Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gastroenteritis Akut

2.1.1 Definisi

Gastroenteritis adalah radang lambung dan usus yang dapat

menimbulkan gejala diare yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan

parasit lebih sering dari biasanya yang mana bersifat patogen.

Gastroenteritis dibagi menjadi dua jenis menurut waktu onset dan

durasi yaitu Gastroenteritis Akut dan Gastroenteritis Kronis. (Nari,

2019). Gastroenteritis akut atau GEA adalah diare yang gejalanya

tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, gastroenteritis juga

kehilangan cairan dan elektrolit berlebihan karena frekuensi satu

atau lebih buang air besar berbentuk encer dan berair. (Nari, 2019)

2.1.2 Etiologi

Beberapa faktor yang menyebabkan gastroenteritis pada

balita yaitu infeksi yang disebabkan bakteri, virus, atau parasit,

adanya gangguan penyerapan makanan dan malabsorbsi, alergi,

keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam

makanan, imunodefesiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun

serta penyebab lain (Suraatmaja, 2007) dalam (Hartati & Nurazila,

2018)
a. Faktor Infeksi

Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang

merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi infeksi

bakteri (Vibrio, E.colli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,

Yersinia, Aeromonas), infeksi virus (Entenovirus, Adenovirus,

Rotavirus, Astrovirus), infeksi parasit (Entamoeba hystolytica,

Giardia lamblia, Thricomonas hominis) dan jamur (Candida,

Abicans). Infeksi parenteral merupakan infeksi diluar sistem

pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti : Otitis

Media Akut (OMA), tonsillitis, bronkopneumonia, ensefalitis.

b. Faktor Malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa,

maltose, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,

fruktosa, dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan

penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Disamping

itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.

2.1.3 Tanda dan Gejala

Gambaran awal dimulai dengan bayi atau anak menjadi

cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan

berkurang atau tidak ada, kemudian timbul BAB. Feses makin cair

mungkin mengandung darah atau lendir, dan warna feses berubah


menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Akibat

seringnya defekasi, anus dan area sekitarnya menjadi lecet karena

sifat feses makin lama makin asam, hal ini terjadi akibat banyaknya

asam laktat yang dihasilkan dari pemecahan laktosa yang tidak

dapat diabsorbsi oleh usus.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah terjadi.

Apabila penderita telah banyak mengalami kehilangan air dan

elektrolit, maka terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun,

ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus otot dan turgor kulit

berkurang, dan selaput lendir pada mulut dan bibir terlihat kering.

Berdasarkan kehilangan berat badan, dehidrasi terbagi

menjadi empat kategori yaitu tidak ada dehidrasi (bila terjadi

penurunan berat badan 2,5%), dehidrasi ringan (bila terjadi

penurunan berat badan 2,5-5%), dehidrasi sedang (bila terjadi

penurunan berat badan 5-10%), dan dehidrasi berat (bila terjadi

penurunan berat badan 10%) (Titik Lestari, 2016,).

2.1.4 Klasifikasi

Gastroenteritis dibagi menjadi menjadi 2 jenis yaitu akut dan

kronik :

1. Gastroenteritis akut yaitu buang air besar yang terjadi

kurang dari 14 hari ataupun kurang dari 7 hari (berlangsung

kurang dari 2 minggu).


2. Gastroenteritis kronis yaitu buang air besar yang terjadi

lebih dari 14 hari (berlangsung selama 2 minggu) (PPNI,

2018).

2.1.5 Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama

gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak

dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga

usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus

untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua, akibat

rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya

diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga,

gangguan mortalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan

mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap

makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus

menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang

selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu, diare juga

dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup kedalam usus

setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme

tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin tersebut

terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare (Titik

Lestari, 2016)
Usus halus menjadi bagian absorbsi utama dan usus besar

melakukan absorbsi air yang akan membuat solid dari komponen

feses, dengan adanya gangguan dari gastroenteritis akan

menyebabkan absorbsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus, serta

absorbsi air menjadi terganggu. Selain itu, diare juga dapat terjadi

akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah

berhasil melewati rintangan asam lambung. Respon patologis

penting dari gastroenteritis dengan diare berat adalah dehidrasi.


2.1.6 Pathway

Infeksi Makanan Psikologi

Toksin tidak dapat diserap Ansietas


Berkembang di usus

Malabsorbsi karbohidrat, lemak, pr


Hipersekresi air dan Hiperperistaltik ↑
elektrolit

Penyerapan makanan di usus ↓ Meningkatkan tekanan osmotik


Isi usus

Pergeseran air dan


elektrolit ke rongga usus

Isi rongga usus meningkat

Diare

Frekuensi BAB ↑

Peningkatan kehilangan cairan


dan elektrolit secara berlebihan

Hipovolemia (Kekurangan Volume Cairan)

Gambar 2.1 Pathway Gastroenteritis pada Hipovolemia (Ardiansyah, 2018)


2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Muhammad Iqbal, 2018) pemeriksaan penunjang

yang dapat dilakukan :

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan tinja

b. Makroskopis dan mikroskopis

c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan

tablet dinistest.

d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakal dan uji resistensi.

2. Pemeriksaan Darah

a. pH darah dan elektrolit (Natrium, Kalium, dan Fosfor)

dalam serum untuk menentukan keseimbangan asam dan

basa.

b. Analisis feses.

c. Endoskopin

2.1.8 Komplikasi

Menurut (Indah, 2017) bila tidak segera ditangani maka akan

terjadi komplikasi seperti dehidrasi, kejang, malnutrisi, dan

higlikemia.

Menurut (Hertia, 2020) komplikasi yang dapat terjadi dari

diare akut maupun kronis, yaitu :


a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau

hipertonik).

b. Renjatan hipovolemik.

c. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah,

bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).

d. Hipoglikemia.

e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim

laktase karena kerusakan villi mukosa, usus halus.

f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah,

penderita juga mengalami kelaparan.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Dari komplikasi gastroenteritis yang sangat mengancam jiwa

tersebut maka peran perawat sangatlah dibutuhkan agar anak yang

mengalami gastroenteritis tidak jatuh ke keadaan yang semakin

parah. Tindakan yang dapat dilakukan perawat antara lain bila

seorang anak yang menderita gastroenteritis dan hanya mengalami

dehidrasi ringan maka penatalaksanaanya dilakukan dengan rawat

jalan, rehisrasi dapat dilakukan secara per oral dengan larutan

rehidrasi oral. Cairan rehidrasi oral diberikan sedikit demi sedikit

tetapi sering (yaitu antara 5 sampai 15 ml). Tapi dalam hal dehidrasi
berat, anak harus segera dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan

terapi IV (intravena) demi mengatasi dehidrasinya.

Setelah rehidrasi atau terapi cairan selesai, maka diet dapat

dilanjutkan dengan diet biasa yang mudah dicerna oleh anak.

Makanan yang paling baik ditoleransi adalah karbohidrat kompleks

(seperti nasi, gandum, sereal, kentang, dan roti), yogurt, daging tidak

berlemak, sayuran, dan buah-buahan. Pengembalian ke makanan oral

normal adalah hal yang penting untuk dilakukan, khususnya pada

kasus sebelum terjadinya malnutrisi pada anak. Pemberian

antiemetik dan antispasmodik biasanya tidak dianjurkan. Antibiotik

juga tidak diindikasikan pada sebagian besar kasus karena

gastroenteritis bakterial dapat sembuh dengan sendirinya.

2.2 Konsep Hipovolemia & Cairan dan Elektrolit

2.2.1 Definisi Hipovolemia

Hipovolemia adalah penurunan cairan intravaskuler,

intestinal, atau intraseluler ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan

cairan senja tanpa perubahan kadar natrium (Diagnosa

Keperawatan Nanda-I, n.d.)

Hipovolemia merupakan penurunan volume cairan

intravaskuler, interstisial, dan intraseluler (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2017).
Berdasarkan data diatas hipovolemia adalah kondisi ketika

jumlah darah dan cairan di dalam tubuh berkurang secara drastis.

Kondisi ini menyebabkan jumlah oksigen dalam tubuh berkurang

dan membuat fungsi organ terganggu.

2.2.2 Etiologi Hipovolemia

Penyebab dari kekurangan volume cairan menurut (PPNI, 2018)

yaitu :

1. Kehilangan cairan secara aktif

2. Gangguan absorbsi cairan

3. Usia lanjut

4. Kelebihan berat badan

5. Status hipermetabolik

6. Kegagalan mekanisme regulasi

7. Evaporasi

8. Kekurangan intake cairan

9. Efek agen farmakologis


2.2.3 Derajat Hipovolemia

Tabel 2.1 Derajat Hipovolemia


Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Ringan Sedang Berat
Kehilangan >750ml (15%) 750-1500ml 1500-2000ml >2000ml
Darah (15-30%) (30-40%) (>40%)
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Normal Normal/Turun Turun Turun
Darah
Tekanan Nadi Normal Turun Turun Turun
Respirasi 14-20 20-30 30-40 >40
Urine Output >30 20-30 5-15 Tidak Berarti
Status Mental Sedikit Cemas Agak Cemas Cemas, Bingung, Lesu
Bingung
Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid, Kristaloid,
Pengganti Koloid, dan Koloid, dan
(3:1) Darah Darah

Larutan kristaloid 20ml/Kg BB, dalam 15 menit pertama

(BB 70 Kg → 1400ml)

2.2.4 Definisi Cairan dan Elektrolit

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut)dan zat

tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan

partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam

larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui

makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan di distribusikan

ke seluruh tubuh (Haswita, Reni, Sulistyowati, 2017).


Berdasarkan perhitungan enery expenditure rata-rata pada pasien

yang dirawat di rumah sakit di dapatkan kebutuhan cairan perhari

sebagai berikut :

a. Bayi 1 hari = 50 ml H2O/kgBB/hari

b. Bayi 2 hari = 75 ml H2O/kgBB/hari

c. Bayi ≥ 3 hari = 100 ml H2O/kgBB/hari

d. Berat badan 10 kg pertama = 100 ml H2O/kgBB/hari

e. Berat badan 10 kg kedua = 1000 ml H2O/kgBB/hari

f. Berat badan ≥ 20 kg = 1500 ml H2O/kgBB/hari

2.2.5 Pengaturan Volume Cairan

Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan

antara jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar

(Sari, 2019).

a) Asupan Cairan

Apabila terjadi ketidakseimbangan volume cairan tubuh

dimana asupan cairan kurang atau adanya perdarahan maka

curah jantung menurun menyebabkan terjadinya penurunan

tekanan darah.

b) Pengeluaran Cairan

Peningkatan jumlah dan kecepatan pernafasan, demam,

keringat, BAB dapat menyebabkan kehilangan cairan secara

berlebihan. Kondisi lain yang dapat menyebabkan kehilangan


cairan secara berlebihan adalah muntah secara terus-menerus.

Hasil pengeluaran cairan adalah :

1. Urine

Dalam kondisi normal Output urine sekitar 1400-1500

ml/24jam atau sekitar 30-50 ml/jam.

Tabel 2.2 Volume Pengeluaran Urine


Usia Volume Urine (ml/Kg/BB/Jam)
Bayi Lahir 10-90
Bayi 80-90
Anak-anak 50

2. Keringat

Keringat terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat

pengaruh suhu panas. Keringat banyak mengandung garam,

urea, laktat, dan ion kalium. Banyaknya jumlah keringat

yang keluar akan mempengaruhi kadar natrium dan plasma.

3. Feses

Jika cairan yang keluar melalui feses jumlahnya

berlebihan maka mengakibatkan tubuh menjadi lemas.

Jumlah rata-rata pengeluaran feses antara 100-200 ml/hari

yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa

usus besar.
2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

Menurut (Sagitarisandi, 2021) faktor yang mempengaruhi

cairan dan elektrolit sebagai berikut :

a. Usia

Pada bayi atau anak-anak keseimbangan cairan dan

elektrolit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

banyaknya cairan yang keluar melalui ginjal, paru-paru, dan

proses penguapan.

b. Temperatur

Pada cuaca yang sangat panas seseorang akan kehilangan

700-2000 ml air/jam dan 15-30 gr garam/hari. Suhu tubuh

meningkat beresiko mengalami keletihan akibat panas.

c. Diet

Asupan yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap

kadar albumin serum. Jika albumin serum menurun cairan

interstisial tidak bisa masuk ke pembuluh darah sehingga menjadi

edema.

d. Sakit

Pada saat sakit terdapat banyak sel yang rusak sehingga

untuk memperbaiki sel yang rusak tersebut dibutuhkan adanya

proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit

menimbulkan ketidakseimbangan hormonal yang dapat

mengganggu keseimbangan kebutuhan cairan.


Menurut Insersible Water Loss (IWL)

a. Bayi 60-70% BB

b. Anak-anak 75-80% BB

Tabel 2.3 Kebutuhan IWL (Haswita, Reni, Sulistyowati, 2017)


Usia Besaran IWL (mg/Kg/BB/Hari)
Bayi Lahir 30
Bayi 50-60
Anak-anak 40

- Rumus IWL untuk anak-anak

IWL = (30 – Usia anak dalam tahun) x kg/BB/24jam

- Jika ada kenaikan suhu

IWL = Nilai IWL Normal + 200 (suhu badan sekarang –

36,8ºC)

- Balance cairan = Intake – Output (Intake/cairan masuk =

Output/cairan keluar + IWL)

- Yang termasuk dalam cairan masuk (intake) diantaranya :

minum, NGT, cairan infus, injeksi.

- Yang termasuk cairan keluar (output) diantaranya : muntah,

urine, feses.

- Kebutuhan urine jika anak mengompol

(0,5cc-1cc/kgBB/hari)
2.2.7 Klasifikasi Cairan Tubuh

Cairan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :

a) Cairan Intraseluler

Cairan yang berada dalam sel tubuh seluruh tubuh

dengan jumlah sekitar 40% dari berat badan dan merupakan

bagian dari protoplasma.

b) Cairan Ekstraseluler

Cairan yang berada di luar sel tubuh dengan jumlah

sekitar 20% dari berat badan, dan berperan dalam pemberian

makan bagi sel dan mengeluarkan sampah metabolisme.

Cairan ekstraseluler ini dibagi menjadi 2, yaitu cairan

interstisial dan cairan intravaskuler. Cairan interstisial adalah

yang terdapat pada cela antar sel atau disebut pula cairan

jaringan, berjumlah 15% dari berat badan. Pada umumnya,

cairan interstisial berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadi

gesekan pada saat 2 jaringan tersebut bergerak. Contoh dari

jaringan interstisial yaitu cairan pleura, cairan pericardial,

dan cairan peritoneal. Cairan intravaskuler merupakan cairan

yang terdapat di dalam pembuluh darah dan merupakan

plasma, berjumlah sekitar 5% dari berat badan.


2.2.8 Macam-Macam Cairan

1. Cairan Infus 0,9% Normal Saline 9NS, 0,9 NaCl atau

NSS)

Cairan infus ini disebut juga sebagai saline fisiologi

atau isotonic saline adalah cairan kristaloid steril

nonpyrogenic yang berfungsi untuk menggantikan cairan

yang hilang agar tidak mengalami dehidrasi, hipovolemia,

perdarahan atau sepsi.

2. Lactated Ringers (LR) atau Ringers Lactate (RL)

Cairan infus ini mirip dengan plasma darah dan paling

banyak digunakan untuk pasien yang mengalami luka bakar

atau trauma.

Cairan infus lactated ringers akan berfungsi untuk

menggantikan darah yang hilang akibat ketidakseimbangan

elektrolit dan asidosis metabolik. Kandungan pada cairan

infus LR ini adalah natrium klorida, kalium klorida, kalsium

klorida, dan natrium laktat.

3. Dextrose 5% in Water (D5 atau D5W)

Fungsi utama dari cairan infus D5 atau D5W adalah

untuk mengatasi hypernatremia atau tingginya kadar natrium


atau sodium di dalam darah sekaligus membantu menjaga

ketersediaan air pada organ ginjal.

Biasanya cairan infus ini diberikan kepada pasien yang

tengah menjalani pemulihan pasca operasi, gangguan pada

jantung atau ginjal, dan pada kasus khusus seperti terjadinya

peningkatan tekanan pada intracranial.

4. 0,45% Normal Saline (Half Normal Saline, 0,45% NaCl

45NS)

Cairan infus ini mengandung larutan kristaloid

hipotonik natrium klorida yang telah dilarutkan dalam air

murni atau steril. Fungsi cairan infus 0,45% normal saline

untuk mengatasi hypernatremia dan ketoasidosis diabetik.

5. Koloid

Cairan infus koloid sangat jarang namun penting untuk

berfungsi untuk pasien yang tidak dapat menerima cairan

dalam jumlah banyak atau pada pasien kekurangan gizi.


2.3 Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

2.3.1 Definisi Tumbuh Kembang Anak

Tumbuh kembang anak menurut (Ridha, 2017) mencakup 2

peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit

dipisahkan yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan.

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah

perubahan besar, jumlah, ukuran, dimensi tingkat sel, organ

maupun individu, yang dapat diukur dengan ukuran keseimbangan

metabolik (retensi kalium dan nitrogen tubuh).

Perkembangan (development) adalah bertambahnya

kemampuan (skill dalam struktur dan fungsi tubuh lebih komplek

dalam pola yang teratur dan dapat diramaikan sebagai hasil

pematangan. Tahap ini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-

sel tubuh, jaringan tubuh organ-organ, dan sistem organ

berkembang sedemikian rupa, sehingga masing-masing dapat

mematuhi fungsinya. Bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam kemampuan bergerak kasar, gerak halus,

berbicara, dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian

(Kementrian RI, 2016).


2.3.2 Tingkat Perkembangan Anak

Menurut (Eko dan Atik, 2017) sangat mudah bagi orang tua

untuk selalu mengamati pertumbuhan dan perkembangan fisik

anaknya, karena hamper setiap hari orang tua bisa melihatnya.

1. Tumbuh kembang Toddler (Balita umur 1-3 tahun)

a. Umur 15 bulan

Motorik kasar : Sudah bisa belajar sendiri tanpa

bantuan orang lain.

Motorik halus : Sudah bisa memegang cangkir,

membuka kotak, melempar benda.

b. Umur 24 bulan

Motorik kasar : Berlari sudah baik, dapat naik

tangga sendiri dengan kedua kaki tiap tahap.

Motorik halus : Sudah bisa membuka pintu,

membuka kunci, minum menggunakan gelas atau

cangkir, sudah bisa menggunakan sendok dengan

baik.
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Gastroenteritis Akut

2.4.1 Pengkajian Keperawatan

Untuk mengidentifikasi gangguan kekurangan volume cairan

serta menggunakan data untuk menyusun suatu intervensi

keperawatan, perawat juga perlu melakukan pengkajian

keperawatan, berikut hal-hal yang harus diperhatikan :

1. Data Mayor

: Subjektif :

- Objektif :

a. Frekuensi nadi meningkat.

b. Nadi teraba lemah.

c. Tekanan darah menurun.

d. Tekanan nadi menyempit.

e. Turgor kulit menurun.

f. Membrane mukosa kering.

g. Volume urin menurun.

h. Hematokrit meningkat.

2. Data Minor

: Subjektif :

a. Merasa lemah

b. Mengeluh haus.

Objektif :

a. Pengisian vena menurun.


b. Status mental berubah.

c. Suhu tubuh meningkat

d. Konsentrasi urin meningkat

e. Berat badan turun tiba-tiba (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2017).

1) Identitas Pasien

Biodata atau identitas pasien meliputi nama lengkap,

tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir,

asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua,

penghasilan.

2) Keluhan Utama

Buang air besar (BAB) lebih dari tiga kali sehari.

BAB kurang dari empat kali dengan konsistensi cair

(dehidrasi ringan atau sedang). BAB 4-10 kali konsistensi

cair (dehidrasi ringan atau sedang). BAB lebih dari 10 kali

(dehidrasi berat). Apabila gastroenteritis terjadi kurang dari

14 hari maka disebut dengan gastroenteritis akut. Apabila

terjadi lebih dari 14 hari maka disebut gastroenteritis

kronik.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

a) Riwayat kesehatan dahulu :

Penyakit apa saja yang pernah dideritanya.


b) Riwayat kesehatan sekarang :

a. Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah,

suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau

tidak ada, kemungkinan terjadi diare.

b. Tinja semakin cair, mungkin disertai lendir dan atau

tanpa darah. Warna tinja berubah kehijau-hijauan

karena bercampuran dengan empedu.

c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena

sering defekasi dan sifatnya semakin lama semakin

asam.

d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah

gastroenteritis.

e. Apabila pasien kehilangan banyak cairan dan

elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak.

f. Diuresis yaitu terjadinya oliguria (kurang

1ml/kgBB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine normal

pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit berwarna gelap

pada dehidrasi ringan ataupun sedang. Tidak ada urine

dalam waktu 6 jam yaitu dehidrasi berat.

4) Riwayat Kesehatan

a. Riwayat imunisasi terutama anak yang belum melakukan

imunisasi campak. Karena gastroenteritis lebih sering

terjadi pada anak dengan campak atau yang menderita


campak dalam empat minggu terakhir, karena akibat

penurunan kekebalan tubuh pada anak.

b. Riwayat alergi obat-obatan maupun makanan karena

faktor ini merupakan salah satu bentuk penyebab

gastroenteritis.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah didalam keluarga ada yang menderita

gastroenteritis dan yang berhubungan dengan penyakit

menular.

6) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik B1-B6 menurut

1. B1 (Breathing)

Sistem pernapasan akan mengalami perubahan

apabila terjadi perubahan akut terhadap kondisi

elektrolit. Bila terjadi asidosis metabolik pasien akan

tampak pucat dan pernapasan cepat dan dalam.

2. B2 (Blood)

Respon akut akibat kehilangan cairan tubuh akan

mempengaruhi volume darah. Akibat turunnya volume

darah, maka curah jantung pun menurun sehingga

tekanan darah, denyut nadi cepat dan lemah, serta pasien

mempunyai risiko timbulnya tanda dan gejala syok.


3. B3 (Brain)

Pada pasien dengan dehidrasi berat akan

menyebabkan penurunan perfusi serebral dengan

manifestasi sakit kepala, perasaan lesu, gangguan mental

seperti halusinasi, dan delirium.

4. B4 (Bladder)

Pada kondisi dehidrasi berat akan didapatkan

penurunan urine output. Semakin berat kondisi dehidrasi,

maka akan didapatkan kondisi oliguria sampai anuria dan

pasien mempunyai risiko untuk mengalami gagal ginjal

akut.

5. B5 (Bowel)

Pemeriksaan sistem gastrointestinal yang

didapatkan berhubungan dengan berbagai faktor, seperti

penyebab, kondisi hidrasi, dan tingkat toleransi individu.

Secara lain pada pemeriksaan gastrointestinal akan

didapatkan :

a. Inspeksi : Pada anak akan terlihat lemas, sering BAB,

dan mungkin didapatkan kembung, distensi abdomen.

b. Palpasi : Mungkin didapatkan adanya nyeri tekan pada

area abdomen.

c. Perkusi : Didapatkan suara timpani abdomen yang

mengalami kembung.
d. Auskultasi : Didapatkan peningkatan bising usus lebih

dari 25x/menit yang berhubungan dengan peningkatan

usus dari peradangan pada saluran gastrointestinal.

6. B6 (Bone)

Respon dehidrasi dan penurunan volume cairan

tubuh akut akan menyebabkan kelemahan fisik umum.

7) Pola Fungsi Kesehatan

a) Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB

lebih dari 4 kali sehari (frekuensi, banyak, warna, dan

bau) atau tanpa lendir, BAK sedikit atau jarang. BAK

perlu dikaji untuk output terhadap kehilangan cairan

lewat urine.

b) Pola nutrisi : Makanan yang terinfeksi, pengelolaan

yang kurang hygiene berpengaruh terjadinya

gastroenteritis yang menimbulkan mual muntah,

anoreksia yang menyebabkan penurunan berat badan.

c) Pola tidur dan istirahat : Pada anak atau bayi akan

mengalami gangguan rasa nyaman karena

gastroenteritis sehingga dapat menyebabkan anak rewel.

d) Pola aktivitas : Akan terganggu karena kondisi tubuh

yang lemah.
2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) Diagnosa

keperawatan pada kasus Gastroenteritis akut, yaitu :

1. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan

ditandai dengan membran mukosa kering.

Diagnosa yang ditemukan perawat pada pasien yaitu

mengalami hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan aktif

secara berlebihan akibat membran mukosa yang kering.

2.4.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan :

Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan

ditandai dengan turgor kulit menurun, frekuensi nadi meningkat,

membrane mukosa kering, volume urine menurun, suhu tubuh

meningkat, berat badan turun tiba-tiba.

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi


Setelah dilakukan tindakan Observasi
selama 3x24 jam, diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
status cairan membaik dan (mis. Frekuensi nadi meningkat,
keseimbangan cairan dan 2. Monitor intake dan output cairan.
elektrolit dipertahankan secara
maksimal, dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Frekuensi nadi dalam 1. Berikan asupan cairan oral.
batas normal (80-
120x/menit) Edukasi
2. Turgor kulit meningkat 1. Anjurkan memperbanyak asupan
(≤ 1 detik turgor baik). cairan oral.
3. Membran mukosa bibir
lembab. Kolaborasi
4. Intake cairan membaik. 1. Kolaborasi pemberian cairan IV
5. Output cairan membaik. isotonis (mis. NaCl, RL).

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2019).

2.4.4 Implementasi Keperawatan

Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan

sesuai dengan intervensi. Tujuan dari implementasi adalah

membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang

dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi (Swana, 2020)

2.4.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses

keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan

terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria

hasil yang di buat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan

secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga

kesehatan yang lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya

tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses

keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam

siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara

umum, evaluasi di tunjukan untuk :


1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai

tujuan.

2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau

belum.

3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum

tercapai. (Swana, 2020)

Jenis evaluasi :

a) Evaluasi Formatif yaitu menyatakan evaluasi yang dilakukan

pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.

b) Evaluasi Sumatif yaitu merupakan rekapitulasi dari hasil

observasi dan analisis status pasien ada waktu tertentu

berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap

perencanaan.
Tabel 2.4 Tabel Matriks Jurnal
Nama Penelitian,
No. Judul Desain Penelitian Hasil Kesimpulan/Saran
Tahun
1. Ardiansyah, 2018 Gambaran Rancangan penelitian Penelitian ini Berdasarkan penelitian
Penggunaan Oralit yang digunakan adalah menjelaskan bahwa yang sudah dilakukan
Dan Zinc Pada penelitian deskriptif sampel pasien diare dapat disimpulkan bahwa
Kasus Diare. dengan pendekatan akut pada laki-laki gambaran penggunaan
Cross Sectional. Pada sebanyak 38 orang terapi pada penyakit
penelitian ini, peneliti (58%) dan gastroenteritis atau diare
melihat gambaran perempuan sebanyak pada pasien anak di rumah
farmakoterapi diare 27 orang (42%). sakit Batara Siang
akut pada anak di Pangkep, Sulawesi Selatan
RSUD Batara Siang sudah sesuai dengan
Pangkep, Sulawesi standart terapi diare pada
selatan periode Januari- anak meliputi 3 regimen
Desember. terapi yaitu paling banyak
pada obat cotrimoxazole
100%, oralit 97%, dan zink
3%.

2. Herdman, 2018 Hubungan Perilaku Jenis penelitian ini Hasil analisis Simpulan dari penelitian
Pengasuhan Balita adalah observasional univariat dan bivariat ini yaitu (1) ada hubungan
Terhadap analitik dengan desain dari penelitian antara pengetahuan
Terjadinya Diare cross sectional. mengenai hubungan pengasuh dengan kejadian
Akut Pada Balita. Populasi dalam antara pengetahuan diare pada balita di
penelitian ini adalah dan kebiasaan Kelurahan Bandarharjo,
ibu yang memiliki mencuci tangan (2) ada hubungan antara
balita (1-4 tahun) di pengasuh dengan kebiasaan cuci tangan
wilayah Kelurahan kejadian diare pada pengasuh setelah buang air
Bandarharjo. Sampel balita di Kelurahan besar dengan kejadian
pada penelitian ini Bandarharjo dapat diare pada balita di
adalah balita yang dilihat pada tabel 1. Kelurahan Bandarharjo,
pernah menderita diare Pada tabel 1 (3) ada hubungan antara
pada tahun 2015. menunjukkan bahwa kebiasaan mencuci tangan
Teknik sampling yang frekuensi terbanyak pengasuh sebelum
digunakan adalah dari usia sampel menyiapkan alat makan
random sampling. sebesar 33% adalah dengan kejadian diare pada
responden dalam berusia 1 tahun, balita di Kelurahan
penelitian adalah ibu kemudian usia 2 Bandarharjo.
dari bayi yang tahun sebesar 26%,
mengalami diare pada usia 3 tahun sebesar
usia antara 1-4 tahun 16% dan usia 4 tahun
yaitu sebanyak 70 sebesar 13%.
responden. Sumber Sedangkan frekuensi
data diperoleh dari data terbanyak dari jenis
primer dan data kelamin sampel
sekunder. Analisis data sebesar 54,3% adalah
dilakukan secara berjenis kelamin
univariat dan bivariate perempuan yaitu
dengan uji chi-square. berjumlah 38 sampel
dan laki-laki sebesar
45,7% berjumlah 32
sampel.
3. Titik Lestari, 2016 Penyuluhan Penelitian ini dilakukan Dianalisis data yang Berdasarkan hasil
Penggunaan Oralit secara observasional sudah didapat pembahasan, dapat diambil
Untuk dengan rancangan berdasarkan kajian kesimpulan sebagai berikut
Menanggulangi analitik cross sectional literatur dimana :
Diare Di (potong lintang) dan kemungkinan makna Gambaran terapi
Masyarakat. pengambilan data klinis bisa terjadi farmakologi dalam
secara prospektif pada yang mana meliputi : penanganan pasien diare
pasien diare rawat inap Analisis Inferensial rawat inap di RSUD
di RSUD Sleman, Dalam hal ini, dibagi Sleman adalah antibiotic
Yogyakarta. menjadi 2 kategori Sefotaksim (41%),
Pengambilan data dari hasil terapi yang diberikan cairan rehidrasi
dilakukan dengan cara didapat yaitu berhasil melalui infus dari tanpa
penelusuran data rekam dan tidak berhasil. derajat dehidrasi sampai
medik perawatan Terapi berhasil terjadi derajat dehidrasi berat,
pasien serta jika pasien dengan antidiare terbanyak
mengunjungi bangsal- mengalami ialah Zink (58%).
bangsal dimana pasien penurunan frekuensi
tersebut dirawat yang BAB yang bisa
kemudian digunakan dilihat dari rekam
sebagai alat untuk medik yaitu ≤ 3 kali
menelusuri demografi sehari, sedangkan
pasien dan riwayat terapi tidak berhasil
pengobatan pasien. jika pasien masih
memiliki frekuensi
BAB ≥ 3 kali sehari
atau tidak ada
perubahan dan
penurunan gejala.
4. Indah, 2017 Kebutuhan Dasar Penelitian ini Data yang didapatkan Berdasarkan hasil
Manusia Dan menggunakan metode pada penelitian ini pembahasan disimpulkan
Proses penelitian deskripsi setelah dilakukan bahwa diare adalah
Keperawatan. kualitatif dengan reduksi data gangguan saluran
pendekatan study didapatkan empat pencernaan yang
kasus. Penelitian ini data yaitu data mengakibatkan terjadinya
dilakukan di pengkajian, data buang air besar dengan
puskesmas Kabupaten rencana tindakan, feses cair ≥ 3 kali sehari.
Karang Asem dan data pelaksanaan, dan Dalam melaksanakan
Puskesmas Bangli data evaluasi. Data perawatan anak Diare
tahun 2019. tersebut disajikan dengan masalah defisit
Partisipasinya dalam dalam tema, sub nutrisi, hipovolemia dan
penelitian ini adalah tema. Tema dengan kesiapan peningkatan
perawat yang bekerja bold, sub tema kebutuhan cairan dengan
di puskesmas sebanyak dengan italic. tahap proses perawatan
2 orang dan 6 orang Pemaparan keempat yaitu pengkajian, diagnosa
pasien diare yang data diperoleh data keperawatan, perencanaan,
terdiri dari 2 pasien hasil wawancara 2 pelaksanaan, dan evaluasi.
resiko hipovolemia dan perawat, 6 Pada tahap pengkajian
2 pasien defisit nutrisi dokumentasi pasien pasien hipovolemia, dan
serta 2 orang pasien dan observasi 6 defisit nutrisi dengan diare
kesiapan peningkatan pasien. ditemukan frekuensi buang
keseimbangan cairan. air besar ≥ 3 kali sehari
Partisipan dipilih dan encer maka
dengan metode perawatannya diberikan
purposive sampling oralit dan neokaolana zink
untuk mencapai sirup. Oralit berfungsi
saturasi data. Cara mencegah terjadinya
mengumpulkan data dehidrasi, sedangkan
dengan wawancara neokaolana atau zink
mendalam dan berfungsi untuk
observasi partisipasi meningkatkan daya tahan
serta dokumentasi. tubuh dan penyerapan
Sebelum melakukan bakteri. Dalam
penelitian peneliti mengantisipasi tingginya
mengajukan kelaikan suhu panas badan naik di
etik di instansi berikanlah paracetamol
setempat dan dan anjuran minum.
dinyatakan laik etik.

5. Nari, 2019 Peranan Zinc Pada Kegiatan pengabdian Kegiatan pengabdian Hasil kegiatan penyuluhan
Penanganan Kasus masyarakat ini diikuti masyarakat pada kesehatan mengenai
Penyakit Diare oleh 15 orang tua dan tanggal 24 Desember penanganan diare pada
Yang Dialami Bayi anak dalam rentang 2020. Panitia anak usia 2-16 tahun di
Maupun Balita. usia 2-16 tahun yang memperkenalkan diri dapatkan hasil 14 (93,3%)
dilakukan secara online dan menjelaskan orang tua (ayah/ibu) yang
melalui Google Meet. tujuan dari kegiatan memahami mengenai
Dalam pelaksanaannya yang dilakukan. Pada penanganan diare pada
kegiatan penyuluhan tahap pertama yaitu anak dan 1 (6,6%) orang
terdiri dari beberapa tahap pretest panitia tua (ayah/ibu) yang aktif
tahap yaitu : pertama, melakukan tanya bertanya dalam kegiatan.
tahap pretest yaitu jawab kepada peserta
melakukan tanya jawab seputar penanganan
seputar materi yang diare dengan benar.
akan diberikan untuk Berdasarkan hasil
mengetahui sejauh tanya jawab,
mana pengetahuan didapatkan bahwa
awal orang tua peserta belum
mengenai penanganan mengetahui
diare. Kedua, tahap penanganan diare
penyuluhan yaitu dengan benar.
pemateri Kegiatan selanjutnya
menyampaikan materi yaitu melalukan
mengenai penanganan penyuluhan
diare dan setelahnya kesehatan yang
melakukan tanya dilakukan oleh
jawab. Ketiga, tahap panitia. Materi yang
demonstrasi yaitu diberikan yaitu
peserta melakukan pengertian diare, cara
penanganan diare salah mengatasi diare, cara
satunya menggunakan pemberian madu dan
madu. Keempat, cara pencegahan
evaluasi yaitu diare. Kemudian,
menanyakan kembali kagiatan berikutnya
kepada peserta seputar yaitu demonstrasi
materi yang sudah di dari materi yang telah
berikan. disampaikan.
Demonstasi yang
dilakukan adalah
melakukan
pemberian madu.
Tahap akhir yaitu
tahap evaluasi panitia
melakukan bertanya
kembali seputar
materi yang
diberikan. Semua
peserta dapat
menjawab dengan
baik pertanyaan
yang diberikan dan
dapat disimpulkan
bahwa peserta sudah
mengerti penyuluhan
penanganan diare
pada anak.
6. Swana, 2020 Status Gizi Dengan Penelitian ini Kebiasaan cuci Penyakit diare merupakan
Kejadian Diare. menggunakan desain tangan dan masalah kesehatan utama
penelitian cross- penggunan jamban di Indonesia dengan angka
sectional, menurut sehat dengan kejadian kesakitan dan kematian
notoatmodjo cross diare balita, yang masih tinggi.
sectional adalah suatu didapatkan bahwa Lingkungan yang tidak
penelitian untuk ada hubungan yang sehat dan perilaku tidak
mempelajari suatu signifikan antara higienis sangat erat
dinamika korelasi kebiasaan cuci tangan kaitannya dengan penyakit
antara faktor-faktor dengan kejadian diare diare. Perilaku hidup
resiko dengan efek, dan pada balita yang bersih dan sehat sangat
dengan suatu memiliki hubungan amat diperlukan oleh
pendekatan, observasi yang rendah. Aspek seluruh makhluk hidup,
ataupun dengan perilaku mencuci karena ini dapat membantu
pengumpulan data tangan didapatkan kita semua dalam
suatu saat tertentu hasil bahwa meningkatkan kualitas
(point time approach). masyarakat kota hidup dan kesehatan
Bogor selalu mencuci pemberian ASI eksklusif
tangan menggunakan pada bayi, rajin mencuci
sabun tetapi angka tangan, menggunakan air
kejadian diarenya bersih, adalah beberapa
masih tinggi. perilaku yang dapat
Menurut asumsi mencegah seseorang dari
peneliti, hasil ini terserangnya berbagai
mungkin bisa penyakit, terutama diare
didapatkan karena pada anak.
mencuci tangan yang
baik dan benar yaitu
dengan mencuci
tangan menggunakan
sabun tanpa
kandungan anti
mikroba meliputi
seluruh permukaan
tangan dan membilas
dengan air mengalir.

7. Sagitarisandi, 2021 Hubungan Metode yang Didapatkan hasil Penerapan pengelolaan


Dukungan Bapak digunakan adalah berupa data subjektif yang sesuai dengan proses
Dengan Status memberikan keluarga pasien keperawatan akan
Gastroenteritis Pada pengelolaan berupa mengatakan pasien mencapai hasil yang baik
Balita. perawatan kepada belum BAB dari pagi, sesuai dengan kriteria hasil
pasien agar dapat dan data objektif yang ingin dicapai. Untuk
mengurangi pasien tampak mulai mencapai keberhasilan
kekurangan cairan jalan-jalan bersama dalam pengelolaan pasien
yang di derita. Teknik keluarga keluar dibutuhkan kerjasama
pengumpulan data kamar, mukosa bibir antara tim kesehatan dan
dilakukan dengan masih tampak kering, pasien atau keluarga.
menggunakan teknik turgor kulit sudah
wawancara. membaik dan sudah
Pendekatan mau minum air putih,
menggunakan proses dan air kelapa muda.
keperawatan meliputi
pengkajian, penegakan
diagnosa, intervensi
keperawatan,
implementasi
keperawatan, dan
evaluasi keperawatan.
8. Bagus, 2020 Hubungan Jenis penelitian ini Hasil analisis bivariat Berdasarkan hasil
Pengetahuan Dan menggunakan metode menggunakan uji chi penelitian, dapat ditarik
Sikap Ibu Dengan analitic observasional square pada faktor beberapa kesimpulan, yaitu
Kejadian Diare dengan rancangan case anak (usia anak, jenis prevalensi diare berulang
Pada Balita control study bersifat kelamin, ASI pada balita di Puskesmas
retrospektif. eksklusif, imunisasi Sumberjambe Kabupaten
campak, status gizi, Jember sebanyak 58 balita.
dan kebersihan kuku Terdapat pengaruh faktor
tangan) dengan anak (usia anak dan ASI
kejadian diare eksklusif) terhadap
berulang dapat dilihat kejadian diare berulang
pada tabel 1. pada balita.

9. Sari, 2019 Hubungan Antara Jenis penelitian yang Berdasarkan pada Faktor-faktor yang
Pengetahuan Ibu digunakan dengan hasil penelitian berhubungan dengan diare
Dengan Kejadian desain penelitian cross menunjukkan bahwa antara lain sanitasi
Diare Akut Pada sectional. sebagian besar lingkungan, ketersediaan
Balita. penduduk Desa Solor air bersih, hygiene
mengalami diare perorangan, sanitasi
(74,29%). Hasil makanan, ketersediaan
penelitian ini sejalan jamban, dan perilaku
dengan penelitian buang tinja.
terdahulu yaitu lebih
dari setengah
responden yang
diteliti mengalami
diare. Penelitian
lainnya juga
menjelaskan bahwa
sebanyak 68,5%
balita mengalami
diare.

10. Hertia, 2020 Determinan Jenis penelitian ini Secara keseluruhan, Berdasarkan hasil
Kejadian Diare menggunakan metode subjek yang penelitian menunjukkan
Pada Anak Balita di deskriptif dengan mengikuti penelitian bahwa dari 116 balita yang
Indonesia. pendekatan cross ini adalah 116 balita. menderita diare akut pada
sectional. Teknik Karakteristik bulan September 2018 –
pengambilan sampel deskriptif yang Januari 2019 di Puskesmas
dalam penelitian ini dianalisis (Tabel 1) Tanah Kali Kedinding
adalah non probability menunjukkan bahwa Surabaya, mayoritas dari
sampling yaitu hanya balita dengan jenis subyek merupakan balita
yang memenuhi kelamin perempuan dengan jenis kelamin
kriteria inklusi yang sebanyak 59 (50,9%) perempuan, berada dalam
dapat menjadi subyek orang, sedangkan kelompok umur 1-2 tahun,
penelitian. laki-laki berjumlah mempunyai orang tua
57 (49,1%) orang. dengan pendidikan terakhir
Umur dari balita SMA dan pendapatan
dengan diare yang keluarga kurang dari UMK
mendominasi adalah Surabaya. Selain itu,
pada kelompok umur mayoritas subyek
1-2 tahun sebanyak mempunyai riwayat
64 (55,2%) orang, pemberian ASI eksklusif
disusul kelompok hal ini kemungkinan
umur > 2-3 tahun dikarenakan sang ibu
sebanyak 23 (19,8%) sudah menerima dan
orang, kelompok menerapkan penyuluhan
umur > 4-5 tahun mengenai pentingnya ASI
sebanyak 16 (13,8%) eksklusif oleh pihak
orang dan terakhir Puskesmas. Diharapkan
kelompok umur > 3-4 penelitian ini menjadi
tahun dengan 13 sumber informasi bagi
balita (11,2%) orang. Dinas Kesehatan dan
Hasil penelitian ini Puskesmas setempat untuk
menunjukkan bahwa mengurangi kejadian diare
balita dengan diare akut.
akut yang berjenis
kelamin perempuan
lebih banyak daripada
yang berjenis kelamin
laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai