Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE PADA ANAK

A. PENGERTIAN
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan
perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah
Menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan
terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi
buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah
atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

B. KLASIFIKASI
Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat
kelompok yaitu:
1.      Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari
(umumnya kurang dari tujuh hari)
2.      Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,
3.      Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara
terus - menerus,
4.      Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)
mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya.
C. PENYEBAB
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi,
penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1) Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh :
a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E.
Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan
psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2.      Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
 malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan
mineral.
 Kurang kalori protein.
 Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita ( Depkes
RI, 2007), yaitu :
 Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6
bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI
resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
 Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh
kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau
sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering
menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-
kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut
beresiko terinfeksi diare
 Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa
jampada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang biak.
 Menggunakan air minum yang tercemar.
 Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anakatau sebelum makan dan menyuapi anak
 Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidak
berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah
besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik,
akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya
bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya
dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam
usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1.      Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2.      Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion
Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3.      Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang
sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan
50% pada anak-anak.
4.      Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
 Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
 Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer
ini diberikan terlalu lama.
 Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5.      Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan
otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

E. MANIFESTASI KLINIS
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan), tanda-tandanya
: Berak cair 1-2 kali sehari, muntah ( - ), haus ( - ), nafsu makan tidak berkurang, masih ada
keinginan untuk bermain
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda-tandanya :
Berak cair 4-9 kali sehari, Kadang muntah 1-2 kali sehari, suhu tubuh kadang meningkat,
Haus, tidak ada nafsu makan, Badan lesu lemas
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya: Berak cair
terus-menerus, Muntah terus-menerus, Haus, Mata cekung, Bibir kering dan biru, Tangan
dan kaki dingin, Sangat lemah, Tidak ada nafsu makan, Tidak ada keinginan untuk bermain,
Tidak BAK selama 6 jam atau lebih, Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik
yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang,
ubun – ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering, tulang pipi tampak lebih menonjol,
turgor kulit jelas (elastisitas kulit menurun) serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena
kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus
ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. :
1.      Pemeriksaan tinja
 Makroskopis dan mikroskopis
 PH dan kadar gula dalam tinja
 Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme penyebabnya, dengan
melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
2.      Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih.
3.      Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila memungkinkan
dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup.
4.      Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
5.      Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

G. PATHWAY
H. KOMPLIKASI
 Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
 Renjatan hipovolemik.
 Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektro kardiagram).
 Hipoglikemia.
 Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
 Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
 Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.

I. PENCEGAHAN
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni :
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan
pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary
prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan
dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme
penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian
imunisasi.
2. Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh
manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan
pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan
kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai
kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit
menular termasuk diare(Sanropie, 1984).
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang
merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air
tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti
hujan dan salju (Soemirat, 1996).
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya
penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta
penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat
membersihkan dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit
(Soemirat, 1996).
Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat
diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air
sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk
pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun
bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali,
sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis
(Sanropie, 1984).
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang
terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan
kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang
bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih, dan
untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air besih (Andrianto, 1995).
3. Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit
tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983).
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang
air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada
jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan
daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto,
1995).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran
manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila
memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air
permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan
dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
4. Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan
penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi.
Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah;
- konsumsi makanan
- pemeriksaan laboratorium
- pengukuran antropometri, dan
- pemeriksaan klinis
5. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk
menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air,
air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera
setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif
secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut
memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir
secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar
terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang
tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko
mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi
ASI (Depkes, 2000).
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitasdiare lebih
rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya
mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya
mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan
(Suryono, 1988).
6. Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan
penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman
infeksiuspenyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan
dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme
patogen dengan melalui air minum. Padapenularan seperti ini, tangan memegang peranan
penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman
penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan
penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja
serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut.
Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya
mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah
menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum
menyiapkan makanan.Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung
dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga
membuang tinja anak (Howard & Bartram, 2003).
Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinjaanak, terutama
yang sedang menderita diare merupakan sumber penularandiare bagi penularan diare bagi
orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anaksehatpun tinjanya juga dapat
menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu
cara membuang tinja anakpenting sebagai upaya mencegah terjadinya diare (Sunoto dkk,
1990).
7. Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi
campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit
campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995).

J. PENATALAKSANAAN
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan :
-          Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari biasanya
-          ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Makanan diberikan seperti biasanya
-          Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas terdekat
·         Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Tindakan :
-          Berikan oralit
-          ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
-          Teruskan pemberian makanan
-          Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang
-          Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas terdekat.
·         Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat
Tindakan :
-          Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas Perawatan
-          Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum

Takaran Pemberian Oralit


·         Di bawah 1 thn :
3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret
·         Di bawah 5 thn (anak balita) :
3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret
·         Anak diatas 5 thn :
3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret
·         Anak diatas 12 thn & dewasa :
3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc)
Dasar Pengobatan Diare
1.      Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
a.       Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang
bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6
bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi
ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan
larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak
mengandung NaCl dan sukrosa.
b.      Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
·         Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
-          1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15
tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
-          7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1
ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
-          16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
·         Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
·         Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
-          1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
-          7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
-          16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
·         Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8
tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
·         Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1
bagian NaHCO3 1½ %).
2.      Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7
kg, jenis makanan:
-          Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
-          Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
-          Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
3.      Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.      Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi  usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2.      Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3.      Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4.      Riwayat Penyakit Dahulu


Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
5.      Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7.      Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8.      Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a.       Pertumbuhan
·         Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata - rata 2
kg),  PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
·         Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.
·         Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
·         Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b.      Perkembangan
·         Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya,
cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana,
hubungna interpersonal, bermain).
·         Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan
dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug).
Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu
over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan
ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri
anak.
·         Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri :
Umur 2-3 tahun :
1.      berdiri  dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun  2 hitungan (GK)
2.      Meniru membuat garis lurus (GH)
3.      Menyatakan keinginan   sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4.      Melepasa pakaian sendiri (BM)
9.      Pemeriksaan Fisik
a.       pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,
b.      keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c.       Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d.      Mata : cekung, kering, sangat cekung
e.       Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat
> 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum
lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f.       Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
g.      Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang .
h.       Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i.        Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j.        Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang
ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10.  Pemeriksaan Penunjang
1)        Laboratorium :
·           feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
·           Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
·           AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat,
HCO3 menurun )
·           Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2)        Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

L. PENATALAKSANAAN DIARE
1.      Rehidrasi
a.       jenis cairan
1)      Cara rehidrasi oral
·         Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap
kali diare.
·         Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2)      Cara parenteral
·      Cairan I  : RL dan NS
·      Cairan II : D5  ¼ salin,nabic. KCL
                   D5 : RL = 4 : 1  + KCL
                   D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
·      HSD (half strengh darrow) D ½  2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan.
b.      Jalan pemberian
1)      Oral  (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2)      Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)
c.       Jumlah Cairan ; tergantung pada :
1)      Defisit ( derajat dehidrasi)
2)      Kehilangan sesaat (concurrent less)
3)      Rumatan (maintenance).
d.      Jadwal / kecepatan cairan
1)      Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang
lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
·         BB (kg) x 50 cc
·         BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2)      Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam  atau 5 tetes/kg/mnt
2.      Terapi
a.       obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg,
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
b.      onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
c.       antibiotik :  bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta
3.      Dietetik
a.       Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan  padat / makanan cair atau susu
b.      Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen
atau semi elemental formula.
4.      Supportif
Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare
atau output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB
menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

N. INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Diagnosa 1 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan
elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt,S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
a.       Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj
urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki
defisit
b.      Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.
c.       Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1
lt
d.      Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
e.       Kolaborasi :
-          Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
-          Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
-          Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum
luas untuk menghambat endotoksin.
2.      Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria :
·         Nafsu makan meningkat
·         BB meningkat atau normal sesuai umur

Intervensi :
a.       Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung
dan sluran usus.
b.      Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
c.       Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
d.      Monitor  intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
e.       Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a.       terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b.      obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3.      Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
dampak sekunder dari diare
Tujuan :  Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
·         suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
·         Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
a.       Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
b.      Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
c.       Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
4.      Diagnosa 4 : Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan
dengan  peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
Kriteria hasil :
·         Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
·         Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
a.       Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
b.      Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces
c.       Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan irirtasi .
5.      Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu
beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima  tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
a.       Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
b.      Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
c.       Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
d.      Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun
non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Aniq Noor Mutsaqof,
Wiharto S.T M.Kom, Esti
Suryani S.Si M.Kom
(2016). Sistem Pakar Untuk
Mendiagnosis Penyakit Infeksi
Menggunakan
Forward Chaining.
Amih Huda Nuraarif, S.Kep.,
Ns & Hardhi Kusuma, S.Kep.,
Ns. (2015). Aplikasi
Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc.
Yogyakarta.
Kartika Sari Wijayaningsih.
(2013). Asuhan Keperawatan
Anak. Jakarta.
M. Fadila Arie Novard, Netti
Suharti, Roslaili Rasyid. (2019).
Gambaran Bakteri
Penyebab Infeksi Pada Anak
Berdasarkan Jenis Spesimen
dan Pola
Resistensinya di Laboratorium
RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2014-
2016.
Ns. Yuliastati,S.Kep, M.Kep,
Amelia Arnis. (2016).
Keperawatan Anak. Jakarta.
Nursalam. (2008). Konsep Dan
Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta Selatan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Aniq Noor Mutsaqof,
Wiharto S.T M.Kom, Esti
Suryani S.Si M.Kom
(2016). Sistem Pakar Untuk
Mendiagnosis Penyakit Infeksi
Menggunakan
Forward Chaining.
Amih Huda Nuraarif, S.Kep.,
Ns & Hardhi Kusuma, S.Kep.,
Ns. (2015). Aplikasi
Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc.
Yogyakarta.
Kartika Sari Wijayaningsih.
(2013). Asuhan Keperawatan
Anak. Jakarta.
M. Fadila Arie Novard, Netti
Suharti, Roslaili Rasyid. (2019).
Gambaran Bakteri
Penyebab Infeksi Pada Anak
Berdasarkan Jenis Spesimen
dan Pola
Resistensinya di Laboratorium
RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2014-
2016.
Ns. Yuliastati,S.Kep, M.Kep,
Amelia Arnis. (2016).
Keperawatan Anak. Jakarta.
Nursalam. (2008). Konsep Dan
Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta Selatan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Aniq Noor Mutsaqof,
Wiharto S.T M.Kom, Esti
Suryani S.Si M.Kom
(2016). Sistem Pakar Untuk
Mendiagnosis Penyakit Infeksi
Menggunakan
Forward Chaining.
Amih Huda Nuraarif, S.Kep.,
Ns & Hardhi Kusuma, S.Kep.,
Ns. (2015). Aplikasi
Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc.
Yogyakarta.
Kartika Sari Wijayaningsih.
(2013). Asuhan Keperawatan
Anak. Jakarta.
M. Fadila Arie Novard, Netti
Suharti, Roslaili Rasyid. (2019).
Gambaran Bakteri
Penyebab Infeksi Pada Anak
Berdasarkan Jenis Spesimen
dan Pola
Resistensinya di Laboratorium
RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2014-
2016.
Ns. Yuliastati,S.Kep, M.Kep,
Amelia Arnis. (2016).
Keperawatan Anak. Jakarta.
Nursalam. (2008). Konsep Dan
Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta Selatan.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008. Asuhan Persalinan Norma (APN), Asuhan Esensial,
Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru
Lahir . Jakarta : Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi.
Dochterman, Joanne McCloskey & Bulecheck, Gloria N. 2004.  Nursing
Intervention Classification.USA : Mosby.
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Manuaba, I.B. Gde. 2004.  PenuntunKepaniteraanKlinikObstetri&GinekologiEdisi 2.
Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue, dkk. 2008.  Nursing Outcomes Classification. USA : Mosby
NANDA. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta
: EGCPrice, S.A. dan Wilson, L.M. 2006.  Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6,Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai