Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE

Oleh :

HERA YUNIANTO

NIM : 202104182

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BANYUWANGI

2022
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah
Menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan
terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai
darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau
usus.
2. ETIOLOGI
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut
patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1) Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh :
a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella,
salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings,
stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan
kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau
asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin,
alergi dan sebagainya.
b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur
terutama canalida.
2) Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a. malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan
mineral.
b. Kurang kalori protein.
c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa
faktor yaitu:
1) Faktor infeksi
a. Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri,
infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus,
rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris,
oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia,
trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis
media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis
dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur
dibawah dua (2) tahun.
2) Faktor malaborsi : Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada
bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3) Faktor makanan : Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi,
beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4) Faktor psikologis : Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan
cemas)
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita
( Depkes RI, 2007), yaitu :
a. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6
bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI
resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh,
dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
b. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran
oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak
bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang
panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat
tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang
menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan
beberapa jampada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan
berkembang biak.
d. Menggunakan air minum yang tercemar.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anakatau sebelum makan dan menyuapi anak
f. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja
tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan
infeksi pada manusia
3. KLASIFIKASI
Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat
kelompok yaitu:
1) Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari
(umumnya kurang dari tujuh hari)
2) Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,
3) Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara
terus - menerus,
4) Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)
mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya.
4. MANIFESTASI KLINIS
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan), tanda-
tandanya : Berak cair 1-2 kali sehari, muntah ( - ), haus ( - ), nafsu makan tidak
berkurang, masih ada keinginan untuk bermain
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda-
tandanya : Berak cair 4-9 kali sehari, Kadang muntah 1-2 kali sehari, suhu tubuh
kadang meningkat, Haus, tidak ada nafsu makan, Badan lesu lemas
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya: Berak
cair terus-menerus, Muntah terus-menerus, Haus, Mata cekung, Bibir kering dan biru,
Tangan dan kaki dingin, Sangat lemah, Tidak ada nafsu makan, Tidak ada keinginan
untuk bermain, Tidak BAK selama 6 jam atau lebih, Kadang-kadang dengan kejang
dan panas tinggi
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat
badan berkurang, ubun – ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering, tulang pipi
tampak lebih menonjol, turgor kulit jelas (elastisitas kulit menurun) serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-
kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis
tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
5. PATHWAY
6. KOMPLIKASI
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektro kardiagram).
d. Hipoglikemia.
e. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok, nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-
tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma,
otot-otot kaku sampai sianosis.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. :
1) Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme penyebabnya,
dengan melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
2) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel
darah putih.
3) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila memungkinkan
dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup.
4) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
5) Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
8. PENATALAKSANAAN
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan :
1) Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari biasanya
2) ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Makanan diberikan seperti biasanya
3) Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas terdekat
4) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Tindakan :
1) Berikan oralit
2) ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
3) Teruskan pemberian makanan
4) Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang
5) Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas terdekat.
6) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat
Tindakan :
1) Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas Perawatan
2) Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum
Takaran Pemberian Oralit
1) Di bawah 1 thn : 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret
2) Di bawah 5 thn (anak balita) : 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali
mencret
3) Anak diatas 5 thn : 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret
4) Anak diatas 12 thn & dewasa : 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap
kali mencret (1 gelas : 200 cc)
Dasar Pengobatan Diare
1) Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
a. Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan
yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada
anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap
disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
b. Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai
berikut:
a) Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
- 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1
ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
- 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1
ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
- 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
b) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
- 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
c) Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
- 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
d) Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
- Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis
cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
- Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15
tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
e) Untuk bayi berat badan lahir rendah
- Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa
10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
2) Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang
dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak
jenuh
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
3) Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu
menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada
umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus
karena infeksi  usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien
tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama
dilihat dari pola makan dan perawatannya .
b. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
c. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare
kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
e. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
h. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a) Pertumbuhan
· Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata -
rata 2 kg),  PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
· Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua
dan seterusnya.
· Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi
taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
· Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b) Perkembangan
· Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan
keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya,
tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan
bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal,
bermain).
· Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk
mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut
harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada
diri anak.

· Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
a) berdiri  dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun  2 hitungan
(GK)
b) Meniru membuat garis lurus (GH)
c) Menyatakan keinginan   sedikitnya dengan dua kata (BBK)
d) Melepasa pakaian sendiri (BM)
i. Pemeriksaan Fisik
a) pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b) keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
d) Mata : cekung, kering, sangat cekung
e) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
h) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
j. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
· feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
· Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
· AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat,
HCO3 menurun )
· Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang
2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare.
3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare
4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi
diare.
5) Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun
terus menerus.
6) Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Diagnosa 1 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
· Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50  c, RR : < 40
x/mnt )
· Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
· Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

Intervensi :

a. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit

R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa


dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan
segera untuk memperbaiki defisit

b. Pantau intake dan output

R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran


tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.

c. Timbang berat badan setiap hari

R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan


kehilangan cairan 1 lt

d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr

R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

e. Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
 R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
 R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
 R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik
sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
2) Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
· Nafsu makan meningkat
· BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
a. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan sluran usus.
b. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
c. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
d. Monitor  intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
e. Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a) terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b) obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3) Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
dampak sekunder dari diare
Tujuan :  Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
· suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
· Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
a. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya
infeksi)
b. Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas
tubuh
c. Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
4) Diagnosa 4 : Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan
dengan  peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas
kulit tidak terganggu
Kriteria hasil :
· Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
· Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan
benar
Intervensi :
a. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
b. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah
dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena
kelebaban dan keasaman feces
c. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak
terjadi iskemi dan irirtasi .
5) Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu
beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima  tindakan perawatan, klien tampak tenang dan
tidak rewel
Intervensi :
a. Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
b. Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
c. Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
d. Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa
aman pada klien.
e. Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi
merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.

Anda mungkin juga menyukai