Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE

Disusun Oleh :

WIYAH (1018031132)

PSIK 2C

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS FALETEHAN

JUNI 2020
A. Definisi
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair atau buang air
besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya (Vivian, 2010) diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya, di tandai dengan peningkatan volume, keenceran,
serta frekuensinya lebih dari 3 kali sehari. ( Hidayat, 2006).
Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret,
tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah.
Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila
penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat
menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun
(Ummuauliya. 2008).
Diare juga merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer dapat berwarna
hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (WHO,1980).
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau
tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada
lambung atau usus.
B. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor,  yaitu :
1. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk
kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga
terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan
fungsi intestinal dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri juga akan
menyebabkan sistem transpor menjadi aktif dalam usus, sehingga sel mukosa
mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak.
b. Infeksi bakteri: oleh bakteriVibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.
c. Infeksi virus: oleh virus Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, poliomyelitis),
Adenovirus, Ratavirus, Astrovirus.
d. Infestasi parasit: oleh cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans).
e. Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis media akut (OMA),Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia,Ensifalitis, keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan
osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus
yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
a. Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), munosakarida (intoleransi lukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi
dan anak yang tersering ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan dapat
terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan seperti makanan basi, beracun, dan alergi
terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang dapat
mempengaruhi proses penyerapan makanan seperti : rasa takut dan cemas..
C. Klasifikasi diare
Diare dibagi menjadi 2 yaitu :
 Diare akut

Diare akut yaitu diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, berhenti secara
cepat atau maksimal berlangsung sampai 2 minggu, namun dapat pula menetap dan
melanjut menjadi diare kronis. Hal ini dapat terjadi pada semua umur dan bila
menyerang bayi biasanya disebut gastroenteritis infantil. Penyebab tersering pada
bayi dan anak-anak adalah intoleransi laktosa.

Setiap diare akut yang disertai darah dan atau lender dianggap disentri yang
disebabkan oleh shigelosis sampai terbukti lain. Sedangkan kolera, memiliki
manifestasi klinis antara lain diare profus seperti cucian air beras, berbau khas seperti
“bayklin/sperma”, umur anak lebih dari 3 tahun dan ada KLB dimana penyebaran
pertama pada orang dewasa kemudian baru pada anak. Sedangkan kasus yang bukan
disentri dan kolera dikelompokkan kedalam diare akut.

 Diare kronis

Diare kronis yaitu diare yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih. Sedangkan
berdasarkan ada tidaknya infeksi, dibagi diare spesifik dan non spesifik. Diare
spesifik adalah diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau parasit. Diare
yang disebabkan oleh makanan disebut diare non spesifik. Berdasarkan organ yang
terkena, diare dapat diklasifikasikan menjadi diare infeksi enteral dan parenteral.

Diare persisten lebih ditujukan untuk diare akut yang melanjut lebih dari 14 hari,
umumnya disebabkan oleh agen infeksi. Sedangkan, diare kronik lebih ditujukan
untuk diare yang memiliki manifestasi klinis hilang-timbul, sering berulang atau
diare akut dengan gejala yang ringan yang melanjut lebih dari 14 hari, umumnya
disebabkan oleh agen non infeksi

D. Terapi Diare
1. Terapi Non-Farmakologi

pertama kali upaya pencegahan dapat di lakukan dengan menghindari pemicu diare,
contohnya bila tidak mampu metabolism laktosa, maka dapat minum susu nabati
( berasal dari kedelai, beras merah), namun upaya yang paling penting dalam
penanganan diare adalah mengoreksi kehilangan cairan dan elektrolit tubuh
(dehidrasi) dengan penggantian cairan dan elektrolit secepat mungkin( rehidrasi) bila
masih memungkinkan secara oral, maka larutan gula garam atau oralit buatan pabrik
telah mencukupi asalkan di berikan sesuai patokan (sesuai umur penderita dan berat
ringanya dehidrasi. Penyebab kematian terbesar pada kasus diare adalah terjadinya
dehidrasi, bukan karna bakteri atau penyebab lainya. Berikut ini tanda- tanda
dehidrasi.
 Dehidrasi ringan : mulut kering atau bibir kering, kehausan, cairan yang
keluar jumlahnya sekitar 5 % dari berat badan penderita.
 Dehidrasi sedang : selain mulut kering, kehausan juga terjadi penurunan
tonus kulit( bila di cubit kulit akan kembali secara lambat) cairan yang keluar
sekitar 10% dari berat badan penderita.urin mulai sedikit dan warnanya mulai
lebih tua dari keadaan normal.
 Dehidrasi berat : mata cekung, kulit pucat,bila di cubit sangat lambat
kembali, ujung- ujung jari dingin, kesadaran menurun, urin sudah tidak
keluar dan kalo pun keluar sangat sedikit dan warnanya sangat pekat. Cairan
yang keluar lebih dari 50% berat badan penderita.
2. Terapi Farmakologi

1. Terapi kausal misalnya penyebabnya adalah bakteri maka diberi obat antibiotik.
2. Terapi simptomatis

 Zat – zat penekan peristaltik misalnya : atropin, belladonnae ekstrak,difenoksilat,


loperamid.
 Adstringensia ( menciutkan selaput lendir usus ), misalnya : garam – garam bismuth
dan alluminium tanin.
 Adsorbensia ( menyerap zat – zat beracun ), misalnya : carbo adsorben ( norit ), zat –
zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka – lukanya dengan suatu lapisan
pelindung seperti kaolin, pektin.

E. Manifestasi Klinik
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan), tanda-
tandanya : Berak cair 1-2 kali sehari, muntah ( - ), haus ( - ), nafsu makan tidak
berkurang, masih ada keinginan untuk bermain
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda-
tandanya : Berak cair 4-9 kali sehari, Kadang muntah 1-2 kali sehari, suhu tubuh
kadang meningkat, Haus, tidak ada nafsu makan, Badan lesu lemas
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya:
Berak cair terus-menerus, Muntah terus-menerus, Haus, Mata cekung, Bibir kering
dan biru, Tangan dan kaki dingin, Sangat lemah, Tidak ada nafsu makan, Tidak ada
keinginan untuk bermain, Tidak BAK selama 6 jam atau lebih, Kadang-kadang
dengan kejang dan panas tinggi
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat
badan berkurang, ubun – ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering, tulang
pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit jelas (elastisitas kulit menurun) serta suara
menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam
karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan
Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul
aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai
timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
F. Patofisiologi diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut
terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme
lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme
yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam
cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada
anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya
gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan
absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik :
1.      Pemeriksaan tinja
a.       Makroskopis dan mikroskopis
b.      PH dan kadar gula dalam tinja
c.       Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme
penyebabnya, dengan melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
2.      Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah
sel darah putih.
3.      Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup.
4.      Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
5.      Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

F. Komplikasi.

Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
komplikasi sebagai berikut :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2. Rinjatan hipovolemik
3. Hipokalemia (dengan gejala miteorismus, hipotoni otot, lemak, bradikardia,
perubahan elektrokardiagram).
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktasi.
6. Kejang-kejang pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

G. Pencegahan

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni :


pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan
pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary
prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).

1.      Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan


faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme
penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian
imunisasi.

a.       Penyediaan air bersih

Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh manusia
mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan
kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang
per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia,
juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit menular
termasuk diare(Sanropie, 1984).

Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang merupakan
air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah
dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan
dan salju (Soemirat, 1996).

Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit
menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar
penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan
dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1996).

b.      Tempat pembuangan tinja

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan
tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang
penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983).

Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air
besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban,
maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan
daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto,
1995).

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia
harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi
syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak
dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara,
dan murah (Notoatmodjo, 1996).

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko
terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang
mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).

c.       Status gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan


penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi.
Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah;

-          konsumsi makanan

-          pemeriksaan laboratorium

-          pengukuran antropometri, dan

-          pemeriksaan klinis

Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan
hasil yang lebih efektif.

Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episodediare yang


dialami. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel
menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik
terhadap kelompok organisme berkurang (Suharyono, 1986).

d.      Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja
sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan
aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu
formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta
berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya
lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan
susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko
mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI
(Depkes, 2000).

Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitasdiare lebih rendah. Bayi
dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang
selain mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai
risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan ASI.
Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan (Suryono, 1988).

e.       Kebiasaan mencuci tangan

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan penyediaan
fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta menghalangi
masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci
tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare. Kebiasaan
mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum
makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan
makanan.Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung dengan
makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang
tinja anak (Howard & Bartram, 2003).

Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinjaanak, terutama yang


sedang menderita diare merupakan sumber penularandiare bagi penularan diare bagi orang
lain. Tidak hanya anak yang sakit, anaksehatpun tinjanya juga dapat
menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu cara
membuang tinja anakpenting sebagai upaya mencegah terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990).

f.       Imunisasi

Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat
mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat
mungkin setelah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995).

2.      Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diareatau
yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang
cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan
mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan,
bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis
pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas
penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan
gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak
menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep
dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal
bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum
sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).

3.      Pencegahan Tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan


dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian
fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakitdiare. Usaha yang dapat
dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan
cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan
kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang
menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi
dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman
sepermainan

H. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan diare adalah :
 Pemberian cairan : jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberianya.
 Dietetik (cara pemberian makanan)
 Obat-obatan

a.       Cairan per oral


Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat
NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar
Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar
natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin
disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.

b.      Cairan parentral

Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:

-        Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg

-          1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts
atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).

-          7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15


tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).

-          16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit

·-        Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg

1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1


ml=20 tetes).

·-        Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg

-          1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7


tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

-          7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

-          16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

·         Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg

Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.

Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8


tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
-      Untuk bayi berat badan lahir rendah

Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian
NaHCO3 1½ %).

2.      Pengobatan dietetic

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg,
jenis makanan:

-          Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh

-          Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)

-          Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang
tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.

3.      Obat-obatan

a. Obat anti sekresi


Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
b. Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak
beladora, opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi,
obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada
manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak diberikan lagi.
c. Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas bila
penyebabnya kolera, diberiakn tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari. Antibiotik
juga diberikan bile terdapat penyakit seperti : OMA, faringitis, bronkitis /
bronkopneumonia.

Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang diikuti dengan
terapi rehidasi oral.

 Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri larutan oralit jika
anak bisa minum
Catatan: larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (disebut pula larutan Hartman
untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak
tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa)
tunggal tidak efektif dan jangan digunakan.

 Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai Tabel 18 berikut ini.

Tabel 18. Pemberian Cairan Intravena bagi anak dengan Dehidrasi Berat

Pertama, berikan Selanjutnya, berikan


30 ml/kg dalam: 70 ml/kg dalam:
Umur <12 bulan 1 jam 5 jam
Umur >12 bulan 30 menit 2,5 jam

LANDASAN TEORI ASKEP

A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1.      Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang
kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit
pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi  usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama
klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari
pola makan dan perawatannya .

2.      Keluhan Utama

BAB lebih dari 3 x

3.      Riwayat Penyakit Sekarang


BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer,
frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4.      Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA
campak.

5.      Riwayat Nutrisi

Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia
toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan
sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,

6.      Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7.      Riwayat Kesehatan Lingkungan

Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat


tinggal.

8.      Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan

a.       Pertumbuhan

·         Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata - rata 2 kg),  PB
6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.

·         Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.

·         Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah

·         Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.

b.      Perkembangan
·         Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.

Fase anal :

Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta
diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana,
hubungna interpersonal, bermain).

·         Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.

Autonomy vs Shame and doundt

Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan
keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui
dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over
protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.

·         Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur
2-3 tahun :

1.      berdiri  dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun  2 hitungan (GK)

2.      Meniru membuat garis lurus (GH)

3.      Menyatakan keinginan   sedikitnya dengan dua kata (BBK)

4.      Melepasa pakaian sendiri (BM)

9.      Pemeriksaan Fisik

a.       pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,

b.      keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

c.       Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun
lebih

d.      Mata : cekung, kering, sangat cekung


e.       Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat >
35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap
dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum

f.       Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)

g.      Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang .

h.       Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375
0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.

i.        Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

j.        Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

10.  Pemeriksaan Penunjang

1)        Laboratorium :

·           feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida

·           Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi

·           AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3


menurun )

·           Faal ginjal : UC meningkat (GGA)

2)        Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

B.     PENATALAKSANAAN DIARE

1.      Rehidrasi

a.       jenis cairan
1)      Cara rehidrasi oral

·         Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap kali
diare.

·         Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)

2)      Cara parenteral

·      Cairan I  : RL dan NS

·      Cairan II : D5  ¼ salin,nabic. KCL

                   D5 : RL = 4 : 1  + KCL

                   D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL

·      HSD (half strengh darrow) D ½  2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan.

b.      Jalan pemberian

1)      Oral  (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)

2)      Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)

c.       Jumlah Cairan ; tergantung pada :

1)      Defisit ( derajat dehidrasi)

2)      Kehilangan sesaat (concurrent less)

3)      Rumatan (maintenance).

d.      Jadwal / kecepatan cairan

1)      Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih 13
kg : maka pemberianya adalah :

·         BB (kg) x 50 cc

·         BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.

2)      Terapi standar pada anak dengan diare sedang :

+ 50 cc/kg/3 jam  atau 5 tetes/kg/mnt

2.      Terapi
a.       obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg, klorpromazine
0,5 – 1 mg / kg BB/hari

b.      onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide

c.       antibiotik :  bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta

3.      Dietetik

a.       Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan  padat / makanan cair atau susu

b.      Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen atau
semi elemental formula.

4.      Supportif

Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

C.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. diare berhubungan dengan proses insfeksi ditandai dengan, defekasi lebih dari tiga kaii
dalam 24 jam,feses lembek atau cair.

2. kekurangan volume cairanberhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (diare)

3. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditandai dengan frekuensi


nadi meningkat turgor kulitnmenurun,membran mukosa kering.

4. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan disfungsi intestinal

5. syok hipovolemi derhubungan dengan dehidrasi

6. defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


D.    INTERVENSI KEPERAWATAN

no Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1 diare berhubungan Setelah dilakukan  Manajemen cain
dengan proses insfeksi tindakan keperawatan  Observasi
ditandai dengan, defekasi selama 2x24 jam - Monitor status hidrasi
lebih dari tiga kaki dalam diharapkan diare pada (frekuensi/kekuatan nadi,
24 jam,feses lembek atau pasien membaik dengan akral,pengisian kapiler,
cair. kriteria hasil : kelembapan mukosa,turgor
- Control kulit,tekanan darah)
pengeluara fases - Monitor berat badan harian
meningkat - Monitor berat badan sebelum
- Konsistensi fases dan sesudah dialysis
membaik - Monitor hasil pemeriksaan
- Frekuensi laboratorium (mis.
defekasi Hematokrit,na,k,cl, berat jenis
membaik urine, bun,
- Peristaltic usus - Monitor status hemodinamik
membaik (mis. MAP, CVP, PAP, PCWP
jika perlu.
 Terapeutik
- Catat intake-output dan hitung
balans cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai
kebutuhan
- Berikan cairan intravena,jika
perlu.
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretic,
jika perlu.
2 Gangguan keseimbangan setelah dilakukan - Pantau tanda dan gejala
cairan dan elektrolit tindakan keperawatan kekurangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam
kehilangan cairan keseimbangan dan -  Pantau intake dan output
skunder terhadap diare elektrolit dipertahankan - Timbang berat badan setiap hari
secara maksimal dengan -  Anjurkan keluarga untuk
kriteria hasil: memberi minum banyak pada
- Tanda vital kien, 2-3 lt/hr.
dalam batas Kolaborasi:
normal (N: 120- - Pemeriksaan laboratorium
60 x/mnt, S; 36- serum elektrolit (Na, K,Ca,
37,50  c, RR : < BUN)
40 x/mnt ) - Cairan parenteral ( IV line )
- Turgor elastik , sesuai dengan umur
membran - Obat-obatan : (antisekresin,
mukosa bibir antispasmolitik, antibiotik)
basah, mata
tidak cowong,
UUB tidak
cekung.
- Konsistensi
BAB lembek,
frekwensi 1 kali
perhari

3 Hipovolemia setelah dilakukan  Manajemen hipovolemia


berhubungan dengan tindaka keperawtan  Observasi
kekurangan intake cairan selama 1x24 jam - Periksa tanda dan gejala
ditandai dengan diharapkanstatus cairan hipovolemia (mis. Frekuensi
frekuensi nadi meningkat membaik dengan nadi meningkat, nadi teraba
turgor Kriteria hasil : lemah,tekanan darah menurun,
kulitnmenurun,membran - Kekuatan nadi tekanan nadi menyempit, turgor
mukosa kering. meningkat kulit menurun, membrane
- Turgor kulit mukosa kering, volume urine
meningkat menurun,hematokrit
- Frekuensi nadi meningkat,haus,lemah)
- Monitor intake dan output
membaik cairan.
- Tekanan darah  Terapeutik
membaik - Hitung kebutuhan cairan
- Membran - Berikan posisi modified
mukosa trendelenburg
membaik - Berikan asupan cairan oral
- Intake cairan - Anjurkan menghindari
membaik perubahan posisi mendadak
- Berikan vairan iv isotonis
( seperti NaCl, RL) untuk
rehidrasi cairan ekstraseluler
- Berikan cairan iv hipotonis
(seperti glukosa 2,5 %, NaCl 0,4
%) untuk rehidrasi cairan
ekstraseluler
- Berikan cairan colloid( seperti
albumin, plasmanate) untuk
mengganti cairan intravaskuler
- Berikan produk darah untuk
meningkatkan tekanan onkotik
plasma atau mengganti volume
darah.
4. Resiko Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan
ketidakseimbangan - Monitor status hidrasi
selama 2x24 jam
cairan dibuktikan dengan diharapkan - Monitor berat badan harian
keseimbangan cairan
disfungsi intestinal - Monitor hasil pemeriksaan
meningkat dengan
kriteria hasil : laboratorium
- Aupan cairan
Terapeutik :
meningkat
- Haluaran cairan - Catat intake dan output balans
meningkat
cairan 24 jam
- Kelembaban
membrane - Berikan asupan cairan sesuai
mukosa
kebutuhna
meningkat
- Asupan makanan - Berikan cairan intravena
meningkat
- Dehidradi Kolaborasi :
menurun
Kolaborasi pemberian diuretik, jika
- Tekanan darah
membaik perlu
- Membrane
mukosa
membaik
- Mata cekung
membaik
- Turgor kulit
membaik
- Berat badan
membaik

5 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan Observasi :


keperawatan 2x24 jam - Identifikasi penyebab hipotermi
dengan dehidrasi
diharapkan termogulasi (mis dehidrasi terpapar
membaik dengan lingkungan panas pengunaan
kriteria hasil : incubator)
- Pucat menurun - Monitor suhu tubuh
- Suhu tubuh - Monitor kadar elektrolit
membaik - Monitor haluaran urine
Tekanan darah membaik Terapeutik :
- Sediakan lingkungan yang
dingin
- Berikan cairan oral
- Hindari pemberian antipiretik
dan aspirin
- Batasi oksigen jika perlu
Edukasi :
- Ajurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
6 defisit pengetahuan Setelah dilakukan - Identifikasi metode
tindakan keperawatan penyelesaian masalah yang
berhubungan dengan
selama 2x24 jam biasa digunakan
kurang informasi diharapkan tingkat - Identifikasi kemungkinan
pengetahuan meningkat perkembangan atau krisis
dengan kriteria hasil : situasional yang akan terjadi
- Perilaku sesuai serta dampaknya pada individu
anjuran dan keluarga
meningkat Terapeutik :
- Kemampuan - Fasilitasi memutuskan
menjelaskan bagaimana masalah akan
pengetahuan diselesaikan
suatu topik - Fasilitasi memutuskan siapa
meningkat yang akan menyelesaikan
- Pertanyaan masalah
tentang suatu - Fasilitasi mengidentifikasi
masalah sumber daya yang tersedia
dihadapi - Fasilitasi menyesuaikan diri
menurun dengan perubahan peran
Perilaku membaik - Jadwalkan kunjungan pada
setiap tahap perkembangan atau
sesuai kebutuhan
Edukasi :
- Ajarkan tentang perkembangan
dan perilaku normal
- Berikan referensi (mis, materi
pendidikan, pamphlet) baik
cetak ataupun elektronik
- Informasikan tentang harapan
realistis terkait perilaku pasien
Latih teknik koping yang dibutuhkan
untuk mengatasi perkembangan atau
krisis situsional

Anda mungkin juga menyukai