Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

” DIARE”

Dosen Pembimbing

Ns. Meta Nurbaiti, S.Kep, M.Kes

Disusun Oleh :

NAMA : Novi Anggraini,S.kep

NPM : 21149011323

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE PADA ANAK

Diare
1. Definisi
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali
sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah.
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada
kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat
menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare
yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat
(Yayasan Spiritia, 2011).
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan
anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-
rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010

2. Klasifikasi Diare

a. Diare akut
Yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih
dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi
penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu:
(1) Diare tanpa dehidrasi,
(2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan,
(3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat
badan,
(4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%
b. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari
diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-
infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang
menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.

3. Etiologi
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
(a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas dan sebagainya.
(b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus,
Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
(c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida
albicans).
2). Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.

b. Faktor Malabsorbsi

 Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),


monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.

 Malabsorbsi lemak

 Malabsorbsi protein
b. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
c. Faktor psikologis:
rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak
yang lebih besar
d. Faktor Pendidikan
e. Faktor pekerjaan
f. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur
12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59
bulan.
g. Faktor lingkungan
h. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan diare
tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare.
Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan
status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.
i. Faktor sosial ekonomi masyarakat
j. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum
yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur. Kontak
kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain apabila melekat
pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai untuk memegang makanan.
Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran
pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella, sigella. Dan virusnya
yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan
jamur (Candida albikan).

l. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)


Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang
tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI
penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol
susu ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI
mengandung antibody yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab
diare seperti Sigella dan V. Cholerae.
4. Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus enteritis), bakteri
atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia). Beberapa mikroorganisme
pathogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin
Penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa
kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga
timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus
yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis
metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia
dan gangguan sirkulasi.

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air dan elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis
metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan
(masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan
sirkulasi darah.
Pathway diare:

5. Manifestasi Klinis
 Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.

 Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.

 Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
 Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-
basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi makin tampak.

 Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

6. Penatalaksaan
Prinsip penatalaksanaan diare antara lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa.

 rehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang telah
hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang
hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini
tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak atau golongan
umur.

 Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk


menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan
diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang
mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni
pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama,
makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang, makanan
diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam
porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi,
pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral
dalam jumlah yang cukup,
 Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin,
obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein,
opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah
termasuk prometazin dan kloropomazin.

Penanganan Diare yaitu hal pertama yang harus diperhatikan dalam penanggulangan diare
adalah masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak segera
diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita dan anak-anak. Bagi penderita diare
ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat maka perlu dibantu dengan cairan intravena
atau infus. Hal yang tidak kalah penting dalam menanggulangi kehilangan cairan tubuh
adalah pemberian makanan kembali (refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan
akan sangat kurang karena akan kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara
langsung melalui tinja atau muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (sitorus,
2008).

7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah:
a. Pemeriksaan tinja
b. Makroskopis dan mikroskopis
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
e. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan pH dan
cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP
(bila memungkinkan).
f. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
g. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum
(terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
h. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite secara
kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

8. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik
c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili
mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami
kelaparan.

Asuhan Keperawatan pada diare

A. Pengkajian

 Identitas
Diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak, frekuensi diare untuk neonatus > 4
kali/hari sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam sehari. Status ekonomi yang rendah
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya diare pada nak ditinjau dari
pola makan, kebersihan dan perawatan. Tingkat pengetahuan perlu dikaji untuk mengetahui
tingkat perlaku kesehatan dan komunikasi dalam pengumpulan data melalui wawancara atau
interview. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang)

 Keluhan utama
Yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klnis berupa BAB yang tidak
normal/cair lebih banyak dari biasanya.

 Riwayat Keperawatan Sekarang


Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik
desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur lendir dan atau darah. Keluhan lain
yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume
diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.

 Riwayat Keperawatan Sebelumnya


Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan
yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih,
baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.
Prenatal
Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester pertama, penyakti
selama kehamilan yang menyertai seperti TORCH, DM, Hipertiroid yang dapat
mempengaruhi pertunbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim.

Natal
Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yang dapat mempengaruhi fungsi dan
maturitas organ vital.

Post natal
Apgar skor <6 berhubungan dengan asfiksia, resusitasi atau hiperbilirubinemia. berat badan
dan panjang badan untuk mengikuti pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia
sekelompoknya. Pemberian ASI dan PASI terhadap perkembangan daya tahan tubuh alami
dan imunisasi buatan yang dapat mengurangi pengaruh infeksi pada tubuh.

 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang penting karena setiap
individu mempunyai ciri-ciri struktur dan fungsi yang berbeda, sehingga pendekatan
pengkajian fisik dan tindakan harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan

 Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga yang berhubungan
dengan distribusi penularan.

b. Lingkungan rumah dan komunitas


Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang mudah terkena
kuman penyebab diare.
c. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara bermain anak
yangkurang higienis dapat mempermudah masuknya kuman lewat Fecal-oral.
d. Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu keputusan untuk penangan
awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat pengetahuan dan penglaman yang
dimiliki oleh anggota keluarga (orang tua).

B. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Neurologi
a) Subyektif,
klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang

b) Inspeksi,
Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien. Keadaan
sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit. KeSadaran diamati
komposmentis, apatis, somnolen, delirium, stupor dan koma.

c) Palpasi, adakah parese, anestesia,


d) Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis.

2. Sistem Penginderaan
a) Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang,
b) Inspeksi
Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (-), warna dan
distibusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada neonatus dan bayi ubun-ubun
besar tampak cekung.

Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata dan
pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang lebih
lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-), mata cowong.

Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis metabolik
sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan
mengambil O2,nampak adanya pernafasan cuping hidung.

Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada kemungkinan


infeksi parenteal yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya diare
c) Palpasi,
Kepala, Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan untuk anak-anak
ubun-ubun besar sudah menutup maksimal umur 2 tahun. Mata, tekanan bola mata
dapat menurun, Telinga, nyeri tekan, mastoiditis

3. Sistem Integumen
a) Subyektif, kulit kering
b) Inspeksi , kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering
c) Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1 detik
= dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik = dehidrasi berat
4. Sistem Kardiovaskuler
a) Subyektif, badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki terasa dingin
b) Inspeksi,
pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulsasi ictus cordis (-), adakah pembesaran
jantung, suhu tubuh meningkat.

c) Palpasi,
suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate meningkat karena
vasodilatasi pembuluh darah, tahanan perifer menurun sehingga cardiac output
meningkat. Kaji frekuensi, irama dan kekuatan nadi.

d) Perkusi,
normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kasus diare akut masih
dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri
dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.

e) Auskultasi,
pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan sirkulasi, auskulatasi bunyi jantung S1,
S2, murmur atau bunyi tambahan lainnya. Kaji tekanan darah.

5. Sistem Pernafasan
a) Subyektif, sesak atau tidak
b) Inspeksi,
bentuk simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau subcostal. Kaji frekuensi, irama
dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor pernafas
inspirasi atau ekspirasi.
c) Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan ekspansi, tacti vremitus
(-)
d) Auskultasi,
dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan
durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti
broncho pnemonia atau infeksi lainnya.

6. Sistem Pencernaan
a) Subyektif, Kelaparan, haus
b) Inspeksi
BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari,
adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-)
dan kesemitrisan abdomen.
c) Auskultasi,
Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltik usus
meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik.
d) Perkusi,
mendengar aanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara
tymphani.

e) Palpasi, adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah, massa (-). Hepar dan lien
tidak teraba.

7. Sistem Perkemihan
a) Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya
b) Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, pembesaran scrotum (-),
rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing spontan
atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
c) Palpasi, adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
8. Sistem Muskuloskletal
a) Subyektif, lemah
b) Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun
c) Palpasi, hipotoni, kulit kering , elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan
dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan , kekuatan otot.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Feces lengkap
Makroskopis dan mikroskopis (bakteri (+) mis. E. Coli, PH dan kadar gula, biakan dan
uji resistensi
b) Pemeriksaan Asam Basa
Analisa Blood Gas Darah dapat menimbulkan Asidosis metabolik dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
c) Pemeriksaan kadar ureum kreatinin
Untuk mengetahui faal ginjal
d) Serum elektrolit (Na, K, Ca dan Fosfor)
Pada diare dapat terjadi hiponatremia, hipokalsemia yang memungkinkan terjadi
penurunan kesadaran dan kejang.
e) Pemeriksaan intubasi duodenum
Terutama untuk diare kronik dapat dideteksi jasad renik atau parasit secara
kualitatif dan kuantitatif.
f) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi diperlukan kalau ada penyulit atau penyakit penyerta
seperti bronchopnemonia dll seperti foto thorax AP/PA Lateral.

D. Masalah Keperawatan
1. Diare b/d Inflamasi gastrointestinal
2. Defisit volume cairan b/d kehilangan jumlah cairan secara aktif
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien
E. Intervensi Keperawatan
1. Diare b/d inflamasi gastrointestinal

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diare pasien
teratasi

NOC NIC

1. Tidak ada diare Diare Management


2. Feses tidak ada darah dan mukus  Kelola pemeriksaan kultur
3. Nyeri perut tidak ada sensitivitas feses
4. Pola BAB normal
 Evaluasi pengobatan yang
5. Elektrolit normal
berefek samping
6. Asam basa normal
gastrointestinal
7. Hidrasi baik (membran mukosa
lembab, tidak panas, vital sign normal,  Evaluasi jenis intake
hematokrit dan urin output dalam batas makanan
normaL  Monitor kulit sekitar perianal
terhadap adanya iritasi dan
ulserasi

 Ajarkan pada keluarga


penggunaan obat anti diare

 Instruksikan pada pasien dan


keluarga untuk mencatat
warna, volume, frekuensi
dan konsistensi feses

 Ajarkan pada pasien tehnik


pengurangan stress jika perlu

 Kolaburasi jika tanda dan


gejala diare menetap

 Monitor hasil Lab (elektrolit


dan leukosit)
 Monitor turgor kulit, mukosa
oral sebagai indikator
dehidrasi

 Konsultasi dengan ahli gizi


untuk diet yang tepat

2. Defisit volume cairan b/d kehilangan jumlah cairan secara aktif

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam defisit volume


cairan teratasi

NOC NIC

 Mempertahankan urine  Pertahankan catatan intake


output sesuai dengan usia dan output yang akurat
dan BB, BJ urine normal,  Monitor status hidrasi
 Tekanan darah 110-120/60- (kelembaban membran
90 mmHg, Nadi 60-120 mukosa, nadi adekuat,
x/menit, Suhu tubuh 36,5- tekanan darah ortostatik ),
37,5◦C, Respirasi 20-60 jika diperlukan
x/meit  Monitor hasil lab yang sesuai
 Tidak ada tanda tanda dengan retensi cairan (BUN ,
dehidrasi, Elastisitas turgor Hmt , osmolalitas urin,
kulit baik, membran mukosa albumin, total protein )
lembab, tidak ada rasa haus  Monitor vital sign setiap
yang berlebihan 15menit – 1 jam
 Orientasi terhadap waktu dan  Kolaborasi pemberian cairan
tempat baik IV
 Jumlah dan irama  Monitor status nutrisi
pernapasan dalam batas
 Berikan cairan oral
normal  Berikan penggantian
nasogatrik sesuai output (50
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam
– 100cc/jam)
batas normal
 Dorong keluarga untuk
 pH urin dalam batas normal
membantu pasien makan
 Intake oral dan intravena
 Kolaborasi dokter jika tanda
adekuat
cairan berlebih muncul
meburuk

 Atur kemungkinan tranfusi

 Persiapan untuk tranfusi

 Pasang kateter jika perlu

 Monitor intake dan urin


output setiap 8 jam

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh gangguan absorbsi nutrien

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam nutrisi kurang teratasi

NOC NIC

 Albumin serum dalam batas  Kaji adanya alergi makanan


normal  Kolaborasi dengan ahli gizi
 Hematokrit dalam batas untuk menentukan jumlah
normal kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
 Hemoglobin dalam batas
normal  Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
 Total iron binding capacity
untuk mencegah konstipasi
dalam batas normal
 Ajarkan pasien bagaimana
 Jumlah limfosit dalam batas
membuat catatan makanan
normal
 Intake nutrisi cukup/ sesuai harian.
usia  Monitor adanya penurunan
 Berat badan sesuai usia BB dan gula darah

 Monitor lingkungan selama


makan

 Jadwalkan pengobatan dan


tindakan tidak selama jam
makan

 Monitor turgor kulit

 Monitor kekeringan, rambut


kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht

 Monitor mual dan muntah

 Monitor pucat, kemerahan,


dan kekeringan jaringan
konjungtiva

 Monitor intake nuntrisi

 Informasikan pada klien dan


keluarga tentang manfaat
nutrisi

 Kolaborasi dengan dokter


tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.

 Atur posisi semi fowler atau


fowler tinggi selama makan

 Kelola pemberan anti emetik


 Anjurkan banyak minum

 Pertahankan terapi IV line

 Catat adanya edema,


hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek. M. G., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), edisi 6. Penerbit: ELSEVIER

Fatmawati, Mohamad. 2012. Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Demam Pada Pasien
Thypoid Abdominalis Di Ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Hapsari, Alfi Meilinda. 2019. Gambaran Implementasi Keperawatan Dengan Masalah Keperawatan
Utama Pada Ana Diare Di RS Perkebunan Wilayah Karesidenan Besuki, Jember:DRUJ.

Herdinan. T. H dan Kamitsuru. S. 2015. Nanda Diagnosis Keperawtan Definisi & Klasifikasi, edisi 10.
Penerbit: EGC

Imelda, F.E.Manurung, 2020 Peningkatan Pengetahuan dan Praktek Cuci Tangan Sebagai Upaya
Pencegahan Penyakit Diare Pada Anak Sekolah Dasar Marsudirini Kefamenanu, warta
pengabdian, Jember

Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jilid 1. Jogjakarta

Mardalena, I. (2018). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Sistem Pencernan.Yogyakarta:


Pustaka Bru Press.

Muttaqin, A dan Sari, K, 2011, Gangguan Gastrointestinal, Salemba Medika,

Jakarta

Ngastiyah. 2014. Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta : EGC

Nurul Utami & Nabila Luthfiana. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Anak.
Jurnal MAJORITY volume 5 no. 4 oktober 2016

Setiati, siti et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6 jilid II. Jakata: Interna publishing.

Tanto,chris et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Essensial of medicine. Edisi IV jilid II. Jakarta:
Media Aesculapius.

Wibowo Doni, Hardiyanti, Subhan. (2019). Hubungan Dehidrasi Dengan Komplikasi Kejang Pada
Pasien Diare Usia 0-5 tahun di RSD Idaman Banjar baru. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan,
Vol 10 No.1, Juli 2019, SSN:2086-3454, EISSN:2549-4058.).

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah : Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wijayanti, Astuti. 2019. Pemberian Pendidikan Kesehatan Terapi Zink Untuk Mengurangi Frekuensi
Diare. Jurnal Keperawatan Karya Bhakti, Vol 5, Nomor 1, Hal 7-13, Januari 2019

Wulandari. A. 2012. Penanganan Diare Dirumah Tangga Merupakan Upaya Menekankan Angka
Kesakitan Diare Pada Anak Balita.

Anda mungkin juga menyukai