Anda di halaman 1dari 17

TUGAS ESSAY

“INFEKSI PADA SALURAN PENCERNAAN ANAK”

BLOK DIGESTIVE 2

OLEH :

Nama : Haikal Youris Febrian

NIM : 021.06.0032

Kelas :A

Blok : Digestive 2

Dosen : dr. Ananta Fittonia Benvenuto,


Sp.A,M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM

2022/2023
LATAR BELAKANG

Penyakit saluran cerna merupakan kontributor utama kematian anak-anak di seluruh dunia,
menyebabkan satu dari sepuluh kematian anak. Salah satu penyakit saluran cerna yang perlu
mendapat perhatian karena angka morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi adalah diare.

Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Diare dapat menyebabkan gangguan gizi pada anak karena
selama diare terjadi penurunan asupan makan dan penyerapan nutrisi, serta peningkatan
kebutuhan nutrisi, secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan berat badan dan berlanjut
ke gagal tumbuh.

Gangguan gizi ini dapat menyebabkan diare menjadi lebih parah, lebih lama dan lebih sering
terjadi dibandingkan dengan kejadian diare pada anak yang tidak menderita gangguan gizi.
Kematian juga lebih mudah terjadi pada anak yang bergizi buruk karena gizi yang buruk
menyebabkan penderita tidak merasa lapar sehingga orang tuanya tidak segera memberi makanan
untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.

Penting bagi orang tua dan pengasuh untuk memantau dan memberikan perhatian khusus
pada anak yang mengalami diare. Dehidrasi adalah komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
diare, sehingga penting untuk memberikan cairan yang cukup, sehingga dapat mengurangi angka
insiden diare pada anak dan meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup anak-anak secara
keseluruhan.
PEMBAHASAN

Diare Pada Anak

Definisi

Diare adalah suatu keadaan dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3
kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau tanpa darah dan
tanpa lendir. Dimana kejadian frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi (neonatus)
dan lebih dari 3 kali pada anak.

Klasifikasi

Klasifikasi Diare adalah sebagai berikut :

a. Diare akut, yaitu diare yang menyerang dan biasanya berlangsung kurang dari 14 hari.
Akibat yang akan muncul dari diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi penyebab
utama kematian bagi penderita diare
b. Diare presisten atau diare kronis, yaitu diare yang biasanya akan berlangsung selama lebih
dari 14 hari dan terjadi secara terus-menerus. Akibat dari diare ini penderita akan
mengalami penurunan berat badan dan gangguan metabolisme pada tubuhnya.
c. Diare disentri, yaitu diare yang disertai darah yang bercampur dalam tinja yang
dikeluarkannya. Akibat diare ini adalah penderita akan mengalami anoreksia, penurunan
berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi komplikasi pada mukosa.
d. Diare yang dialami dengan masalah (diare akut dan persisten) yang mungkin juga disertai
dengan penyakit lain didalam tubuh seperti : demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di


Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17%
kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%
dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2%
dibanding pneumonia 15,5%.

Etiologi

a. Faktor infeksi
1. Infeksi Enternal yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
a) Infekasi Bakteri: Vibrio, Escherichia Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi Virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsakie, Poliomyelitis, Adenovirus,
Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain).
c) Infeksi Parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa
(Entamoeba Histolyatica, Giardia Lambia, Trichomonas Hominis), jamur (Candida
Albicans).
2. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopnemonia, ensefalitis, dan sebagainya.
b. Faktor malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat: diskarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Bayi dan anak yang
terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas.

Patofisiologi

Dalam keadaan normal, dinding intestinal memiliki fungsi absorbsi dan sekresi yang
dikontrol oleh regulatorregulator sehingga didominasi oleh fungsi absorbsi yang akan
menghasilkan tinja normal. Kedua mekanismetersebut memerlukan pemecahan nutrisi yang baik
dalam membentuk molekul-molekul yang diperlukanuntuk membentuk ikatan dengan air dan
elektrolit saat proses absorbsi (misalnya, glukosa, galaktosa dan asam amino) dan mencegah
terdapatnya substansi aktif yang tidak dapat diabsorbsi secara aktif melalui proses osmotik di
dalam lumen usus. Selain itu, proses absorpsi dan sekresi juga ditunjang oleh kerja enzim Na+-
K+-ATP-ase pada membrane basolateral dan dua antiport di brush border.

Saat diare keseimbangan transport elektrolit dan air terganggu, terjadi penurunan fungsi
absorbsi dan dominasi fungsi sekresi elektrolit dan nutrien (sekresi aktif anion terutama di sel
kriptus), sehingga terjadi pengeluaran air yang berlebihan kelumen usus. Dua mekanisme utama
yaitu diare osmotik dan sekretorik, kedua mekanisme tersebut kadang terjadi secara bersamaan.

Gambar. Pergerakan Air dan Elektrolit melalui membrane sel.


Gambar. Proses fisiologi host ikut berperan dalam patofisiologi
dan kerentanan terhadap diare akut

1. Diare Osmotik
Pada diare osmotik, mukosa usus tidak dapat mendigesti dan atau mengabsorpsi
satu atau beberapa nutrien yang menyebabkan kekuatan osmotik abnormal (osmotic
force) dan akhirnya mengeluarkan air dalam jumlah besar ke lumen melalui tight
junctions yang bocor. Nutrien tersebut, akan di-digesti oleh microflora di kolon, hal ini
mengakibatkan terjadi osmotic force lebih lanjut. Zat yang bersifat non-absorbable
contohnya yaitu laktulosa, garam magnesium, dan polyethylene glycol. Selain itu, diare
osmotik juga dapat terjadi pada intoleransi laktosa (tidak dapat diolah karena tubuh tidak
memiliki enzim digesitif spesifik), konsumsi fruktosa (pada jus buah atau soda) dalam
jumlah berlebihan, maupun maldigesti lemak dan protein pada penyakit Celiac.
Osmolalitas feses akan normal sampai meningkat dengan ion gap melebihi ≥100
mOsm/kg dan kadar elektrolit feses rendah. Biasanya diare ini akan menghasilkan feses
dalam jumlah yang tidak masif dan proporsional terhadap substrat yang tidak dapat
diabsorpsi usus. Diare akan menunjukkan perbaikan dengan penghentian konsumsi
nutrien penyebab diare.
2. Diare Sekretorik
Diare ini disebabkan oleh peningkatan sekresi klorida, penurunan absorbsi natrium,
atau peningkatan permeabilitas mukosa. Pada diare sekretorik, proses transport ion pada
sel epitel akan berubah status menjadi sekresi aktif di usus halus dan usus besar, baik
melalui stimulasi sistem saraf pusat yang diinduksi oleh enterotoksin, maupun dengan
pelepasan mediatormediator inflamasi (contohnya adalah prostaglandin dan platelet-
activating factor) yang diiinduksi oleh enterotoksin atau sitotoksin pada kasus infeksi
bakteri. Enterotoksin juga menginduksi peningkatan aktivitas mediator kunci pada proses
sekresi, yaitu cAMP, cGMP, Ca2+ yang kemudian mengaktivasi mediator target
inflamasi seperti protein kinase. Sebagai contoh, Enterotoksigenik E.coli akan
menghasilkan 2 enterotoksin yaitu heat-labile (LT) dan heat-stable toxin (Sta).Kolera,
termasuk dalam diare sekretorik, terjadi karena stimulasi toksin yang menyebabkan
peningkatan level cAMP dalam enterosit.Produksi air dalam feses biasanya terjadi dalam
jumlah besar. Osmolalitas feses tetap normal dengan ion gapmelebihi <100 mOsm/kg dan
kadar elektrolit feses tinggi. Proses diare akan tetap berlanjut meskipun pasien telah
dipuasakan.

Gambar. Mekanisme patogenesis diare dari enterotoksin bakteri

3. Gangguan motilitas
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula.
4. Diare Inflamasi

Gambar. Diare Inflamasi


Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik
dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan
seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare
akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktiflkan kaskade inflamasi.
Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan
fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes
J dkk. 2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak pada
perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada
cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen
tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi chlorida
yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C. difficile akan menginduksi
kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi
proteolitik protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight
junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.

Diagnosis

➢ Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, bau, ada atau tidak adanya berlendir dan darah. Bila disertai muntah : volume
dan frekuensinya. Kencing : biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama
diare : memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan
yang diberikan serta riwayat imunisasinya

➢ Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang perlu diperiksa adalah berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi seperti kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidak adanya
air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah. Penentuan derajat dehidrasi penting
karena penanganan diare akut pada anak berbeda sesuai derajat dehidrasinya.

➢ Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan, hanya
pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada
sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.

Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :

• Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika.
• Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
• Tinja:

Pemeriksaan makroskopik:

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau
darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar
saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat
pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang
berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.

Pemeriksaan mikroskopik:

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan informasi


tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam
tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang
positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.
enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit
yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit mononuklear.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic Syndrome, diare
dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita
immunocompromised.

Tatalaksana

Lima langkah tuntaskan diare atau yang biasa disebut dengan lima pilar diare : berikan
oralit, berikan tablet zinc 10 hari beturut-turut, teruskan nutrisi baik ASI ataupun makanan,
pemberian antibiotika secara selektif, dan edukasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
penanganan diare akut dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi anak.

1. Berikan Oralit

Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Berikan segera bila
anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.

Gambar. Perbedaan oralit lama & baru

Ketentuan pemberian oralit formula baru:

a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru


b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24 selai.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai
berikut:
Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
b. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus
dibuang.
2. Pemberian Zinc 10 Hari berturut-turut

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara
signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Zinc memperbaiki epitel saluran cerna
selama diare dengan cara meningkatkan absorbsi air dan elektrolit oleh usus halus, kecepatan
regenerasi epitel usus, jumlah brush border apicaldan respon imun yang mempercepat
pembersihan patogen dari usus.

Gambar. Jumlah Tablet Zinc yang Harus Diberikan

3. Nutrisi

ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada
diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase
kesembuhan.

4. Antibiotik

Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan
mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan.
Tabel. Antibiotik pada Diare anak

5. Edukasi

Berikan penjelasan kapan harus membawa ulang anak ke petugas kesehatan, yaitu bila
didapatkan BAB cair lebih sering, muntah berulang-ulang, mengalami rasa haus yang nyata,
makan atau minum sedikit, demam, tinjanya berdarah dan tidak ada perbaikan dalam 3 hari.

Komplikasi Diare

a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Malnutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus
Terapi Dehidrasi

Gambar. Derajat Dehidrasi

1. Tanpa dehidrasi
Pasien dengan diare akut tanpa dehidrasi dapat dirawat di rumah, dan dilakukan
penanganan berdasarkan Rencana Terapi A (sesuai rekomendasi Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit oleh WHO dan IDAI. Ibu diajari memberikan anak
Cairan Rehidrasi Oral (CRO) 5-10 mL setiap BAB cair. ASI diteruskan, tidak ada
pembatasan jenis dan jumlah makanan termasuk susu formula. Cairan tambahan terus
diberikan sampai diare berhenti.
2. Dehidrasi ringan-sedang
Pasien harus diberikan CRO dalam pengawasan tenaga medis di fasilitas kesehatan
yang tersedia. CRO diberikan sesuaiRencana Terapi B, yaitu sebanyak 75 ml/kgBB dalam
3 jam. Orangtua dapat memberikan CRO sedikit-sedikit, bila anak muntah tunggu 10
menit, kemudian dapat diberikan CRO kembali. Setelah tiga jam, tentukan kembali
derajat dehidrasi anak, anak segera diberi makanan dan minuman dan pemberian ASI
dilanjutkan. Bila pasien dalam keadaan stabil maka pasien dapat dirawat di rumah, namun
apabila terjadi perburukan dan atau status rehidrasi belum tercapai, maka dipikirkan
untukmerujuk pasien ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
memadai.
3. Dehidrasi berat
Anak harus segera jalur intravena sambal diberikan rehidrasi cairan (ringer laktat /
ringer asetat / NaCl 0.9%) dipasang, sambil memasukkan CRO per oral (apabila anak
masih dapat minum). Anak harus dirujuk secepatnya ke rumah sakit dengan fasilitas
lengkap. Rehidrasi diberikan sesuai usia pasien, rehidrasi awal diberikan sebanyak
30ml/kgBB, sedangkan rehidrasi selanjutnya dalam 70 ml/kgBB. Tatalaksana dehidrasi
berat diberikan tatalaksanasesuai Rencana Terapi C.

Gambar. Rencana Terapi A


Gambar. Rencana Terapi B
Gambar. Rencana Terapi C
REFERENSI

Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S,
Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar gastroenterologihepatologi. Jakarta:
IDAI; 2012.h.87 – 120.

Faure C. Role of Antidiarrhoeal Drugs as Adjnctive Therapies for Acute Diarrhoea in Children.
Review Article. Hindawi Publishing Corporation International Journal of Pediatrics Vol
2013. Nelson Text Book of Pediatri. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2004

Utami, Nurul, and Nabila Luthfiana. "Faktor-faktor yang memengaruhi kejadian diare pada
anak." Jurnal majority 5.4 (2016): 101-106.

Anda mungkin juga menyukai