Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“EFEK DIARE”

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NIRMAWATI

NIM : 15.131.AF

KELAS : D. 2015

INSTRUKTUR : RAHMITA BURHAMZAH, S.Si,Apt

AKADEMI FARMASI YAMASI

MAKASSAR

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat

yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi

salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada

anak (World Health Organization (WHO, 2009 ).

Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan

terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan bisa

menyerang seluruh kelompok usia baik laki – laki maupun perempuan,

tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka

kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita, menurut

data badan Kesehatan Dunia (WHO—World Healt Organitation )

Penyakit mencret atau diare adalah penyebab nomor satu kematian

balita diseluruh dunia. Yang membunuh lebih dari 1,5 juta orang

pertahun (Depkes RI, 2010).

Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami

rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses

memiliki kandungan air yang berlebihan. Diare bukanlah penyakit yang

datang dengan sendirinya. Biasanya ada yang menjadi pemicu


terjadinya diare salah satunya akibat infeksi oleh bakteri atau virus dan

juga bisa disebabkan oleh faktor kebersihan lingkungan tempat

tinggal. Lingkungan yang kumuh dan kotor menjadi tempat

berkembang bakteri (E.coli), virus dan parasit (jamur, cacing,

protozoa), dan juga lalat yang turut berperan dalam membantu

penyebaran kuman penyakit diare . Diare jarang membahayakan,

namun dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan nyeri kejang pada

bagian perut. Meskipun tidak membutuhkan perawatan khusus,

penyakit diare perlu mendapatkan perhatian serius, karena dapat

menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Dehidrasi dapat

ditengarai dengan gejala fisik seperti bibir terasa kering, kulit menjadi

keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung, serta menyebabkan

syok. Untuk mencegah dehidrasi dengan meminum larutan oralit.

Karena itu, penderita diare harus banyak minum air dan diberi obat

anti diare (Hannifatunisa, 2013).

Dalam praktikum kali ini ini efektivitas infus daun jambu biji

dibandingkan dengan loperamid sebagai antidiare, berdasarkan

aktivitas antimikroba, konsistensi feses, berat feses, waktu diare.


I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud Percobaan

Untuk mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya

diare serta efek antidiare suatu obat

I.2.2Tujuan Percobaan

a. untuk mengetahui efek antidiare suatu obat

b. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya diare terhadap

hewan uji.

I.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini yaitu, berdasarkan pada metodeinduksi:

1. Penggunaan Oleum Ricini sebagai penginduksi diare pada mencit

2. Antidiare loperamide dan infus tanaman, serta Na CMC 1%

sebagai control terhadap hewan uji mencit (Mus musculus).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

II.1.1 Pengertian

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan

sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari

biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan

konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara

klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair

akut, disentri, dan diare persisten.

Sedangkan menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu

penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan

konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau

lebih dalam sehari .

II.1.2 Klasifikasi Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000),

mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok yaitu:

1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari

empat belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari)


2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.

3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari

empat belas hari secara terus menerus.

4. Diare dengan masalah lain: anak yang menderita diare

(diare akut dan persisten) mungkin juga disertai penyakit

lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Sedangkan menurutSuraatmaja, (2007)di bagimenjadi 2 yaitu:

1. Berdasarkan lamanya diare:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang

dari 14 hari.Diare akut diberi batasan sebagai

meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau

bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan,

akan tetapi hal itu sangat ocialc terhadap

kebiasaan yang ada pada penderita dan

berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila

diare berlangsung antara satu sampai dua minggu

maka dikatakan diare yang berkepanjangan

(Soegijanto, 2002).

Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan

air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang

menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc dan

hipokalemia, (2) Gangguan sirkulasi darah, dapat


berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare

dengan atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan

gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan

karena diare dan muntah (Soegijanto, 2002).

b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih

dari 14 hari dengan kehilangan berat badan atau

berat badan tidak bertambah (failure to thrive)

selama masa diare tersebut.

2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:

a. Diare sekresi (secretory diarrhea)

b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)

II.1.3 Etiologi

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan

elektrolit, terutama natrium dan kalium dan sering disertai

dengan asidosis ocialc. Dehidrasi dapat diklasifikasikan

berdasarkan ocial air dan atau keseimbangan serum elektrolit.

Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam

sehari merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi

jarang dapat dipertahankan apabila ocial melampaui 15%

(Soegijanto, 2002).
Menurut World Gastroenterology Organization Global

Guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas empat

penyebab:

1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio,

Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus

aureus, Campylobacter aeromonas.

2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus,

Coronavirus, Astrovirus.

3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia, Balantidium coli, Trichuris trichiura,

Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.

4. Non infeksi: malabsorpsi, keracunan makanan, alergi,

gangguan motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan,

dll. (Simadibrata, 2006).

Sedangkan menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O

Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare

akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:

1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:

a. Infeksi virus, kuman-kuman ocialc dan apatogen seperti

shigella, ocialc, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus,

clostridium perfarings, stapylococus aureus,

comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan


kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan

yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan,

gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan

sebagainya.

b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin

A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya

bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.

2. Diare ocial (ocial ocialc) disebabkan oleh:

a. Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein,

vitamin dan mineral.

b. Kurang kalori protein.

c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), penyebab diare dapat

dibagi dalam beberapa ocial yaitu:

1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral

Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang

meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus,

ocialcss, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus,

astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris,

trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba


histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur

(canida albicous).

b. Infeksi parenteral

Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan

makanan seperti otitis media akut (OMA)

ocialcs/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis

dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada

bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.

2. Faktor malaborsi

Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.

a. Faktor makanan

b. Faktor psikologis

II.1.4 Gejala Diare

Gejala yang biasanya ditemukan adalah buang air besar

terus menerus disertai dengan rasa mulas yang

berkepanjangan, dehidrasi, mual dan muntah. Tetapi gejala

lainnya yang dapat timbul antara lain pegal pada punggung,

dan perut sering berbunyi.


II.1.5 Cara Penularan Diare

Diare dapat ditularkan dengan berbagai cara

yang mengakibatkan timbulnya infeksi antara lain:

1. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik

yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh

tangan yang kotor.

2. Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak

memasak air dengan benar

3. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang

air besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi,

sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang

dipegan

II.1.6 Manifestasi Klinis

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang

mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.

Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan

kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat

menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc, dan hipovolemia.

Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena

dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan

kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi


menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi ocialc,

dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.

Menurut derajat dehidrasinya oci tanpa dehidrasi, dehidrasi

ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah,

demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang

perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama

tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi

yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan

biokimiawi berupa asidosis ocialc yang berlanjut. Seseoran

yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan

berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih

menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.

Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang ocialc.

Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya

dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan

Ph darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga

frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan

Kussmaul)

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang

berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi

cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak


terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan

kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare

akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi

ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini

tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal

akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

II.1.7 Pencegahan

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit

secara umum yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary

Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan

khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)

yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan

pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi

pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada

ocial penyebab, lingkungan dan ocial pejamu. Untuk ocial

penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme

penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan

sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan


untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya

tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan

status gizi dan pemberian imunisasi

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang

telah menderita diare atau yang terancam akan menderita

yaitu dengan menentukan ocialc dini dan pengobatan yang

cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat

samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah

mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan

mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh

banyak ocial seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai

radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan

dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga,

pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab

diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk

menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu

menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan.

Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan

kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan

menentukan obat yang disesuaikandengan penyebab

diarenya ocial bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika


memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai

petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).

3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan

sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi.

Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan

pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin.

Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk

mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare.

Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkon

sumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan.

Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita

dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan

dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita

diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan

psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan ocial dalam

berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman

sepermainan.

II.1.8 Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005) komplikasi dari diare ada :

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, ocialc atau

hipertonik)

2. Renjatan hipovolemik.

3. Hipokalemia(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot,

lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram)

4. Hipoglikemia.

5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan

defisiensi enzim lactase.

6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.

7. Malnutrisi ocial protein, (akibat muntah dan diare, jika lama

atau kronik).

II.1.9 Penggolongan obat diare :

a. Kemoterapeutika

Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan

pada diare, ada beberapa pengecualian dimana obat

antimikroba diperlukan pada diare yag disebabkan oleh

infeksi beberapa bakteri dan protozoa. Pemberian

antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya diare dan

mungkin mempercepat pengeluaran toksin. Kemoterapi

digunakan untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri

penyebab diare dengan antibiotika (tetrasiklin, kloramfenikol,


dan amoksisilin, sulfonamida, furazolidin, dan kuinolon)

(Schanack1980).

b. Zat penekan peristaltik usus

Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas

saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan

longitudinal usus. Contoh: Candu dan alkaloidnya, derivat

petidin (definoksilat dan loperamin), dan antikolinergik

(atropin dan ekstrak beladona) (Departemen Farmakologi

dan Terapi UI 2007).

c. Adsorbensia

Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik.

Khasiat obat ini adalah mengikat atau menyerap toksin

bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta melapisi

permukaan mukosa usus sehingga toksin dan

mikroorganisme tidak dapat merusak serta menembus

mukosa usus. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan

ini adalah karbon, musilage, kaolin, pektin, garam-garam

bismut, dan garam-garam alumunium ) (Departemen

Farmakologi dan Terapi UI 2007).

Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung

adsorben atau gabungan antara adsorben dengan penghilang nyeri


(paregorik). Adsorben mengikat bakteri dan toksin sehingga dapat

dibawa melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben yang

digunakan dalam sediaan diare antara lain attapulgit aktif, karbon

aktif, garam bismuth, kaolin dan pektin (Harkness 1984).

Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek

local pada usus karena tidak menembus ke dalam otak. Oleh

karena itu, Loperamide hanya mempunyai sedikit efek sentral dan

tidak mungkin menyebabkan ketergantungan. Zat ini mampu

menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi sari sel-sel mukosa

yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam kesadaan

hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. (Tjay dan

Rahardja, 2002).

Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan

penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang

selektifitas kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam

waktu 4 jam sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini

disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena

obat mengalami sirkulasi enterohepatik (Andi,2010).

Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna dengan

mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini

berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek


konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor

tersebut, waktu paruh 7-14 jam (Andi 2010)

Terapi Rehidrasi : Larutan oral yang mengandung elektrolit dan

glukosa diberikan untuk mengoreksi dehidrasi berat yang dapat

diakibatkan oleh infeksi akibat organisme toksigenik. Terapi ini

lebih penting daripada terapi dengan obat, terutama pada bayi dan

pada diare karena infeksi (Neal, 2005).

Loperamide hydrochloride atau 4-(4-p-Chlorophenyl-4-

hydroxypiperidino)-NN-dimethyl-2,2-diphenylbutyramide.

C29H33ClN2O2HCl merupakan zat aktif yang terkandung dalam

obat diare. Loperamid merupakan turunan sintetis Pethidine yang

dapat menghambat motilitas usus dan juga mengurangi sekresi

gastrointestinal.6 Loperamid diyakini bekerja dengan cara

mengganggu mekanisme kolinergik dan non kolinergik yang terlibat

dalam refleks peristaltik, menurunkan aktivitas otot circular dan

longitudinal pada dinding usus. Efek samping loperamid tidak

terjadi tapi pada anak-anakdibawah 2 tahun tidak boleh diberikan

karena akan terjadi penekanan peristaltik usus kuat sehingga

timbul konstipasi. Dosis: Diare akut, permulaan 2 tablet berisi 2 mg,

lalu 2 jam 1 tablet sampai maksimum 8 tablet sehari. Anak-anak 2-


8 tahun : 2-3 kali sehari 0,1 mg/kg BB Anak-anak 8-12 tahun :

pertama 2 mg, maksimal 8-12 mg sehari.

Oleumricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat

sebagai laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami

hidrolisis dan menghasilkan asam risinoleat yang merangsang

mukosa usus, sehingga mempercepat gerak peristaltiknya dan

mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat.Dosis oleum

ricini adalah 2 sampai 3 sendok makan (15 sampai 30 ml),

diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam

setelah pemberian, berupa pengeluaran buang air besar berbentuk

encer.

Mekanisme pencernaan terbagi 2 yaitu :

1. Mulut dan esophagus

Setelah proses pemotongan makanan dan gigi, pengunyahan,

pelapisan dengan cairan, terjadi pembentukan bolus. Kemudian bolus

ini ditelan dan didorong ke esophagus.

2. Lambung
Lambung mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyimpan, mencampur,

dan mengontrol pada waktu terjadi kekosongan. Terdapat 2000 ml

cairan setiap hari yang dikeluarkan oleh dinding lambung.

(Departemen Gizi Dan Kesehatan Masyarakat 2016)

II.2 Uraian Bahan

II.2.1 Aquadest (FI edisi III Hal.96)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air suling

RM/BM : H2O/ 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak

berasa,tidak berbau.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

II.2.2 Oleum Ricini (Farmakope Indonesia Edisi V : 2014)

Nama Resmi : OLEUM RICINI

Nama Lain : Minyak jarak

Pemerian : Cairan kental, jernih, kuning pucat

atau hampir tidak berwarna, bau

lemah; rasa manis kemudian agak

pedas, umumnya memualkan.


Kelarutan : Larut dalam 2,5 bagian etanol

(90%)P, mudah larut dalam etanol

mutlak dan dalam asetat glacial P

Khasiat : Laksativum

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terisi

penuh.

II.2.3Na CMC (FI edisi III hal. 401)

Nama Resmi : NATRII CARBOXIMETHYL

CELLULOSUM

Nama Lain : Natrium Karboksimethil Selulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau

putih kekuningan, tidak berbau

atau hamper tidak berbau.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air

membentuk suspense koloid, tidak

larut dalam etanol (95%)P dalam

eter P

Khasiat : Zat tambahan

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.


II.3 Uraian Obat

II.3.1 LODIA (Loperamide) ( Farmakope Indonesia Edisi IV : 1995)

Loperamide hcl secara structural mirip dengan haloperidol

dan meperidin. Loperamide hcl digunakan untuk mengobati diare

akut non spesifik dan diare kronik yang disebabkan oleh

peradangan saluran pencernaan, pada dosis yang sama.

Loperamide hcl menunjukkan onset yang lebih cepat dan durasi

yang lebih lama dibandingkan dengan defenoksilat atau kodein.

Waktu paruhnya 7-14 jam. Loperamide hcl bekerja langsung pada

otot sirkuler dengan menurunnya prostaglandin, aktivitas otot

sirkuler secara serentak diturunkan. Loperamide hcl memiliki

aktivitas antisekretorik, disamping aktivitas antimotilitas.

Loperamide hcl mengaktivasi reseptor pada usus halus dan usus

besar dan meningkatkan kontraksi segmen sehingga waktu lintas

usus dapat memperlambat dan waktu untuk absorbsi air dapat

lebih banyak. Dosis untuk diare akut dan kronik: dosis awal 4 mg,

kemudian tiap jam 2 mg maksimal sehari 16 mg.

II.4 Uraian Sampel (Infus Herbal)

II.4.1 Daun Jambu Biji (Darma,1985)


Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dycotyledoneae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L

Morfologi: Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan,

daun yang muda berambut halus, dan permukaan atas daun tua

licin. Tanaman ini sangat adaptif dan mampu tumbuh tanpa

perawatan. Daun jambu biji termaksuk daun tidak lengkap,

karena daunnya hanya terdiri dari tangkai (petiolus) dan helaian

(lamina) saja yang disebut daun bertangkai. Bagian terlebar daun

jambu biji terletak ditengah-tengah dan memiliki jorong. Daun

jambu biji mempunyai tulang daun menyirip, artinya daun ini

memiliki tulang “punggung” yang membentang dari pangkal

sampai ke ujung daun, dan merupakan terusan tangkai daun

sehingga susunannya mengingatkan kita pada susunan sirip ikan.

Ujung daun jambu biji tumpul, dan biasanya warna daun bagian
atas tampak lebih hijau dibandingkan dengan sisi bagian bawah

daun. Tangkai daun berbentuk selindris dan tidak menebal pada

bagian tangkainya.

II.5 Uraian Hewan Uji

II.5.1 Klasifikasi Hewan Uji( Nazir M. 1997 )

Mencit ( Mus Musculus)

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Radentia

Genus : Mus

Spesies : Mus Musculus

II.5.2 Karakteristik Hewan Uji( Nazir M. 1997 )

Mencit ( Mus musculus ).


Lama Hidup : 1- 2 tahun, bisa sampai 3 tahun

Lama Bunting : 19 - 21 hari

Umur Disapih : 21 hari

Umur Dewasa : 35 hari

Siklus Kelamin : poliestrus

Siklus Estrus : 4-5 hari

Lama Estrus : 12-24 jam

Berat Dewasa : 20-40 g jantan;18-35 g betina

Berat Lahir : 0,5-1,0 gram

Jumlah anak : rata-rata 6, bisa 15

Suhu ( rektal ) : 35-39˚C( rata-rata 37,4˚C )

Perkawinan Kelompok : 4 betina dengan 1 jantan

Aktivitas : Nokturnal (malam)

Sifat– sifat mencit :


1. pembauannya sangat peka yang memiliki fungsi untuk

mendeteksi pakan, deteksi predator dan deteksi signal (

feromon ).

2. penglihatan jelek karena sel konus sedikit sehingga tidak dapat

melihat warna.

3. Sistem sosial: berkelompok

4. Tingkah laku:

 jantan dewasa + jantan dewasa akan berkelahi

 Betina dewasa + jantan dewasa damai

 Betina dewasa + betina dewasa damai.( Nazir M. 1997)

II.5.3 MORFOLIGI HEWAN UJI

Mencit ( Mus musculus ) adalah anggota muridae (tikus-tikusan)

yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai dirumah-rumah dan

dikenal sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya

menggigit barang-barang kecil lainnya, serta bersarang disudut

lemari. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbesar kedua di dunia

setelah manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di hutan lebih

sedikit dibanding yang hidup diperkotaan. ( Nazir M. 1997 )


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan bahan

III.1.1 Alat-alat yang digunakan

1. Batang pengaduk

2. Erlenmeyer

3. Gelas ukur

4. Spoit oral 1 ml

5. Timbangan berat badan hewan uji

6. Tissue

7. Kapas

8. Kertas saring

III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan

1. Aquadest

2. Loperamid Hcl

3. Oleum ricini

4. Nacmc 1 % b/v

5. Asam pikrat 10%

6. Infus Tanaman

III.1.3 Hewan Uji

Mencit (Mus musculus)


III.2 Prosedur kerja

1. Bagi kelompok hewan uji, obat dan ekstrak atau infus termasuk

kontrol (puasakan hewan uji 4 sebelum perlakuan)

2. Timbang berat badan hewan uji mencit

3. Beri tanda hewan uji pada punggung dengan asam pikrat atau

bahan lain yg tidak berbahaya/aman yg oleh hewan uji tidak dapat

menghilangkan tanda tersebut sesuai dengan replikasi dan

perlakuan.

4. Mencit yg telah ditimbang kemudian dihitung dosis pemberian obat

(1ml/20 g BB)

5. Siapkan dosis pemberian hewan uji pada spuit oral (perlakuan dan

kontrol)

6. Memasukkan kedalam mulut spuit atau perlahan-lahan pastikan

obat masuk kedalam saluran percernaan (bukan diparu) Setelah

obat masuk, tarik perlahan-lahan spuit tersebut.

7. Hewan uji diletakkan diatas kertas saring atau metode lain untuk

menampung dan mengamati feses yg dikeluarkan, meliputi waktu

keluarnya feses, frekuensi keluarnya feses dan volume feses yg

keluar.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Data Pengamatan

KELOMPOK I
PENGAMATAN
Waktu
Replikasi
Sampel Pertama
No. Hewan Uji Frekuensi Konsistensi
Pengeluaran
Feses

1 Biru 1x 10% Keras


1. Oleum
2 Biru Ricini 1x 5% Lunak
1 Hijau
mati - -
2. Loperamid
2 Hijau
- - -

1 Biru - - -
Infus
3.
Tanaman
2 Biru 1x 5% Keras
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Data Pengamatan

KELOMPOK II
PENGAMATAN
Waktu
Replikasi
Sampel Pertama
No. Hewan Uji Frekuensi Konsistensi
Pengeluaran
Feses

Mencit 1 1x 10% Keras


1. Oleum
Mencit 2 Ricini 1x 5% Lunak
Mencit 3
1x 5% Lunak
2.
Mencit 4 Loperamid
1x 5% Lunak

1 Biru - - -
Infus
3.
Tanaman
2 Biru 2x 10% Keras
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Data Pengamatan

KELOMPOK II
PENGAMATAN
Waktu
Replikasi
Sampel Pertama
No. Hewan Uji Frekuensi Konsistensi
Pengeluaran
Feses

Mencit 1 1x 10% Keras


1. Oleum
Mencit 2 Ricini 1x 5% Lunak
Mencit 3
1x 5% Lunak
2.
Mencit 4 Loperamid
1x 5% Lunak

1 Biru - - -
Infus
3.
Tanaman
2 Biru 2x 10% Keras
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Data Pengamatan

KELOMPOK III
PENGAMATAN
Waktu
Replikasi
Sampel Pertama
No. Hewan Uji Frekuensi Konsistensi
Pengeluaran
Feses

Hijau 1 1x 10% Keras


1. Oleum
Hijau 2 Ricini 1x 5% Lunak
Merah 1
1x 5% Lunak
2.
Merah 2 Loperamid
- - -

Biru 1 - - -
Infus
3.
Tanaman
Biru 2 6x 5% Keras
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2005). Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas.


Depkes RI.
Dirjen POM. 1979. Farmakope IndonesiaEdisi III. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia:Jakarta..
Dirjen POM. 1995. Farmakope IndonesiaEdisi IV. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia:Jakarta..
Juffrie, Mohammad. Dkk. (2010). Gastroenterologi-hepatologi Jilid I.
Jakarta: IDAI.
Mansjoer,Arif, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3.
Jakarta: Medica Aesculpalus FKUI.
Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC
Simadibrata, M, Setiati S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen.
Soegijanto S. 2006. Ilmu Penyakit Anak “Diagnosa dan
Penatalaksanaan”. Surabaya: Airlangga University Press.
Suraatmaja, S. (2007). Aspek Gizi Air Susu Ibu. Jakarta: EGC.
Tim Penyusun, 2017. Penuntun Praktikum Farmakologi . Akademi

Farmasi Yamasi: Makassar.


LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PRAKTIKUM IV

EFEK ANTIDIARE

Oleh :

NAMA : SITTI AISYAH

NIM : 15.151.AF

KELAS : NON REGULER D

KELOMPOK : 2 (DUA)

INSTRUKTUR : ANANDA RAMADANI, S.Si., M.Si.

AKADEMI FARMASI

YAYASAN MA’BULO SIBATANG

MAKASSAR

2017
LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PRAKTIKUM IV

EFEK ANTIDIARE

Oleh :

NAMA : HUSNAENI HAMDI

NIM : 15.125.AF

KELAS : NON REGULER D

KELOMPOK : 2 (DUA)

INSTRUKTUR : ANANDA RAMADANI, S.Si., M.Si.

AKADEMI FARMASI

YAYASAN MA’BULO SIBATANG

MAKASSAR

2017
LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PRAKTIKUM IV

EFEK ANTIDIARE

Oleh :

NAMA : SITI NURHALIZAH PRATIWI

NIM : 15.146.AF

KELAS : NON REGULER D

KELOMPOK : 4 (EMPAT)

INSTRUKTUR : RAHMITA BURHAMZAH, S.Si., Apt.

AKADEMI FARMASI

YAYASAN MA’BULO SIBATANG

MAKASSAR

2017
LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PRAKTIKUM IV

EFEK ANTIDIARE

Oleh :

NAMA : SITTI HAJAR

NIM : 15.147.AF

KELAS : NON REGULER D

KELOMPOK : 4 (EMPAT)

INSTRUKTUR : RAHMITA BURHAMZAH, S.Si., Apt.

AKADEMI FARMASI

YAYASAN MA’BULO SIBATANG

MAKASSAR

2017

Anda mungkin juga menyukai