Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GASTROENTERITIS (DIARE) DIRUANGAN PUNOKAWAN
RS. RAJAWALI CITRA

Stase Keperawatan Anak

Oleh:
Ni Wayan Yulike Suwitri
PN200858

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA HUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2020
KONSEP DASAR

A. Definisi
Diare adalah peningkatan frekuensi atau penurunan konsistensi feses. Diare pada
anak dapat bersifat akut atau kronik (Carman, 2016).
Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair. Bisa
juga didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan
frekuensi BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila BAB sudah lebih
dari 3 kali sehari, dan sedangkan neonatus dikatakan diare jika sudah buang air besar
sebanyak lebih dari 4 kali dalam sehari (Lia Dewi, 2014)
Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi
pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare di sebabkan oleh transportasi air dan
elektrolit yang abnormal dalam usus (Wong, 2009).
Diare adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan
berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi di sertai
muntah-muntah atau ketidaknyamanan abdomen (Muttaqin & Sari, 2011).

B. Klasifikasi
Menurut Wong, (2009) Diare dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita. Diare
akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi
defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius dalam traktus GI. Diare akut
biasanya sembuh sendiri (berlangsung kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa
terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi. Diare infeksius akut (Gastroenteritis
Infeksiosa) dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit yang patogen.
2. Diare kronis sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan air
dalam feses dengan (lamanya sakit lebih dari 14 hari). Kerap kali diare kronis
terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit inflamasi usus,
defisiensi kekebalan, alergi makan, intoleransi laktosa, atau diare nonspesifik yang
kronis atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut yang memadai
3. Diare intraktabel pada bayi merupakan sindorm yang terjadi pada bayi dalam usia
beberapa minggu pertama serta berlangsung labih lama dari 2 minggu tanpa
ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebab dan bersifat resisten atau
membandel terhadap terapi. Penyebab yang paling sering adalah diare infeksius
akut yang tidak ditangani secara memadai
4. Diare kronis nonspesifik, yang juga dikenal dengan istilah kolon iritabel. Pada anak
atau todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak
yang berusia 6 hingga 54 minggu. Anak-anak ini memperlihatkan feses yang
lembek yang sering disertai partikel makanan yang tidak tercerna, dan lamanya
diare melebihi 2 minggu. Anak-anak yang menderita diare kronis nonspesifik ini
akan tumbuh secara normal dan pada anak-anak ini tidak terdapat gejala malnutrisi
dan tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik

C. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman
patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang
datang disarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini
telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare
umunya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh
karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.
Secara garis besar penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi penyebab
langsung atau faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempercepat terjadinya
diare. Penyebab diare akut dapat dibagi menjadi dua golongan, diare sekresi (secretory
diarrhoea) dan diare osmotis (osmotic diarrhea).
Diare sekresi dapat disebabkan oleh faktor-faktor antara lain (Sodikin,2011):
1. Infeksi virus, kumang-kuman pathogen atau penyebab lainnya (seperti keadaan
gizi/gizi buruk, hygiene atau sanitasi yang buruk, kepadatan penduduk, sosial
budaya dan sosial ekonomi)
2. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,
makanan (seperti keracunan makanan, makanan yang pedas atau terlalu asam),
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan syaraf, hawa dingin atau alergi dan
sebagainya
3. Defisiensi imun terutama Sig A (secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan
berlipat gandanya bakteri atau flora usus dan jamur (terutama Candida).
Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh malabsorpsi makanan, kekurangan
kalori protein (KKP), bayi berat badan lahir rendah (BBLR), dan bayi baru lahir.
D. Patofisiologi
Menurut Muttaqin & Sari (2011) secara umum kondisi peradangan pada
gastrointerstinal disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa,
memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini
menghasilkan peningkatan sekresi cairan atau menurunkan abropsi cairan sehingga
akan terjadi dehirasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau zat
yang sukar diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare
2. Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal akibat
produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons peningkatan aktivitas
sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus
3. Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare,
sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul
berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare.
Usus halus menjadi bagian absropsi utama dan usus besar melakukan absorpsi air
yang akan membuat solid dari komponen feses, dengan adanya gangguan dari
gastroenteritis akan menyebabkan absorpsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus, serta
absorpsi air menjadi terganggu.
Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme
tersebut berkembangbiak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut
terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme
memproduksi toksin. Enterotoksin yang di produksi agen bakteri (seperti E.Coli dan
Vibrio Cholera) akan memberikan efek langsung dalam peningkatan pengeluaran
sekresi air ke dalam lumen gastrointestinal. Beberapa agen bakteri bisa memproduksi
sitotoksin (seperti Shigella dysenteriae, vibrio parahaemolyticus, clostridium difficilr,
enterohemorrhagic E.coli) yang menghasilkan kerusakan sel-sel yang terinflamasi.
Invasi enterosit dilakukan beberapa mikroba seperti shigella, organisme campylobakter,
dan enterovasif E.Coli yang menyebabkan terjadinya destruksi, serta inflamasi.
Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit memberikan
manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa dan gangguan sirkulasi yaitu terjadinya
gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena
kehilangan Na-Bikarbonat bersama feses. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga
benda kotor tertimbun dalam tubuh dan terjadinya penimbunan asam laktat karena
adanya anoreksia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan
ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare berat adalah dehidrasi,
pemahaman perawat sangatlah penting mengenai bagaimana patofisiologi dehidrasi
dapat membantu dalam menyusun rencana intervensi sesuai kondisi individu. Dehidrasi
adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disebabkan oleh output yang
melebihi intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Meskipun yang hilang
adalah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit. Dehidrasi dapat
terjadi karena kekurangan air, kekurangan natrium serta kekurangan air dan natrium
bersama-sama.
Kekurangan air atau dehidrasi primer pada peradangan gastroenteritis, fungsi usus
besar dalam melakukan absorpsi cairan terganggu sehingga masuknya air sangat
terbatas. Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer adalah haus, saliva sedikit sekali
sehingga mulut kering, oliguria sampai anuri, sangat lemah serta timbulnya gangguan
mental seperti halusinasi dan delirium. Pada stadium awal kekurangan ciarna, ion
natrium dan klorida ikut menghilang dengan cairan tubuh, tetapi akhirnya terjadi
reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang berlebihan sehingga cairan ekstrasel
mengandung natrium dan klor berlebihan, serta terjadi hipertoni. Hal ini menyebabkan
air keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi intrasel, inilah yang menimbulkan rasa
haus. Selain itu, terjadi perangsangan pada hipofisis yang kemudian melepaskan
hormon antidiuretik sehingga terjadi oliguria.
Dehidrasi sekunder (sodium depletion). Pada gastroenteritis, dehidrasi sekunder
merupakan dehidrasi yang terjadi karena tubuh kehilangan ciaran tubuh yang
mengandung elektrolit. Kekurangan natrium sering terjadi akibat keluarnya cairan
melalui saluran pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan diare yang hebat. Akibat
dari kekurangan natrium terjadi hipotoni ekstrasel sehingga tekanan osmotik menurun.
Hal ini menghambat dikeluarkan hormon antidiuretik sehingga ginjal mengeluarkan air
agar tercapai konsentrasi cairan ekstrasel yang normal. Akibatnya volume plasma dan
cairan interstisial menurun. Selain itu, karena terdapat hipotoni ekstrasel, air akan
masuk ke dalam sel. Gejala-gejala dehidrasi sekunder adalah nausea,muntah-muntah,
sakit kepala, serta perasaan lesu dan lelah. Akibat turunnya volume darah, maka curah
jantung pun menurun sehingga tekanan darah juga menurun dan filtrasi glomerulus
menurun, kemudian menyebabkan terjadinya penimbunan nitrogen yang akan
meningkatkan resiko gangguan keseimbangan asam basa dan hemokonsentrasi.
Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan renjatan (syok) hipovolemik.
Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisien sirkulasi akibat disparitas
(ketidakseimbangan) antara volume darah dan ruang vascular. Faktor yang
menyebabkan ketidakseimbangan ini adalah bertambahnya kapasitas ruang susunan
vascular dan berkurangnya volume darah. syok dibagi dalam syok primer dan syok
sekunder. Pada syok primer terjadinya defisiensi sirkulasi akibat ruang vascular
membesar karena vasodilatasi. Ruang vaskular yang membesar mengakibatkan darah
seolah-olah ditarik dan sirkulasi umum dan segera masuk ke dalam kapiler dan venula
alat-alat dalam (visera). Pada syok sekunder terjadi gangguan keseimbangan cairan
yang menyebabkna defisiensi sirkulasi perifer disertai jumlah volume darah yang
menurun, aliran darah yang kurang, serta hemokonsentrasi dan fungsi ginjal yang
terganggu. Sirkulasi yang kurang tidak langsung terjadi setelah adanya kena
serangan/kerusakan, tetapi baru beberapa waktu sesudahnya, oleh karena itu disebut
syok sekunder atau delayed shock. Gejala-gejalanya dalah rasa lesu dan lemas, kulit
yang basah, kolaps vena terutama vena-vena supervisial, pernapasan dangkal, nadi
cepat dan lemah, tekanan darah yang rendah, oliguria, dan terkadang disertai muntah.
Faktor yang menyebabkan terjdinya disparitas pada gastroenteritis adalah karena
volume darah berkurang akibat permeabilitas yang bertambah secara menyeluruh. Hal
ini membuat cairan keluar dari pembuluh-pembuluh dan kemudian masuk ke dalam
jaringan sehingga terjadi pengentalan (hemokonsentrasi) darah.
Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi Berat
Ringan/Sedang
1. Lihat :
Keadaan Umum Baik, sadar, normal Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau sadar
Mata, air mata Tidak ada basah Cekung Sangat cekung dan
kering
Mulut dan lidah Minum biasa Tidak ada kering Ada sangat kering
Rasa haus Tidak haus Haus, ingin minum Malas minum atau tidak
banyak makan
2. Periksa:
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
3. Hasil Bila ada 1 tanda atau Ditambah 1 atau lebih
pemeriksaan lebih tanda lain
4. Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

E. Manifestasi Klinis
Menurut Kusuma (2016) menifestasi klinis dibagi menjadi dua yaitu diare akut dan
diare kronis
1. Diare akut
a. Buang air besar, encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak dan nyeri perut
b. Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
c. Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi bakteri
atau peradangan karena penyakit
2. Diare kronis
a. Penurunan berat badan dan nafsu makan
b. Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi bakteri
atau peradangan karena penyakit
c. Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah

F. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan diare akan di perlukan pemeriksaan penunjang yaitu antara
lain: pemeriksaan darah tepi lengkap (gemoglobin, hematorkti, leukosit, jumlah
leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja (maskroskopis
dan mikroskopis, Ph, dan kadar gula dalam tinja, biakan dan resistensi feses) dan foto
x-ray abdomen. Pasien dengan diare karena virus biasanya mempunyai jumlah dan
hitung jenis leukosit yang mornal atau lomfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri
terutama bakteri yang invasi ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah
putih. Neutropenia dapat timbul pada samnellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk
mengetahui adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja
dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi
bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan
pengobatan antibiotik dalam tiga bulan sebelumnya atau yang mengalami diare
dirumah sakit sebaiknya di periksa tinja untuk pengukuran toksin slostridium difficile.
Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik,
pasien dengan diare berdarah atau pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian
besar, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal (Wong, 2009).

G. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2014) penatalaksanaan diare yaitu:
1. Penatalaksanaan medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal pnting yang perlu
diperhatikan:
1) Jenis cairan:
Oral : Pedialyte atau oralit, ricelyte
Parenteral: NaCl, isotonic, infuse RL
2) Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan
3) Jalan masuk atau pemberian cairan
a) Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3,
KCL dan glukosa
b) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu
tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai berapa banyak
cairan yang diberikan tergantung dari berat ringan dehidrasi, yang
diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya.
4) Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status
hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan. Identifikasi penyebab diare.
Terapi sistemik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas dan
sekresi usus, antimetik
b. Pengobatan diatetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang
dari 7 kg jenis makanan: susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa
rendah, ada asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, almiron atau sejenis
lainnya). Makanan setengah pada (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila
anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa. Susu khusus yang
disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak
mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi.
Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat
diberikan larutan garam dan 1 gelas air matang yang agak dingin dilarutkan
dalam satu sendok teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur. Jika anak terus
muntah tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melalui sonde. Bila cairan
per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infuse dengan cairan Ringer Laktat
(RL) atau cairan lain. Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan
lancar terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk mengatasi
dehidrasi.
b. Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat untuk mengetahui kebutuhan sesuai
dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung
dengan cara:
1) Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai set infuse yang
dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infuse waktu memantaunya
2) Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernapasan, suhu
3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masing sering, encer, atau
sudah berubah konsistensinya
4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok/jam untuk mencegah bibir dan
selaput lendir mulut kering
5) Jika dehidrasi telah terjadi, infuse dihetnikan, pasien diberikan makan lunak
atau secara realimentasi
Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana Terapi A, B dan C sebagai berikut:
1. Rencana terapi A
Penanganan diare di rumah, dengan menjelaskan ada ibu rentan 4 aturan perawatan
dirumah:
a. Beri cairan tambahan
1) Jelaskan pada ibu untuk
a) Beri Asi lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian
b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang
sebagai tambahan
c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berkut: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang
Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
1. Anak telah diobati dengan Rencana terapi B atau C dalam kunjungan
ini
2. Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah
Ajari ibu cara mencamput dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit
(200ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak oralit
atau cairan lain yang harus diberikan setiap kali anak BAB:
a) Sampai umur 1 tahun : 50 sampai 100 ml setiap kali BAB
b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali BAB
Katakan kepada ibu:
a) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/gelas
b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi lebih
lambat
c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti
b. Beri tablet zinc selama 10 hari
c. Lanjutkan pemberian makanan
d. Kapan harus kembali konseling bagi ibu
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit. Berikan oralit di klinik sesuai
yang dianjurkan selama periode 3 jam
Pemberian Oralit
Umur < 4 bulan 4 - < 12 Bulan 1 - < 2 tahun 2 - < 5 tahun
Berat < 6 kg 6 - < 10 kg 10 - < 12 kg 12 - 19 kg
Jumlah 200-400 400-700 700-900 900-1400
a. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman diatas
2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan juga
100-200 ml air matang selama periode ini
b. Tunjukkan cara memberikan laruta oralit
1) Minumkan sedikit-seikit tapi sering dari cangkir/gelas
2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan lagi lebih lambar
3) Lanjutkan ASI selama anak mau
c. Berikan tablet zinc selama 10 hari berturut-turut
1) Umur < 6 bulan : 10mg/hari
2) Umur > 6 bulan: 20mg/hari
d. Setelah 3 jam
1) Ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat dehidrasinya
2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan
3) Mulai memberi anak makan
e. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai
1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
2) Tunjukkan beberapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan
3) Beri oralit yang cukup untuk dehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus
lagi
4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A)
3. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat yaitu dengan:
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit
melalui mulut sementara infuse dipersiapkan. Beri cairan ringer laktat atau jika
tersedia, gunakan cairan NaCl yang dibagi sebagai berikut
Umur Pemberian pertama 30 Pemberian berikut 70
mg/kg selama mg/kg selama
Bayi (dibawah umur 12 1 jam 5 jam
bulan)
Anak (12 bulan sampai 3 menit 2 jam
5 tahun
Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangatlah lemah atau tidak teraba
b. Periksa kembali anak setia 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat
c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 ja atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasi
dehhidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan
e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk
pemberian cairan intravena (dalam 30 menit)
f. Jika anak bisa minu, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara meminumkan
pada anaknya sedikit demi sedikit dalam perjalanan menuju klinik
g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastik untuk rehidrasi,
mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut,
beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)
h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
1) Jika anak muntah terus dan perut makin kembung, berikan cairan lebih
lambat
2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk
pengobatan intravena
i. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasi dehidrasi. Kemudian tentukan
rencana terapi sesuai (A,B atau C) untuk melanjutkan pengobatan
4. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare
a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatka tablet Zinc sesuai dosis
dan waktu yang telah ditentukan
b. Dosis tablet Zinc (1 tablet – 20mg), berikan dosis tunggal selama 10 hari
1) Umur < 6 bulan: - tablet
2) Umur > 6 bulan: 1 tablet

c. Cara pemberian tablet Zinc


1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan
larut dalam 30 detik), segera berikan kepada anak
2) Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian tablet Zinc,
ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan
beberapa kali hingga satu dosis penuh
3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari
penuh, meskipun diare sudah berhenti, karena Zinc selain memberi
pengobatan juga dapat memberikan perlindungan terhadap diare selama 2-3
bulan kedepan
5. Pemberian Probiotik pada Penderita Diare
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai suplemen
makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada penderita dengan
memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus, akan terjadi peningkatan
kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen. Saluran cerna. Probiotik dapat
meningkatkan produksi musin mukosa usus sehingga meningkatkan respons
imun alami (innate immunity). Probiotik menghasilkan ion hidrogen yang
menurunkan pH usus dengan memproduksi asam laktat sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri pathogen. Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai
salah satu terapi suportif diare akut. Hal ini berdasarkan perannya dalam
menjaga keseimbangan flora usus normal yang mendasari terjadinya diare.
Probiotik aman dan efetif dalam mencegah dan mengobati diare akut pada anak
6. Kebutuhan Nutrisi
Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia sehingga
masukan nutrisinya menjadi kurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan
bertambah jika, pasien mengalami. Muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini
menyebabkan makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan
tidak lekas tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi. Pada pasien yang
menderita malabsorbsi pemberian jenis makan yang menyebabakan malabsorbsi
harus dihindarkan. Pemberian makanan harus mempertimbangkan umur berat
badan dan kemampuan anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun
sudah bisa makan makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran
pada saat masih diare, dan minum teh. Besoknya jika kondisinya telah membaik
boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak.

H. Komplikasi
Menurut Suhayono dalam (Nursalam,2008) komplikasi yang dapat terjadi dari diare
akut maupun kronis yaitu:
1. Kehilangan cairan dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik), karena:
a. Kehilangan natrium bikarbonat bersama tinja
b. Walaupun susu diteruskan, sering dengan pencernaan dalam waktu yang lama
c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik
adanya hiperstaltik
2. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditolong maka penderita meninggal.
3. Hiponetremia
Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na<130 ml/L). Hiponatremi sering terjadi
pada anak dengan shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila
tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersama dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu:
memakai Ringer Laktat
I. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pada kasus gastroenteritis meliputi:
1. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua dan alamat tempat
tinggal
a. Keluhan utama
Biasanya pasien mengalami buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB
< 4 kali dan cair (diare tanpda dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi
ringan/sedang) atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung
< 14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung
selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten (Nursalam, 2008)
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami:
1) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare
2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja berubah
menjadi kehijauan karena bercampur empedu
3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam
4) Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare
5) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit maka gejala
dehidrasi mulai tampak
6) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kgBB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine
normal pada diare tanpa dehidrasi, urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan
atau sedang, tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat)
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih sering terjadi
pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4
minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien.
Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya
seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi polio.
2) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik),
makan makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan
penyebab diare.
3) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan botol
susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak mencuci
tangan saat menjamah makanan.
4) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan
gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis,
faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis (Nursalam, 2008).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat
menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin
kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan
perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).
e. Riwayat nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:
1) Pemberian Asi penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko
diare dan infeksi yang serius
2) Pemberian susu formula. Apakah di buat menggunakan air masak dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah
menimbulkan pencemaran
3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa
minum (Nursalam, 2008).
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Diare tanpa dehidrasi : baik, sadar
2) Diare dehidrasi ringan atau sedang : gelisah, rewel
3) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
b. Kepala
Anak berusia dibawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya
biasanya cekung
c. Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal.
Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya cekung
(cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya
sangat cekung
d. Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak ada
pernapasan cuping hidung.
e. Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga
f. Mulut dan lidah
Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah, Diare dehidrasi ringan: Mulut dan
lidah kering, Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
g. Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada
kelenjar tyroid.
h. Thorax
1) Jantung
a) Inspeksi
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat
b) Auskultasi
Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi ringan
atau sedang denyut jantung pasien normal hingga meningkat, diare
dengan dehidrasi berat biasanya pasien mengalami takikardi dan
bradikardi
2) Paru-paru
a) Inspeksi
Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi
ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi berat
pernapasannya dalam.
i. Abdomen
1) Inspeksi
Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
2) Palpasi
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare
dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali > 2
detik.
3) Auskultasi
Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat
j. Ekstremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral teraba
hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik, akral
dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin,
sianosis.
k. Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan
pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.
3. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum Biasanya
penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L
2) Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah
Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis (Suharyono, 2008).
3) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
dan bikarbonat.
4) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit
dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH menurun
disebabkan akumulasi asam atau kehilangan basa
5) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik
b. Pemeriksan penunjang
1) Endoskopi
a) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien
mengalami mual dan muntah
b) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan segar
melalui rektum
c) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika pada
pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk
menyingkirkan kanker.
2) Radiologi
a) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi
b) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami
penyakit bilier atau prankea
3) Pemeriksaan lanjutan
a) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare
b) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan
sampel feses dan serologi (Emmanuel, 2014).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi, iritasi,
malabsorbsi
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan
mekanisme regulasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis, faktor psikologis, ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB,
perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan turgor, penurunan
imunologis
5. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju metabolisme, penyakit
6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kurang sumber
pengetahuan
C. Rencana Perawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Diare berhubungan dengan parasit, Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen diare
psikologis, proses infeksi, inflamasi, diharapkan diare teratasi dengan kriteria a. Evaluasi efek samping pengobatan
iritasi, malabsorbsi hasil: terhadap gastrointestinal
1. Kontinensi Usus b. Anjurkan pasien untuk
a. Diare (4) menggunakan obat antidiare
b. Mengeluarkan feses paling tidak 3 c. Evaluasi intake makanan yang
kali per hari (5) dikonsumsi sebelumnya
c. Minum cairan secara adekuat (5) d. Identifikasi faktor penyebab diare
Keterangan: (misalnya, bakteri)
(4) : Jarang menunjukkan e. Berikan makanan dalam porsi kecil
(5) : Secara konsisten menunjukkan dan lebih sering serta tingkatkan
porsi secara bertahap
f. Monitor tanda dan gejala diar
2. Manajemen saluran cerna
a. Monitor buang air besar termasuk
frekuensi, konsistensi, bentuk,
volume, dan warna, dengan cara
yang tepat.
b. Monitor bising usus
c. Instruksikan pasien mengenai
makanan tinggi serat
2 Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan diharapkan kekurangan volume cairan a. Monitor status hidrasi (misalnya,
aktif, kegagalan mekanisme regulasi teratasi dengan Kriteria hasil: membran mukosa lembab, denyut
1. Keseimbangan cairan nadi adekuat)
a. Tekanan darah (5) b. Jaga intake/asupan yang akurat dan
b. Denyut nadi perifer(5) catat output pasien
c. Keseimbangan intake dan output c. Monitor makanan/cairan yang
dalam 24 jam(4) dikonsumsi dan hitung asupan kalori
d. Berat badan stabil(5) harian
e. Turgor kulit(5) d. Kolaborasi pemberian cairan IV
f. Kelembaban membran mukosa(5) e. Monitor status nutrisi
Keterangan: f. Timbang berat badan setiap hari dan
(4) : Sedikit terganggu monitor status pasien
(5) : Tidak terganggu g. Monitor tanda-tanda vital
h. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan

2. Hidrasi 2. Manajemen hipovolemia


a. Turgor kulit(5) a. Monitor status cairan termasuk
b. Membran mukosa lembab(5) intake dan output cairan
c. Intake cairan(5) b. Pelihara IV line
d. Mata dan ubun-ubun cekung(5) c. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
e. Nadi cepat dan lemah(5) d. Monitor tanda-tanda vital
Keterangan: e. Monitor respon pasien terhadap
(5) : Tidak terganggu penambahan cairan
3. Status nutrisi: asupan makanan & f. Dorong pasien untuk menambah
cairan intake oral
a. Asupan makanan secara oral(4) 3. Monitor cairan
b. Asupan makan secara tube feeding a. Monitor berat badan
(NGT/OGT) (4) b. Monitor intake dan output
c. Asupan cairan intravena(4) c. Monitor nilai serum dan elektrolit
d. Asupan nutrisi parenteral(4) urin
Keterangan: d. Monitor serum albumin dan total
(4) : Sebagian besar adekuat protein
e. Monitor TD, nadi, pernafasan
f. Monitor kelembaban mukosa, turgor
kulit
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen nutrisi
kebutuhan tubuh berhubungan dengan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi a. Identifikasi adanya alergi atau
faktor biologis, faktor psikologis, teratasi dengan Kriteria hasil: intoleransi makanan
ketidakmampuan mencerna makanan, 1. Status Nutrisi b. Instruksikan pasien mengenai
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien a. Asupan makanan(4) kebutuhan nutrisi
b. Asupan cairan(5) c. Atur diet yang diperlukan (yaitu,
c. Rasio berat/tinggi badan(5) menyediakan makana protein tinggi,
d. Energi(4) menambah atau mengurangi kalori,
e. Hidrasi(4) menambah atau menurangi vitamin,
Keterangan: mineral)
(4): Sedikit menyimpang dari rentang d. Tentukan jumlah kalori dan jenis
normal (5): Tidak menyimpang dari rentang nutrisi yang dibutuhkan untuk
normal memenuhi persyaratan gizi
2. Monitor nutrisi Tindakan keperawatan
2. Status nutrisi a. Monitor kecendrungan turun BB
a. Asupan makanan secara oral(4) b. Monitor turgor kulit
b. Asupan makan secara tube feeding c. Monitor adanya mual dan muntah
(NGT/OGT) (4) d. Monitor pucat, kemerahan, dan
c. Asupan cairan secara oral(4) kekeringan jaringan konjungtiva
d. Asupan nutrisi parenteral(4) e. Monitor diet dan asupan kalori
Keterangan:
(4): Sebagian besar adekuat 3. Monitor nutrisi
3. Status nutrisi: asupan nutrisi a. Timbang berat badan pasien
a. Asupan kalori(5) b. Monitor adanya mual muntah
b. Asupan protein(5) c. Monitor adanya penurunan berat
c. Asupan karbohidrat(5) badan
d. Asupan serat(4) d. Monitor turgor kulit dan mobilitas
e. Asupan mineral(5) 4. Bantuan peningkatan BB
Keterangan: a. Timbang pasien pada jam yang sama
(4): Sebagian besar adekuat setiap hari
(5): Sepenuhnya adekuat b. Monitor mual dan muntah
c. Monitor asupan kalori setiap hari
4. Berat badan: Massa tubuh d. Instruksikan cara meningkatkan
a. Berat badan(5) asupan kalor
b. Persentil lingkar kepala (anak)(5)
c. Persentil berat badan (anak)(5)
Keterangan:
(5): Tidak ada deviasi dari kisaran normal
4 Kerusakan integritas kulit berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen elektrolit/ cairan
dengan ekskresi atau sering BAB, diharapkankerusakan integritas kulit teratasi, a. Monitor kehilangan cairan
perubahan status cairan, perubahan dengan Kriteria hasil: (misalnya, muntah, diare)
pigmentasi, perubahan turgor, 1. Integritas jaringan: Kulit & membran b. Tingkatkan intake asupan cairan per
penurunan imunologis mukosa oral
a. Integritas kulit(5) c. Pastikan bahwa larutan intravena
b. Suhu kulit(5) yang mengandung elektrolit
c. Elastisitas(5) diberikan dengan aliran yang
d. Hidrasi(4) konstan dan sesuai
e. Perfusi jaringan(5)
Keterangan:
(4): Sedikit terganggu
(5): Tidak terganggu
5 Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor suhu sesering mungkin
dehidrasi, peningkatan laju diharapkan Hipertermi teratasi, dengan 2. Monitor warna kulit dan suhu kulit
metabolisme, penyakit Kriteria hasil: 3. Monitor tekanan darah, nadi, RR
1. Termoregulasi 4. Monitor tingkat kesadaran
a. Suhu tubuh dalam batas normal 5. Kompres pasien pada lipatan paha dan
b. Nadi dan RR dalam rentang normal aksila
c. Tidak ada perubahan warna kulit

6 Defisiensi pengetahuan berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Berikan penilaian tentang tingkat
dengan kurang informasi, kurang diharapkan defisiensi pengetahuan teratasi, pengetahuan pasien tentang proses
sumber pengetahuan dengan kriteria hasil: penyakit yang spesifik
1. Knowledge: disease proses 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
a. Pasien dan keluarga menyatakan bagaimana hal ini berhubungan dengan
pemahaman tentang penyakit, anatomi dan fisiologi dengan cara yang
kondisi, prognosis dan program tepat
pengobatan 3. Sediakan informasi pada pasien tentang
b. Pasien dan keluarga mampu kondisi dengan cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang 4. Hindari jaminan yang kosong
dijelaskan secara benar 5. Sediakan bagi keluarga atau informasi
c. Pasien dan keluarga mampu tentang kemajuan pasien dengan cara
menjelaskan kembali apa yang yang tepat
dijekaslan perawat/tm kesehatan 6. Diskusikan perubahan gaya hidup
lainnya 7. Yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Carman Susan.2016.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.Edisi 2. Jakarta:EGC


Mutaqqin Arif dan Sari Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinasl. Salemba Medika
Ngastiyah.2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta:EGC
Nursalam, Susilaningrum, R & Utami, R. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak.
Jakarta:
Salemba Medika
Sodikin.2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika
Sodikin. 2012. Keperawatan Anak: Gangguan Pencernaan. Jakarta:EGC
Wong, D.L;Eaton,M.H;Wilson,D;Winkelstein,M.L& Schwart, P: 2009. Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik edisi 6. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai