Halaman
HALAMAN SAMPUL…………………………………………... i
DAFTAR ISI……………………………………………………... 1
PENDAHULUAN………………………………………………... 2
I. DIARE ............................................................................... 2
II. DEFINISI PROBIOTIK ................................................... 15
III. DEFINISI PREBIOTIK .................................................. 15
IV. DEFINISI SIMBIOTIK .................................................. 16
V. SIFAT-SIFAT PROBIOTIK ............................................ 17
VI. STRAIN PROBIOTIK..................................................... 17
VII. DOSIS PEMBERIAN PROBIOTIK ............................. 18
VIII. SEDIAAN PROBIOTIK .............................................. 18
IX. MANFAAT PROBIOTIK BAGI TUBUH ..................... 20
X. PERAN PROBIOTIK PADA SISTEM KEKEBALAN
TUBUH ........................................................................... 22
XI. RESPON IMUN PROBIOTIK PADA SALURAN
CERNA ............................................................................ 25
XII. PENGGUNAAN PROBIOTIK UNTUK DIARE ......... 27
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. 28
2
PENDAHULUAN
I Diare
Definisi
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu
“diarroi” yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja
yang terlalu frekuen. Menurut World Health Organization (WHO), diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau
lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair
dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam..
Epidemiologi
Menurut data WHO (2009) menunjukkan angka kejadian diare akut di seluruh dunia
mencapai dua miliar kasus per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan 100 juta kasus diare
akut pada dewasa tiap tahunnya menyebabkan 250.000 diantaranya dirawat di rumah sakit
dan 5000 meninggal dunia (Lilihata dan Syam, 2014). Sedangkan prevelensi diare pada
balita di beberapa negara berkembang pada tahun 2015 di Filipina 14,6%, Kamboja 14,6%,
Kolombia 14,6%, Timor Leste 15,2%, Peru 16% dan (Pinzon-Rondon, 2014). Menurut
Kanoa et al. (2017) diare merupakan penyebab kedua kematian anak-anak di bawah usia
lima tahun di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas 2,4 juta kematian setiap tahunnya.
Dehidrasi yang disebabkan diare menyebabkan 1,8 juta kematian setiap tahunnya.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013, insiden diare pada balita di
Indonesia tahun 2013 adalah 6,7% dengan period prevalence 7,0%. Menurut karakteristik
umur, kejadian diare tetinggi di Indonesia terjadi pada balita (7,0%). Balita dengan insiden
diare tertinggi berada pada kelompok umur 12 sampai 23 bulan (9,7%). Di Jawa Timur,
angka insiden diare pada balita adalah 6,6% dengan period prevalence 7,4%. Berdasarkan
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember kasus diare di Kabupaten Jember tahun 2013 tercatat
sebanyak 60.872 orang dengan 26.386 diantaranya adalah penderita balita. Salah satu
kecamatan di Kabupaten Jember yang memiliki angka kejadian diare cukup tinggi yaitu
Kecamatan Kencong. Berdasarkan Dinas Kesehatan tahun 2014 tercatat sebanyak 1.425
orang, sedangkan jumlah diare yang ditangani di pelayanan kesehatan sebanyak 958 orang.
0-11 7%
12-23 9,7 %
24-25 7,4 %
36-47 5,6 %
48-59 4,2 %
Tabel 1.1 Prevalensi Diare Menurut Data Riset Dasar Tahun 2013
Etiologi
Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorbsi (gangguan penyerapan zat gizi),
makanan, dan faktor psikologis (Widjaja,2002).
a. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis
– jenis infeksi yang menyerang antara lain:
- Infeksi oleh bakteri seperti Eschericia coli, Salmonella, Vibrio cholera,
Shigella, dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik
seperti pseudomonas,
- Infeksi basil (disentri),
- Infeksi virus rotavirus,
- Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides)
- Infeksi amoeba (amebiasis)
- Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang
tenggorokan, dan
- Keracunan makanan
b. Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak.
Pada bayi malabsorbsi karbohidrat dapat terjadi karena kepekaan terhadap
lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Sedangkan malabsorbsi
lemak terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut trigliserida. Jika tidak
ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak
tidak terserap dengan baik.
c. Faktor makanan
5
Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun,
terlalu banyak lemak, mentah, dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi
jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak.
d. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare
kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita umumnya terjadi pada anak yang lebih
besar.
Klasifikasi
Berdasarkan lamanya diare dapat dibagi menjadi diare akut yaitu diare yang
berlangsung kurang dari 14 hari, diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat
belas hari. Berdasarkan penyebabnya, diare pada anak secara garis besar dapat disebabkan
oleh karena infeksi maupun non infeksi. Penyebab dari diare dapat kita klasifikasikan
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Etiologi diare infeksi
Virus 1. Rotavirus
2. Norwalk virus
3. Adenovirus
4. Calicivirus
5. Astraovirus
Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi, antara lain:
- Osmolaritas intraluminal yang meningkat, disebut diare osmotic
- Sekresi cairan dan elektrolit meningkat, disebut diare sekretorik
- Gangguan motilitas usus
1) Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan
cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler.
Diare terjadi jika bahan yang secara osmotik dan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan
isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat
tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan
hipertonik, air, dan elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler kedalam lumen usus
sampai osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah,sehingga terjadi
pula diare.
7
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Akibat rangsangan mediator abnormal
misalnya enterotoksin, menyebabkan villi gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi
klorida disel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan
sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul diare.
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Manifestasi klinis
Diagnosis Diare
a. Anamnesis
Kepada penderita atau keluarganya perlu ditanyakan mengenai umur, jenis kelamin
penderita, kemudian tanyakan riwayat perjalanan penyakit antara lain tanyakan lama
sakit/diare, konsistensi tinja, volume tinja, frekuensi buang air besar (BAB), warna tinja,
adakah steatorrhea, pus, mukus atau darah segar pada feses, apakah feses berbau amis atau
bususk. Eksplorasi gejala penyerta seperti mual, muntah, nyeri perut, demam, dan tenemus.
Tanyakan kapan terakhir buang air kecil (BAK), warna dari BAK seperti apa, banyaknya
BAK, terasa haus atau tidak.
Tanyakan mengenai awitan, durasi gejala dan apakah gejala seperti ini sering
berulang sebelumnya. Durasi lebih dari beberapa hari cenderung menyingkirkan infeksi
virus, karena infeksi virus biasanya berlangsung singkat. Terakhir tanyakan tentang risiko
seperti konsumsi makanan yang tidak dimasak dengan baik, riwayat berpergian ke daerah
endemis, berenang di danau atau terminumnya air danau, keadaan imunokompromais,
penggunaan obat-obat yang memicu diare, riwayat kontak dengan orang lain yang diare,
serta tinggal di rumah penampungan atau perawatan di rumah sakit.
b. Pemeriksaan fisik
8
Gambar 1.1 Cara Memeriksa Turgor Kulit pada Anak (WHO, 2009)
Tabel 1.4 Gejala Klinis Diare Berdasarkan Derajat Dehidrasi (Depkes RI, 2011)
10
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan feses
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga intoleransi terhadap gula.
c. Pemeriksaan kultur / uji resistensi jika curiga infeksi.
d. Floatation test/ Uji Apung pada feces untuk melihat apakah ada minyak
pada feces, jika positif terdapat minyak maka akan melayang di permukaan
air.
2. Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya infeksi sitemik
3. Pemeriksaan urin lengkap untuk mengetahui adanya infeksi saluran kemih (diare
yang disebabkan parenteral)
4. Analisa gas darah untuk mengetahui kondisi asam basa pada tubuh.
5. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
6. Pemeriksaan kadar elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor
dalam serum.
Penatalaksanaan
11
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi
diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan
diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati
diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
12
13
14
Komplikasi
Sebagai akibat diare akut maupun kronik akan terjadi:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi kehilangan air (output ) lebih banyak daripada pemasukan (input),
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Terjadi karena :
a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda
keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria).
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan,
pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam (pernafasan Kuszmaull)
3. Gangguan Gizi ( Malnutrisi)
Hal ini disebabkan :
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan / muntahnya akan
bertambah hebat.
b.Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsopsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
4. Gangguan keseimbangan elektrolit
Diare dengan intensitas yang tinggi dan volume banyak disertai dengan muntah yang
profus dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit. Bagian elektrolit yang
sering hilang akibat dari diare adalah natrium dan kalium. Kondisi ini disebut dengan
hiponatremia (jika terjadi defisiensi natrium yaitu kadarnya < 135 mmol/L) atau
hipokalemia (jika terjadi defisiensi kalium yaitu kdarnya < 3,5 mmol/L). Gejala klinis
yang muncul pada hiponatremia adalah disorientasi, penurunan kesadaran, dan kejang.
Gejala klinis yang muncul pada hipokalemia adalah aritmia, ileus karena kelumpuhan
otot-otot saluran cerna, paraestesia, kelumpuhan pada otot-otot tubuh yang lain. Untuk
15
penanganannya dapat dilakukan koreksi elektrolit dengan kalium peroral atau injeksi
untuk hipokalemia sedangkan untuk hiponatremia dapat diberikan NaCL 3%.
merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna dalam saluran pencernaan sehingga akan
memacu pertumbuhan mikroflora (Bifidobacteria dan Lactobacillus) pada usus besar. Jenis
prebiotik yang umum terdapat terdapat pada makanan adalah inulin, oligosakarida,
fruktooligosakarida, galaktooligosakarida, laktulose dan pati resisten. Inulin secara alami
terdapat pada leek, asparagus, chicory, jerusalem artichoke, bawang putih, bawang bombay,
gandum, pisang, oat, kacang kedelai dan madu. Selain itu terdapat juga produk prebiotik
berupa suplemen. Konsumsi prebiotik dapat dilakukan ketika bayi sudah berusia 4 bulan
atau berusia 6 bulan bila bayi mendapatkan ASI eksklusif. Untuk bayi, pemberian prebiotik
dapat dilakukan dengan mencampurkannya pada susu yang diminumnya. Dosis prebiotik
untuk orang dewasa sekitar 10 gram per hari dan untuk bayi jauh lebih kecil yaitu 167 mg
per hari.
Pengaruh pemberian fruktooligosakarida (FOS) dan produk prebiotik terhadap
kesehatan telah dilakukan oleh Hsio-ling et al dan Mateuzzi et al. Hsio-ling et al melaporkan
bahwa pemberian 10 gram FOS pada orang usia lanjut dapat meningkatkan kesehatan
saluran cerna, khususnya fungsi usus besar dan meningkatkan absorpsi mineral, sedangkan
Mateuzzi et al memberikan produk prebiotik (Viogerm PB1) dari gandum sebanyak 10 gram
dapat menekan pertumbuhan bakteri coliform, clostridia dan bacteroides dan memacu
pertumbuhan lactobacilli dan bifidobacteria.
IV Definisi Sinbiotik
Sinbiotik atau eubiotik adalah kombinasi probiotik dan prebiotik. Penambahan
mikroorganisme hidup (probiotik) dan substrat (prebiotik) untuk pertumbuhan bakteri
misalnya fructooligosaccharide (FOS) dengan bifidobacterium atau latitiol dengan
lactobacillus. Keuntungan dari kombinasi ini adalah meningkatkan daya tahan hidup bakteri
probiotik oleh karena substrat yang spesifik telah tersedia untuk fermentasi sehingga tubuh
mendapatkan manfaat yang lebih baik dari kombinasi ini. Penggunaan sinbiotik memiliki
efek yang lebih baik dibandingkan dengan mengkonsumsi probiotik dan prebiotik secara
terpisah. Konsumsi sinbiotik dapat meningkatkan sistem imun.
17
V Sifat-Sifat Probiotik
Sifat-sifat probiotik:
Nonpathogenik
Tahan terhadap asam lambung, cairan empedu dan sekresi pankreas
Menempel pada epitel usus
Dapat hidup dalam traktus gastrointestinal
Menghasilkan substansi antimikroba
Memodulasi respons imun
Mempengaruhi aktivitas metabolisme manusia (mis. Asimilasi kolesterol, produksi
vitamin) dan
Sudah menjalani uji coba in vivo dan in-vitro untuk membuktikan efek probiotik
yang dikaitkan dan mendokumentasikan manfaat klinis.
VI Strain Probiotik
Enterococcus sp Streptococcus sp
Ent. faecalis S. cremaris
Ent. faecium S. salivarius
S. diacetylactis
S. intermedius
18
Probiotik yang terkandung pada makanan dan produk susu yang difortifikasi probiotik yang
beredar dipasar sebagian besar tidak mencantumkan jumlah colony forming unit (cfu) per
20
Efek Probiotik terhadap kesehatan antara lain : penanggulangan diare, menstimulasi sistem
kekebalan (immune) tubuh, menurunkan kadar kolesterol, pencegahan kanker kolon dan
usus, dan penanggulangan dermatitis atopik pada anak-anak, menanggulangi penyakit
irritable bowel syndrome, penatalaksanaan alergi, pencegahan dan penanganan penyakit
infeksi.
Tabel .1.
21
mengonsumsi yogurt konvensional berkurang dari delapan hari menjadi lima hari,
sementara yang mengonsumsi yogurt mengandung probiotik, durasi diarenya berkurang
menjadi hanya selama empat hari. Studi ini kemudian dikembangkan dan dikontrol oleh
klinik uji multisenter yang melibatkan 928 anak (6-24 bulan). Anak-anak selama
mengonsumsi L casei yang
dicampur susu fermented setiap hari selama dua bulan, hasil pengamatan menunjukkan
bahwa frekuensi diare yang dialami anak-anak tersebut berkurang lebih banyak jika
dibandingkan dengan anak-anak yang mengonsumsi yogurt konvensional (15,9 persen VS
22 persen).
Meskipun studi in vitro dan studi yang menggunakan hewan untuk uji coba
menunjukkan bukti yang baik bahwa strain probiotik menghalangi pertumbuhan dan
aktivitas metabolik pelekatan sel saluran pencernaan bakteri enteropathogenic seperti
Salmonella, Shigella, atau Vibrio cholerae, sangat sedikit hasil penelitian yang
memublikasikan efek positif melawan bakteria yang menyebabkan diare pada manusia.
Selain berguna untuk mencegah dan mengurangi durasi diare, mengatur mikroflora dalam
usus, meningkatkan kekebalan, mencegah penyakit kulit/eksim, mencegah simptom pasien
radang usus, bakteri probiotik juga diyakini bisa mengurangi sakit yang dikeluhkan
penderita asma, serta mencegah kanker.
3. Reuterin
Reuterin merupakan komponen anti mikrobial berat molekul rendah spektrum luas
yang diproduksi L. reuteri. Reuterin bekerja pada bakteri gram positif dan negatif
serta jamur dan protozoa. Reuterin menyababkan kadar urease pada feses rendah
sehingga dapat menekan pertumbuhan bakteri dan menghambat pertumbuhan
kuman patogen pada saluran cerna.
4. Asam Lemak Rantai Pendek (Short Chain Fatty Acid/SCFA)
Didalam kolon, SCFA seperti asam asetat, asam propionat dan asam butirat
diproduksi dengan fermentasi anaerob dari karbohidrat. Produk dari SCFA
menyebabkan pH saluran cerna menjadi lebih asam sehingga patogen saluran cerna
tidak tumbuh berlebih.
5. Hidrogen Peroksida (H2O2)
Efek anti mikroba H2O2 berhubungan dengan efek oksidsi yang kuat pada sel
bakteri.
6. Produksi Enzim Saluran Cerna
Probiotik memproduksi enzim saluran cerna atau mempengaruhi aktivitas enzim
saluran cerna, seperti karbohidrase, laktase, peptidase. Ketika konsentrasi β-
galaktosidase pada bakteri mempertahankan pergerakan lambung dan dikeluarkan
asam empedu menuju usus halus.
Aspek Imunologis
Efek probiotik terhadap imunitas alamiah/nonspesifik adalah dengan meningkatkan
produksi mucin, berkompetisi dengan dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen, menurunkan permeabilitas usus dan meningkatkan aktivitas sel NK, aktivitas
makrofag dan fagositosis. Efek probiotik terhadap imunitas didapat/spesifik adalah
dengan meningkatkan sel-sel yang mensekresi IgA, IgM, dan IgG meningkatkan
jumlah sIgA spesifik baik dalam serum maupun lumen usus dan memodulasi respon-
respon imun usus yang mengalami inflamasi.
Antigen Precenting Cell (APC), makrofag, dan/atau sel dendritik pada lamina propia.
Interaksi dengan sel epitel ini menginduksi release IL-6. Makrofag dan sel dendritik
memfagosit bakteri atau fragmen probiotik, dan menginduksi produksi sitokin, TNF-α
dan IFN-γ yang meningkatkan stimulasi sel epitel dan memulai hubungan seluruh sel
imun. Sel mast juga terstimulasi untuk memproduksi IL-4. Sitokin lain, IL-6 dan IL-10
juga diproduksi untuk menguatkan hubungan ini. IL-6 merangsang ekspansi IgA limfosit
B, meningkatkan produksi IgA dan membawanya ke sel plasma pada lamina propia. IL-
4, IL-6 dan β dapat menginduksi perubahan T independen IgM menjadi IgA pada
permukaan sel B sehingga meningkatkan jumlah IgA sel B pada lamina propia saluran
cerna.
Gambar .1. Respon imun saluran cerna yang di induksi bakteri probiotik.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
14. Parashar, U.D., Hummelman, E.G., Breese, J.S., Miller, M.A, Glass, R.I.
2006. Global Illness and Death Caused by Rotavirus Diasease in Children.
Emerging Infection Disease. 9:565-572.
15. Rahmi, D. dan P. Gayatri. 2015. Manfaat Pemberian Probiotik pada Diare
Akut. Sari Pediatri. 17(1): 76-80.
16. RISKESDAS. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun
2013. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
17. Shinta, K., Hartantyo, dan N. Wijayahadi. 2011. Pengaruh Probiotik pada
Diare Akut: Penelitian dengan 3 Preparat Probiotik. Sari Pediatri. 13(2): 89-
95.
18. WHO. 2009. Diarrhoea: Why children are still dying and what can be done.
New York: WHO.
19. WHO. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta :
WHO Indonesia
20. Widjaja. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan
Pustaka.
21. William W., Hay Jr. Myron J.L., Judith M. 2007. Lange Current Diagnosis &
Treatment in Padiatrics. 18th Edition. America.
22. World Gastroenterology Organisation. 2011. Probiotics and Prebiotics.
23. Yatsuyanagi J et al, Characterization of Enteropathogenic and
Enteroaggregative E. coli Isolated from Diarrheal Outbreaks, Journal of
Clinical Microbiology, Vol. 40, No. 1 , Jan 2002, American Society for
Microbiology, 294-296.
24. Yonata, A., dan A. F. M. Farid. 2016. Penggunaan Probiotik sebagai Terapi
Diare. Majority. 5(2):1-5.