Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih
dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.
Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama
kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang,
2004).
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi
air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500
juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak
yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan
diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon
(colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare
akut dan kronis (Wong, 2009).
Menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari

B. Kasifikasi
1. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan menjadi :
 Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
 Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
 Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
 Diare yang disertai dengan malnutrisi berat.
2. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
 Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu.
Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan
disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan
oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
 Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab
diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab noninfeksi seperti alergi dan
lain-lain.
3. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
 Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
 Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardi yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.

1
 Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, iritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
 Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan
juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang
dingin dan pucat.

C. Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus,
Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis)
dan jamur (C. albicans).
b. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat
pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan:
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap
jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas), jarang terjadi
tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih besar

Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita
( Depkes RI, 2007), yaitu :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita
yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi
ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh
kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau
sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan di lingkungan yang panas, sering

2
menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-
kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut
berresiko terinfeksi diare
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jam
pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan dan menyuapi anak
6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidak
berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia

D. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan
cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir
ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi
dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi
sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau
akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).

E. Patofisiologis dan Pathway


Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik,
akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
dalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya
toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan mortalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare
sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan
yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat
masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam
lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan
akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare

3
Pathway

4
F. Fokus Pengkajian

5
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada
anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga
kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
 Kenaikan BB karena umur 1–3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata - rata 2
kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) per tahun.
 Kenaikan lingkar kepala : 12 cm di tahun pertama dan 2 cm di tahun kedua dan
seterusnya.
 Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
 Erupsi gigi : geraham pertama menyusul gigi taring.
b. Perkembangan
 Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, mulai menunjukan
keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas
utamanya adalah latihan kebersihan, perkembangan bicara dan bahasa (meniru
dan mengulang kata sederhana, hubungan interpersonal, bermain).
 Tahap perkembangan psikososial menurut Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt

6
Perkembangan keterampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh dari kemampuannya untuk mandiri
(tak tergantung). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB
sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yang terlalu
tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan
tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
 Gerakan kasar dan halus, bicara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri :
Umur 2-3 tahun :
a) berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikit pun 2 hitungan (GK)
b) Meniru membuat garis lurus (GH)
c) Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
d) Melepas pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar.
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat
> 35 x/menit, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus,
minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/menit karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/menit dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang
> 2 detik, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi 200-400 ml/ 24 jam, frekuensi berkurang dari
sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalsemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat,
HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
b. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

G. Diagnosa Keperawatan

7
1. Diare b.d faktor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional
( keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek
samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses
infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, mediasi
3. Defisit volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
4. Kerusakan Integritas kulit b.d iritasi kulit sekitar perianal.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan
kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi

Anda mungkin juga menyukai