Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan memang tidak bisa di pungkiri apalagi di
bidang kesehatan terutama pada ilmu kefarmasian, Cabang Ilmu Farmasi, antara
lain farmasetika, teknologi farmasi, farmakologi, farmakologi klinik,
farmakognosi, biofarmasi, farmakinetika, farmakodinamika, farmakoterapi,
toksikologi, farmakoekonomi, farmasi fisika, kimia farmasi, biologi farmasi. dan
ditunjang ilmu-ilmu lainnya. Salah satu cabang ilmu farmasi yang penting untuk
diketahui adalah farmakologi dan toksikologi.
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat, farmakologi
berasal dan bahasa Yunani yaitu pharmakon yang berarti obat dan logos yang
berarti ilmu, farmakologi merupakan bagian yang penting bersama kelompok ilmu
yang lain yaitu kimia farmasi, biologi farmasi dan teknologi farmasi. Dan
Toksikologi berkembang luas ke bidang kimia, kedokteran hewan, kedokteran
dasar klinik, pertanian, perikanan, industri, etimologi hukum dan lingkungan.
Ilmu farmakologi dan toksikologi memiliki peran yang pnting dalam
menjamin kualitas produk obat obatan di pasaran, salah satu jenis obat
yang beredar bebas di pasaran adalah obat diare.
Diare adalah suatu masalah saluran pencernaan di mana feses menjadi
lembek atau cair, biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam. Biasanya
disertai sakit perut dan seringkali mual dan muntah. Diare yang berlebihan dapat
menyebabkan dehidrasi hingga kematian. Kehilangan cairan atau elektrolit (ion
Na+ dan K+) pada diare yang parah menyebabkan penderita mengalami dehidrasi.
Dehidrasi inilah yang dapat menyebabkan kematian pada kasus diare. Diare dapat
dijadikan indikasi bahwa sanitasi lingkungan penderita buruk. Dalam pencegahan
perlu diperhatikan kebersihan makanan dan lingkungan. Dengan memperhatikan
sanitasi tersebut akan mencegah mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.
Berdasarkan lama kejadian diare, dapat dibedakan atas diare akut dan
kronis. Bila diare terjadi kurang dari dua minggu dapat dikategorikan sebagai
diare akut, sedangkan bila terjadi lebih dari dua minggu maka dikategorikan diare
kronis. Diare akut dapat disebabkan oleh infeksi, keracunan, alergi, reaksi obat-
obatan, dan juga faktor psikis. Terdapat banyak mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare akut, diantaranya virus, bakteri, protozoa, dan cacing
(helminthes). Sedangkan diare kronis pada umumnya didasari oleh penyakit-
penyakit non efektif pada saluran pencernaan.
Diare yang hebat menyebabkan kehilangan cairan. Cairan yang hilang
secepatnya harus digantikan dengan meminum minuman berelektrolit atau larutan
oralit (mengandung gula dan garam). Selain menggantikan cairan, diare perlu
dihentikan. Dalam menghentikan diare dapat dengan meminum obat anti diare.
Obat anti diare yang bekerja pada susunan syaraf akan menurunkan gerakan
peristaltic usus, meningkatkan absorbsi, dan menginaktivasi enterotoksin.
Berdasarkan latar belakang di atas Pada praktikum kali ini dilakukan
analisis terhadap efek obat antidiare yang berdar di pasaran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah obat loperamide yang beredar di pasaran memiliki efek sebagai obat
antidiare ?
2. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antidiare?
1.3 Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui efek antidiare yang ada pada obat
loperamide yang beredar di pasaran
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui mekanisme kerja dari obat antidiare
1.4 Prinsip Percobaan
Pada metode transit intestinal efek obat antidiare diamati dengan
membandingkan panjang jalur yang dilewati oleh marker norit antara pirolus dan
panjang usus halus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Diare
Diare adalah keadaan ketika frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali
pada bayi, dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja
(Mardalena, 2017).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), penularan diare biasanya karena
infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare atau melalui
makan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri patogen yang berasal dari
tinja manusia atau hewan atau bahan muntahan penderita dan juga dapat melalui
udara atau melalui aktifitas seksual kontak oral-anal.
Mekanisme dasar penyebab diare adalah gangguan osmotik (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan
sekresi akibat toksin di dinding usus meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik (Ariani,
2016).
2.1.2 Klasifikasi Diare
Menurut Dwienda, Octa, dkk (2014), klasifikasi diare ada dua yaitu
berdasarkan lamanya dan berdasarkan mekanisme patofisiologik.
1. Berdasarkan lama diare
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut.
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik
1. Diare sekresi, diare tipe ini disebabkan karena meningkatnya sekresi
air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi. Ciri khas pada diare
ini adalah volume tinja yang banyak.
2. Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena meningkatnya
tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh
obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik seperti (magnesium sulfat,
Magnesium hidroksida), mal absorbs umum dan efek lama absorbsi
usus misal pada defisiensi disakarida, malabsorbsi glukosa/galaktosa.
2.1.3 Mekanisme Diare
Menurut Amin (2015), mekanisme diare yaitu :
1. Gangguan Osmotik
Osmotik diare terjadi karena isi usus menarik air dari mukosa. Mekanisme
dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare.
2. Sekretorik
Sekretorik diare, pada keadaan ini usus halus, dan usus besar tidak
menyerap air dan garam, tetapi mengsekresikan air dan elektrolit. Fungsi
yang terbalik ini dapat disebabkan pengaruh toksin bakteri, garam empedu,
prostaglandin, dan lain-lain. Cara terjadinya, melalui rangsangan oleh
cAMP (cyclic AMP) pada sel mukosa usus.
3. Eksudatif
Eksudatif diare, ditemukan pada inflamasi mukosa seperti pada colitis
ulcerativa, atau pada tumor yang menimbulkan adanya serum, darah, dan
mukus.
4. Gangguan Motilitas
Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat dari
diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik
dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
5. Infeksi
Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan parasit)
alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun. Infeksi bakteri
menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebakan
terjadinya diare. Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman
enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau
tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau
sitoksin. Satu jenis bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme
tersebut untuk mengatasi pertahanan mukosa usus.
2.1.4 Faktor-faktor resiko diare
Manifestasi klinis dari diare yaitu mula-mula anak balita menjadi cengeng,
gelisah, demam, dan tidak nafsu makan. Tinja akan menjadi cair dan padat
disertai dengan lender ataupun darah. Warna tinja dapat berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur dengan empedu. Frekuansi defekasi yang meningkat
menyebabkan anus dan daerah sekitarnya menjadi lecet. Tinja semakin lama
semakin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa
yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat
ditemukan sebelum atau sesudah diare. Muntah dapat disebabkan oleh lambung
yang meradang atau gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Anak-anak
adalah kelompok usia yang rentan terhadap diare. Insiden tertinggi pada
kelompok usia dibawah dua tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak
(Susana, 2015).
2.1.5 Pengobatan Diare
1. Terapi Non Farmakologi Diare
Pencegahan diare dapat diupayakan melalui berbagai cara umum dan
khusus/imunisasi. Termaksud cara umum antara lain adalah peningkatan hygiene
dan sanitasi karena peningkatan hygiene dan sanitasi dapat menurunkan insiden
diare, jangan makan sembarangan terlebih makanan mentah, mengonsumsi air
yang bersih dan sudah direbus terlebih dahulu, mencuci tangan setelah BAB dan
atau setelah bekerja. Memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan dan diteruskan
sampai 2 tahun. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur, untuk
mencegah dehidrasi bila perlu diberikan infuse cairan untuk dehidrasi. Buang air
besar dijamban, membuang tinja bayi dengan benar, dan memberikan imunisasi
campak (Kasaluhe et al, 2015).
2. Terapi Farmakologi Diare
Menurut Shaleh (2016), terapi farmakologi diare antara lain :
a. Adsorben
Obat golongan adsorben dapat mengikat atau menyerap toksin, bakteri
dan hasil metabolismenya, melapisi permukaan usus sehingga toksin
dan mikroorganisme tidak dapat merusak serta menembus mukosa
usus. Contoh obat golongan adsorben yaitu: kaolin, pektin, karbon
aktif (norit), tabonal, magnesium aluminium silikat, dan sebagainya.
b. Antisekretorik
Absorpsi air dan elektrolit akan dihambat oleh cAMP (cyclic
Adenosine Monophosphate) dan sekresi air dan elektrolit akan
dirangsang sehingga akan menyebabkan diare sekretorik yang hebat
(profuse diarrhea). Toksin seperti heat stable toxin dari ETEC juga
akan menyebabkan diare sekretorik melalui perubahan aktivitas enzim
guanil siklase yang dapat menghasilkan peningkatan cGMP (cyclic
Guanosine Monophosphate). obat antisekretorik mempunyai khasiat
yang berlawanan dengan cAMP dan cGMP yaitu Meningkatkan
penyerapan air dan elektrolit di daerah epitel dan menghambat sekresi
air dan elektrolit. Contoh obat : bismut subsalisilat, klorpromazin dan
kolestiramin.
c. Antimotilitas
Obat-obat derivat opium seperti tingtur opiat, kodein fosfat dan opiat
sintesis seperti difenoksilat, difenoksin dan loperamid selain
mempunyai efek antimotilitas juga mempunyai efek antisekretorik. Di
antara obat-obat tersebut di atas loperamid adalah derivat opium yang
paling banyak digunakan. Loperamid dalam percobaan terbukti dapat
meningkatkan absorpsi air, natrium dan klorida. Obat ini juga dapat
menghambat toksin kolera, heat stable enterotoxin ETEC dan
prostaglandin E2. Contoh obat : loperamid dan difenoksilat.
d. Antikolinergik
Digunakan untuk meredakan kejang otot yang mengakibatkan nyeri
perut pada diare. Contoh obat : atropin, papaverin dan oksifenonium.
e. Antimikroba
Antimikroba atau antibiotika dan anti parasit hanya berguna untuk
diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Diare karena sebab lain
seperti sindroma malabsorpsi, infeksi oleh virus, infeksi oleh parasit
selain oleh entamuba histolitika dan giardia larnblia (misal jamur,
kriptsoridium, golongan cacing) tidak dapat disembuhkan oleh
antibiotika. Sebagian besar etiologi diare adalah bukan oleh infeksi
bakteri, karena itu hanya sebagian kecil saja yang memerlukan
antibiotika. Contoh obat : tetrasiklin, ampisilin dan furazolidon.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen PO, 1979; Dirjen POM, 1995; Tjay dan Rahardja, 2015)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol
Rumus molekul : C2H5OH
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus Stuktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, tidak berwarna. Bau


khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah.
Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan
mendidih pada suhu 78 . Mudah terbakar.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat jauh dari nyala api.
Khasiat : Sebagai antimikroba, disinfektan, dan pelarut.
Kegunaan : Pensteril pada alat laboratorium.
2.2.2 Aquadest (Dirjen PO, 1979; Dirjen POM, 1995; Tjay dan Rahardja, 2015)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus Stuktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Pelarut
2.2.3 Norit (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : CARBO ADSORBEN
Nama Lain : Arang penghilang warna, arang jerap
Rumus molekul : Tersusun atas carbon
Berat molekul : 4,2 g/mol
Pemerian : Serbuk halus, hitam, tidak berbau, bebas dari
butiran, tidak berasa.
Kelarutan : Larut dalam etanol, tidak larut dalam air.
Penyimpanan : Tempat kering dan wadah tertutup.
Kegunaan : Sebagai adsorben.
2.3 Uraian Obat
2.3.1 Loperamid (Dirjen POM, 1995; Pubchem, 2021)
Nama Resmi : LOPERAMIDI HYDROCHLORIDUM
Nama Lain : Loperamida Hidroklorida
Rumus Molekul : C29H33CIN2O2HCl
Berat Molekul : 513,51 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada


suhu lebih kurang 225 oC disertai peruraian.
Kelarutan : Mudah larut dalam metanol, dalam isopropyl
alkohol, dan dalam kloroform, sukar larut dalam air
dan dalam asam encer.
Peyimpanan : Dalam wadah kedap udara
Indikasi : Loperamid HCl digunakan untuk mengobati diare
akut non spesifik dan diare kronik yang disebabkan
oleh peradangan saluran pencernaan.
Kontraindikasi : Loperamid HCl tidak boleh diberikan kepada
penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap
komposisi obat, anak-anak dibawah 12 tahun, kolitis
akut karena dapat menyebabkan megacolon toksik,
pada keadaan dimana konstipasi harus dihindari.
Efek samping : Flatulen (sering buang angina), konstipasi,mual,
muntah, nyeri perut, reaksi hipersensitif atau alergi
termasuk kemerahan pada kulit, letih, mengantuk,
pusing, megakolon toksik.
Dosis : Diare akut non spesifik. Dosis awal Imodium 4 mg,
diikuti 2 mg setiap selesai buang air besar. Dosis
tidak boleh melebihi 16 mg sehari. Untuk diare
kronik. Dosis awal Imodium 4 mg, diikuti 2 mg
setiap selesai buang air besar, dosis tidak boleh
melebihi 16 mg sehari. Pemberian harus dihentikan
bila tidak ada perbaikan setelah 48 jam.
Interaksi Obat : Meningkatkan kadar obat dalam darah bila
dikonsumsi bersama ritonavir, terganggunya
penyerapan loperamid oleh tubuh apabila
dikonsumsi bersama dengan cholestyramine.
Onset : Loperamid mempunyai onset aksi pada menit ke- 30
sampai menit ke-60
Durasi : Mempunyai durasi sampai 6 jam
2.4 Uraian Hewan
2.4.1 Klasifikasi Mencit
Menurut Syafri M (2010), klasifikasi mencit yaitu :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Marga : Mus Mencit
Jenis : Mus musculus L. (Mus musculus L.)
2.4.2 Morfologi Mencit
Menurut Ifnaini (2019) Mencit membutuhkan makanan setiap harinya
sekitar 3-5 g, diantaranya faktor yang perlu diperhatikan dalam memberikan
makanan kepada mencit yaitu kualitas bahan pangan terutama daya cerna dan
palatabilitas. Hal ini dikarenakan kualitas makanan mencit akan berpengaruh
terhadap kondisi mencit secara keseluruhan diantaranya kemampuan untuk
tumbuh, berbiak ataupun perlakuan terhadap pengobatan. Morfologi Mencit (Mus
musculus) dewasa meiliki berat badan sekitar 20-40 g pada hewan jantan,
sedangkan 18-35 g pada hewan betina. Kedewasaan dicapai pada saat usia 35 hari.
2.4.3 Klasifikasi Mencit
Menurut Dr. Refdanita dkk (2018), klasifikasi mencit yaitu :
Pubertas : 35 hari
Masa beranak : sepanjang tahun
Lama hamil : 19-20 hari
Jumlah sekali lahir : 4-12 ekor (6-8 biasanya)
Lama hidup : 2-3 tahun
Masa laktasi : 21 hari
Suhu tubuh : 37,9-39,2
Kecepatan respirasi : 136-216/menit
Tekanan darah : 147/106 S/D
Volume darah : 7,5% BB
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan pelaksanaan praktikum
Praktikum Farmakologi Toksikologi 1 mengenai Efek Obat Antipiretik Pada
Hewan Uji yang dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 5 April 2021 pukul 13.00-
selesai dilaboratorium Farmakologi Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas
Negeri Gorontalo.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu batang pengaduk, dispo,
stopwatch, termometer badan, timbangan, pot salep dan sonde oral
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan diantaranya alkohol 70%, Aqua destilata, eter,
loperamide, Na CMC dan norit
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Pembuatan Na CMC
1. Ditimbang Na CMC sebanyak 2 gram
2. Diukur air sebanyak 200 mL dengan gelas ukur
3. Dipanaskan air dengan penangas sampai mendidih
4. Dituang air yang telah dipanaskan pada gelas kimia
5. Dilarutkan Na CMC
6. Diaduk sampai homogen
3.2.2 Pembuatan larutan loperamid
1. Digerus tablet loperamid sampai halus
2. Ditimbang serbuk loperamid
3. Dilarutkan dengan 10 mL Na-CMC
4. Diaduk hingga homogen
3.2.3 Pembuatan larutan norit
1. Digerus tablet norit sampai halus
2. Ditimbang serbuk norit
3. Dilarutkan dengan 10 mL Na-CMC

12
4. Diaduk hingga homogen
3.2.4 Pemberian Perlakuan pada Hewan Coba
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan menggunakan alkohol 70 %
3. Disiapkan mencit yang akan diberi perlakuan
4. Diberikan larutan loperamid dengan volume sebanyak 1 mL secara oral
pada mencit
5. Diberikan larutan norit dengan volume sebanyak 1 mL secara oral pada
mencit
6. Dianastesi mencit 30 menit setelah diberikan larutan loperamide dan norit
menggunakan eter sampai hilang kesadaran
7. Dikorbankan hewan coba setelah hilang kesadaran dengan cara dislokasi
tulang leher
8. Dilakukan pembedahan terhadap hewan coba
9. Dikeluarkan usus secara hati-hati sampai teregang dengan panjang usus
yang dilalui marker norit mulai dari pylorus sampai ujung akhir (berwarna
hitam)
10. Dihitung rasio jarak tempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Pengamatan dengan metode transit intestinal
Hewan Uji Volume Panjang Panjang Selisih (a-b)
Kelompok
BB pemberian usus (a) marker (cm)
Kode
(g) (mL) (cm) norit (b)

Loperamid 1 28 1 55 12 43
2 36 1 64,9 13 51,5
4.2 Perhitungan
1. Loperamid
Dosis lazim untuk manusia = 2 mg
Konversi dosis untuk mencit 20 g = Dosis lazim x faktor konversi
= 2 mg x 0,0026
= 0,0052 mg
Untuk mencit berat 28 g = (28 g/20g) x 0,0052 mg
= 0,00728 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1 mL
Dibuat larutan persediaan = 10 mL
Jumlah Loperamid yang ditimbang = (10 mL/1 mL) x 0,00728 mg
= 0,0728 mg
= 0,0000728 g
% kadar Loperamid = (0,0000728 g/ 10 mL) x 100%
= 0,000728%
2. Norit
Dosis lazim untuk manusia = 125 mg
Konversi dosis untuk mencit 20 g = Dosis lazim x faktor konversi
= 125 mg x 0,0026
= 0,325 mg
Untuk mencit berat 28 g = (28 g/20g) x 0,325 mg

14
= 0,455 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1 mL
Dibuat larutan persediaan = 10 mL
Jumlah Loperamid yang ditimbang = (10 mL/1 mL) x 0,455 mg
= 4,55 mg
= 0,00455 g
% kadar Loperamid = (0,00455 g/ 10 mL) x 100%
= 0,0455%
4.3 Pembahasan
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau
lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).
Dalam penelitian ini digunakan metode transit intestinal dengan
menginduksi hewan coba yakni mencit dengan norit. Menurut Stevani (2016),
metode transit intestinal, adalah metode dengan melihat gerakan peristaltik usus
diukur dengan menggunakan suatu marker, semakin tinggi gerakan peristaltik,
maka semakin sering pula terjadi defakasi yang ditandai dengan semakin besar
pula jarak yang ditempuh oleh marker. Obat diare akan mengurangi peristaltik
usus sehingga akan memperkecil rasio, sedangkan obat laksansia akan
memperbesar rasio, sehingga metode ini juga digunakan pula pada protokol
pernapasan terarah aktivitas laksansia.
Hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang
digunakan dan membersihkan alat dengan alkohol 70%, yang berfungsi sebagai
desinfektan. Alkohol 70 % berfunsi sebagai desinfektan terhadap berbagai kuman
pada membran stetoskop, dengan menyemprot dan menggenangi membran
stetoskop selama 10 menit, hasilnya alkohol 70% terbukti mampu mereduksi
jumlah koloni kuman sampai 91% tiap membran stetoskop (Jojok, 2016).
Sebelum memberikan perlakukan pada mencit, dilakukan penimbangan
berat badan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah mencit sudah memenuhi
persyaratan. Mencit dalam kondisi baik terdapat pada BCS nilai 3 dimana tubuh
mencit tidak nampak tonjolan tulang, namun apabila diraba cukup mudah

15
merasakan adanya tulang-tulang tampak atasnya biasanya sudah lebih kurus
tampak berisi, tulang pelvis dorsal atau tulang panggul sedikit teraba (Stevani H,
2016).
Pada percobaan ini, digunakan obat Loperamid dan Norit. Menurut
Sukmawati, I, K., dkk. (2020), Loperamid sebagai anti diare karena loperamid
dapat memperlambat motilitas intestinal sehingga mampu memperpanjang waktu
transit intestinal, menurunkan frekuensi defekasi, meningkatkan viskositas feses,
dan mencegah kehilangan cairan dan eleektrolit. Bakteri tertentu juga dapat
menimbulkan diare sehingga perlu dilakukan pengukuran aktivitas antimikroba.
Menurut stevani H (2016) dan Widya Kardela (2018), norit adalah karboadsorben
sebagai markar uji obat diare. Penggunaan norit sebagai indikator berwarna hitam
secara visual dan merupakan kimus yang utuh sampai ke kolon karena tidak
diabsorbsi.
Mekanisme Diare menurut Amin (2015), yaitu yang pertama gangguan
osmotik yang terjadi karena isi usus menarik air dari mukosa. Mekanisme dasar
penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus
berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi
akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat
kemudian menjadi diare.
Mekanisme yang kedua yakni sekretorik dimana usus halus, dan usus besar
tidak menyerap air dan garam, tetapi mengsekresikan air dan elektrolit. Fungsi
yang terbalik ini dapat disebabkan pengaruh toksin bakteri, garam empedu,
prostaglandin, dan lain-lain. Cara terjadinya, melalui rangsangan oleh cAMP
(cyclic AMP) pada sel mukosa usus (Amin, 2015)
Mekanisme ketiga yaitu Eksudatif ditemukan pada inflamasi mukosa seperti
pada colitis ulcerativa, atau pada tumor yang menimbulkan adanya serum, darah,
dan mukus. Mekanisme yang terakhir yaitu gangguan motilitas mengakibatkan
hiperperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa

16
(asidosismetabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah (Amin, 2015).
Mencit diberikan larutan Loperamid sebanyak 1 mL karena menurut Stevani
H. (2016), volume maksimum sesuai jalur pemberian untuk oral dengan spesien
mencit (20-30 g) ialah 1 mL. Kemudian didiamkan selama 15 menit untuk
menunggu cara kerja Loperamid. Lalu diinduksi kembali menggunakan norit
secara oral dan ditunggu sampai 30 menit.
Mencit dianestesi setelah 30 menit diberi perlakuan secara oral
menggunakan obat loperamide dan norit. Menurut Stevani (2016), Anestesi
adalah keadaan ketidaksadaran yang diinduksi pada hewan. Anestesi diperlukan
terutama sebelum hewan itu dibedah, ada tiga tahapan anestesi yaitu analgesia
(penghilang rasa sakit), amnesia (hilangnya memori) dan imobilisasi. Mencit yang
dalam keadaan hilang kesadaran kemudian dieuthanasia. Euthanasia adalah istilah
mematikan hewan uji dikenal sebagai euthanasia, yaitu suatu proses dengan cara
bagaimana seekor hewan di bunuh dengan menggunakan teknis yang dapat
diterima secara manusiawi. Hal ini berarti hewan mati dengan mudah, cepat,
tenang dengan rasa sakit yang sedikit mungkin.
Selesai proses euthanasia mencit dibedah dengan sangat hati-hati dengan
memperhatikan etika pembedahan hewan coba yang telah ditetapkan, tujuan
pembedahan terhadap hewan coba yakni untuk melihat organ-organ dalam dari
hewan coba. Organ tersebut berupa hati, jantung, ginjal, paru-paru, dan usus.
Kemudian measing-masing dari organ tersebut ditimbang untuk mengetahui bobot
masing-masing organ. Selain untuk melihat organ dalam hewan coba pembedahan
bertujuan untuk mengukur panjang usus dari hewan coba.
Dalam percobaan, hewan coba yang dibedah ada mencit jantan dan mencit
betina. Selesai pembedahan dan diamati organ-organnya terlihat bahwa terdapat
perbedaan antara anatomi mencit jantan dan mencit betina. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Suckow (2001) dalam Purwo Sri R. (2018), mencit jantan dan mencit
betina dapat dibedakan dengan adanya kantung skrotum yang berisi testis pada
mencit jantan dan jarak antara anus serta genetalia eksterna interna yang lebih
jauh daripada mencit betina. Perbedaan ini juga terlihat pada panjang usus mencit,

17
dimana mencit jantan panjang ususnya adalah 55 cm dan panjang marker norit 12
cm dengan selisih 43 cm , sedangkan pada mencit betina panjang ususnya 64,5 cm
dan panjang markar norit 13 cm dengan selisih 51,5 cm.
Dari data pembahasan di atas menunjukkan bahwa selisih antara marker
norit dan panjang usus dari kelompok Loperamid menunjukkan bahwa pada obat
loperamid tersebut terjadi pengurangan gerakan peristaltik pada usus sehingga
memberi efek pengurangan jumlah buang air besar pada mencit dan dari data
tersebut juga dapat disimpulkan bahwa obat Loperamid memiliki efek antidiare.
Selama praktikum berjalan terdapat kemungkinan kesalahan dalam
pelaksanaanya yaitu, pada saat pemberian larutan obat baik loperamid maupun
norit, dimana hewan coba saat diberikan larutan obat melawan sehingaa banyak
obat yang tidak terminum oleh hewan coba. Selain itu pada saat melakukan
euthanasia praktikan melakukannya dengan sedit ragu-ragu.

18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam praktikum, hewan coba yang dibedah ada mencit jantan dan mencit
betina. Selesai pembedahan dan diamati organ-organnya terlihat bahwa terdapat
perbedaan antara mencit jantan dan mencit betina begitupun panjang ususnya.
Pada mencit jantan panjan ususnya adalah 55 cm dengan panjang markar norit 12
cm, sedangkan pada mencit betina panjang ususnya 64,5 cm dan panjang markar
norit 13 cm.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Jurusan
Sarana dan prasarana laboratorium perlu ditingkatkan agar lebih lengkap
sehingga jalannya praktikum dapat lebih baik dari segi waktu maupun hasilnya.
5.2.2 Saran Untuk laboratorium
Di harapkan agar kedepannya laboratorium farmakologi farmasi dapat
menyediakan alat-alat untuk kebutuhan praktikum, sehingga praktikan tidak
kesulitan dalam melakukan praktikum.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Diharapkan agar asisten senantiasa mendampingi praktikan agar tidak
terjadi kesalahan pada praktikum berlangsung.
5.2.3 Saran Untuk Praktikan
Diharapkan untuk para praktikan agar dapat disiplin pada saat pelaksanaan
praktikum serta berhati-hati dalam menggunakan alat dan bahan yang terdapat di
dalam laboratorium agar praktikum dapat berjalan lancar dan aman.

19

Anda mungkin juga menyukai