Agens Virus
1) Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam (38º C atau
lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi saluran
pernapasan atas dan diare dapat berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya
terjadi pada bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi di usia lebih
dari 3 tahun.
2) Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam, nafsu makan
terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa didapat dari air minum, air di tempat
rekreasi (air kolam renang, dll), makanan. Dapat menjangkit segala usia dan
dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari.
b. Agens Bakteri
1) Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada strainnya.
Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen, demam, vomitus, BAB
berupa cairan berwarna hijau dengan darah atau mukus bersifat menyembur.
Dapat ditularkan antar individu, disebabkan karena daging yang kurang
matang, pemberian ASI tidak eksklusif.
2) Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk
gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa mengalami nausea atau
vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB kadang berdarah dan ada lendir,
peristaltik hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit kepala, kejang.
Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh binatang seperti kucing, burung, dan lainnya
c. Keracunan Makanan
1) Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan kram yang hebat
pada abdomen, syok. Disebabkan oleh makanan yang kurang matang atau
makanan yang disimpan di lemari es seperti puding, mayones, makanan yang
berlapis krim.
2) Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan
mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan intensitas yang
sedang hingga berat. Penularan bisa lewat produk makanan komersial yang
paling sering adalah daging dan unggas.
3) Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan mengalami
nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia. Ditularkan lewat makanan yang
terkntaminasi. Intensitasnya bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang
dapat menimbulkan kematian dengan cepat dalam waktu beberapa jam.

5. Manifestasi Klinis
Menurut Sodikin (2011), manifestasi klinis diare adalah sebagai berikut:
a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada.
b. Feses makin cair, mungkin mengandung darah dan/atau lendir, dan feses berubah
menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c. Anus dan sekitarnya menjadi lecet karena feses makin lama menjadi asam akibat
banyaknya asam laktat dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh
usus.
d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e. Jika terjadi gejala dehidrasi karena mengalami banyak kehilangan cairan dan
elektrolit, penderita mengalami berat badan turun, pada bayi ubun-ubun besar
cekung, tonus otot dan turgor kulit menurun, dan selaput lendir mulut serta bibir
terlihat kering.

6. Patofisiologi
Menurut Hidayat (2008), proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktor diantaranya.
a. Faktor infeksi
1) Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi rotavirus.
Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh
bersama dengan makanan dan minuman yang masuk ke dalam saluran
pencernaan yang kemudian melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel
mukosa usus menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang
berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi
sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus
mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan menyebabkan sistem transpor
aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian
sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
2) Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam
mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini
dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam
tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah
dirusak mengakibatkan mencret berdarah berlendir. Penyebab utama
pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella sp, E.coli. diare ini bersifat
self-limiting dalam waktu kurang lebih lima hari tanpa pengobatan, setelah
sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa yang baru
b. Faktor Malabsorbsi
1) Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di usus halus
dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus Akibatnya akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat
menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan
menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak
diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul
diare pula. Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat
menyebabkan cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi
ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan syok hipovolemik dan
berakhir pada kematian jika tidak segera diobati
c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap
dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan
diare. Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi protein, yang
mengakibatkan usus halus mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM
tersebut menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang tidak
adekuat dan terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi
perubahan respons imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat,
berkurangnya jumlah limfosit dan jumlah sel T yang beredar.
Setelah mengalami gastroenteritis yang berat anak mengalami malabsorpsi.
Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami malnutrisi, keadaan
malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor infeksi silang usus yang
berulang menyebabkan malabsorpsi, enteropati dengan kehilangan protein.
Enteropati ini menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin yang
mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat
d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan
peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang
dapat menyebabkan diare. Proses penyerapan terganggu
7. Pathway

Infeksi Makanan Psikologi Malabsorbsi


makanan

Berkembang Racun tak dapat MK :


di usus diserap ANSIETAS Tekanan osmotic
meningkat

Hipersekresi air dan


elektrolit Hiperperistaltik
Air dan elektrolit
bergeser ke usus

Makanan di Penyerapan makanan


usus keluar di usus menurun

MK : Diare

Frekuensi BAB MK : Gangguan


meningkat Integritas kulit Mual muntah

Hilang cairan
dan elektrolit Asidosis Nafsu makan
berlebih metabolik menurun

Gangguan
keseimbangan cairan Sesak MK : Defisit
dan elektrolit Nutrisi

MK : Gangguan
Dehidrasi Pertukaran gas

MK :
Hivopolemia MK : Risiko Syok

Sumber : Nurarif & Kusuma (2016), diintegrasikan dengan SDKI (2017).


8. Komplikasi
Menurut Vivian (2010), komplikasi yang terjadi dari kehilangan akibat diare adalah
sebagai berikut:
a. Dehidrasi akibat kekurangan cairan dan elektrolit yang dibagi menjadi:
1) Dehidrasi ringan,apabila terjadi kehilangan cairan < 5% BB
2) Dehidrasi sedang,apabila terjadi kehilangan cairan 5-10% BB
3) Dehidrasi berat,apabila terjadi kehilangan cairan >10-15% BB
b. Renjatan hipovolemik akibat menurunnya volume darah dan apabila penurunan
volume darah mencapai 15-25% maka akan menyebabkan penurunan tekanan
darah
c. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
d. introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
e. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
f. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan
Sedangkan menurut Nursalam (2008), komplikasi yang dapat terjadi dari diare akut
maupun kronis, yaitu:
a. Kehilangan cairan dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolic), karena:
1) Kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja.
2) Walaupun susu diteruskan, sering dengan pencernaan dalam waktu yang
terlalu lama
3) Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik
adanya hiperstaltik
b. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi
gangguan sirkulasi dara berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak
segera ditolong maka penderita meninggal.
c. Hiponatremia
Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na <130 mol/L). Hiponatremi sering
terjadi pada anakdengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi darin hamper semua anak dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasi, koreksi Na dilakukan berasama dengan koreksi
cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat.

9. Pemeriksaan Diagnostik
Dalam karya tulis ilmiah Nailirrohmah (2017) menyebutkan, pemeriksaan
laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis (kausal) yang tepat,
sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula. Pemeriksaan yang perlu dilakukan
pada anak diare yaitu :
a. Pemeriksaan tinja
1) Pemeriksaan makroskopik, tinja yang berair dan tanpa mukus atau darah
biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau
mukus bisa disebabkan infeksi atau bakteri yang menghasilkan sitotoksin,
bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E.histolytica,B.coli dan T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi E.histolytica darah sering terdapat
pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis- garis darah pada
tinja .Tinja yang berbau busuk didpatkan pada infeksi dengan salmonella ,
giardia cryposporidium dan strongiloides. Selain itu juga melihat hasil
leukosit juga dapat menentukan penyebab dari diare. Leukosit
mempertahankan tubuh dari serangan penyakit dengan cara memakan
(fagositosis) penyakit tersebut. Begitu tubuh mendeteksi adanya infeksi maka
sumsum tulang akan memproduksi lebih banyak sel-sel darah putih untuk
melawan infeksi.
2) Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberi
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses
peradangan mukosa.
3) Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat hemolytic uremic
syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB
diare dan pada penderita immmunocompromised
4) pH dan kadar gula dalam tinja.
5) Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme penyebabnya,
dengan melakukan pembiakan terhadap contoh tinja
b. Pemeriksaan labolatorium
1) Darah meliputi : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
2) Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal
4) Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau
parasit, secara kuantitatif, terutama pada pnderita diare kronik

10. Penatalaksanaan Medis


Menurut MTBS Kemenkes RI (2022), Penanganan diare yaitu dengan rencana terapi
A, B, dan C sebagai berikut:
a. Rencana terapi A
Penanganan diarea rumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang aturan perawatan
di rumah:
1) Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau), jelaskan kepada ibu:
a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian
b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang
sebagai tambahan
c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin). Atau air matang
2) Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam kunjungan ini
b) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diareanya bertambah parah
3) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit
(200 ml) untuk digunakan dirumah.
a) Cuci tangan sebelum menyiapkan
b) Siapkan satu gelas (200 cc) air matang
c) Gunting ujung pembungkus oralit
d) Masukkan seluruh isi oralit ke dalam gelas yang berisi air tersebut
e) Aduk hingga bubuk oralit larut
f) Siap untuk diminum
4) Tunjukkan kepada ibu beberapa banyak oralit atau caian lain yang harus
diberikan setiap kali anak buang air besar:
a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali buang air besar.
b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali buang air besar.
5) Katakan kepada ibu:
a) Agar meminum sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/cairan/gelas
b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi lebih lambat
c) Lanjutakan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
6) Beri tablet Zinc selam 10 hari.
7) Lanjutkan pemberian makanan
8) Kapan harus kembali
b. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit. Berikan oralit di klinik sesuai
yang dianjurkan selama periode 3 jam.
4 - ≤ 12
Umur ≤4 bulan 1 - < 2 tahun 2 - < 5 tahun
bulan

Berat < 6 kg 10 - < 12 kg 10 - < 12 kg 12 - 19 kg

Jumlah 200 - 400 ml 400 - 700 ml 700 – 900 ml 900 – 1400 ml

Digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui


1) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
a) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman
diatas
b) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan juga
100-200 ml air matang selama periode ini.
2) Tunjukan cara memberikan larutan oralit
a) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas
b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit . Kemudian berikan lagi lebih lambat
c) Lanjutkan ASI selama anak mau
d) Bila kelopak mata bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air
masak atau ASI.
3) Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah
berhenti
4) Setelah 3 jam
a) Ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat dehidrasinya
b) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan
c) Mulai memberi makan anak
5) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai
a) Tunjukan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
b) Tunjukan beberapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan
c) Beri oralit yang cukup untuk dehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus
lagi
d) Jelas 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A)
c. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaitu dengan:
1) Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit
melalui mulut sementara infuse dipersipakan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer
Laktat atau jika tersedia, gunakan cairan NaCl yang dibagi sebagai berikut
Pemberian Pertama 30 Pemberian Berikut 70
Umur
ml/kg selama ml/kg selama

Bayi ( >28 hari sampai 1 jam” 5 jam”


< 12 bulan)

Anak (12 bulan sampai 3 menit” 2 ½ jam”


5 tahun)

Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba
2) Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat.
3) Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc.
4) Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasi
dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
5) Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk
pemebrian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).
6) Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukan cara
meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan.
7) Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa orogastik atau mulut.
Beri 20 ml/kgbb/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)
8) Periksa kembali anak setiap1-2 jam:
a) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat
b) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk
pengobatan intravena
9) Sesudah 6 jam, perriksa kembali anak. Klasifikasi dehidrasi. Kemudian
tentukan rencana terapi sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan pengobatan.
d. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare
1) Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet Zinc sesuai
dosis dan waktu yang telah ditentukan (1 tablet dispersible = 20 mg)
a) Umur < 6 bulan: 10 mg/hari.
b) Umur ≥ 6 bulan: 20 mg/hari.
2) Cara pemberian tablet Zinc
a) Larutan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan
larut) 30 detik), segera berikan kepada anak
b) Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemebrian tablet Zinc,
ulangi pemeberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil
dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh
c) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari
penuh, meskipun diare sudah berhenti
d) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan tablet zinc segera setelah anak bisa minum atau makan
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada anak dengan kasus diare menurut Nursalam (2008),
antara lain :
a. Anamnesis
pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan.
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari,
BAB <4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair
(dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare
berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila
berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami:
a) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna
tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak.
f) Diuresis: terjadi oliguri (kurang dari 1 ml/kgBB/jam) bila terjadi dehidrasi.
Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada
dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam
(dehidrasi berat).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
a) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih sering
terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak
dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh
pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat
imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta
imunisasi polio.
b) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik),
makan makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan
penyebab diare.
c) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan
botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak
mencuci tangan saat menjamah makanan
d) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda
dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis,
faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat
menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin
kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan
perjalanan ke daerah tropis.
5) Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:
a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko
diare dan infeksi yang serius
b) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan
mudah menimbulkan pencemaran.
c) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak
bisa minum.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
2) Berat badan
Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan
berat badan.
3) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya
biasanya cekung
b) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya
normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya
cekung (cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung.
c) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis,
tidak ada pernapasan cuping hidung.
d) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga
e) Mulut dan Lidah
(1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
(2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
(3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
f) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan
pada kelenjar tyroid.
g) Thorax
(1) Jantung
(a) Inspeks
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat
(b) Auskultasi
(c) Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi
ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga
meningkat, diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien
mengalami takikardi dan bradikardi.
(2) Paru-paru
(a) Inspeksi
Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi
ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi
berat pernapasannya dalam.
h) Abdomen
(1) Inspeksi
Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram
(2) Palpasi
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare
dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali
> 2 detik.
(3) Auskultasi
Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat.
i) Ekstremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral
teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik,
akral dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral
teraba dingin, sianosis.
j) Genetalia
k) Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu dilakukan
pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratrium
a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum Biasanya
penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L.
b) Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah
Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis.
c) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
dan bikarbonat.
d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa.
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit
dalam feses atau darah makroskopik. pH menurun disebabkan akumulasi
asam atau kehilangan basa
e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Endoskopi
(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien
mengalami mual dan muntah
(2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan segar
melalui rektum
(3) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika
pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan
untuk menyingkirkan kanker.
b) Radiologi
(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi
(2) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami
penyakit bilier atau prankeas
c) Pemeriksaan lanjutan
(1) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotic dari diare
(2) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan
sampel feses dan serologi.
2. Diagnosa Keperawatan
Konsep masalah keperawatan meliputi definisi, kriteria masalah, dan faktor yang
berhubungan, berikut ini merupakan penjelasan dari masalah - masalah keperawatan
pada penyakit diare (SDKI, 2017) :
a. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
1) Definisi
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan
atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler.
2) Penyebab
Ketidakseimbangan ventliasi-perfusi
3) Kriteria mayor dan minor
Kriteria Mayor
a) Subyektif : Dispnew
b) Objektif :
(1) Penurunan/Peningkatan PCO2
(2) PO2 menurun
(3) Takikardia
(4) pH arteri meningkat/menurun
(5) Bunyi napas tambahan
Kriteria Minor
a) Subyektif :
(1) Pusing
(2) Penglihatan kabur
b) Objektif :
(1) Sianosis
(2) Diaforesis
(3) Gelisah
(4) Napas cuping hidung
(5) Pola napas abnormal
(6) Warna kulit abnormal
(7) Kesadaran menurun
b. Diare (D.0020)
1) Definisi
Diare merupakan pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk
2) Penyebab
a) Fisiologi : proses infeksi
b) Psikologi : Kecemasan, dan tingkat stress tinggi
c) Situasional : Terpapar kontaminan, terpapar toksin, penyalahgunaan
laksatif, penyalahgunaan zat, program pengobatan (mis: agen tiroid,
analgesik, pelunak feses, ferosulfat, antasida, cimetidine dan antibiotik),
perubahan air, makanan dan bakteri pada air.
3) Kriteria mayor dan minor
Kriteria Mayor
a) Subjektif : -
b) Objektif :
(1) Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam
(2) Feses lembek atau cair
Kriteria Minor
a) Subjektif : -
(1) Urgency
(2) Nyeri/ kram abdomen
b) Objektif :
(1) Frekuensi peristaltic meningkat
(2) Bising usus hiperaktif
c. Hipovolemia (D.0023)
1) Definisi
Hipovolemi merupakan penurunan volume cairan intravaskuler, interstisiel
dan atau intraseluler.
2) Penyebab
a) Kehilangan cairan aktif
b) Kekurangan intake cairan
3) Kriteria mayor dan minor
Kriteria Mayor
a) Subjektif : -
b) Objektif :
(1) Frekuensi nadi meningkat
(2) Nadi teraba lemah
(3) Tekanan darah menurun
(4) Tekanan nadi menyempit
(5) Turgor kulit menurun
(6) Membran mukosa kering
(7) Volume urin menurun
Kriteria Minor:
a) Subjektif :
(1) Merasa lemas
(2) Merasa haus
b) Objektif:
(1) Pengisian vena menurun
(2) Status mental berubah
(3) Suhu tubuh meningkat
(4) Konsentrasi urin meningkat
(5) Berat badan turun tiba-tiba
d. Gangguan Integritas Kulit (D.0129)
1) Definisi
Gangguan integritas kulit merupakan kerusakan kulit (dermis dan atau
epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendi, dan/atau ligamen).
2) Penyebab
a) Perubahan sirkulasi
b) Penurunan mobilitas
c) Faktor mekanis (gesekan)
d) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan atau
melindungi integritas jaringan.
3) Kriteria mayor dan minor
Kriteria mayor
a) Subjektif : -
b) Objektif
(1) Kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit
Kriteria minor
a) Subjektif : -
b) Objektif
(1) Nyeri
(2) Perdarahan
(3) Kemerahan
(4) Hematoma
e. Defisit Nutrisi (D.0019)
1) Definisi
Defisit nutrisi merupakan asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme
2) Penyebab
(1) Kurangnya asupan makanan
(2) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
(3) Faktor psikologis (mis: stress, keengganan untuk makan).
3) Kriteria mayor dan minor
Mayor :
a) Subjektif : -
b) Objektif :
Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal.
Minor :
a) Subjektif :
(1) Cepat kenyang setelah makan
(2) Kram/nyeri abdomen
(3) Nafsu makan menurun
b) Objektif :
(1) Bising usus hiperaktif
(2) Otot pengunyah lemah
(3) Otot menelan lemah
(4) Membrane mukosa pucat
(5) Sariawan
(6) Serum albumin turun
(7) Rambut rontok berlebihan
(8) Diare
f. Risiko Syok (D.0039)
1) Definisi
Risiko syok merupakan risiko untuk mengalami ketidakcukupan aliran darah
ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa.
2) Faktor Risiko
a) Hipotensi
b) Kekurangan volume cairan
g. Ansietas (D.0080)
1) Definisi
Ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
2) Penyebab
(a) Ancaman terhadap kondisi diri
(b) Hubungan orangtua-anak tidak memuaskan
(c) Terpapar bahaya lingkungan (mis: toksin, polutan dan lainlain)
(d) Kurang terpapar informasi
3) Kriteria mayor dan minor
Kriteria Mayor
a) Subjektif :
(1) Merasa bingung
(2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
(3) Sulit berkonsentrasi
b) Objektif :
(1) Tampak gelisah
(2) Tampak tegang
(3) Sulit tidur
Kriteria Minor :
a) Subjektif :
(1) Mengeluh pusing
(2) Anoreksia
(3) Palpitasi
(4) Merasa tidak berdaya
b) Objektif :
(1) Frekuensi napas meningkat
(2) Frekuensi nadi meningkat
(3) Tekanan darah meningkat
(4) Diaforesisi
(5) Tremor
(6) Muka tampak pucat
(7) Suara bergetar
(8) Kontak mata buruk
(9) Sering berkemih
(10) Berorientasi pada masa lalu
3. Intervensi
Intervensi keperawatan (SIKI, 2018) adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (outcome) yang diharapkan (SLKI, 2019). Adapun intervensi yang sesuai
dengan pathway penyakit diare adalah sebagai berikut:
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan intervensi Obsevasi


gas b.d perubahan keperawatan diharapkan a) Monitor frekuensi,irama,dan
membran alveolar- pertukaran gas pasien kedalaman upaya nafas
kapiler meningkat dengan kriteria b) Monitor pola nafas
hasil : c) Monitor saturasi oksigen
a) Pola nafas membaik d) Monitor nilai analisa gas darah
b) Warna kulit membaik Terapeutik
c) Sianosis membaik a) Dokumentasikan hasil
d) Takikardia membaik pemantauan
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b) Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat

2 Diare b.d fisiologis Setelah dilakukan intervensi Observasi


(proses infeksi ) keperawatan diharapkan a) Identifiksi penyebab diare
eliminasi fekal pasien b) Identifikasi riwayat pemberian
membaik dengan kriteria makan
hasil: c) Identifikasi gejala invaginasi
a) Konsistensi feses d) Monitor warna, volume,
meningkat frekuensi, dan konsistensi tinja
b) Frekuensi defekasi/bab e) Monitor jumlah pengeluaran
meningkat diare
c) Peristaltik usus meningkat Terapeutik
d) Kontrol pengeluaran feses a) Berikan asupan cairan oral
meningkat (oralit)
e) Nyeri abdomen menurun b) Pasang jalur intravena
c) Berikan cairan intravena
d) Ambil sample darah untuk
pemeriksaan darah lengkap
e) Ambil sample feses untuk kultur,
jik perlu.
Edukasi
a) Anjurkan manghindari makanan
pembentuk gas, pedas, dan
mengandung laktosa
b) Anjurkan makanan porsi kecil
dan sering secara bertahap
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat
pengeras feses
b) Kolaborasi pemberian obat
antimotilitas

3 Hipovolemi b.d Setelah dilakukan intervensi Obsevasi


kehilangan cairan aktif keperawatan diharapkan a) Periksa tanda dan gejala
status cairan pasien membaik hypovolemia (missal, frekuensi
dengan kriteria hasil : nadi meningkat, nadi teraba lemah,
a) Turgor kulit membaik tekanan darah menurun,
b) Frekuensi nadi membaik tekanan nadi menyempit, turgor
c) Tekanan darah membaik kulit menurun, membrane
d) Membrane mukosa mukosa kering, volume urin
membaik menurun,haus,lemah).
e) Intake cairan membaik b) Monitor intake dan output cairan
f) Output urine meningkat Terapeutik
a) Hitung kebutuhan cairan
b) Berikan asupan cairan oral
Edukasi
a) Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
b) Anjurkan menghidari posisi
mendadak
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan
isotonis (Nacl.RL)
b) Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 20 ml/kg bb
untuk anak.

4 Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Observasi


kulit b.d ekskresi/BAB keperawatan a) Identifikasi penyebab gangguan
sering diharapkan integritas kulit dan integritas kulit
jaringan meningkat dengan Terapeutik
kriteria hasil : a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
a) Kerusakan lapisan kulit baring
menurun b) Bersihkan perineal dengan air
b) Nyeri menurun hangat, terutama selama
c) Kemerahan menurun periode diare
d) Tekstur membaik c) Gunakan petroleum berbahan
petroleum atau minyak pada
kulit kering
Edukasi
a) Anjurkan menggunakan
pelembab
b) Anjurkan minum air yang cukup
c) Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
d) Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat
topical
5 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi Observasi
penurunan intake keperawatan diharapkan a) Identifikasi status nutrisi
makanan status nutrisi pasien membaik b) Identifikasi alergi dan intoleransi
dengan kriteria hasil : makanan
a) Porsi makanan yang c) Identifikasi makanan yang
dihabiskan meningkat disukai
b) Diare menurun d) Identifikasi keburuhan kalori
c) Frekuensi makan membaik dan nutrisi
d) Nafsu makan membaik e) Monitor asupan makanan
e) Bising usus membaik f) Monitor berat badan
g) Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
a) Berikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
b) Berikan makanan tinggi kalori
dan protein
Edukasi
a) Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengn ahli gizi untuk
menetukan jumlh kalori
dan jenis nutsisi yang dibutuhkan
jika perlu.
b) Kolaborasi pemberian obat
antimetik jika perlu

6 Risiko Syok Tujuan : Setelah dilakukan Observasi


intervensi keperawatan a) Monitor status kardiopulmonal
diharapkan b) Monitor frekuensi nafas
tingkat syok pasien menurun c) Monitor status oksigenasi
dengan kriteria hasil : d) Monitor status cairan
a) Kekuatan nadi meningkat e) Monitor tingkat kesdaran dan
b) Output urine meningkat respon pupil
c) Frekuensi nafas membaik f) Monitor jumlah,warna,dan berat
d) Tingkat kesadaran jenis urine
meningkat Terapeutik
e) Tekanan darah a) Berikan oksigen untuk
sistolik,diastolic membaik mempertahankan saturasi oksigen
>94%
b) Pasang jalur IV, jika perlu
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b) Jelaskan penyebab/factor risiko
syok
c) Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu

7 Ansietas b.d perubahan Setelah dilakukan intervensi Obsevasi


status kesehatan keperawatan diharapkan a) Identifikasi saat tingkat ansietas
tingkat ansietas pasien berubah
menurun dengan kriteria hasil b) Monitor tanda-tanda ansietas
: Terapeutik
a) Perilaku gelisah menurun a) Ciptakan suasana terapeutik
b) Perilaku tegang menurun untuk mengurangi kecemasan
c) Frekuensi pernapasan b) Temani pasien untuk
menurun mengurangi kecemasan
d) Pucat menurun c) Gunakan pedekatan yang tenang
e) Kontak mata membaik dan meyakinkan
d) Gunakan nada suara lemah
lembut dengan irama lambat
Edukasi
a) Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
b) Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat
antiansietas jika perlu

4. Implementasi
Menurut Potter & Perry (2010), Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi.

5. Evaluasi
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan Keperawatan, Tahap
evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi
adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan.

Daftar Pustaka
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan I. Jakarta:
Salemba Medika.
Iryanto, Andika Agus., dkk. 2021. Literatur Review : Faktor Risiko Kejadian Diare Pada
Balita di Indonesia. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11 (1), 1-7. Diakses tanggal 13
Oktober 2022 dari https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/jkl/article/view/1337
Kementerian Kesehatan RI. (2022). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta.
Nailirrohmah, Farikhah. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Diare Dengan Masalah
Kekurangan Volume Cairan di Ruang Anak RSUD Bangil Pasuruhan. Karya Tulis
Ilmiah. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika. Diakses tanggal 13
Oktober 2022 dari https://repo.stikesicme-jbg.ac.id/158/
Nurarif, A H & Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Nursalam., dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, Perry. 2010. Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi 7. Vol. 3.
Jakarta : EGC
Prawati, Debby Daviani., & Dani Nasirul Haqi. 2019. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Diare di Tambak Sari, Kota Surabaya. Jurnal Promkes : The Indonesia Jurnal of Health
Education, 07 (1), 34-35. Diakses tanggal 13 Oktober 2022 dari https://e-
journal.unair.ac.id/PROMKES/article/view/8032
Setiadi. 2012. Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
Utami, Nurul., & Nabila Lutfiana. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare
pada Anak. Jurnal Majority, 05 (4), 102. Diakses tanggal 13 Oktober 2022 dari
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/893
Wasliah, dkk. 2020. Pemberian Edukasi Kesehatan Tentang Pencegahan Diare Pada Anak Di
Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Dasan Agung Kota Mataram, NTB. Jurnal Abdimas
Kesehatan Perintis, 02 (1), 13-16. Diakses tanggal 13 Oktober 2022 dari
https://jurnal.upertis.ac.id/index.php/JAKP/article/view/431
Wong, Donna L., dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai